Teori belajar Operant Conditioning

  1. F. Skinner

Burrhus Frederic “B. F.” Skinner adalah pakar psikologi yang lahir di pedesaan. Bercita-cita menjadi seorang penulis fiksi, ia pernah secara intensif berlatih menulis. Namun pada akhirnya ia menyadari bahwa dirinya tidak memiliki bakat tersebut. Pada suatu saat secara kebetulan ia membaca buku yang mengulas tentang behaviorismenya Watson. Ketertarikannya terhadap Psikologi pun berlanjut, sehingga ia memutuskan untuk belajar Psikologi di Harvard University (AS) dan memperoleh gelar Ph.D. pada tahun 1931. Setelah dua kali pindah mengajar di dua universitas, Ia kembali mengajar di almamaternya hingga menjadi profesor di tahun 1948.

  1. Dasar teori Belajar Operant Conditioning B.F. Skinner

Skinner menganggap reward dan reinforcement sebagai faktor terpenting dalam proses belajar. Skinner berpendapat bahwa tujuan Psikologi adalah meramal dan mengontrol tingkah laku. Skinner sama seperti Thorndike berkesimpulan bahwa pengaruh dari reinforcement dan hukuman tidak simetris. Reinforcement dapat merubah kemungkinan munculnya respon, sedangkan hukuman tidak.

Skinner membagi dua jenis respon dalam proses belajar yakni:

  1. Respondent yakni respon yang terjadi karena stimulus khusus, misalnya Pavlov.
  2. Operants yakni respon yang terjadi karena situasi random.

Namun dalam kenyataannya, responden respon sangat terbatas adanya pada manusia, dan karena adanya hubungan yang pasti antara stimulus dan respon, kemungkinan untuk memodifikasinya adalah kecil. Sebaliknya operant response merupakan begian terbesar daripada tingkah laku manusia dan kemungkinan untuk memodifikasinya, boleh dikatakan tak terbatas. Berdasrkan dengan kedua tingkah laku di atas, skinner membagi dua macam conditioning dalam belajar yaitu:

 

 

  1. Respondent conditioning atau tipe-S

Disebut juga dengan conditioning tipe-S karena menitik beratkan pada stimulus untuk mendapatkan atau memunculkan respon yang diinginkan. Conditioning tipe S ini sama dengan conditioning klasik dari Pavlov.

  1. Operant conditioning atau tipe-R

Disebut juga dengan conditioning tipe-R karena menitik beratkan pada pentingnya respon tanpa adanya stimulus yang menarik. Tingkah laku  (respon) dikontrol oleh efeknya atau pengaruh-pengaruhnya terhadap lingkungan.

  1. Eksperimen dari Teori Belajar Operant ConditioningF. Skinner

Skinner terkenal dengan alat eksperimennya yaitu sebuah kotak kecil yang memiliki sebuah pedal yang dapat digerakkan yang dikenal dengan nama Skinner Box, terdiri dari ruangan yang didalamnya terdapat tombol, tempat makanan, lampu yang dapat diatur nyalanya, dan lantai yang terdiri dari jeruji besi, yang dapat dialiri listrik. Tempat makanan dan minuman diatur, bila tombol tertekan, makanan dapat jatuh ditempat makanan.Tikus lapar dimasukkan ke dalam box.Tikus tersebut beroperasi, melakukan gerakan-gerakan.Diamati dalam waktu tertentu beberapa kali tikus itu menyentuh tombol. Dan ini dijadikan sebagai dasar atau patokan, sebagai garis dasar atau level operant. Pada saat itu belum jatuh makanan. Setelah diperoleh base line atau level, operant eksperiment dimulai. Dan pada saat tikus jatuh dari makanan, alat difungsikan.

  1. Prinsip-prinsip Operant Conditioning

Skinner mengidentifikasi sejumlah prinsip mendasar dari operant conditioning yang menjelaskan bagaimana seseorang belajar perilaku baru atau mengubah perilaku yang telah ada. Prinsip-prinsip utamanya adalah reinforcement (penguatan kembali), punishment (hukuman), shaping (pembentukan), extinction (penghapusan), discrimination (pembedaan), dan generalization (generalisasi).

  1. Penguatan

Reinforcement (penguatan) berarti proses yang memperkuat perilaku yaitu, memperbesar kesempatan supaya perilaku tersebut terjadi lagi. Ada dua kategori umum reinforcement, yaitu positif dan negative. Reinforcement positif merupakan metode yang efektif dalam mengendalikan perilaku baik hewan maupun manusia. Untuk manusia, penguat positif meliputi item-item mendasar seperti makanan, minuman, seks, dan kenyamanan yang bersifat fisikal. Penguat positif lain meliputi kepemilikan materi, uang, persahabatan, cinta, pujian, penghargaan, perhatian, dan sukses karir seseorang. Reinforcement negatif merupakan suatu cara untuk memperkuat suatu perilaku melalui cara menyertainya dengan menghilangkan atau meniadakan stimulus yang tidak

menyenangkan. Ada dua tipe reinforcement negatif: mengatasi dan menghindari. Di dalam tipe pertama (mengatasi), seseorang melakukan perilaku khusus mengarah pada menghilangkan stimulus yang tidak mengenakkan. Dalam tipe kedua (menghindari), seseorang melakukan suatu

perilaku menghindari akibat yang tidak menyenangkan.

  1. Hukuman

Apabila reinforcement memperkuat perilaku, hukuman memperlemah, mengurangi peluangnya terjadi lagi di masa depan. Sama halnya dengan reinforcement, ada dua macam hukuman, positif dan negatif. Hukuman yang positif meliputi mengurangi perilaku dengan memberikan stimulus yang tidak menyenangkan jika perilaku itu terjadi. Hukuman negatif atau disebut juga peniadaan, meliputi mengurangi perilaku dengan menghilangkan stimulus yang menyenangkan jika perilaku terjadi.

  1. Pembentukan

Pembentukan merupakan teknik penguatan yang digunakan untuk mengajar perilaku hewan atau manusia yang belum pernah mereka lakukan sebelumnya. Dalam cara ini, guru memulainya dengan penguatan kembali suatu respons yang dapat dilakukan oleh pembelajar dengan mudah, dan secara berangsur-angsur ditambah tingkat kesulitan respons yang dibutuhkan. Sebagai contoh, mengajar seekor tikus menekan tuas yang terletak di atas kepalanya, pelatihnya dapat pertama-tama memberikan hadiah pada gerakan kepala apapun ke arah atas, kemudian gerakan ke arah atas 2,5 cm, dan seterusnya, sampai gerakan tersebut mampu menekan tuas. Pakar psikologi telah menggunakan shaping (pembentukan) ini untuk mengajarkan kemampuan berbicara pada anak-anak dengan keterbelakangan mental yang parah dengan pertama-tama memberikan hadiah pada suara apa pun yang mereka keluarkan, dan kemudian secara berangsur menuntut suara yang semakin menyerupai kata-kata dari gurunya.

  1. Eliminasi Penguatan

Sebagaimana dalam classical conditioning, respons yang dipelajari di dalam operant conditioning tidak selalu permanen. Di dalam operant conditioning, extinction (eliminasi kondisi) merupakan eliminasi dari perilaku yang dipelajari dengan menghentikan penguat dari perilaku tersebut. Jika seekor tikus telah belajar menekan tuas karena dengan melakukan ini hewan tersebut menerima makanan, tingkat penekanannya pada tuas akan berkurang dan pada akhirnya berhenti sama sekali jika makanan tidak lagi diberikan. Pada manusia, menarik kembali penguat akan menghilangkan perilaku yang tidak diinginkan.

  1. Generalisasi dan Diskriminasi

Generalisasi dan diskriminasi yang terjadi di dalam operant conditioning nyaris sama dengan yang terjadi di dalam classical conditioning. Dalam generalisasi, seseorang suatu perilaku yang telah dipelajari dalam suatu situasi dilakukan dalam kesempatan lain namun situasinya sama.

Diskriminasi merupakan proses belajar bahwa suatu perilaku akan diperkuat dalam suatu situasi namun tidak dalam situasi lain. Seseorang akan belajar bahwa menceritakan leluconnya di dalam gereja atau dalam situasi bisnis yang memerlukan keseriusan tidak akan membuat orang tertawa. Stimuli diskriminatif memberikan peringatan bahwa suatu perilaku sepertinya diperkuat negatif. Orang tersebut akan belajar menceritakan leluconnya hanya ketika ia berada pada situasi yang riuh dan banyak orang (stimulus diskriminatif). Belajar ketika perilaku akan dan tidak akan diperkuat merupakan bagian penting dari operant conditioning.

  1. Kesimpulan yang diperoleh Skinner
  2. Setiap langkah dalam proses belajar perlu dibuat pendek-pendek, berdasarkan tingkah laku yang pernah dipelajari sebelumnya.
  3. Untuk setiap langkah yang pendek tersebut disediakan penguatan yang dikontrol dengan hati-hati.
  4. Penguatan harus diberikan sesegera mungkin setelah respons yang benar dimunculkan
  5. Stimulus diskriminatif perlu dirancang sedemikian rupa agar dapat diperoleh perampatan stimulus dan peningkatan keberhasilan belajar.

Review Jurnal

THE PRESENT STATE AND FUTURE TRENDS OF BLENDED LEARNING IN WORKPLACE LEARNING SETTINGS ACROSS FIVE COUNTRIES”
Kyong Jee Kim, Curtis J. Bonk and Ya-Ting Teng

A. Research Questions:
a) How is blended learning perceived and practiced in workplace learning settings today?
b) What are the benefits of and barriers to implementing blended learning?
c) Are there cross-cultural differences in the current trends and issues in blended learning?
d) What are common as well as emerging instructional strategies, learning technologies, and evaluation techniques for blended learning?

B. Review of Previous Research
a. Research Question:
a) How is blended learning perceived and practiced in workplace learning settings today?
b) What are the benefits of and barriers to implementing blended learning?
c) Are there cross-cultural differences in the current trends and issues in blended learning?
d) What are common as well as emerging instructional strategies, learning technologies, and evaluation techniques for blended learning?
b. Introduction

2.1 Purpose of the Study : Findings related to the current status and future trends of blended learning in workplace learning settings from diverse cultures

2.2 Theoretical Background

• Blended learning (Chamberlain et al. 2005; Dziuban et al. 2004, Osguthorpe and Graham 2003)
• Workplace learning (Bersin 2004; Bonk and Graham 2006; Rossett and Frazee 2006 Kim et al. 2005)
• HRD (Rosenberg 2006; Rossett and Frazee 2006; Shaw and Igneri 2006)
• Corporate training (Bonk and Graham 2006).

c. Methodology
3.1 Design •Experimental design
3.2 Sample characteristics: 674 training and human resource development professionals from five different countries, mostly from the Asia-Pacific region (i.e., China, South Korea, Taiwan, United States, and the United Kingdom)
3.3 Main variables
• Independent: Blended Learning
• Dependent: Workplace learning settings across five countries
3.4 Measure: Use questionnaire comprised 29 closed-ended questions (e.g., multiple-choice and Likert-scale types) and two open-ended questions to elicit general comments about blended learning. The survey was created in four different languages (i.e. traditional and simplified Chinese, English, and Korean).

3.5Procedures •

A preliminary questionnaire was developed first by seven investigators, including three from Korea, two from mainland China, one from Taiwan, and one American.
• The survey was created in four different languages (traditional and simplified Chinese, English, and Korean.
• The questionnaire was developed in English first, and then was translated into other languages by the investigators who were native speakers of the language.
• The translation was then cross-checked by other investigators to verify the accuracy of the translation and also to check the overall validity of the instrument.
• The survey took place between November 2005 and July 2006 using SurveyShare, a Web-based survey tool.
• The survey was part of a third set of studies on e-learning in corporate training and higher education settings, which began in 2001.
• Some descriptive analyses (e.g., frequencies, means, and standard deviations) were conducted of the data using a statistical analysis tool provided in the survey system used for this study.
• Additionally, assorted inferential statistics (i.e., chi-square test, t-test, and correlation analysis) were performed using SPSS to investigate potential cross-cultural differences in the trends and issues related to blended learning.

d. Results
4.1 • Indicate that blended learning has become a popular delivery mode in workplace e-learning settings in general.
• Benefits of and barriers to blended learning
4.2 • Practitioners’ overall perceptions of blended learning
• Skills currently being taught in the blended mode
• The current state of organizations’ strategic planning on blended learning
4.3 Predicting the future state of blended learning
• Organizations’ future spending on blended learning,
Predictions made by the respondents from the UK, US, and Taiwan were somewhat similar, of which those reported that their organizations’ spending would increase in the ensuing years ranged from 61% to 66%.
• Emerging instructional strategies and technologies for blended learning.
• Evaluating the outcomes of blended learning

e. Discussion •

The findings of the present study show that blended learning will become a popular delivery method in the future of workplace learning not only in Western countries such as the United States and the UK but also in Asian countries such as China, Korea, and Taiwan
• Additionally, the results of the present study revealed that there was a strong agreement among our survey respondents regarding the increasing importance of blended learning for the future of workplace learning across cultures.
• Finding indicates that HRD practitioners, including training professionals, as well as other key stakeholders in workplace learning settings are in need of professional development in this new and emerging instructional method called blended learning.

Reference
The writer still use old References, consists of three book not relevant.
Torraco, R. J., & Swanson, R. A. (1995). The Strategic Roles of Human Resource Development. Human Resource Planning, 18, 10–21.

Kirkpatrick, D. L. (1994). Evaluating Training Programs: The four levels. San Francisco, CA: Berrett-Koehler.

Rogers, E. M. (1962). Diffusion of Innovations. New York: The Free Press.