STRUKTUR FONOLOGI BAHASA INDONESIA
Makalah
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Kajian Bahasa Indonesia
Dosen: Drs. Sukarir Nuryanto, M. Pd.
Disusun oleh:
Ellen Yolla Arnikesari (1401415002)
Wiwik Fatmawati (1401415004)
Purbo Wicaksono (1401415008)
PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
TAHUN AKADEMIK 2015
Struktur Fonologi Bahasa Indonesia
- Pembuka
Dalam kehidupan sehari-hari masih banyak masyarakat yang memakai bahasa Indonesia tetapi tuturan atau ucapan daerahnya terbawa ke dalam tuturan bahasa Indonesia. Tidak sedikit seseorang yang berbicara dalam bahasa Indonesia, tetapi dengan lafal atau intonasi Jawa, Batak, Bugis, Sunda dan lain-lain. Hal ini dimungkinkan karena sebagian besar bangsa Indonesia memposisikan bahasa Indonesia sebagai bahasa kedua. Sedangkan bahasa pertamanya adalah bahasa daerah masing-masing. Bahasa Indonesia hanya digunakan dalam komunikasi tertentu, seperti dalam kegiatan-kegiatan resmi.
Selain itu, dalam pembelajaran bahasa Indonesia khususnya di Sekolah Dasar, istilah yang dikenal dan lazim digunakan guru adalah istilah “huruf” walaupun yang dimaksud adalah “fonem”. Mengingat keduanya merupakan istilah yang berbeda, untuk efektifnya pembelajaran, tentu perlu diadakan penyesuaian dalam segi penerapannya. Oleh karena itu, untuk mencapai suatu ukuran lafal atau fonem baku dalam bahasa Indonesia, sudah seharusnya lafal-lafal atau intonasi khas daerah itu dikurangi jika mungkin diusahakan dihilangkan.
- Rumusan Masalah
- Apakah yang dimaksud dengan fonologi?
- Bagaimanakah membedakan ilmu-ilmu bahasa yang tercakup dalam fonologi?
- Bagaimanakah mengidentifikasi fonem-fonem bahasa Indonesia?
- Tujuan
- Untuk menjelaskan pengertian fonologi.
- Untuk membedakan ilmu-ilmu bahasa yang tercakup dalam fonologi.
- Untuk mengidentifikasi fonem-fonem bahasa Indonesia.
- Pembahasan
Sebelum diuraikan mengenai fonologi, terlebih dahulu dibahas mengenai struktur. Struktur adalah penyusunan atau penggabungan unsur-unsur bahasa menjadi suatu bahasa yang berpola.
Secara etimologi kata fonologi berasal dari gabungan kata fon yang berarti ‘bunyi‘ dan logi yang berarti ‘ilmu’. Sebagai sebuah ilmu, fonologi lazim diartikan sebagai bagian dari kajian linguistik yang mempelajari, membahas, membicarakan, dan menganalisis bunyi-bunyi bahasa yang diproduksi oleh alat-alat ucap manusia.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1997) dinyatakan bahwa fonologi adalah bidang dalam linguistik yang menyelidiki bunyi–bunyi bahasa menurut fungsinya. Menurut Kridalaksana (2002) dalam kamus linguistik, fonologi adalah bidang dalam linguistik yang menyelidiki bunyi-bunyi bahasa menurut fungsinya. Dengan demikian, fonologi adalah sistem bunyi dalam bahasa Indonesia atau dapat juga dikatakan bahwa fonologi adalah ilmu tentang bunyi bahasa.
- Ilmu-Ilmu yang Tercakup dalam Fonologi
Fonologi dalam tataran ilmu bahasa terdiri atas:
Fonetik yaitu ilmu bahasa yang membahas tentang bunyi-bunyi ujaran yang dipakai dalam tutur dan bagaimana bunyi itu dihasilkan oleh alat ucap. Menurut Samsuri (1994), fonetik adalah studi tentang bunyi-bunyi ujar. Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1997), fonetik diartikan bidang linguistik tentang pengucapan (penghasilan) bunyi ujar atau fonetik adalah sistem bunyi suatu bahasa. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa fonetik adalah ilmu bahasa yang membahas bunyi-bunyi bahasa yang dihasilkan alat ucap manusia, serta bagaimana bunyi itu dihasilkan. Chaer (2007) membagi urutan proses terjadinya bunyi bahasa itu menjadi tiga jenis fonetik yaitu:
- Fonetik artikulatoris
Fonetik artikulatoris disebut juga fonetik organis atau fonetik fisiologis, mempelajari bagaimana mekanisme alat-alat bicara manusia bekerja dalam menghasilkan bunyi bahasa serta bagaimana bunyi-bunyi itu diklasifikasikan. Pembahasannya antara lain meliputi masalah alat-alat ucap yang digunakan dalam memproduksi dalam bahasa itu, mekanisme arus udara yang digunakan dalam memproduksi bunyi bahasa, bagaimana bunyi bahasa itu dibuat, mengenai klasifikasi bahasa yang dihasilkan serta apa kriteria yang digunakan, mengenai silabel, dan juga mengenai unsur-unsur atau ciri-ciri supresegmental, seperti tekanan, jeda, durasi dan nada.
- Fonetik akustik
Fonetik akustik mempelajari bunyi bahasa sebagai peristiwa fisis atau fenomena alam. Objeknya adalah bunyi bahasa ketika merambat di udara, antara lain membicarakan: gelombang bunyi beserta frekuensi dan kecepatannya ketika merambat di udara, spektrum, tekanan, dan intensitas bunyi. Juga mengenai skala desibel, resonansi, akustik produksi bunyi, serta pengukuran akustik itu. Kajian fonetik akustik lebih mengarah kepada kajian fisika daripada kajian linguistik, meskipun linguistik memiliki kepentingan didalamnya.
- Fonetik auditoris
Fonetik auditoris mempelajari bagaimana bunyi-bunyi bahasa itu diterima oleh telinga, sehingga bunyi-bunyi itu didengar dan dapat dipahami. Dalam hal ini tentunya pambahasan mengenai struktur dan fungsi alat dengar, yang disebut telinga itu bekerja. Bagaimana mekanisme penerimaan bunyi bahasa itu, sehingga bisa dipahami. Oleh karena itu, kajian fonetik auditoris lebih berkenaan dengan ilmu kedokteran, termasuk kajian neurologi.
Dari ketiga jenis fonetik tersebut yang paling berurusan dengan dunia lingusitik adalah fonetik artikulatoris, sebab fonetik inilah yang berkenaan dengan masalah bagaimana bunyi-bunyi bahasa itu dihasilkan atau diucapkan manusia. Sedangkan fonetik akustik lebih berkenaan dengan bidang fisika yang dilakukan setelah bunyi-bunyi itu dihasilkan dan sedang merambat di udara. Kajian mengenai frekuensi dan kecepatan gelombang bunyi adalah kajian bidang fisika bukan bidang linguistik. Fonetik auditoris berkenaan dengan bidang kedokteran daripada linguistik. Kajian mengenai struktur dan fungsi telinga jelas merupakan bidang kedokteran.
Fonemik adalah ilmu bahasa yang membahas bunyi-bunyi bahasa yang berfungsi sebagai pembeda makna. Terkait dengan pengertian tersebut, fonemik dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1997) diartikan: (1) Bidang linguistik tentang sistem fonem. (2) Sistem fonem suatu bahasa. (3) Prosedur untuk menentukan fonem suatu bahasa.
Jika dalam fonetik mempelajari berbagai macam bunyi yang dapat dihasilkan oleh alat-alat ucap serta bagaimana tiap-tiap bunyi itu dilaksanakan, maka dalam fonemik mempelajari dan menyelidiki kemungkinan-kemungkinan, bunyi ujaran yang manakah yang dapat mempunyai fungsi untuk membedakan arti.
Chaer (2007) mengatakan bahwa fonemik mengkaji bunyi bahasa yang dapat atau berfungsi membedakan makna kata. Misalnya bunyi [l], [a], [b] dan [u] dan [r], [a], [b] dan [u]. Jika dibandingkan perbedaannya hanya pada bunyi yang pertama, yaitu bunyi [l] dan bunyi [r]. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kedua bunyi tersebut adalah fonem yang berbeda dalam bahasa Indonesia, yaitu fonem /l/ dan fonem /r/.
Sebagai bidang yang berkosentrasi dalam deskripsi dan analisis bunyi-bunyi ujar, hasil kerja fonologi berguna bahkan sering dimanfaatkan oleh cabang-cabang lingusitik yang lain, misalnya morfologi, sintaksis, dan semantik.
- Fonologi dalam cabang morfologi
Bidang morfologi yang kosentrasinya pada tataran struktur internal kata sering memanfaatkan hasil studi fonologi, misalnya ketika menjelaskan morfem dasar {butuh} diucapkan secara bervariasi antara [butUh] dan [bUtUh] serta diucapkan [butuhkan] setelah mendapat proses morfologis dengan penambahan morfem sufiks {-kan}.
- Fonologi dalam cabang sintaksis
Bidang sintaksis yang berkosentrasi pada tataran kalimat, ketika berhadapan dengan kalimat kamu berdiri. (kalimat berita), kamu berdiri?(kalimat tanya), dan kamu berdiri! (kalimat perintah) ketiga kalimat tersebut masing-masing terdiri dari dua kata yang sama tetapi mempunyai maksud yang berbeda. Perbedaan tersebut dapat dijelaskan dengan memanfaatkan hasil analisis fonologis, yaitu tentang intonasi, jedah dan tekanan pada kalimat yang ternyata dapat membedakan maksud kalimat, terutama dalam bahasa Indonesia.
- Fonologi dalam cabang semantik
Bidang semantik yang berkosentrasi pada persoalan makna kata pun memanfaatkan hasil telaah fonologi. Misalnya dalam mengucapkan sebuah kata dapat divariasikan dan tidak. Contoh kata [tahu], [tau], [teras] dan [t∂ras] akan bermakna lain. Sedangkan kata duduk dan didik ketika diucapkan secara bervariasi [dudU?], [dUdU?], [didī?], [dīdī?] tidak membedakan makna. Hasil analisis fonologislah yang membantunya.
- Fonem-Fonem Bahasa Indonesia
Supriyadi (1992) berpendapat bahwa yang dimaksud fonem adalah satuan kebahasaan yang terkecil. Santoso (2004) menyatakan bahwa fonem adalah setiap bunyi ujaran dalam satu bahasa mempunyai fungsi membedakan arti. Bunyi ujaran yang membedakan arti ini disebut fonem. Fonem tidak dapat berdiri sendiri karena belum mengandung arti. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1997) tertulis bahwa yang dimaksud fonem adalah satuan bunyi terkecil yang mampu menunjukkan kontras makna. Misalnya /b/ dan /p/ adalah dua fonem yang berbeda karenabara dan para beda maknanya. Contoh lain: mari, lari, dari, tari, sari jika satu unsur diganti dengan unsur lain, maka akan membawa akibat yang besar yakni perubahan makna.
Jadi dapat disimpulkan bahwa fonem adalah satuan bunyi bahasa terkecil yang bersifat fungsional, artinya satuan memiliki fungsi untuk membedakan makna. Fonem tidak dapat berdiri sendiri karena belum mengandung arti.
- Perbedaan Fonem dan Huruf
Dalam bidang linguistik, huruf sering diistilahkan dengan grafem. Fonem adalah satuan bunyi bahasa yang terkecil yang dapat membedakan arti. Sedangkan huruf (grafem) adalah gambaran dari bunyi (fonem), dengan kata lain, huruf adalah lambang fonem. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1997) bahwa huruf adalah tanda aksara dalam tata tulis yang merupakan anggota abjad yang melambangkan bunyi bahasa.
Untuk memahami struktur fonem, dan perbedaan antara fonem dan huruf (grafem) perhatikan contoh yang tertera dalam tabel berikut.
Susunan Fonem |
Jumlah Fonem |
Susunan Huruf |
Jumlah Huruf |
Kata yang Terbentuk |
/adik/ |
4 |
Adik |
4 |
Adik |
/iɳat/ |
4 |
Ingat |
5 |
Ingat |
/pantay/ |
5 |
Pantai |
6 |
Pantai |
Perhatikan struktur fonologis dari contoh kata dasar berikut.
- Nyanyi
nyanyi
nya nyi
ny a ny i
- Syukur
syukur
syu kur
sy u k u r
- Sistem Fonologi dan Alat Ucap
Dalam bahasa Indonesia, secara resmi ada 32 buah fonem, yang terdiri atas: (a) fonem vokal 6 buah (a, i. u, e, ∂, dan o), (b) fonem diftong 3 buah, dan (c) fonem konsonan 23 buah (p, t, c, k, b, d, j, g, m, n, n, η, s, h, r, l,w, dan z).
Bentuk-bentuk fonem suatu bahasa yang dihasilkan oleh alat ucap manusia dibahas dalam bidang fonetik. Terkait dengan hal itu, Samsuri (1994) menyatakan secara fonetis bahasa dapat dipelajari secara teoritis dengan tiga cara, yaitu:
- Bagaimana bunyi-bunyi itu dihasilkan oleh alat ucap manusia
- Bagaimana arus bunyi yang telah keluar dari rongga mulut dan /atau rongga hidung si pembicara merupakan gelombang-gelombang bunyi udara
- Bagaimana bunyi itu diinderakan melalui alat pendengaran dan syaraf si pendengar
Cara pertama disebut fisiologis atau artikuler, yang kedua disebut akustis dan yang ketiga auditoris.
Dalam bahasan struktur fonologis cara pertamalah yang paling mudah, praktis, dapat diberikan bukti-bukti datanya. Hampir semua gerakan alat-alat ucap itu dapat kita periksa, paru-paru, sekat rongga dada, tenggorokan, lidah dan bibir.
Alat ucap dibagi menjadi dua macam:
- Artikulator; adalah alat-alat yang dapat digerakkan/ digeser ketika bunyi diucapkan
- Titik Artikulasi; adalah titik atau daerah pada bagian alat ucap yang dapat disentuh atau didekati
Untuk mengetahui alat ucap yang digunakan dalam pembentukan bahasa, perhatikan bagan berikut.
Fonem-fonem yang dihasilkan karena gerakan organ-organ bicara terhadap aliran udara dari paru-paru sewaktu seseorang mengucapkannya. Jika bunyi ujaran yang keluar dari paru-paru tidak mendapat halangan, maka bunyi atau fonem yang dihasilkan adalah vokal. Selanjutnya jika bunyi ujaran ketika udara keluar dari paru-paru mendapat halangan, maka terjadilah bunyi konsonan.
- Fonem vokal
Nama-nama fonem vokal yang ada dalam bahasa Indonesia adalah:
- /i/ vokal depan, tinggi, tak bundar
- /e/ vokal depan, sedang, atas, tak bundar
- /a/ vokal depan, rendah, tak bundar
- /∂/ vokal tengah, sedang, tak bundar
- /u/ vokal belakang, atas, bundar
- /o/ vokal belakang, atas, bundar
Fonem vokal yang dihasilkan tergantung dari hal berikut.
- Tinggi rendahnya posisi lidah
Berdasarkan tinggi rendahnya posisi lidah bunyi-bunyi vokal dapat dibedakan atas:
- vokal tinggi atas, seperti bunyi [i] dan [u]
- vokal tinggi bawah, seperti bunyi [I] dan [U]
- vokal sedang atas, seperti bunyi [e] dan [o]
- vokal sedang bawah, seperti bunyi [ɛ] dan [ﬤ]
- vokal sedang tengah, seperti bunyi [∂]
- vokal rendah, seperti bunyi [a]
- Maju mundurnya lidah
Berdasarkan maju mundurnya lidah bunyi vokal dapat dibedakan atas:
- vokal depan, seperti bunyi [i], [e], dan [a]
- vokal tengah, seperti bunyi [∂]
- vokal belakang, seperti bunyi [u] dan [o]
Berkenaan dengan penentuan bunyi vokal berdasarkan posisi lidah ada konsep yang disebut vokal kardinal (Jones 1958:18), yang berguna untuk membandingkan vokal-vokal suatu bahasa di antara bahasa-bahasa lain. Konsep vokal kardinal ini menjelaskan adanya posisi lidah tertinggi, terendah, dan terdepan dalam memproduksi bunyi vokal itu. Bunyi vokal [i] diucapkan dengan meninggikan lidah depan setinggi mungkin tanpa menyebabkan terjadinya konsonan geseran. Vokal [a] diucapkan dengan merendahkan pangkal lidah sebawah mungkin. Vokal [u] diucapkan dengan menaikkan pangkal lidah setinggi mungkin.
- Struktur
Struktur pada bunyi vokal adalah jarak antara lidah dengan langit-langit keras (palatum). Maka, berdasarkan strikturnya bunyi vokal dapat dibedakan menjadi:
- Vokal tertutup (close vowels) yaitu vokal yang dibentuk dengan lidah diangkat setinggi mungkin mendekati langit-langit. Vokal tertutup antara lain [i], [u].
- Vokal semi tertutup (half-close) yaitu vokal yang dibentuk dengan lidah diangkat dalam ketinggian sepertiga di bawah tertutup atau dua per tiga di atas vokal terbuka. Vokal semi tertutup antara lain [e], [∂], dan [o].
- Vokal semi terbuka (half-open) yaitu vokal yang dibentuk dengan lidah diangkat dalam ketinggian sepertiga di atas terbuka atau dua per tiga di bawah vokal tertutup. Vokal semi terbuka antara lain [ɛ] dan [ﬤ].
- Vokal terbuka (open vowels) yaitu vokal yang dibentuk dengan lidah dalam posisi serendah mungkin. Vokal terbuka adalah [a].
- Bentuk mulut
Berdasarkan bentuk mulut sewaktu bunyi vokal itu diproduksi dapat dibedakan:
- Vokal bundar, yaitu vokal yang diucapkan dengan bentuk mulut membundar. Dalam hal ini ada yang bundar terbuka seperti bunyi [ﬤ], dan yang bundar tertutup seperti bunyi [o] dan bunyi [u].
- Vokal tak bundar, yaitu vokal yang diucapkan dengan bentuk mulut tidak membundar, melainkan terbentang melebar, seperti bunyi [i], bunyi [e], dan bunyi [ɛ].
- Vokal netral, yaitu vokal yang diucapkan dengan bentuk mulut tidak bundar dan tidak melebar, seperti bunyi [a]
Berdasarkan keempat kriteria diatas, maka nama-nama vokal dapat disebutkan sebagai berikut:
[i] adalah vokal depan, tinggi (atas), tak bundar, tertutup.
[I] adalah vokal depan, tinggi (bawah), tak bundar, tertutup.
[u] adalah vokal belakang, tinggi (atas), bundar, tertutup.
[U] adalah vokal belakang, tinggi (bawah), bundar, tertutup.
[e] adalah vokal depan, sedang (atas), tak bundar, semi tertutup.
[ɛ] adalah vokal depan, sedang (bawah), tak bundar, semi terbuka.
[∂] adalah vokal tengah, sedang, tak bundar, semi tertutup.
[o] adalah vokal belakang, sedang (atas), bundar, semi tertutup.
[ﬤ] adalah vokal belakang, sedang (bawah), bundar, semi terbuka.
[a] adalah vokal belakang, rendah, netral, terbuka.
- Fonem Diftong
Fonem diftong yang ada dalam bahasa Indonesia adalah fonem diftong /ay/, diftong /aw/, dan diftong /oy/. Ketiganya dapat dibuktikan dengan pasangan minimal.
/ay/ gulai x gula (gulay x gula)
/aw/ pulau x pula (pulaw x pula)
/oi/ sekoi x seka (s∂koy x seka)
Adapun klasifikasi diftong adalah sebagai berikut:
- Diftong naik, terjadi jika vokal yang kedua diucapkan dengan posisi lidah menjadi lebih tinggi daripada yang pertama.
Contoh:
[ai] <gulai>
[au] <pulau>
[oi] <sekoi>
[∂i] <esei>
- Diftong turun, terjadi bila vokal kedua diucapkan dengan posisi lebih rendah daripada yang pertama. Dalam bahasa Jawa ada diftong turun contohnya:
[ua] pada kata <muarem> ‘sangat puas’
[uo] pada kata <luoro> ‘sangat sakit’
[uɛ] pada kata <uelek> ‘sangat jelek’
- Diftong memusat, terjadi bila vokal kedua diacu oleh sebuah atau lebih vokal yang lebih tinggi, dan juga diacu oleh sebuah atau lebih vokal yang lebih rendah. Dalam bahasa Inggris ada diftong [oα] seperti pada kata <more> dan kata <floor>. Ucapan kata <more> adalah [mo∂] dan ucapan kata <floor> adalah [flo∂].
- Fonem Konsonan
Nama-nama fonem konsonan bahasa Indonesia adalah
/b/ konsonan bilabial, hambat, bersuara
/p/ konsonan bilabial, hambat, tak bersuara
/m/ konsonan bilabial, nasal
/w/ konsonan bilabial, semi vokal
/f/ konsonan labiodentals, geseran, tak bersuara
/d/ konaonan apikoalveolar, hambat, bersuara
/t/ konsonan apikoaveolar, hambat, tak bersuara
/n/ konsonan apikoaveolar, nasal
/t/ konsonan apikoaveolar, sampingan
/r/ konsonan apikoaveolar, getar
/z/ konsonan laminoalveolar, geseran, bersuara
/s/ konsonan laminoalveolar, geseran, tak bersuara
/∫/ konsonan laminopalatal, geseran, bersuara
/ñ/ konsonan laminopalatal, nasal
/j/ konsonan laminopalatal, paduan, bersuara
/c/ konsonan laminopalatal, paduan, tak bersuara
/y/ konsonan laminopalatal, semivokal
/g/ konsonan dorsevelar, hambat, bersuara
/k/ konsonan dorsevelar, hambat, tak bersuara
/ŋ/ konsonan dorsevelar, nasal
/x/ konsonan dorsevelar, geseran, bersuara
/h/ konsonan laringal, geseran, bersuara
/?/ konsonan glotal, hambat
Fonem konsonan dapat digolongkan berdasarkan 4 kriteria yakni:
- Tempat artikulasi, yaitu tempat terjadinya bunyi konsonan, atau tempat bertemunya artikulator aktif dan artikulator pasif. Tempat artikulasi disebut juga titik artikulasi. Sebagai contoh bunyi [p] terjadi pada kedua belah bibir (bibir atas dan bibir bawah), sehingga tempat artikulasinya disebut bilabial. Contoh lain bunyi [d] artikulator aktifnya adalah ujung lidah (apeksi) dan artikulator pasifnya adalah gigi atas (dentum), sehingga tempat artikulasinya disebut apikondental.
- Cara artikulasi yaitu bagaimana tindakan atau perlakuan terhadap arus udara yang baru keluar dari glotis dalam menghasilkan bunyi konsonan itu. Misalnya, bunyi [p] dengan cara mula-mula arus udara dihambat pada kedua belah bibir, lalu tiba-tiba diletupkan dengan keras. Maka bunyi [p] itu disebut bunyi hambat atau bunyi letup. Contoh lain bunyi [h] dihasilkan dengan cara arus udara digeserkn di laring (tempat artikulasinya). Maka, bunyi [h] disebut bunyi geseran atau frikatif.
- Bergetar tidaknya pita suara, yaitu jika pita suara dalam proses pembunyian itu turut bergetar atau tidak. Bila pita suara itu turut bergetar maka disebut bunyi bersuara. Jika pita suara tidak turut bergetar, maka bunyi itu disebut bunyi tak bersuara. Bergetarnya pita suara adalah karena glotis (celah pita suara) terbuka sedikit, dan tidak bergetarnya pita suara karena glotis terbuka agak lebar.
- Striktur, yaitu hubungan posisi antara artikulator aktif dan artikulator pasif. Umpamanya dalam memproduksi bunyi [p] hubungan artikulator aktif dan artikulator pasif, mula-mula rapat lalu secar tiba-tiba dilepas. Dalam memproduksi bunyi [w] artikulator aktif dan artikulator pasif hubungannya renggang dan melebar.
- Penutup
- Simpulan
- Saran
- Daftar Pustaka