12032727_1900693046823164_4392154268634064462_o

PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG

            Indonesia merupakan negara dengan berbagai kekayaan sumber daya alam di dalamnya. Baik di daratan maupun di perairan terdapat berbagai hasil bumi yang dapat di akses dan dimanfaatkan oleh masyarakat. Salah satu sumber daya alam yang sangat produktif dan melimpah dalam bumi indonesia adalah sumber daya alam non hayati yaitu berupa tanah, batu batuan, pasir, air dan masih banyak lagi jenis lainnya. Kekayaan hasil bumi ini pun kemudian dimanfaatkan oleh masyarakat indonesia sebagai sumber penghidupan dan mata pencaharian mereka sehari-hari.

            Setiap masyarakat memiliki cara yang berbeda untuk memanfaatkan dan mengakses sumber daya alam yang ada di lingkungan mereka. Bagi masyarakat dengan lingkungan yang kaya sumber daya alam seperti pasir, tanah dan batu batuan, biasanya mereka melakukan akses pemakaian sumber daya alam dengan cara menambang baik secara tradisional maupun modern. Tetapi penambangan terhadap sumber daya alam yang terjadi di indonesia terkadang melebihi dari kapasitas yang mungkin sebelumnya telah disepakati dengan pemerintah. Masyarakat terkadang mengabaikan keselamatan lingkungan dan terus melakukan penambangan untuk memperoleh penghasilan.

            Seperti yang terjadi dalam kehidupan masyarakat Dusun Bangsewu, Kelurahan Sukorejo, Kecamatan Gunung Pati, Kabupaten Semarang. Masyarakat Bangsewu merupakan masyarakat yang sebagian besar bermata pencaharian sebagai penambang pasir, batu, dan tanah yang menjadikan sebuah gunung bernama gunung Panepen dan sungai sebagai sumber mata pencahariannya. Menambang pasir dan batu merupakan pekerjaan yang telah mereka tekuni sejak zaman dahulu dan masih menjadi sumber penghidupan utama sampai sekarang. Walaupun pemerintah sudah melarang dan meminta masyarakat untuk menghentikan penambangan terhadap gunung Panepen tetapi masyarakat tetap melakukan penambangan walaupun dengan cara manual.

            Dan dalam tulisan ini saya akan mencoba mengkaji bagaimana masyarakat Bangsewu memandang penambangan yang terjadi di lingkungannya, apakah mereka mendukung atau menentang penambangan tersebut. Dan apa saja perubahan, dampak dan permasalahan yang mereka hadapi dalam melakukan akses terhadap sumber daya alam tersebut.

RUMUSAN MASALAH

1) Bagaimana masyarakat Bangsewu memandang penambangan terhadap gunung Panepen dan sungai serta adakah masyarakat yang menentang terhadap penambangan tersebut?

2) apa saja perubahan, dampak dan permasalahan yang masyarakat Bangsewu hadapi dalam penambangan yang mereka lakukan di gunung Panepen dan sungai?

MASYARAKAT BANGSEWU DAN AKSES TERHADAP SUMBER DAYA ALAMNYA

            Dusun Bangsewu, Kelurahan Sukorejo, Kecamatan Gunung Pati, Kabupaten Semarang merupakan sebuah wilayah dimana didalamnya hidup sekelompok masyarakat yang sebagian besar bermata pencaharian sebagai penambang. Masyarakat Bangsewu merupakan masyarakat yang bekerja sebagai penambang pasir, batu, tanah dan padas. Penambangan yang mereka kerjakan adalah penambangan yang dilakukan di sebuah gunung bernama gunung Panepen dan di sungai yang terdapat di tengah tengah pemukiman. Masyarakat bangsewu bekerja sebagai penambang pasir dan batu sejak dari zaman dahulu dan masih menjadi mata pencaharian utama sampai sekarang.

            Dahulu masyarakat Bangsewu melakukan penambangan sebagai mata pencaharian mereka hanya bersumber dari sungai yang ada di tengah pemukiman. Gunung Panepen dahulu masih sebuah gunung yang ditumbuhi dengan berbagai tumbuhan seperti bambu, alang alang dan tumbuhan liar lainnya. Gunung panepen berupa perbukitan tanah adalah sebuah gunung yang dimiliki oleh seseorang bernama Bu Irah. Gunung yang luas tersebut merupakan gunung yang dibeli oleh Bu irah dari masyarakat Bangsewu yang menjadi pemilik tanah tanah di Gunung panepen. Hanya dua petak tanah saja yang tidak dijual oleh masyarakat Bangsewu kepada bu Irah karena pemiliknya yang tidak mau menjual dengan alasan ingin diolah sendiri dan sebagai warisan kepada anak cucunya nanti. Bu irah sendiri bukan merupakan warga Bangsewu melainkan tinggal di daerah Gajah Mungkur. Beliau adalah seorang perempuan keturunan tiongkok yang bekerja sebagai pengusaha danjuga terjun dalam dunia politik.

            Penambangan terhadap gunung panepen sendiri dimulai sejak tahun 2012. Ketika penambangan pertama dimulai tanah milik bu irah ini dikontrak oleh sebuah PT. Dimana PT yang akan menambang di gunung Panepen setelah meminta ijin dari bu irah sebagai pemilik, mereka juga harus mengurus ijin penambangan yang dimulai dari tingkat kelurahan, kecamatan, lembaga lingkungan hidup di tingkat kodya kemudian di tingkat provinsi. Ijin pun akhirnya keluar dengan kontrak selama dua tahun dan batas yang ditentukan oleh pemerintah adalah penambangan yang dilakukan tidak boleh melebihi 10 hektar. Penambangan yang dilakukan ketika dikontrak dahulu tanah dilakukan dengan alat alat berat dan truk yang digunakan untuk pembangunan bandara, jalan, jembatan dan lain sebagainya. Dan dari proyek tersebut masyarakat Bangsewu sangat senang karena melalui proyek yang ada mereka dapat bekerja dan memperoleh penghasilan. Tetapi akhirnya kontrakpun berakhir ketika sudah berjalan satu setengah tahun dan luas tanah yang dikeruk belum mencapai 10 hektar dan ketika PT ingin melanjutkan kontrak lagi ijin dari pemerintah sangat susah dan tidak keluar sampai sekarang. Dan hal itu sangat mengecawakan bagi masyarakat Bangsewu.

            Seperti yang dikatakan oleh Pak Dedi sebagai masyarakat asli Bangsewu memandang penambangan yang mereka lakukan adalah sebagai sumber penghidupan dan sumber uang yang sangat membantu mereka dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari hari. Tanpa menambang mereka tidak dapat makan. Sehingga keputusan pemerintah yang tidak mengeluarkan ijin penambangan dilakukan lagi, menjadi pukulan tersendiri bagi masyarakat Bangsewu. Mereka bahkan menganggap pemerintah khususnya Gubernur tidak dapat menepati janjinya dahulu sebelum terpilih sebagai gubernur yang menjanjikan akan mempermudah lapangan pekerjaan bagi para penambang. Tetapi yang terjadi sekarang justru sebaliknya, pemerintah provinsi justru melarang penambangan dilakukan lagi. Bahkan menurut Pak Dedi pernah terjadi suatu peristiwa dimana ketika pak Dedi dan teman temannya sedang menambang pasir letusan gunung Merapi di Muntilan Pak Gubernur bahkan sampai membawa petugas seperti Satpol PP untuk merazia para penambang agar menghentikan aktivitasnya. Masyarakat kecewa dengan sikap gubernur yang menurut mereka terlalu ikut campur dengan urusan rumah tangga yang seharusnya menjadi otonomi daerah kabupaten yang bersangkutan. Pemerintah provinsi seharusnya hanya memantau dan menegur saja apabila ada kesalahan yang dilakukan. Dan dari kejadian tersebut lah yang kemudian membuat para penambang seprovinsi marah dan melakukan demo bersama di depan kantor Gubernur. Masyarakat Bangsewu dan para penambang menilai gubernur terlalu kaku dan mereka menyesal telah memilih beliau sebagai gubernur.

            Akhirnya karena ijin yang tak kunjung keluar dari pemerintah, masyarakat Bangsewu melakukan penambangan pasir dan batuan secara manual. Walaupun pemerintah sudah melarang karena dinilai sudah membahayakan, masyarakat Bangsewu tetap menambang gunung Panepen dan sungai yang ada karena tuntutan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Mereka justru mengatakan bahwa ketika gunung Panepen belum di tambang, musibah justru sering terjadi. Seperti yang dikatakan oleh Pak Dedi dahulu ketika gunung Panepen belum ditambang sering terjadi longsor ketika hujan, kebakaran ketika kemarau dan jalan jalan masih sempit. Sungai apabila tidak ditambang akan terjadi pendangkalan dan ketika musim penghujan datang pasti akan terjadi banjir karena airnya yang meluap, dan hal tersebut juga merugikan pemerintah. Masyarakat Bangsewu tidak pernah ada yang menentang dan tidak setuju dengan penambangan yang terjadi di lingkungan mereka. Karena hanya itulah sumber penghidupan bagi mereka.

            Walaupun pemerintah menyulitkan para penambang tetapi penambangan tetap akan dilakukan oleh masyarakat Bangsewu. Bahkan masyarakat Bangsewu berencana untuk meratakan tanah gunung Panepen yang berarti tanah gunung Panepen akan diratakan. Dan hal tersebut memang sudah direnacanakan oleh Bu irah selaku pemiliknya. Dan nantinya menurut Pak Dedi ketika tanah gunung Panepen sudah rata mungkin diatasnya akan di bangun perumahan atau industri. Tetapi disisi lain ancaman juga datang dari pemerintah dimana masyarakat Bangsewu takut ketika tanah gunung sudah rata, tanah tersebut akan terkena sabuk hijau dari pemerintah,. Yaitu akan dijadikan sebagai lahan hijau Kabupaten Semarang.     Perubahan yang dialami sebelum terjadi penambangan dan sesudah terjadi penambangan menurut masyarakat Bangsewu sebagian besar merupakan perubahan yang positif berupa bertambahnya penghasilan mereka. Tetapi disisi lain perubahan negatif juga dirasakan oleh masyarakat Bangsewu. Seperti yang dikatakan oleh Bu Asriyah yang mengatakan bahwa lingkungan Bangsewu lebih sejuk, adem, segar sebelum adanya penambangan, tetapi sekarang lingkungan Bangsewu menjadi semakin panas dan penuh dengan debu. Tetapi dari dampak negatif tersbut ada sisi positif juga bagi masyarakat Bangsewu, yaitu adanya kompensasi yang diberikan oleh PT dan bu Irah yang diberikan kepada masyarakat Bangsewu yang terkena dampak negatif dari adanya penambangan. Ketika proyek penambangan masih dilakukan oleh PT, setiap bulannya mereka akan mendapatkan kompensasi dari mulai 200 ribu sampai satu juta rupiah. Dan bu Irah sampai sekarang walaupun tidak ada penambangan tetap memberikan sumbangan berupa sembako dan juga uang kepada masyarakat Bangsewu yang rutin diberikan setiap bulannya. Warga masyarakat Bangsewu dan diluar Bangsewu pun boleh menambang di gunung Panepen Bu Irah dengan meminta ijin kepadanya terlebih dahulu. Pasir yang dijual oleh masyarakat Bangsewu dijual dengan harga 100 ribu dan nanti membayar 30 ribu ke bu irah untuk setiap satu kol pasir. Dan mengambilnya dilakukan secara manual oleh masyarakat Bangsewu. Dan setiap hari gunung Panepen ini juga dijaga oleh orang yang ditunjuk oleh Bu Irah dan merupakan penjaga yang juga berasal dari Bangsewu.

            Permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat Bangsewu dalam melakukan penambangan adalah dulu ketika masih ada proyek dari PT masyarakat Bangsewu lebih sejahtera karena adanya kompensasi dan pekerjaan di proyek sangat membantu kehidupan mereka. Tetapi karena ijin dari pemerintah yang tak kunjung keluar, masyarakat Bangsewu menjadi banyak yang menganggur dan bagi masyarakat yang lain mereka tetap menambang kembali di sungai. Kalau tidak sesekali mereka bekerja menambang kalau ada pesanan pasir atau batu yang dikeruk dari gunung Panepen milik Bu Irah. Bagi masyarakat Bangsewu mereka akan tetap menambang apapun yang terjadi. Bahkan bila kita pernah mendengar cerita masyarakat Siberut yang menganggap hutan sebagai tempat yang sakral dan di hutan dipercayai di huni oleh para makhluk halus sehingga banyak masyarakatnya yang jarang memasuki hutan dan menghormati hutan dan tidak merusaknya, pada masyarakat Bangsewu juga terdapat cerita yang demikian dalam konteks yang berbeda. Menurut masyarakat Bangsewu gunung Panepen merupakan gunung yang dihuni oleh siluman, yaitu seekor ular raksasa dan juga naga. Ular dan naga ini dianggap sebagai penghuni Gunung Panepen dan banyak masyarakat yang pernah melihatnya di malam hari. Ular dan naga ini bertahta mahkota emas di kepalanya dan sering turun gunung dimalam tertentu seperti pada malam satu suro kemarin untuk minum disungai dan panjang ular dan naga ini menurut masyarakat, sekitar 25 meter dengan lebar 1 meter. Panjang ular menurut masyarakat sama dengan tinggi gunung Panepen, ketika ular itu turun minum saat kepalanya sudah dibawah mendekati sungai panjang ekornya sampai puncak gunung. Dan jejak ular dan naga yang turun kerap dijumpai oleh warga dengan lebar 1 meter. Dan ular ini pernah ditabrak oleh sebuah mobil tapi karena ular ini merupakan makhluk halus mobil yang menabrak tidak merasakan apapun dan ularnya pun tetap selamat.

            Tetapi masyarakat Bangsewu tetap masih berani menambang karena mereka percaya bahwa ular tersebut tidak marah dan tidak akan mengganggu masyarakat Bangsewu karena ketika penambangan pertama dimulai mereka sudah melakukan slametan terdahulu dan semenjak penambangan itu slametan sudah dilakukan sebanyak dua kali. Penambang juga tidak berani menambang sampai malam hari karena mereka kerap diganggu oleh sosok hantu perempuan yang sering muncul. Namun walaupun ada cerita tersebut, permasalahan terbesar yang dihadapi oleh masyarakat Bangsewu menurut mereka adalah dengan pemerintah yang dianggap tidak mendukung rakyat. Tetapi walaupun begitu mereka akan tetap menambang sampai gunung Panepen rata dan ketika gunung itu sudah rata apabila sudah tidak ada lagi galian pasir mereka akan kembali menambang secara manual di sungai sebagai mata pencaharian mereka.

PENUTUP

KESIMPULAN

            Masyarakat Bangsewu merupakan masyarakat yang bermata pencaharian sebagai penambang pasir disebuah gunung bernama gunung Panepen dan di sungai. Berbagai perubahan dan permasalahan telah dihadapi oleh masyarakat Bangsewu dalam mengakses sumber daya alam di Gunung Panepen dan di sungai. Tetapi seluruh masyarakat Bangsewu mendukung dan tidak ada yang menentang dengan adanya penambangan di lingkungan mereka. Walaupun berbagai permasalahan dan larangan datang dari pemerintah, mereka akan tetap menambang bahkan sampai gunung Panepen rata. Karena dampak positif dengan adanya penambangan tersebut lebih banyak daripada dampak negatifnya. Dan sampai saat ini menambang pasir dan batu adalah sumber penghasilan yang utama bagi masyarakat Bangsewu.

DAFTAR PUSTAKA :

Bahan bacaan antropologi ekologi. BAB 3. Orang Siberut dan Sumber Daya Alamnya