Hukum positif terkait pidana anak yang berlaku di Indonesia diatur dalam beberapa undang-undang, diantaranya Undang-Undang Nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Anak dan Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Dalam Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Nomor 11 tahun 2012 bahwa “Anak yang Berhadapan dengan Hukum adalah anak yang berkonflik dengan hukum, anak yang menjadi korban tindak pidana, dan anak yang menjadi saksi tindak pidana.”
Secara umum anak berhak atas perlindungan hak nya sebagaimana yang diatur dalam undang-undang. Anak dalam proses peradilan pidana baik itu anak sebagai pelaku, korban atau saksi, anak memiliki hak sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 tahun 2012 Pasal 3 :
- diperlakukan secara manusiawi dengan memperhatikan kebutuhan sesuai dengan umurnya;
- dipisahkan dari orang dewasa;
- memperoleh bantuan hukum dan bantuan lain secara efektif;
- melakukan kegiatan rekreasional;
- bebas dari penyiksaan, penghukuman atau perlakuan lain yang kejam, tidak manusiawi, serta merendahkan derajat dan martabatnya;
- tidak dijatuhi pidana mati atau pidana seumur hidup;
- tidak ditangkap, ditahan, atau dipenjara, kecuali sebagai upaya terakhir dan dalam waktu yang paling singkat;
- memperoleh keadilan di muka pengadilan Anak yang objektif, tidak memihak, dan dalam sidang yang tertutup untuk umum;
- tidak dipublikasikan identitasnya;
- memperoleh pendampingan orang tua/Wali dan orang yang dipercaya oleh Anak; memperoleh advokasi sosial;
- memperoleh kehidupan pribadi;
- memperoleh aksesibilitas, terutama bagi anak cacat;
- memperoleh pendidikan;
- memperoleh pelayananan kesehatan; dan
- memperoleh hak lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Selain itu, dalam Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999 Pasal 58 menyatakan bahwa :
- Setiap anak berhak untuk mendapatkan perlindungan hukum dari segala bentuk kekerasan fisik atau mental, penelantaran, perlakuan buruk, dan pelecehan seksual selama dalam pengasuhan orang tua atau walinya, atau pihak lain maupun yang bertanggung jawab atas pengasuhan anak tersebut.
- Dalam hal orang tua, wali, atau pengasuh anak melakukan segala bentuk penganiayaan fisik atau mental, penelantaran, perlakuan bentuk, dan pelecehan seksual termasuk pemerkosaan, dan atau pembunuhan terhadap anak yang seharusnya dilindungi, maka harus dikenakan pemberatan hukuman.
Lebih lanjut dalam Pasal 66, menetukan bahwa :
- Setiap anak berhak untuk tidak dijadikan sasaran penganiayaan, penyiksaan, atau penjatuhan hukuman yang tidak manusiawi.
- Hukuman mati atau hukuman seumur hidup tidak dapat dijatuhkan untuk pelaku tindak pidana yang masih anak.
- Setiap anak berhak untuk tidak dirampas kebebasannya secara melawan hukum.
- Penangkapan, penahanan, atau pidana penjara anak hanya boleh dilakukan sesuai dengan hukum yang berlaku dan hanya dapat dilaksanakan sebagai upaya terakhir.
- Setiap anak yang dirampas kebebasannya berhak mendapatkan perlakuan secara manusiawi dan dengan memperhatikan kebutuhan pengembangan pribadi sesuai dengan usianya dan harus dipisahkan dari orang dewasa, kecuali demi kepentingannya.
- Setiap anak yang dirampas kebebasannya berhak memperoleh bantuan hukum atau bantuan lainnya secara efektif dalam setiap tahapan upaya hukum yang berlaku.
- Setiap anak yang dirampas kebebasannya berhak untuk membela diri dan memperoleh keadilan di depan Pengadilan Anak yang obyektif dan tidak memihak dalam sidang yang tertutup untuk umum.
Anak berhak untuk mendapatkan bantuan hukum yang diatur dalam Pasal 18 Undang Undang Nomor 11 tahun 2012.
Anak juga berhak untuk mendapatkan perlindungan privasi sebagaimana dalam Pasal 61 ayat (2) Undang-Undang Nomor 11 tahun 2012 bahwa “Identitas Anak, Anak Korban, dan/atau Anak Saksi tetap harus dirahasiakan oleh media massa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 dengan hanya menggunakan inisial tanpa gambar.”
Anak yang berkonflik dengan hukum
Sebagaimana dalam Undang-Undang Nomor 11 tahun 2012, anak yang berkonflik dengan hukum merupakan anak yang telah berumur 12 (dua belas) tahun, tetapi belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang diduga melakukan tindak pidana (dalam Pasal 1 ayat (3).
Adapun jika anak sedang menjalani masa pidana, maka berhak atas hak nya sebagaimana dalam Pasal 4 yaitu :
- mendapat pengurangan masa pidana;
- memperoleh asimilasi;
- memperoleh cuti mengunjungi keluarga;
- Pembebasan bersyarat;
- Cuti menjelang bebas;
- Cuti bersyarat;
- Hak-hak lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Dalam hal anak dijatuhi pidana penjara maka sesuai Pasal 85 Undang-Undang Nomor 11 tahun 2012 maka harus ditempatkan di LPKA, memperoleh pembinaan, pembimbingan, pengawasan, pendampingan, pendidikan dan pelatihan, serta hak lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Anak sebagai Korban
Anak sebagai korban berhak atas perlindungan serta haknya sebagaimana yang disebut diatas secara umum. Dalam Pasal 89 Undang-Undang Nomor 11 tahun 2012 menentukan bahwa “Anak Korban dan/atau Anak Saksi berhak atas semua pelindungan dan hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.”
Anak sebagai korban juga berhak untuk mendapatkan :
- upaya rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial, baik di dalam lembaga maupun di luar lembaga;
- jaminan keselamatan, baik fisik, mental, maupun sosial; dan
- kemudahan dalam mendapatkan informasi mengenai perkembangan perkara.
Sebagaimana yang diatur dalam Pasal 90 ayat (1).
Dalam Pasal 17 Undang-Undang Nomor 23 tahun 2000 terkait anak korban perampasan kebebasan dan pelecehan menentukan :
- Setiap anak yang dirampas kebebasannya berhak untuk :
- mendapatkan perlakuan secara manusiawi dan penempatannya dipisahkan dari orang dewasa;
- memperoleh bantuan hukum atau bantuan lainnya secara efektif dalam setiap tahapan upaya hukum yang berlaku; dan
- membela diri dan memperoleh keadilan di depan pengadilan anak yang objektif dan tidak memihak dalam sidang tertutup untuk umum.
- Setiap anak yang menjadi korban atau pelaku kekerasan seksual atau yang berhadapan dengan hukum berhak dirahasiakan.
Dalam hal anak menjadi korban penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropik, dan zat adiktif lainnya maka berhak perlindungan melalui upaya pengawasan, pencegahan, peraawatan, dan rehabilitasi seperti yang termuat dalam Pasal 67 Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014. Upaya pembinaan, pendampingan, serta pemulihan sosial, kesehatan fisik dan mental dilakukan terhadap anak korban pornografi sebagaimana Pasal 67 B. Anak juga mendapatkan perlindungan khusus terhadap korban HIV/AIDS sesuai Pasal 67 C. Perlindungan juga bagi anak korban penculikan, penjualan dan/atau perdagangan, korban kekerasan fisik atau psikis, kejahatan seksual, jaringan terorisme, perlakuan salah dan penelantaran, perilaku menyimpang, korban stigmatisasi pelabelan, diatur dalam Pasal 59 hingga 71 B.
Anak sebagai Saksi
Anak yang berhadapan dengan hukum sebagai saksi memiliki hak secara umum sebagaimana yang tersebut diatas, serta berhak juga untuk mendapatkan :
- upaya rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial, baik di dalam lembaga maupun di luar lembaga;
- jaminan keselamatan, baik fisik, mental, maupun sosial; dan
- kemudahan dalam mendapatkan informasi mengenai perkembangan perkara.
Sebagaimana yang diatur dalam Pasal 90 ayat (1).