Ngapurancang

NGAPURANCANG

BAB I

PENDAHULUAN

  1. Latar Belakang

Jawa, berbicara mengenai hal ini identik dengan masyarakatnya yang ramah, sopan nan halus, atau budayanya yang beragam nan unik yang masyarakatnya terpencar ke dalam 3 bagian. Tiga bagian  tersebut adalah Jawa Tengah, Jawa Timur dan Daerah Istimewa Yogyakarta. Tidaklah salah memang manakala kebanyakan  masyarakat berpendapat demikian. Hal ini dikarenakan segala tata krama (aturan tingkah laku)  masyarakat Jawa yang telah diatur sedemikian rupa oleh sastrawan dan budayawan Jawa terdahulu. Tata krama tersebut tidak semuanya dibukukan, hanya saja disampaikan dan diajarkan maupun dilestarikan melalui turun-temurun.

Tata krama Jawa yang menggunung dan tidak dibukukan  menjadi alasan sebagian masyarakat Jawa tidak menerapkan piweling (ajaran-ajaran) yang telah disampaikan. Masyarakat yang tidak menerapkan piweling Jawa inilah yang menjadi penyebab keterpurukan budaya Jawa yang  telah diciptakan dan dibangun sedemikian rupa oleh para pendahulu.

Sebagai generasi muda penerus bangsa, khusunya penulis yang merupakan penduduk Jawa Tengah haruslah melestarikan budaya. Jika dikulik lebih jauh, dalam budaya Jawa terdapat makna tersirat yang berhubungan dan bermanfaat bagi kehidupan. Dari sekian banyak budaya Jawa yang telah diciptakan dan dikembangkan, penulis mengangkat tema mengenai ngapurangcang.

 

  1. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis membuat rumusan masalah sebagai berikut:

  1. Apa yang dimaksud dengan sikap ngapurancang?
  2. Bagaimana mengenai fungsi sikap ngapurancang pada zaman dahulu?
  3. Tujuan apa yang diharapkan dari dilakukannya sikap ngapurancang?
  4. Manfaat apa yang diperoleh dari dilakukannya sikap ngapurancang?

 

  1. Tujuan Penyusunan

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka tujuan yang diharapkan penulis adalah sebagai berikut:

  1. Mengetahui mengenai makna ngapurancang.
  2. Mengetahui mengenai fungsi sikap ngapurancang pada zaman dahulu.
  3. Mengetahui tujuan dilakukannya sikap ngapurancang.
  4. Mengetahui manfaat dilakukannya sikap ngapurancang.
  5. Manfaat Penyusunan

Dilakukannya penyusunan makalah ini oleh penulis tidak dilakukan tanpa tujuan, yang mana tujuan tersebut telah dipaparkan di atas. Tujuan tersebut pun memiliki manfaat, yaitu:

  1. Melestarikan salah satu budaya Jawa yang telah diciptakan dan dibangun sedemikian rupa oleh para sastrawan dan budayawan terdahulu.
  2. Mengenalkan salah satu budaya Jawa, yang kini telah banyak orang melupakannya.
  3. Dari penyusunan makalah ini kita dapat mengetahui manfaat dari makna tersirat yang terdapat dalam sikap ngapurancang.

BAB II

PEMBAHASAN

 

            Berbicara mengenai budaya Jawa akan terbayang betapa banyaknya budaya Jawa, yang telah terstruktur dan memiliki makna tersirat yang tentunya berhubungungan dan bermanfaat bagi kehidupan manusia. Budaya Jawa banyak yang mengatur mengenai tata krama (aturan tingkah laku Jawa). Tata krama sendiri menggambarkan akan perilaku tidak sombong, selalu menghargai orang lain, bermain perasaan, perasaannya halus, dan berbagai tingkah laku yang bagus.Salah satu tata krama Jawa yang yang berkaitan erat bagi kehidupan manusia adalah budaya sikap ngapurancang.

 

  1. Pengertian Sikap Ngapurancang

      Sikap ngapurancang merupakan budaya Jawa yang mana tangan bersikap hikmat dengan jari-jari tangan kanan memegang jari-jari tangan kiri yang diletakkan di bawah pusar, kaki direnggangkan, sikap santai disertai rasa hormat. Rasa hormat ini ditujukan kepada para siapa saja yang ada di hadapannya, khusunya terhadap pemimpin, orang yang lebih tua dan kepada audience.

 

  1. Fungsi Ngapurancang Pada Zaman Dahulu

Pada zaman dahulu, ketika berhadapan dengan pemimpin orang Jawa bersikap ngapurancang. Ngapurancang di sini diartikan sebagai tanda hormat. Penghormatan kepada pemimpin dilakukan sebagai kewajiban agar mendapatkan berkah ketenteraman. Karena pada zaman tersebut keselarasan hidup hanya dapat diperoleh dengan berlaku harmonis dengan lingkungan dan pamong praja (para pemimpin). Setiap diadakannya upacara Jawa, para pemuda tanpa perintah akn berbondong-bondong untuk menyumbangkan tenaga. Jika seorang pemuda Jawa hendak merantau terlebih dahulu pemuda tersebut akan sowan kepada pemimpnnya, untuk meminta doa kepada pemimpinnya. Mereka akan merasa lega manakala  telah menghadap pemimpin yang dianggap sebagai sesepuh mereka.

 

  1. Tujuan Dilakukannya Sikap Ngapurancang

Ngapurancang memiliki tujuan, yaitu sebagai penanda rasa hormat. Rasa hormat di sini tidak hanya ditujukan terhadap pamong praja lebih dari itu sikap ngapurancang ditujukan sebagai penanda penghormatan terhadap orang yang lebih tua dan terhadap audience.

 

  1. Manfaat Dilakukannya Sikap Ngapurancang

Sikap ngapurancang yang ditujukan sebagai penanda penghormatan terhadap audience dilakukan saat pemberian pidato, sambutan, upacara-upacara Jawa, dan lain-lain. Dalam sikap ngapurancang yang dilakukan manakala sedang berpidato, memiliki tujuan yaitu bersikap takzim (hormat) secara tulus terhadap audience (orang yang mendengarkan pidato). Sikap ngapurancang pula yang membuat seseorang tidak grogi saat berpidato, dikarenakan saat kedua kaki direnggangkan sedikit seseorang akan berada dalam keadaan  seimbang. Keseimbangan yang terbentuk dari sikap ngapurancang inilah yang membuat seseorang tidak grogi, bahkan  merasa nyaman dengan posisi yang demikian. Ketika seseorang merasa nyaman dengan keadaan  ini, seseorang akan merasa mudah dan tanpa ragu baginya untuk melakukan sesuatu yang sebelumya dirasa sulit. Oleh karenanya, sikap ngapurancang ini sangatlah berguna dalam meningkatkan peforma seseorang dalam berpidato.

BAB III

KESIMPULAN

 

  1. Simpulan

Budaya Jawa sangatlah banyak dan beragam, terkhusus budaya mengenai tata krama (aturan tingkah laku). Tata krama ini tidak semuanya dibukukan, oleh karena itu banyak budaya Jawa yang terlupakan bahkan hilang tak berjejak. Salah satu tata krama Jawa ini adalah sikap ngapurancang. Sikap ngapurancang merupakan sikap yang dijadikan penanda penghormatan terhadap pamong praja, orang yang lebih tua maupun terhadap audience manakala kita tengah berpidato, memberi sambutan, upacara-upacara Jawa, dan lain-lain.

Sikap ngapurancang ini dapat memberikan manfaat manakala seseorang memberikan pidato. Manfaat ini berupa perasaan tidak grogi manakala sedang berpidato. Hal ini dikarenakan sikap ngapurancang yang sangat efektif untuk tidak menimbulkan rasa grogi. Diamana sikap ngapurancang ini memberikan  kesempatan bagi jari-jari tangan kanan memegang jari-jari tangan kiri dan kedu kaki agak direnggangkan. Sikap kedua kaki yang  direnggangkan ini yang menimbulkan keseimbangan bagi tubuh. Keseimbangan ini yang dapat menghambat perasaan grogi dalam diri seseroang.

 

  1. Saran

Dalam penyusunan makalah ini penulis memberi saran terhadap para penbaca makalah sebagai berikut:

  1. Budaya Jawa yang banyak nan beragam haruslah kita lestarikan.
  2. Para sastrawan dan budayawan zaman dahulu telah menciptakan dan mengembangkan tata krama dengan sedemikian rupa haruslah kita terapkan dalam kehidupan, karena memiliki makna tersirat yang sangat berhubungan dan bermanfaat bagi kehidupan.
  3. Sikap ngapurancang merupakan salah satu tata krama yang bermakna penghormatan terhadap orang lain, maka dari itu haruslah kita implikasikan dalam kehidupan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

* Kode Akses Komentar:

* Tuliskan kode akses komentar diatas: