gender1.31481835_std

PENDAHULUAN

            Ketika mendengar kata “gender” pertama kali, pasti yang ada dipikiran kita adalah sosok laki laki dan perempuan. Gender memang tidak lepas dari pandangan mengenai laki laki dan perempuan karena gender sendiri merupakan pembagian peran bagi laki laki dan perempuan yang dikonstruksikan secara sosial. Berbicara mengenai gender, konstruksi masyarakat dari dahulu sampai sekarang kadang masih mengandung unsur ketidaksetaraan. Konstruksi gender antara laki laki dan perempuan terkadang masih merugikan salah satu jenis kelamin.

Dan pandangan gender dari dahulu sampai sekarang memandang kaum perempuanlah yang masih sangat dirugiikan. Dalam pembagian peran masyarakat mengkonstruksikan perempuan seakan selalu menduduki status dibawah kedudukan laki laki. Sosok laki laki selalu digambarkan sebagai sosok yang harus kuat, gagah, pemberani, tidak cengeng dan tangguh. Sedangkan perempuan selalu di gambarkan sebagai sosok yang lemah, lembut, pasif dan pemalu. Menurut para ahli hal ini dikarenakan karena pada dasarnya fisik laki laki memang lebih kuat bila dibandingkan dengan sosok perempuan. Perempuan yang secara fisik memiliki sistem reproduksi, menstruasi dan lain lain memang dibutuhkan perlindungan tersendiri. Tetapi walaupun begitu akibat adanya ketidaksetaraan ini justru terkadang membawa kearah ketidak adilan gender.

Seperti yang terjadi dalam realitas kehidupan. Laki laki cenderung lebih menguasai berbagai bidang kehidupan. Dalam kehidupan rumah tangga misalnya, laki laki selalu menjadi sosok pemimpin yang harus selalu dituruti oleh istrinya. Istri harus tunduk apapun yang menjadi permintaan dan perintah suami. Dalam kehidupan rumah tangga, seorang istri atau perempuan terkadang sulit bahkan tidak boleh mengusulkan dan mengungkapkan pendapatnya. Dalam bidang pekerjaan laki laki bebas untuk bekerja diluar tanpa perlu meminta izin kepada istri, sedangkan perempuan sebagai istri selalu harus minta ijin apabila ingin bekerja keluar rumah bahkan untuk sekedar pergi sebentar meninggalkan rumahpun terkadang harus seizin suami.

Karena hal ini laki laki cenderung lebih menguasai karena ia bisa dengan bebas keluar dan go public. Sedangkan perempuan hanya boleh di dalam rumah, mengrjakan pekerjaan rumah tnagga atau dengan kata lain perempuan adalah pekerja di sektor domestik saja. Hal ini menyebabkan perempuan lebih sulit berkembang dan mendapatkan kemajuan bila dibandingkan dengan laki laki. Perempuan dalam segala bidang kehidupan selalu mendapatkan jatah yang lebih sedikit bila di bandingkan dengan laki laki.

Gambaran mengenai gender di atas tidak hanya terjadi dalam kehidupan nyata sehari hari saja. Bahkan didasarkan pada realitas di atas penggambaran gender yang terkadang mengandung unsur ketidaksetaraan pun telah menjadi hal biasa yang terlihat dalam media massa seperti di iklan, sinetron, film dan berita. Dalam tayangan televisi ataupun media massa lainnya secara idak sadar mengandung unsur ketidaksetaraan gender yang sebenarnya hal tersebut dapat mempengaruhi pola pemikiran dan konstruksi masyarakat. Media massa yang menayangkan peran laki laki dan perempuan secara langsung ataupun tidak langsung telah membentuk pola pemikiran masyarakat. Perempuan bekerja di dapur, mencuci, memasak, melayani suami menjadi pemahaman masyarakat bahwa itu memang pekerjaan perempuan sehingga apabila perempuan tidak bisa melakukan semua itu akan menimbulkan penilaian negatif masyarakat terhadap perempuan. Selain hal itu masih banyak tayangan media massa lain yang sebenarnya menjadi penyebab munculnya pemikiran masyarakat yang mengarah kepada ketidak adilan gender.

PEMBAHASAN

  1. Gender dalam realitas kehidupan

Gender, adalah sebuah istilah yang belakangan ini mulai di bicarakan oleh masyarakat dunia terutama kaum feminis dunia. Gender yang merupakan pembagian peran antara laki laki dan perempuan yang dikonstruksikan oleh masyarakat secara sosial maupun kultural dari dulu sampai sekarang dipandang merugikan salah satu jenis kelamin yaitu perempuan. Dalam konstruksi gender perempuan digambarkan sebagai sosok yang selalu berada di bawah laki laki. Perempuan sebagai sosok yang lemah, lembut, emosional, pasif adalah gambaran perempuan dari dulu sampai sekarang. Sedangkan laki laki digambarkan sebagai sosok yang kuat, tangguh, tidak boleh cengeng dan pemberani. Akibat konstruksi yang demikian menempatkan perempuan diposisi yang kurang menguntungkan. Dimanapun perempuan berada ia selalu berada dibawah kekuasaan laki laki.

Hal di atas menyebabkan kehidupan perempuan tidak bisa semaju dan sebebas laki laki dalam segala bidang kehidupan. Dalam kehidupan rumah tangga perempuan selalu mendapatkan bagian domestik sedangkan laki laki selalu mempunyai kekuasaan lebih untuk go public. Perempuan dalam rumah tangga selalu mendapatkan pekerjaan “dapur, kasur, sumur, dan pupur” alias memasak, melayani suami, memasak dan mempercantik diri agar suami tambah sayang. Perempuan harus menuruti apa kata suami, apabila menentang di anggap menyimpang. Kesempatan perempuan untuk berpendapat didalam keluarga lebih sedikit karen adanya anggapan bahwa perempuan selalu memakai perasaan atau hati untuk menyelesaikan masalah, sehingga pendapat perempuan di anggap emosional semata. Laki laki dalam sebuah keluarga memiliki kedudukan sebagai pemimpin keluarga sehingga apapun yang ingin dilakukan istri harus seizin suami. Suami bisa bebas keluar masuk rumah, sedangkan perempuan ketika pergi keluar rumah harus izin suami terlebih dahulu, apabila suami tidak memberikan izin istri harus tetap dirumah.

Pekerjaan suami dianggap sebagai pekerjaan utama dan pokok dalam sebuah keluarga. Sedangkan pekerjaan istri dirumah, mengurusi rumah tangga seperti memasak, mencuci, membersihkan rumah di anggap sebagai “pekerjaan yang tidak ada artinya”. Padahal bila di lihat laki laki dalam sebuah keluarga apabila diberi pekerjaan  rumah tangga belum tentu bisa mengerjakannya. Pekerjaan yang dikerjakan istri dirumah di anggap biasa saja karena tidak menghasilkan uang. Padahal pekerjaan rumah tangga sangat banyak dan rumit. Apabila setiap pekerjaan rumah tangga yang dikerjakan oleh ibu atau istri itu di nominalkan atau di gaji, belum tentu sang suami sanggup membayar gaji setiap pekerjaan istri.

Kemudian yang tak kalah penting adalah karir perempuan dalam sebuah keluarga. Setelah perempuan memasuki kehidupan rumah tangga kebanyakan dari mereka bekerja sebagai ibu rumah tangga atau sektor domestim saja. Ada bebrapa alasan mengapa mereka lebih memilih untuk bekerja sebagai ibu rumah tangga saja. Yang pertama adalah adanya anggapan bahwa anggota keluarga yang berhak bekerja di luar adalah suami saja sebagai pencari nafkah keluarga. Istri lebih baik bekerja dirumah mengurusi kebutuhan rumah tangga. Istri yang bekerja diluar sampai sekarang masih ada beberapa masyarakat yang memandangnya sebagai hal yang melanggar kebiasaan. Yang kedua yaitu karena tidak adanya izin dari suami untuk bekerja sehingga karena istri harus menuruti suami ia tak punya pilihan lain selain hanya bekerja di sektor domestik saja.

Setelah itu adalah di bidang pendidikan. Dalam kehidupan masyarakat masih terdapat anggapan bahwa banyak masyarakat yang mengutamakan pendidikan untuk anak laki laki saja, sedangkan pendidikan untuk anak perempuan di nomor duakan. Hal ini disebabkan karena suatu pandangan perempuan buat apa sekolah tinggi tinggi karena akhirnya juga berakhir di dapur. Kalau ada perempuan yang ingin sekolah tinggi ada yang mengatakan “jangan sekolah tinggi tinggi nanti laki laki takut, cari jodoh saja dulu, nikah dulu”, begitulah fenomena yang masih terjadi dalam masyarakat kita. Ada juga yang memandang perempuan sekolah tinggi seakan akan menjadi ancaman bagi laki laki. Sedangkan laki laki bebas karena laki laki berpendidikan tinggi juga karena laki laki nantinya akan bekerja sebagai pencari nafkah sedangkan perempuan nantinya hanya di dapur, menjadi ibu rumah tangga tidak perlu pendidikan tinggi. Padahal apabila dilihat untuk jangka panjang pendidikan sangat penting bagi perempuan.  Karena perempuan merupakan pengasuh bagi anaknya kelak. Bagaimana orang tua dapat mendidik anak anaknya kelak dengan baik apabila orang tuanya saja berpendidikan rendah? Ada perbedaan pola pengasuhan anak antara ibu yang berpendidikan tinggi dan ibu ynag berpendidikan rendah. Bagaimana cara menasehati anaknya, mengajari anaknya, pasti berbeda. Kemudian selanjutnya yaitu pekerjaan ibu yang masih dianggap biasa karen tidak menghasilkan uang. Tetapi perempuan yang berpendidikan tinggi kemudian bekerja di publik itu akan menjadi beban ganda bagi perempuankarena ia juga masih harus bekerja di sektor domestik. Perempuan yang tidak boleh berpendidikan tinggi, bekerja disektor domestik saja, kemudian melahirkan sebuah wacana yaitu “kemiskinan berwajah perempuan”.

Selanjutnya yaitu gender dalam agama. “Agama” sering dijadikan alasan untuk menolak ide emansipasi dan kesetaraan gender. “Agama” sering juga dijadikan alasan agar perempuan selalu menurut pada laki laki. Agama seakan akan menjadi pembatas bagi perempuan untuk bergerak maju. Perempuan harus diam dirumah, tidak boleh keluar sembarangan, mau kemanapun ia harus izin pada suaminya adalah bebberapa contoh ketidaksetaraan gender yang menjadikan agama sebagai alasannya. Kemudian yaitu ada juga yang menyebutkan bahwa agama telah memberikan batasan perempuan dalam berbagai bidang kehidupan. Agama dianggap lebih mengutamakan laki laki dalam segala bidang. Laki laki sebagai pemimpin baik dalam lingkup rumah tangga samapi lingkup pekerjaan sebagai pencari nafkah. Sebenarnya agama seharusnya tidak dijadikan alasan bagi sekelompok masyarakat untuk membatasi perempuan, karena agama juga memberikan kesempatan bagi seluruh umatnya baik itu laki laki maupun perempuan untuk mencari ilu setinggi mungkin dan melakukan hal hal yang dapat mendorong diri semakin maju lagi.

Kemudian yaitu gender dalam dunia kesehatan. Didalam dunia kesehatan juga terjadi beberapa hal yang kurang menguntungkan bagi perempuan. Perempuan dengan sistem reproduksinya seperti mengandung, melahirkan, menyusui menyebabkan perempuan harus sering bersentuhan dengan alat alat kesehatan. Kemudian program KB (Keluarga Berencana), alat alat KB untuk mencegah kehamilan harus di pasang ditubuh perempuan. Hal tersebut sama saja memasukkan alat atau benda asing kedalam tubuh perempuan dimana secara langsung hal tersebut menyakiti perempuan. Selain itu, alat alat tersebut juga bisa membawa efek buruk bagi tubuh perempuan dimana kadang membawa efek pusing, mual dan lain lain. Disini terlihat  bahwa perempuan yang harus selalu berusaha untuk mencegah kehamilan. Karena perempuan tidak punya kuasa untuk menolak keinginan laki laki. Dan laki laki sendiri ketika melakukan hubungan suami istri tidak mau berpikir bagaimana caranya agar istrinya tidak hamil.bagi laki laki yang penting mereka puas dan perempuanlah yang harus dan berjuang untuk mencegah kehamilan. Padahal sebenarnya perempuan memiliki hak untuk mempunyai jarak waktu pada setiap kelahiran. Seharusnya apabila dalam sebuah rumah tangga menginginkan agar tidak terjadi kehamilan, bukan istri saja yang harus berjuang dan berusaha untuk mancegah kehamilan, tetapi suami juga harus membant ketika berhubungan agar istri tidak hamil.

  1. Gender dalam media massa

Media massa merupakan sebuah alat yang digunakan untuk memberikan berbagai macam informasi dan hiburan kepada masyarakat yang bisa melalui tayangan televisi, radio, maupun internet baik itu media cetak maupun media elektronik lainnya. Berbicara mengenai gender dan media massa. Media massa biasanya berisi penyampaian informasi atau hiburan untuk masyarakat, biasanya di ambil dari realitas dalam kehidupan sehari hari walaupun secara garis besar terutama dalam media hiburan (entertainment) hampir semuanya hanya bersifat fiktif belaka. Tetapi apabila kita melihat lebih cermat, media massa seperti media elektronik seperti televisi, radio, internet maupun media cetak seperti koran, majalah masih banyak menempatkan perempuan sebagai pihak yang mengalami ketidaksetaraan gender,seperti contoh berikut:

Dalam tayangan film atau sinetron di Indonesia masih banyak menempatkan perempuan sebagai sosok yang lemah, penakut, cengeng. Perempuan selalu mendapatkan peran sebagai ibu rumah tangga yang bekerja mencuci, membersihakn rumah,  melayani suami dan memasak. Tayangan sinetron terutama, masih menempatkan perempuan peran yang bertugas di sektor domestik saja. Masih banyak sinetron yang menggambarkan perempuan sebagai sosok yang lemah, harus patuh dan tunduk terhadap aturan suami. Kemudian yang lain yaitu seperti di dalam film, khususnya film horor, sering menggambarkan perempuan sebagai objek seks bagi laki laki. Perempuan diberi peran untuk berpakaian seksi, beradegan mesum, padahal terkadang sang artis perempuan dalam film tersebut sering mengalami pelecehan dimana ketika beradegan di film ia sering disentuh sembarangan padahal hal tersebut tidak sesuai dan tidak ada di skenario film tersebut. Yang kemudian tidak jarang artis tersebut kemudian membawa kasus tersebut ke dunia nyata yaitu melaporkannya ke polisi.

Kemudian gender di dalam iklan. Iklan yang merupakan ajang promosi suatu produk atau bisnis dalam berbagai bentuk masih menggambarkan perempuan sebagai artis domestik dalam rumah tangga. Perempuan sering mendapatkan iklan iklan yang berhubungan dengan urusan domestik seperti perempuan yang mendapatkan iklan sabun cuci dimana ia berperan untuk mencuci baju, mencuci piring, mengepel rumah, ddan membersihkan toilet, hampir semuanya di perankan oleh perempuan dan masih sangat jarang laki laki yang memerankannya. Sedangkan laki laki sering memerankan iklan dengan peran yang menunjukkan kemachoan, pemberani, ketangguahan. Seperti iklan sepeda motor, mobil dan iklan iklan yang berhubungan dengan dunia kerja alias pekerjaan go public seperti iklan minuman penambah stamina misalnya. Ditayangan televisi masih sering menghargai perempuan bukan karena kepintarannya tetapi karena penampilannya. Baik di sinetron, film, iklan masih banyak peran dimana wanita cantik di godai dan wanita jelek di bully. Wanita hanya dinilai tubuhnya bukan isi pikirannya. Karena perempuan pintar ditakuti laki laki, sehingga hal ini kemudian membuat perempuan sebagai korban kapitalis iklan produk kecantikan yang berhubungan dengan penampilan. Perempuan harus putih, mulus, rambut lurus, langsing dan masih banyak lagi.

Kemudian didalam sebuah tayangan berita seperti kasus atau berita pemerkosaan misalnya. Dalam tayangan berita tersebut pasti masyarakat berpendapat yang disalahkan selalu perempuan. Korban perkosaan serimg di katai “ seorang gadis yang kotor, hina, ternodai” menyebabakan banyak perempuan korban perkosaan merasa dirinya kotor, hina, tidak ada harganya lagi yang kemudian menyebabkan seorang perempuan akhirnya menjadi pelacur. Karena ia beranggapan ia sudah terlanjur kotor, ternoda, tidak ada harganya lagi yang karena hal itu akhirnya ada yang menjadi gila, ada yang hunuh diri. Berita positif mengenai perempuan hanya masih jarang terjadi, dan hanya terjadi pada saat moment moment tertentu saja seperti pada saat hari ibu dan hari kartini.

Secara tidak disadari, bila dilihat tayangan media massa mengenai perempuan diatas secara tidak langsung telah menanamkan pemahaman, mengkonstruksi pemikiran masyarakat bahwa perempuan adalah sosok yang lemah, cengeng, hanya bekerja di sektor domestik dan sebagai objek seks laki laki seperti yang digambarkan dalam sinetron, film, iklan, maupun berita di atas.

  1. Lalu, apa yang harus kita lakukan terhadap hal diatas?dan bagaimana solusi sebaiknya?

Bila melihat pada teori, terdapat dua teori besar yang membahas gender yaitu teori nature dan teori nurture. Teori nature berpendapat bahwa semua pekerjaan perempuan diawali oleh pengaruh alamiah, karena fisik perempuan yang memang lemah. Wanita dengan alat reproduksinya yang berbeda dengan laki laki, perempuan yang harus melahirkan dan lain lain yang kemudian baru setelah itu di konstruksikan oleh masyarakat dan dikuatkan oleh budaya, menempatkan perempuan sebaiknya bekerja dirumah saja, itu semua karena memang fisik perempuan yang lebih lemah. Sedangkan teori nurture berpendapat bahwa semua pekerjaan perempuan dikarenakan atau dikonstruksikan oleh lingkungan masyarakat dan budaya dimana perempuan itu hidup.

Melihat dua teori diatas tidak ada yang salah, baik itu memang karena faktor alamiah fisik perempuan yang lebih lemah atau karena konstruksi masyarakat dan budaya, seharusnya kesetaraan gender tetap ditegakkan. Berilah kesempatan juga bagi perempuan untuk bergerak maju, mengekspresikan dan mengaktualisasikan dirinya karena toh semua itu tidak merugikan pihak pihak lain. Tetapi justru hal tersebut dapat membantu sebuah pembangunan dalam lingkup daerah samapai nasional bahkan dunia agar dapat lebih maju lagi.

Perempuan tidak masalah digambarkan sebagai pekerja di sektor domestik saja, tetapi berikanlah kesempatan bagi perempuan untuk bekerja di sektor publik juga, beri kesempatan bagi perempuan untuk berpendapat karena hal itu dapat membuat perempuan lebih merasa dirinya dihargai.

Kemudian mengenai gender dan media massa. Bagi para pemeran media hiburan atau orang orang dibalik layar sebuah tayangan media massa. Mulailah belajar mengenai kesetaraan gender, jangan lagi menempatkan perempuan selalu sebagai sosok yang lemah, cengeng, penakut, pekerja sektor domestik dan objek seks laki laki saja. Mulailah menayangkan tayangan tayangan yang lebih pro kesetaraan gender. Perempuan yang pintar, maju, berprestasi, sukses tidak salah untuk dimulai, ditambah dan dimajukan lagi dalam setiap tayangan media. Dan saya rasa hal ini bisa saja terjadi untukbeberapa tahun kedepan. Karena sekarang juga sudah mulai bisa dilihat, sudah banyak iklan kosmetik yang tidak hanya di perankan oleh perempuan agar menjadi cantik, mulus, wangi. Tetapi laki laki juga sudah memerankan iklan kosmetik tersebut seperti munculnya iklan sabun cuci muka khusus pria, pelembab khusus pria, parfum khusus pria dan iklan yang menggambarkan laki laki itu harus bertubuh kekar dan berotot. Jadi sekarang tidak hanya perempuan saja yang harus dinilai penampilannya, tetapi laki laki juga sudah mulai mengutamakan penampilan agar lebih dipandang dan menarik perempuan. Oleh karena itu, untuk semua lapisan masyarakat mari kita sama sama berjuang mengenai kesetaraan gender sehingga baik laki laki maupun perempuan bisa terus maju dan tidak menjadi korban dari ketidakadilan gender.

PENUTUP

KESIMPULAN

Dalam dunia realitas sehari hari atau dunia media massa yang sebagian besar bersifat fiktif belaka masih banyak terlihat ketidaksetaraan gender yang merugikan perempuan. Perempuan masih digambarkan sebagai sosok  lemah, lembut, cengeng, penakut masih sangat terasa didalam masyarakat. Selain itu perempuan juga nasih sering digambarkan sebagai sosok yang hanya boleh bekerja di sektor domestik saja, hanya mengurusi pekerjaan “dapur, sumur, kasur dan pupur” dalm kehidupan rumah tangga.

Sedangkan laki laki digambarkan sebagai sosok yang kuat, tangguh, pemberani den lebih bebas untuk bekerja go public yang sangat bertentangan dengan perempuan yang hanya dirumah. Hal ini menyebabkan perempuan menjadi sosok yang kurang maju bila dibandingkan dengan laki laki. Padahal perempuan dan laki laki sama sama memiliki kesempatan untuk lebih maju di dalam segala bidang kehidupan.

Jadi, marilah kita sama sama menyuarakan kesetetaraan gender. Berilah kesempatan unuk perempuan agar bisa go public, bisa mengungkapkan pendapatnya, bisa berprestasi dan sukses.  Karena perempuan juga bisa membantu pembangunan baik dari lingkup daerah, nasional, bahkan lingkup dunia. Baik dalam realitas kehidupan sehari hari maupun dalam dunia media massa mulailah untuk menampilkan kesetaraan gender antara perempuan dan laki laki agar tidak ada salah satu dari jenis kelamin tersebut yang dirugikan dan menjadi korban ketidakadilan gender.

DAFTAR PUSTAKA :

Fakih, Mansour. 1996. Analisis Gender dan Transformasi Sosial. Yogyakarta : Pustaka Pelajar

Ritzer, George 2012. Teori Sosiologi Dari Sosiologi Klasik Sampai Perkembangan Terakhir Postmodern. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.