(https://devonapixie.files.wordpress.com/2014/12/girl-spending-happy-time-on-sunset.jpg?w=350&h=200&crop=1)
Hai?? Masih adakah sobat ilmu disini?? 😀 Setelah lama tidak membuka blog, penulis akan kembali memposting sebuah cerpen yang “kembali” cerpen ini adalah hasil request dari teman penulis. Jika ada sobat ilmu yang ingin dibuatkan cerpen, bisa request di kolom komentar yaa . Ok, happy reading ^^
“Awas Senja!!!”. Teriakan itu membuyarkan lamunanku, sekilas aku melihat benda bulat tengah berputar menuju kearahku, oh tidak, aku tak ada waktu untuk menghindar, seketika “buuk” kepalaku terasa berputar, dan kemudian gelap.
“Senja, kau tak apa?”. Pertanyaan itu muncul ketika aku membuka kedua mataku. Temanku Sani terlihat mencemaskanku, terlihat dari raut mukanya yang menurutku malah lucu. “Yaa, aku baik-baik saja”. Jawabku. “Apanya yang baik-baik saja, kau sudah pingsan selama setengah jam. Kau membuatku khawatir setengah mati”. Lagi-lagi dia berbicara dengan raut mukanya yang membuatku ingin tertawa, tapi rasanya bukan saat yang tepat untukku tertawa. “Terimakasih kau sudah mengkhawatirkanku, siapa yang sudah membawaku kesini?”. Tanyaku. “Siapa lagi kalau bukan Pram”. Sani menjawab pertanyaanku sembari melirikkan matanya, seolah ingin menunjukkanku sesuatu. Ku arahkan mataku menuju sudut ruangan UKS, terlihat seseorang tengah duduk terkantuk-kantuk.
Ya, dia adalah Pram. Teman satu kelasku, sekaligus seseorang yang selalu ada untukku walaupun aku tak memintanya. Sebenarnya sudah pernah ku mencoba menyadarkan dia bahwa aku tak dapat membalas perasaanya. Namun jawaban dia sungguh di luar dugaan, “Aku hanya ingin menjadi sayap pelindungmu, tidak peduli apa balasan darimu, menjadi temanmu saja sudah menjadi suatu kebahagiaan dalam hidupku”.
Ingatan satu tahun silam itu kembali berkelana di dalam otakku. Oh rasanya hari ini aku tidak dapat mengikuti perkuliahan dengan baik, terbukti saat aku ditegur oleh dosen karena mengantuk di kelas. Akibatnya dosen menyuruhku keluar untuk membasahi muka dengan air. Dengan perasaan malu ku langkahkan kaki menuju kamar kecil. Entah karena masih mengantuk atau apa, secara tidak sengaja aku menabrak seseorang hingga aku terjatuh, “Kau tak apa?”. Suara itu meluncur dengan indahnya, kulihat uluran tangan darinya, segera kusambut dan tak lupa mengucapkan terimakasih. “Maafkan aku, aku tidak sengaja”. Kataku lirih. “Yaa, aku juga minta maaf sudah membuatmu terjatuh”. Ku angkat wajahku dan kulihat wajahnya yang penuh dengan ketenangan. Seketika rasa kantukku hilang, ku tatap punggungnya saat dia melangkah pergi.
Pertemuan saat itu membuatku ingin mengetahui lebih banyak tentang dia. Tak peduli walaupun dia tak begitu memperhatikanku, tapi berada dalam satu UKM yang sama dengannya membuatku mempunyai cukup waktu untuk sekedar menyapanya. Ya, aku mengikuti kegiatan gerakan penghijauan. Aku semakin antusias saat mengetahui bahwa dia juga mengikuti kegiatan yang sama denganku. Aku ingin bumiku ini kembali permai, tidak ada lagi tanah yang tandus, ku berharap hanya alam lestari yang menghiasi bumi.
“Senja”. Suara itu menyebut namaku. Segera ku menolehnya, “Bisa kau bantu aku menanam bibit pohon ini di atas bukit sana?”. “Ya, tentu saja”. Jawabku dengan penuh semangat. Kami berjalan beriringan, ku lihat peluh membasahi keningnya, ku coba mengajaknya berhenti sejenak tuk melepas penat. “Sebentar lagi petang, kita harus cepat. Ayo semangat”. Suaranya yang begitu menenangkan hati telah memacu semangatku.
Akhirnya, sampai juga kita di atas puncak bukit. Segera ku tanam beberapa bibit pohon yang sedari tadi terayun oleh gerakan tanganku. “Tumbuhlah dengan subur wahai bibit pohon, topanglah tanah dan air ini dengan akar-akarmu, berikan kami udara segar hasil dari proses alammu. Ku berjanji, suatu saat akan banyak orang yang peduli denganmu, tak ada lagi tangan kotor yang mengganggumu”. Gumamku dalam hati.
Oh ya, namaku Senja. Entah mengapa kedua orang tuaku memilih nama itu. Ya seperti namaku, aku sangat menyukai suasana senja, seperti sekarang ini. Dikala sang mentari kembali ke ufuk barat, sinar keemasannya terpancar di balik bukit. Secara perlahan sinar itu menghilang, menutup hari yang teramat lelah. Sang rembulan dan bintang mulai memainkan perannya, membuat mata ini betah memandangnya. Terlebih ada dia di sampingku, seseorang yang begitu aku kagumi. Sejenak aku memikirkan sosok Pram, kini aku mengerti bahwa ada kalanya kita hanya bisa menjadi pengagum saat kita tak bisa memilikinya.
The End 🙂
Komentar Terbaru