Archive for the Category ◊ Uncategorized ◊

• Thursday, November 12th, 2015

MAKALAH

PENGANTAR ILMU PENDIDIKAN

 

PELAKSANAAN PENDIDIKAN BERDASARKAN UUSPN 20 TAHUN 2003

 

images

Disusun oleh :   Evi Dwi wardhani (7101415245)

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

TAHUN 2015/2016

KATA PENGANTAR

        Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah tentang  Pelaksanaan Pendidikan Berdasarkan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN) 20 Tahun 2003 sebagai bahan pembelajaran mata kuliah Pengantar Ilmu Pendidikan. Berkat bantuan dan dukungan berbagai pihak, kami mengucapkan terimakasih sehingga makalah Pelaksanaan Pendidikan Berdasarkan UUSPN 20 Tahun 2003   ini dapat di selesaikan dengan baik.

     Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita mengenai Pelaksanaan Pendidikan Berdasarkan UUSPN 20 Tahun 2003. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang kami buat dan terbentuknya makalah yang lebih baik di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.

       Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang lain. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan.

 

 

Penulis

DAFTAR ISI

 

Halaman Judul…………………………………………………………………………………………………..1

Kata Pengantar…………………………………………………………………………………………………..2

Daftar Isi……………………………………………………………………………………………………………3

Pengantar Sistem Pendidikan Nasional…………………………………………………………………4

Ketentuan Umum………………………………………………………………………………………………..5

Dasar,Fungsi dan Tujuan……………………………………………………………………………………..8

Hak dan Kewajiban………………………………………………………………………………………………9

Peserta Didik………………………………………………………………………………………………………10

Jalur, Jenjang dan Jenis Pendidikan …………………………………………………………………….11

Bahasa Pengantar………………………………………………………………………………………………..18

Wajib Belajar………………………………………………………………………………………………………18

Standar Nasiional Pendidikan ……………………………………………………………………………..18

Kurikulum…………………………………………………………………………………………………………..19

Pendidikan dan Tenaga Kependidikan…………………………………………………………………..21

Sarana dan Prasarana Pendidikan………………………………………………………………………..23

Pendanaan Pendidikan………………………………………………………………………………………..23

Pengelola Pendidikan………………………………………………………………………………………….25

Peran Serta Masyarakat dalam Pendidikan……………………………………………………………26

Evaluasi, Akreditasi dan Sertifikasi………………………………………………………………………28

Pendirian Satuan Pendidikan Oleh Lembaga Lain………………………………………………….29

Pengawasan………………………………………………………………………………………………………..30

Ketentuan Pidana…………………………………………………………………………………………………31

Ketentuan Peralihan ……………………………………………………………………………………………33

Ketentuan Penutup………………………………………………………………………………………………33

 

 

 

images

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 20 TAHUN 2003

TENTANG

SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Menimbang   :

a.  bahwa pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 mengamanatkan Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial;

b. bahwa Undang-Undang Dasar  Negara  Republik  Indonesia  Tahun1945  mengamanatkan  Pemerintah  mengusahakan  dan menyelenggarakan   satu  sistem  pendidikan  nasional  yang meningkatkan  keimanan  dan ketakwaan  kepada  Tuhan  Yang Maha Esa serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan undang-undang;

c. bahwa sistem    pendidikan    nasional    harus    mampu    menjamin pemerataan kesempatan pendidikan, peningkatan mutu serta relevansi dan  efisiensi  manajemen  pendidikan  untuk  menghadapi  tantangan sesuai  dengan  tuntutan  perubahan  kehidupan  lokal,  nasional,  dan global sehingga perlu dilakukan pembaharuan pendidikan secara terencana, terarah, dan berkesinambungan;

d. bahwa Undang-undang   Nomor   2   Tahun   1989   tentang   Sistem Pendidikan Nasional tidak memadai lagi dan perlu diganti serta perlu disempurnakan   agar   sesuai   dengan   amanat   perubahan   Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, b, c, dan d perlu membentuk Undang-Undang tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Mengingat   :    Pasal 20, Pasal 21, Pasal 28 C ayat (1), Pasal 31, dan Pasal 32 Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

 

 

Dengan persetujuan bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA DAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

  MEMUTUSKAN:

Menetapkan  :  UNDANG-UNDANG TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL

BAB I

 KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan:

  1. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
  2. Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman.
  3. Sistem pendidikan nasional adalah keseluruhan komponen pendidikan yang saling terkait secara terpadu untuk mencapai tujuan pendidikan nasional.
  4. Peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu.
  5. Tenaga kependidikan adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan.
  6. Pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan.
  7. Jalur pendidikan adalah wahana yang dilalui peserta didik untuk mengembangkan potensi diri dalam suatu proses pendidikan yang sesuai dengan tujuan pendidikan.
  8. Jenjang pendidikan adalah tahapan pendidikan yang ditetapkan berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik, tujuan yang akan dicapai, dan kemampuan yang dikembangkan.
  9. Jenis pendidikan adalah kelompok yang didasarkan pada kekhususan tujuan pendidikan suatu satuan pendidikan.
  10. Satuan pendidikan adalah kelompok layanan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan pada jalur formal, nonformal, dan informal pada setiap jenjang dan jenis pendidikan.
  11. Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi.
  12. Pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang.
  13. Pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan.
  14. Pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.
  15. Pendidikan jarak jauh adalah pendidikan yang peserta didiknya terpisah dari pendidik dan pembelajarannya menggunakan berbagai sumber belajar melalui teknologi komunikasi, informasi, dan media lain.
  16. Pendidikan berbasis masyarakat adalah penyelenggaraan pendidikan berdasarkan kekhasan agama, sosial, budaya, aspirasi, dan potensi masyarakat sebagai perwujudan pendidikan dari, oleh, dan untuk masyarakat.
  17. Standar nasional pendidikan adalah kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia.
  18. Wajib belajar adalah program pendidikan minimal yang harus diikuti oleh Warga Negara Indonesia atas tanggung jawab Pemerintah dan Pemerintah Daerah.
  19. Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.
  20. Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.
  21. Evaluasi pendidikan adalah kegiatan pengendalian, penjaminan, dan penetapan mutu pendidikan terhadap berbagai komponen pendidikan pada setiap jalur, jenjang, dan jenis pendidikan sebagai bentuk pertanggungjawaban penyelenggaraan pendidikan.
  22. Akreditasi adalah kegiatan penilaian kelayakan program dalam satuan pendidikan berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan.
  23. Sumber daya pendidikan adalah segala sesuatu yang dipergunakan dalam penyelenggaraan pendidikan yang meliputi tenaga kependidikan, masyarakat, dana, sarana, dan prasarana.
  24. Dewan pendidikan adalah lembaga mandiri yang beranggotakan berbagai unsur masyarakat yang peduli pendidikan.
  25. Komite sekolah/madrasah adalah lembaga mandiri yang beranggotakan orang tua/wali peserta didik, komunitas sekolah, serta tokoh masyarakat yang peduli pendidikan.
  26. Warga Negara adalah Warga Negara Indonesia baik yang tinggal di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia maupun di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
  27. Masyarakat adalah kelompok Warga Negara Indonesia nonpemerintah yang mempunyai perhatian dan peranan dalam bidang pendidikan.
  28. Pemerintah adalah Pemerintah Pusat.
  29. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Propinsi, Pemerintah Kabupaten, atau Pemerintah Kota.
  30. Menteri adalah menteri yang bertanggung jawab dalam bidang pendidikan nasional.

BAB II

DASAR, FUNGSI, DAN TUJUAN

Pasal 2

Pendidikan nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Pasal 3

Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

BAB III

PRINSIP PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN

Pasal 4

(1) Pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa.

(2) Pendidikan diselenggarakan sebagai satu kesatuan yang sistemik dengan sistem terbuka dan multimakna.

(3) Pendidikan diselenggarakan sebagai suatu proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat.

(4) Pendidikan diselenggarakan dengan memberi keteladanan, membangun kemauan, dan mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses pembelajaran.

(5) Pendidikan diselenggarakan dengan mengembangkan budaya membaca, menulis, dan berhitung bagi segenap warga masyarakat.

(6) Pendidikan diselenggarakan dengan memberdayakan semua komponen masyarakat melalui peran serta dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu layanan pendidikan.

BAB IV

HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA,

ORANG TUA, MASYARAKAT, DAN PEMERINTAH

Bagian Kesatu

Hak dan Kewajiban Warga Negara

Pasal 5

(1) Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu.

(2) Warga negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan/atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus.

(3) Warga negara di daerah terpencil atau terbelakang serta masyarakat adat yang terpencil berhak memperoleh pendidikan layanan khusus.

(4) Warga negara yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa berhak memperoleh pendidikan khusus.

(5) Setiap warga negara berhak mendapat kesempatan meningkatkan pendidikan sepanjang hayat.

Pasal 6

(1) Setiap warga negara yang berusia tujuh sampai dengan lima belas tahun wajib mengikuti pendidikan dasar.

(2) Setiap warga negara bertanggung jawab terhadap keberlangsungan penyelenggaraan pendidikan.

 

Bagian Kedua

Hak dan Kewajiban Orang Tua

Pasal 7

(1) Orang tua berhak berperan serta dalam memilih satuan pendidikan dan memperoleh informasi tentang perkembangan pendidikan anaknya.

(2) Orang tua dari anak usia wajib belajar, berkewajiban memberikan pendidikan dasar kepada anaknya.

Bagian Ketiga

Hak dan Kewajiban Masyarakat

Pasal 8

Masyarakat berhak berperan serta dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi program pendidikan.

 

Pasal 9

Masyarakat berkewajiban memberikan dukungan sumber daya dalam penyelenggaraan pendidikan.

 

Bagian Keempat

Hak dan Kewajiban Pemerintah

dan Pemerintah Daerah

Pasal 10

Pemerintah dan Pemerintah Daerah berhak mengarahkan, membimbing, membantu, dan mengawasi penyelenggaraan pendidikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 11

(1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib memberikan layanan dan kemudahan, serta menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi setiap warga negara tanpa diskriminasi.

(2) Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib menjamin tersedianya dana guna terselenggaranya pendidikan bagi setiap warga negara yang berusia tujuh sampai dengan lima belas tahun.

BAB V

PESERTA DIDIK

Pasal 12

(1) Setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak:

  1. mendapatkan pendidikan agama sesuai dengan agama yang dianutnya dan diajarkan oleh pendidik yang seagama;
  2. mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya;
  3. mendapatkan beasiswa bagi yang berprestasi yang orang tuanya tidak mampu membiayai pendidikannya;
  4. mendapatkan biaya pendidikan bagi mereka yang orang tuanya tidak mampu membiayai pendidikannya;
  5. pindah ke program pendidikan pada jalur dan satuan pendidikan lain yang setara;
  6. menyelesaikan program pendidikan sesuai dengan kecepatan belajar masing-masing dan tidak menyimpang dari ketentuan batas waktu yang ditetapkan.

(2) Setiap peserta didik berkewajiban:

  1. menjaga norma-norma pendidikan untuk menjamin keberlangsungan proses dan keberhasilan pendidikan;
  2. ikut menanggung biaya penyelenggaraan pendidikan, kecuali bagi peserta didik yang dibebaskan dari kewajiban tersebut sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(3) Warga negara asing dapat menjadi peserta didik pada satuan pendidikan yang diselenggarakan dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

(4) Ketentuan mengenai hak dan kewajiban peserta didik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah

BAB VI

JALUR, JENJANG, DAN JENIS PENDIDIKAN

Bagian Kesatu

Umum

Pasal 13

(1) Jalur pendidikan terdiri atas pendidikan formal, nonformal, dan informal yang dapat saling melengkapi dan memperkaya.

(2) Pendidikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diselenggarakan dengan sistem terbuka melalui tatap muka dan/atau melalui jarak jauh.

Pasal 14

Jenjang pendidikan formal terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi.

Pasal 15

Jenis pendidikan mencakup pendidikan umum, kejuruan, akademik, profesi, vokasi, keagamaan, dan khusus.

 

Pasal 16

Jalur, jenjang, dan jenis pendidikan dapat diwujudkan dalam bentuk satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau masyarakat.

 

Bagian Kedua

Pendidikan Dasar

Pasal 17

(1) Pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan menengah.

(2) Pendidikan dasar berbentuk Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang sederajat serta Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs), atau bentuk lain yang sederajat.

(3) Ketentuan mengenai pendidikan dasar sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

 

Bagian Ketiga

Pendidikan Menengah

Pasal 18

(1) Pendidikan menengah merupakan lanjutan pendidikan dasar.

(2) Pendidikan menengah terdiri atas pendidikan menengah umum dan pendidikan menengah kejuruan.

(3) Pendidikan menengah berbentuk Sekolah Menengah Atas (SMA), Madrasah Aliyah (MA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), dan Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK), atau bentuk lain yang sederajat.

(4) Ketentuan mengenai pendidikan menengah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Bagian Keempat

Pendidikan Tinggi

Pasal 19

(1) Pendidikan tinggi merupakan jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah yang mencakup program pendidikan diploma, sarjana, magister, spesialis, dan doktor yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi.

(2) Pendidikan tinggi diselenggarakan dengan sistem terbuka.

Pasal 20

(1) Perguruan tinggi dapat berbentuk akademi, politeknik, sekolah tinggi, institut, atau universitas.

(2) Perguruan tinggi berkewajiban menyelenggarakan pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.

(3) Perguruan tinggi dapat menyelenggarakan program akademik, profesi, dan/atau vokasi.

(4) Ketentuan mengenai perguruan tinggi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 21

(1) Perguruan tinggi yang memenuhi persyaratan pendirian dan dinyatakan berhak menyelenggarakan program pendidikan tertentu dapat memberikan gelar akademik, profesi, atau vokasi sesuai dengan program pendidikan yang diselenggarakannya.

(2) Perseorangan, organisasi, atau penyelenggara pendidikan yang bukan perguruan tinggi dilarang memberikan gelar akademik, profesi, atau vokasi.

(3) Gelar akademik, profesi, atau vokasi hanya digunakan oleh lulusan dari perguruan tinggi yang dinyatakan berhak memberikan gelar akademik, profesi, atau vokasi.

(4) Penggunaan gelar akademik, profesi, atau vokasi lulusan perguruan tinggi hanya dibenarkan dalam bentuk dan singkatan yang diterima dari perguruan tinggi yang bersangkutan.

(5) Penyelenggara pendidikan yang tidak memenuhi persyaratan pendirian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) atau penyelenggara pendidikan bukan perguruan tinggi yang melakukan tindakan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dikenakan sanksi administratif berupa penutupan penyelenggaraan pendidikan.

(6) Gelar akademik, profesi, atau vokasi yang dikeluarkan oleh penyelenggara pendidikan yang tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) atau penyelenggara pendidikan yang bukan perguruan tinggi sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dinyatakan tidak sah.

(7) Ketentuan mengenai gelar akademik, profesi, atau vokasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5), dan ayat (6) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 22

Universitas, institut, dan sekolah tinggi yang memiliki program doktor berhak memberikan gelar doktor kehormatan (doktor honoris causa) kepada setiap individu yang layak memperoleh penghargaan berkenaan dengan jasa-jasa yang luar biasa dalam bidang ilmu pengetahuan, teknologi, kemasyarakatan, keagamaan, kebudayaan, atau seni.

Pasal 23

(1) Pada universitas, institut, dan sekolah tinggi dapat diangkat guru besar atau profesor sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(2) Sebutan guru besar atau profesor hanya dipergunakan selama yang bersangkutan masih aktif bekerja sebagai pendidik di perguruan tinggi.

Pasal 24

(1) Dalam penyelenggaraan pendidikan dan pengembangan ilmu pengetahuan, pada perguruan tinggi berlaku kebebasan akademik dan kebebasan mimbar akademik serta otonomi keilmuan.

(2) Perguruan tinggi memiliki otonomi untuk mengelola sendiri lembaganya sebagai pusat penyelenggaraan pendidikan tinggi, penelitian ilmiah, dan pengabdian kepada masyarakat.

(3) Perguruan tinggi dapat memperoleh sumber dana dari masyarakat yang pengelolaannya dilakukan berdasarkan prinsip akuntabilitas publik.

(4) Ketentuan mengenai penyelenggaraan pendidikan tinggi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 25

(1) Perguruan tinggi menetapkan persyaratan kelulusan untuk mendapatkan gelar akademik, profesi, atau vokasi.

(2) Lulusan perguruan tinggi yang karya ilmiahnya digunakan untuk memperoleh gelar akademik, profesi, atau vokasi terbukti merupakan jiplakan dicabut gelarnya.

(3) Ketentuan mengenai persyaratan kelulusan dan pencabutan gelar akademik, profesi, atau vokasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Bagian Kelima

Pendidikan Nonformal

Pasal 26

(1) Pendidikan nonformal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan/atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat.

(2) Pendidikan nonformal berfungsi mengembangkan potensi peserta didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian profesional.

(3) Pendidikan nonformal meliputi pendidikan kecakapan hidup, pendidikan anak usia dini, pendidikan kepemudaan, pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan keaksaraan, pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja, pendidikan kesetaraan, serta pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik.

(4) Satuan pendidikan nonformal terdiri atas lembaga kursus, lembaga pelatihan, kelompok belajar, pusat kegiatan belajar masyarakat, dan majelis taklim, serta satuan pendidikan yang sejenis.

(5) Kursus dan pelatihan diselenggarakan bagi masyarakat yang memerlukan bekal pengetahuan, keterampilan, kecakapan hidup, dan sikap untuk mengembangkan diri, mengembangkan profesi, bekerja, usaha mandiri, dan/atau melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.

(6) Hasil pendidikan nonformal dapat dihargai setara dengan hasil program pendidikan formal setelah melalui proses penilaian penyetaraan oleh lembaga yang ditunjuk oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah dengan mengacu pada standar nasional pendidikan.

(7) Ketentuan mengenai penyelenggaraan pendidikan nonformal sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5), dan ayat (6) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Bagian Keenam

Pendidikan Informal

Pasal 27

(1) Kegiatan pendidikan informal yang dilakukan oleh keluarga dan lingkungan berbentuk kegiatan belajar secara mandiri.

(2) Hasil pendidikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diakui sama dengan pendidikan formal dan nonformal setelah peserta didik lulus ujian sesuai dengan standar nasional pendidikan.

(3) Ketentuan mengenai pengakuan hasil pendidikan informal sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Bagian Ketujuh

Pendidikan Anak Usia Dini

Pasal 28

(1) Pendidikan anak usia dini diselenggarakan sebelum jenjang pendidikan dasar.

(2) Pendidikan anak usia dini dapat diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal, nonformal, dan/atau informal.

(3) Pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal berbentuk Taman Kanak-kanak (TK), Raudatul Athfal (RA), atau bentuk lain yang sederajat.

(4) Pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan nonformal berbentuk Kelompok Bermain (KB), Taman Penitipan Anak (TPA), atau bentuk lain yang sederajat.

(5) Pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan informal berbentuk pendidikan keluarga atau pendidikan yang diselenggarakan oleh lingkungan.

(6) Ketentuan mengenai pendidikan anak usia dini sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Bagian Kedelapan

Pendidikan Kedinasan

Pasal 29

(1) Pendidikan kedinasan merupakan pendidikan profesi yang diselenggarakan oleh departemen atau lembaga pemerintah nondepartemen.

(2) Pendidikan kedinasan berfungsi meningkatkan kemampuan dan keterampilan dalam pelaksanaan tugas kedinasan bagi pegawai dan calon pegawai negeri suatu departemen atau lembaga pemerintah nondepartemen.

(3) Pendidikan kedinasan diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal dan nonformal.

(4) Ketentuan mengenai pendidikan kedinasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Bagian Kesembilan

Pendidikan Keagamaan

Pasal 30

(1) Pendidikan keagamaan diselenggarakan oleh Pemerintah dan/atau kelompok masyarakat dari pemeluk agama, sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

(2) Pendidikan keagamaan berfungsi mempersiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memahami dan mengamalkan nilai-nilai ajaran agamanya dan/atau menjadi ahli ilmu agama.

(3) Pendidikan keagamaan dapat diselenggarakan pada jalur pendidikan formal, nonformal, dan informal.

(4) Pendidikan keagamaan berbentuk pendidikan diniyah, pesantren, pasraman, pabhaja samanera, dan bentuk lain yang sejenis.

(5) Ketentuan mengenai pendidikan keagamaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Bagian Kesepuluh

Pendidikan Jarak Jauh

Pasal 31

(1) Pendidikan jarak jauh dapat diselenggarakan pada semua jalur, jenjang, dan jenis pendidikan.

(2) Pendidikan jarak jauh berfungsi memberikan layanan pendidikan kepada kelompok masyarakat yang tidak dapat mengikuti pendidikan secara tatap muka atau reguler.

(3) Pendidikan jarak jauh diselenggarakan dalam berbagai bentuk, modus, dan cakupan yang didukung oleh sarana dan layanan belajar serta sistem penilaian yang menjamin mutu lulusan sesuai dengan standar nasional pendidikan.

(4) Ketentuan mengenai penyelenggaraan pendidikan jarak jauh sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Bagian Kesebelas

Pendidikan Khusus dan

Pendidikan Layanan Khusus

Pasal 32

(1) Pendidikan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental, sosial, dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa.

(2) Pendidikan layanan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik di daerah terpencil atau terbelakang, masyarakat adat yang terpencil, dan/atau mengalami bencana alam, bencana sosial, dan tidak mampu dari segi ekonomi.

(3) Ketentuan mengenai pelaksanaan pendidikan khusus dan pendidikan layanan khusus sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

BAB VII

BAHASA PENGANTAR

Pasal 33

(1) Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Negara menjadi bahasa pengantar dalam pendidikan nasional.

(2) Bahasa daerah dapat digunakan sebagai bahasa pengantar dalam tahap awal pendidikan apabila diperlukan dalam penyampaian pengetahuan dan/atau keterampilan tertentu.

(3) Bahasa asing dapat digunakan sebagai bahasa pengantar pada satuan pendidikan tertentu untuk mendukung kemampuan berbahasa asing peserta didik.

BAB VIII

WAJIB BELAJAR

Pasal 34

(1) Setiap warga negara yang berusia 6 (enam) tahun dapat mengikuti program wajib belajar.

(2) Pemerintah dan Pemerintah Daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya.

(3) Wajib belajar merupakan tanggung jawab negara yang diselenggarakan oleh lembaga pendidikan Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan masyarakat.

(4) Ketentuan mengenai wajib belajar sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

BAB IX

STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN

Pasal 35

(1) Standar nasional pendidikan terdiri atas standar isi, proses, kompetensi lulusan, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan penilaian pendidikan yang harus ditingkatkan secara berencana dan berkala.

(2) Standar nasional pendidikan digunakan sebagai acuan pengembangan kurikulum, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, dan pembiayaan.

(3) Pengembangan standar nasional pendidikan serta pemantauan dan pelaporan pencapaiannya secara nasional dilaksanakan oleh suatu badan standardisasi, penjaminan, dan pengendalian mutu pendidikan.

(4) Ketentuan mengenai standar nasional pendidikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

BAB X

KURIKULUM

Pasal 36

(1) Pengembangan kurikulum dilakukan dengan mengacu pada standar nasional pendidikan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.

(2) Kurikulum pada semua jenjang dan jenis pendidikan dikembangkan dengan prinsip diversifikasi sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah, dan peserta didik.

(3) Kurikulum disusun sesuai dengan jenjang pendidikan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan memperhatikan:

  1. peningkatan iman dan takwa;
  2. peningkatan akhlak mulia;
  3. peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat peserta didik;
  4. keragaman potensi daerah dan lingkungan;
  5. tuntutan pembangunan daerah dan nasional;
  6. tuntutan dunia kerja;
  7. perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni;
  8. agama;
  9. dinamika perkembangan global; dan
  10. persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan.

(4) Ketentuan mengenai pengembangan kurikulum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 37

(1) Kurikulum pendidikan dasar dan menengah wajib memuat:

  1. pendidikan agama;
  2. pendidikan kewarganegaraan;
  3. bahasa;
  4. matematika;
  5. ilmu pengetahuan alam;
  6. ilmu pengetahuan sosial;
  7. seni dan budaya;
  8. pendidikan jasmani dan olahraga;
  9. keterampilan/kejuruan; dan
  10. muatan lokal.

(2) Kurikulum pendidikan tinggi wajib memuat:

  1. pendidikan agama;
  2. pendidikan kewarganegaraan; dan
  3. bahasa.

(3) Ketentuan mengenai kurikulum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 38

(1) Kerangka dasar dan struktur kurikulum pendidikan dasar dan menengah ditetapkan oleh Pemerintah.

(2) Kurikulum pendidikan dasar dan menengah dikembangkan sesuai dengan relevansinya oleh setiap kelompok atau satuan pendidikan dan komite sekolah/madrasah di bawah koordinasi dan supervisi dinas pendidikan atau kantor Departemen Agama Kabupaten/Kota untuk pendidikan dasar dan Propinsi untuk pendidikan menengah.

(3) Kurikulum pendidikan tinggi dikembangkan oleh perguruan tinggi yang bersangkutan dengan mengacu pada standar nasional pendidikan untuk setiap program studi.

(4) Kerangka dasar dan struktur kurikulum pendidikan tinggi dikembangkan oleh perguruan tinggi yang bersangkutan dengan mengacu pada standar nasional pendidikan untuk setiap program studi.

BAB XI

PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN

Pasal 39

(1) Tenaga kependidikan bertugas melaksanakan administrasi, pengelolaan, pengembangan, pengawasan, dan pelayanan teknis untuk menunjang proses pendidikan pada satuan pendidikan.

(2) Pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi.

Pasal 40

(1) Pendidik dan tenaga kependidikan berhak memperoleh:

  1. penghasilan dan jaminan kesejahteraan sosial yang pantas dan memadai;
  2. penghargaan sesuai dengan tugas dan prestasi kerja;
  3. pembinaan karier sesuai dengan tuntutan pengembangan kualitas;
  4. perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas dan hak atas hasil kekayaan intelektual; dan
  5. kesempatan untuk menggunakan sarana, prasarana, dan fasilitas pendidikan untuk menunjang kelancaran pelaksanaan tugas.

(2) Pendidik dan tenaga kependidikan berkewajiban:

  1. menciptakan suasana pendidikan yang bermakna, menyenangkan, kreatif, dinamis, dan dialogis;
  2. mempunyai komitmen secara profesional untuk meningkatkan mutu pendidikan; dan
  3. memberi teladan dan menjaga nama baik lembaga, profesi, dan kedudukan sesuai dengan kepercayaan yang diberikan kepadanya.

 

Pasal 41

(1) Pendidik dan tenaga kependidikan dapat bekerja secara lintas daerah.

(2) Pengangkatan, penempatan, dan penyebaran pendidik dan tenaga kependidikan diatur oleh lembaga yang mengangkatnya berdasarkan kebutuhan satuan pendidikan formal.

(3) Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib memfasilitasi satuan pendidikan dengan pendidik dan tenaga kependidikan yang diperlukan untuk menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu.

(4) Ketentuan mengenai pendidik dan tenaga kependidikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 42

(1) Pendidik harus memiliki kualifikasi minimum dan sertifikasi sesuai dengan jenjang kewenangan mengajar, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.

(2) Pendidik untuk pendidikan formal pada jenjang pendidikan usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi dihasilkan oleh perguruan tinggi yang terakreditasi.

(3) Ketentuan mengenai kualifikasi pendidik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 43

(1) Promosi dan penghargaan bagi pendidik dan tenaga kependidikan dilakukan berdasarkan latar belakang pendidikan, pengalaman, kemampuan, dan prestasi kerja dalam bidang pendidikan.

(2) Sertifikasi pendidik diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang memiliki program pengadaan tenaga kependidikan yang terakreditasi.

(3) Ketentuan mengenai promosi, penghargaan, dan sertifikasi pendidik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 44

(1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib membina dan mengembangkan tenaga kependidikan pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah.

(2) Penyelenggara pendidikan oleh masyarakat berkewajiban membina dan mengembangkan tenaga kependidikan pada satuan pendidikan yang diselenggarakannya.

(3) Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib membantu pembinaan dan pengembangan tenaga kependidikan pada satuan pendidikan formal yang diselenggarakan oleh masyarakat.

 

BAB XII

SARANA DAN PRASARANA PENDIDIKAN

Pasal 45

(1) Setiap satuan pendidikan formal dan nonformal menyediakan sarana dan prasarana yang memenuhi keperluan pendidikan sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan potensi fisik, kecerdasan intelektual, sosial, emosional, dan kejiwaan peserta didik.

(2) Ketentuan mengenai penyediaan sarana dan prasarana pendidikan pada semua satuan pendidikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

BAB XIII

PENDANAAN PENDIDIKAN

Bagian Kesatu

Tanggung Jawab Pendanaan

Pasal 46

(1) Pendanaan pendidikan menjadi tanggung jawab bersama antara Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan masyarakat.

(2) Pemerintah dan Pemerintah Daerah bertanggung jawab menyediakan anggaran pendidikan sebagaimana diatur dalam Pasal 31 ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

(3) Ketentuan mengenai tanggung jawab pendanaan pendidikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Bagian Kedua

Sumber Pendanaan Pendidikan

Pasal 47

(1) Sumber pendanaan pendidikan ditentukan berdasarkan prinsip keadilan, kecukupan, dan keberlanjutan.

(2) Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan masyarakat mengerahkan sumber daya yang ada sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(3) Ketentuan mengenai sumber pendanaan pendidikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.


Bagian Ketiga

Pengelolaan Dana Pendidikan

Pasal 48

(1) Pengelolaan dana pendidikan berdasarkan pada prinsip keadilan, efisiensi, transparansi, dan akuntabilitas publik.

(2) Ketentuan mengenai pengelolaan dana pendidikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Bagian Keempat

Pengalokasian Dana Pendidikan

Pasal 49

(1) Dana pendidikan selain gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan dialokasikan minimal 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pada sektor pendidikan dan minimal 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

(2) Gaji guru dan dosen yang diangkat oleh Pemerintah dialokasikan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

(3) Dana pendidikan dari Pemerintah dan Pemerintah Daerah untuk satuan pendidikan diberikan dalam bentuk hibah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(4) Dana pendidikan dari Pemerintah kepada Pemerintah Daerah diberikan dalam bentuk hibah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(5) Ketentuan mengenai pengalokasian dana pendidikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

BAB XIV

PENGELOLAAN PENDIDIKAN

Bagian Kesatu

Umum

Pasal 50

(1) Pengelolaan sistem pendidikan nasional merupakan tanggung jawab Menteri.

(2) Pemerintah menentukan kebijakan nasional dan standar nasional pendidikan untuk menjamin mutu pendidikan nasional.

(3) Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu satuan pendidikan pada semua jenjang pendidikan untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikan yang bertaraf internasional.

(4) Pemerintah Daerah Propinsi melakukan koordinasi atas penyelenggaraan pendidikan, pengembangan tenaga kependidikan, dan penyediaan fasilitas penyelenggaraan pendidikan lintas daerah Kabupaten/Kota untuk tingkat pendidikan dasar dan menengah.

(5) Pemerintah Kabupaten/Kota mengelola pendidikan dasar dan pendidikan menengah, serta satuan pendidikan yang berbasis keunggulan lokal.

(6) Perguruan tinggi menentukan kebijakan dan memiliki otonomi dalam mengelola pendidikan di lembaganya.

(7) Ketentuan mengenai pengelolaan pendidikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5), dan ayat (6) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

 

Pasal 51

(1) Pengelolaan satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah dilaksanakan berdasarkan standar pelayanan minimal dengan prinsip manajemen berbasis sekolah/madrasah.

(2) Pengelolaan satuan pendidikan tinggi dilaksanakan berdasarkan prinsip otonomi, akuntabilitas, jaminan mutu, dan evaluasi yang transparan.

(3) Ketentuan mengenai pengelolaan satuan pendidikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 52

(1) Pengelolaan satuan pendidikan nonformal dilakukan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau masyarakat.

(2) Ketentuan mengenai pengelolaan satuan pendidikan nonformal sebagai-mana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

 

Bagian Kedua

Badan Hukum Pendidikan

Pasal 53

(1) Penyelenggara dan/atau satuan pendidikan formal yang didirikan oleh Pemerintah atau masyarakat berbentuk badan hukum pendidikan.

(2) Badan hukum pendidikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berfungsi memberikan pelayanan pendidikan kepada peserta didik.

(3) Badan hukum pendidikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berprinsip nirlaba dan dapat mengelola dana secara mandiri untuk memajukan satuan pendidikan.

(4) Ketentuan tentang badan hukum pendidikan diatur dengan Undang-undang tersendiri.

BAB XV

PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PENDIDIKAN

Bagian Kesatu

Umum

Pasal 54

(1) Peran serta masyarakat dalam pendidikan meliputi peran serta perseorangan, kelompok, keluarga, organisasi profesi, pengusaha, dan organisasi kemasyarakatan dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu pelayanan pendidikan.

(2) Masyarakat dapat berperan serta sebagai sumber, pelaksana, dan pengguna hasil pendidikan.

(3) Ketentuan mengenai peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Bagian Kedua

Pendidikan Berbasis Masyarakat

Pasal 55

(1) Masyarakat berhak menyelenggarakan pendidikan berbasis masyarakat pada pendidikan formal dan nonformal sesuai dengan kekhasan agama, lingkungan sosial, dan budaya untuk kepentingan masyarakat.

(2) Penyelenggara pendidikan berbasis masyarakat mengembangkan dan melaksanakan kurikulum dan evaluasi pendidikan, serta manajemen dan pendanaannya sesuai dengan standar nasional pendidikan.

(3) Dana penyelenggaraan pendidikan berbasis masyarakat dapat bersumber dari penyelenggara, masyarakat, Pemerintah, Pemerintah Daerah dan/atau sumber lain yang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(4) Lembaga pendidikan berbasis masyarakat dapat memperoleh bantuan teknis, subsidi dana, dan sumber daya lain secara adil dan merata dari Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah.

(5) Ketentuan mengenai peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Bagian Ketiga

Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah/Madrasah

Pasal 56

(1) Masyarakat berperan dalam peningkatan mutu pelayanan pendidikan yang meliputi perencanaan, pengawasan, dan evaluasi program pendidikan melalui dewan pendidikan dan komite sekolah/madrasah.

(2) Dewan pendidikan sebagai lembaga mandiri dibentuk dan berperan dalam peningkatan mutu pelayanan pendidikan dengan memberikan pertimbangan, arahan dan dukungan tenaga, sarana dan prasarana, serta pengawasan pendidikan pada tingkat Nasional, Propinsi, dan Kabupaten/ Kota yang tidak mempunyai hubungan hirarkis.

(3) Komite sekolah/madrasah, sebagai lembaga mandiri, dibentuk dan berperan dalam peningkatan mutu pelayanan dengan memberikan pertimbangan, arahan dan dukungan tenaga, sarana dan prasarana, serta pengawasan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan.

(4) Ketentuan mengenai pembentukan dewan pendidikan dan komite sekolah/madrasah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

BAB XVI

EVALUASI, AKREDITASI, DAN SERTIFIKASI

Bagian Kesatu

Evaluasi

Pasal 57

(1) Evaluasi dilakukan dalam rangka pengendalian mutu pendidikan secara nasional sebagai bentuk akuntabilitas penyelenggara pendidikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan.

(2) Evaluasi dilakukan terhadap peserta didik, lembaga, dan program pendidikan pada jalur formal dan nonformal untuk semua jenjang, satuan, dan jenis pendidikan.

Pasal 58

(1) Evaluasi hasil belajar peserta didik dilakukan oleh pendidik untuk memantau proses, kemajuan, dan perbaikan hasil belajar peserta didik secara berkesinambungan.

(2) Evaluasi peserta didik, satuan pendidikan, dan program pendidikan dilakukan oleh lembaga mandiri secara berkala, menyeluruh, transparan, dan sistemik untuk menilai pencapaian standar nasional pendidikan.

 

Pasal 59

(1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah melakukan evaluasi terhadap pengelola, satuan, jalur, jenjang, dan jenis pendidikan.

(2) Masyarakat dan/atau organisasi profesi dapat membentuk lembaga yang mandiri untuk melakukan evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58.

(3) Ketentuan mengenai evaluasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

 

Bagian Kedua

Akreditasi

Pasal 60

(1) Akreditasi dilakukan untuk menentukan kelayakan program dan satuan pendidikan pada jalur pendidikan formal dan nonformal pada setiap jenjang dan jenis pendidikan.

(2) Akreditasi terhadap program dan satuan pendidikan dilakukan oleh Pemerintah dan/atau lembaga mandiri yang berwenang sebagai bentuk akuntabilitas publik.

(3) Akreditasi dilakukan atas dasar kriteria yang bersifat terbuka.

(4) Ketentuan mengenai akreditasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Bagian Ketiga

Sertifikasi

Pasal 61

(1) Sertifikat berbentuk ijazah dan sertifikat kompetensi.

(2) Ijazah diberikan kepada peserta didik sebagai pengakuan terhadap prestasi belajar dan/atau penyelesaian suatu jenjang pendidikan setelah lulus ujian yang diselenggarakan oleh satuan pendidikan yang terakreditasi.

(3) Sertifikat kompetensi diberikan oleh penyelenggara pendidikan dan lembaga pelatihan kepada peserta didik dan warga masyarakat sebagai pengakuan terhadap kompetensi untuk melakukan pekerjaan tertentu setelah lulus uji kompetensi yang diselenggarakan oleh satuan pendidikan yang terakreditasi atau lembaga sertifikasi.

(4) Ketentuan mengenai sertifikasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

 

BAB XVII

PENDIRIAN SATUAN PENDIDIKAN

Pasal 62

(1) Setiap satuan pendidikan formal dan nonformal yang didirikan wajib memperoleh izin Pemerintah atau Pemerintah Daerah.

(2) Syarat-syarat untuk memperoleh izin meliputi isi pendidikan, jumlah dan kualifikasi pendidik dan tenaga kependidikan, sarana dan prasarana pendidikan, pembiayaan pendidikan, sistem evaluasi dan sertifikasi, serta manajemen dan proses pendidikan.

(3) Pemerintah atau Pemerintah Daerah memberi atau mencabut izin pendirian satuan pendidikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(4) Ketentuan mengenai pendirian satuan pendidikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 63

Satuan pendidikan yang didirikan dan diselenggarakan oleh Perwakilan Republik Indonesia di negara lain menggunakan ketentuan Undang-undang ini.

BAB XVIII

PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN OLEH LEMBAGA NEGARA LAIN

Pasal 64

Satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh perwakilan negara asing di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, bagi peserta didik warga negara asing, dapat menggunakan ketentuan yang berlaku di negara yang bersangkutan atas persetujuan Pemerintah Republik Indonesia.

Pasal 65

(1) Lembaga pendidikan asing yang terakreditasi atau yang diakui di negaranya dapat menyelenggarakan pendidikan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(2) Lembaga pendidikan asing pada tingkat pendidikan dasar dan menengah wajib memberikan pendidikan agama dan kewarganegaraan bagi peserta didik Warga Negara Indonesia.

(3) Penyelenggaraan pendidikan asing wajib bekerja sama dengan lembaga pendidikan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan mengikutsertakan tenaga pendidik dan pengelola Warga Negara Indonesia.

(4) Kegiatan pendidikan yang menggunakan sistem pendidikan negara lain yang diselenggarakan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dilakukan sesuai dengan peraturan perundang- undangan yang berlaku.

(5) Ketentuan mengenai penyelenggaraan pendidikan asing sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

 

BAB XIX

PENGAWASAN

Pasal 66

(1) Pemerintah, Pemerintah Daerah, dewan pendidikan, dan komite sekolah/ madrasah melakukan pengawasan atas penyelenggaraan pendidikan pada semua jenjang dan jenis pendidikan sesuai dengan kewenangan masing-masing.

(2) Pengawasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dengan prinsip transparansi dan akuntabilitas publik.

(3) Ketentuan mengenai pengawasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

BAB XX

KETENTUAN PIDANA

Pasal 67

(1) Perseorangan, organisasi, atau penyelenggara pendidikan yang memberikan ijazah, sertifikat kompetensi, gelar akademik, profesi, dan/ atau vokasi tanpa hak dipidana dengan pidana penjara paling lama sepuluh tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

(2) Penyelenggara perguruan tinggi yang dinyatakan ditutup berdasarkan Pasal 21 ayat (5) dan masih beroperasi dipidana dengan pidana penjara paling lama sepuluh tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

(3) Penyelenggara pendidikan yang memberikan sebutan guru besar atau profesor dengan melanggar Pasal 23 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama sepuluh tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

(4) Penyelenggara pendidikan jarak jauh yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama sepuluh tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Pasal 68

(1) Setiap orang yang membantu memberikan ijazah, sertifikat kompetensi, gelar akademik, profesi, dan/atau vokasi dari satuan pendidikan yang tidak memenuhi persyaratan dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

(2) Setiap orang yang menggunakan ijazah, sertifikat kompetensi, gelar akademik, profesi, dan/atau vokasi yang diperoleh dari satuan pendidikan yang tidak memenuhi persyaratan dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

(3) Setiap orang yang menggunakan gelar lulusan yang tidak sesuai dengan bentuk dan singkatan yang diterima dari perguruan tinggi yang bersangkutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama dua tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).

(4) Setiap orang yang memperoleh dan/atau menggunakan sebutan guru besar yang tidak sesuai dengan Pasal 23 ayat (1) dan/atau ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

Pasal 69

(1) Setiap orang yang menggunakan ijazah, sertifikat kompetensi, gelar akademik, profesi, dan/atau vokasi yang terbukti palsu dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

(2) Setiap orang yang dengan sengaja tanpa hak menggunakan ijazah dan/atau sertifikat kompetensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat (2) dan ayat (3) yang terbukti palsu dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

Pasal 70

Lulusan yang karya ilmiah yang digunakannya untuk mendapatkan gelar akademik, profesi, atau vokasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2) terbukti merupakan jiplakan dipidana dengan pidana penjara paling lama dua tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).

Pasal 71

Penyelenggara satuan pendidikan yang didirikan tanpa izin Pemerintah atau Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama sepuluh tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

BAB XXI

KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 72

Penyelenggara dan/atau satuan pendidikan formal yang pada saat Undang-undang ini diundangkan belum berbentuk badan hukum pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 tetap berlaku sampai dengan terbentuknya Undang-undang yang mengatur badan hukum pendidikan.

 

Pasal 73

Pemerintah atau Pemerintah Daerah wajib memberikan izin paling lambat dua tahun kepada satuan pendidikan formal yang telah berjalan pada saat Undang-undang ini diundangkan belum memiliki izin.

Pasal 74

Semua peraturan perundang-undangan yang merupakan peraturan pelaksanaan Undang-undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Tahun 1989 Nomor 6, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3390) yang ada pada saat diundangkannya Undang- undang ini masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan belum diganti berdasarkan Undang-undang ini.

 

BAB XXII

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 75

Semua peraturan perundang-undangan yang diperlukan untuk melaksanakan Undang-undang ini harus diselesaikan paling lambat dua tahun terhitung sejak berlakunya Undang-undang ini.

Pasal 76

Pada saat mulai berlakunya Undang-undang ini, Undang-undang Nomor 48/Prp./1960 tentang Pengawasan Pendidikan dan Pengajaran Asing (Lembaran Negara Tahun 1960 Nomor 155, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2103) dan Undang-undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Tahun 1989 Nomor 6, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3390) dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 77

Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

 

 

Disahkan di Jakarta pada tanggal 8 Juli 2003

        Presiden Republik Indonesia,

ttd.

MEGAWATI SOEKARNO PUTRI

 

Diundangkan di Jakarta pada Tanggal 8 Juli 2003

Sekretaris Negara Republik Indonesia,

 

Bambang Kesowo

 

Sistem Pendidikan Nasional. Warga Negara. Masyarakat. Pemerintah. Pemerintah Daerah. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4301)

 

DAFTAR PUSTAKA

https://luk.staff.ugm.ac.id/atur/UU20-2003Sisdiknas.pdf

 

 

#Tulisan ini dibuat untuk mengikuti Bidikmisi Blog Award di Universitas Negeri Semarang. Tulisan adalah karya saya sendiri dan bukan jiplakan.

• Thursday, November 12th, 2015

 

unnamed

               Kisah Cinta Dari

                                 Negeri Taiwan

 

          Mei-mei atau yang biasa dipanggil amei berusia 27 tahun. Ia anak ke 2 dari 3 bersaudara. Sosoknya energik dan luwes bergaul. Hobinya adalah melukis dan menulis. Banyak sekali karya-karya lukis maupun karya tulis yang dihasilkannya. Bentuk wajahnya persegi dengan rambut panjang. Dia cantik sehingga membuat orang tidak bosan memandanginya. Sudah 2 tahun ini amei bekerja sebagai WNI di Taiwan. Di Taiwan, dia bertemu degan David Shen yang berprofesi sebagai dokter. Hampir 2 tahun mereka telah resmi perpacaran.

       Suatu hari, amei meninggalkan Taiwan untuk pulang ke Indonesia, sudah 2 tahun lebih amei tidak bertemu dengan kelurganya. Sebelum dia pulang, david memutuskan untuk melamar amei. Amei diperkenalkan ke keluarganya. Semenjak kepulangan amei, david kesepian dan dia memutuskan untuk datang ke Indonesia menyusul amei. Di Indonesia mereka menikah. Tak lama kemudian amei pun hamil. Dia melahirkan seorang  anak laki-laki yang diberi nama Shen Sin. Waktu itu, david tidak bisa tinggal di Indonesia lama-lama, karena ada banyak tugas yang tidak bisa di tinggal lama-lama. David pun segera kembali ke Taiwan.

         Di Taiwan david berjanji akan kembali datang ke Indonesia untuk membawa amei dan shen sin ke Taiwan, untuk hidup bersama disana. Namun, janji itu tidak ditepati oleh david. Setiap amei bertanya kapan dia datang untuk menjemputnya ke Indonesia, david selalu membuat alasan.

       Di Taiwan, david bertemu dengan Chen-chen, teman lamanya yang sangat mencintai david. Namun sebelumnya david tidak mengetahui akan perasaan chen-chen kepadanya. Dia baru pulang dari Amerika.Tak lama kemudian, david pun telah lupa dengan amei dan telah mempunyai keluarga kecil dengan chen-chen, tanpa sepengetahuan amei.

        Suatu hari david pergi berlibur bersama chen-chen dan putrinya. Mereka sangat senang dan menikmati liburannya. Namun, tanpa diduga, chen-chen mengalami kecelakaan saat hendak menyelamatkan putrinya yang tiba-tiba lari ke  jalan raya. Chen-chen meninggal dunia dalam kecelakaan tersebut.

       Di Indonesia amei sangat kesepian. Dia kecewa dengan david yang tidak kunjung datang. Kini perasaannya telah beku. Tida ada lagi rasa kepercayaan kepada seorang laki-laki. Banyak sekali masalah yang menerpa amei. Mulai dari ketidaksetiaan david, masalah ekonomi, dan juga kehadiran joni sang preman kampung yang ingin menikahinya. Kini batin amei tersiksa. Dia seperti hilang kesadaran.

       Suatu hari dia memutuskan untuk bekerja ke Hongkong. Sedangkan shen sin akan diasuh oleh pembantu kakaknya. Di Hongkong dia banyak mengikuti kursus yaitu kursus komputer, tae kwondo, dan kursus bahasa cina. Banyak ilmu pengetahuan dan keterampilan yang amei dapatkan dari berbagai kursus tersebut. Amei pun dapat mengembangkan hobi menulisnya. Hasil karya tulis yang selama ini menumpuk di buku, kini diolah ke dalam sebuah web site.

     Empat tahun telah terlewati. Kini kontrak kerjannya telah selesai. Dia segera pulang ke Indonesia. Dia memutuskan untuk membesarkan dan merawat shen sin dengan kasih sayangnya sebagai seorang ibu. Berkat kecintaan dan ketekunan dengan hobi menulisnya, kini amei menjadi seorang sastrawan terkenal di Indonesia. Hal itu diawali ketika dia diminta untuk menjadi pembicara dalam acara bedah sastra karya buruh migran di Yogyakarta. Amei juga telah mempunyai teman baru yang bernama Zalie di Yogyakarta. Mereka sering berkirim email dan menjadi sahabat pena. Zalie sangat sabar dan penuh pengertian. Dia sungguh memahami amei. Dia selalu setia mendengarkan keluh kesah amei. Menemani amei dalam suka dan duka. Kini zalie dan amei pun menjadi sepasang kekasih.

 

“Bersambung….”

 

#Tulisan ini dibuat untuk mengikuti Bidikmisi Blog Award di Universitas Negeri Semarang. Tulisan adalah karya saya sendiri dan bukan jiplakan.

https://blog.unnes.ac.id/evidwiwardhani/2015/11/11/kata-kata-mutiara/

• Wednesday, November 11th, 2015

 

Power point Pengantar Ilmu Pendidikan “Pelaksanaan Pendidikan Berdasarkan UUSPN 20 Tahu 2003

ppt PIP

#Tulisan ini dibuat untuk mengikuti Bidikmisi Blog Award di Universitas Negeri Semarang. Tulisan adalah karya saya sendiri dan bukan jiplakan.

• Wednesday, November 11th, 2015
  • Renungan hati : Ketika kita berkeluh kesah “Ah, mana mungkin?!”

Kata Allah         : “ Jika Aku menghendaki, cukup Aku berkata “jadi” maka jadilah. (QS.Yasin : 82)

  • Renungan hati : “Aku lelah..!”

Kata Allah       : “Dan Kami jadikan tidur mu untuk istirahat ” (QS. An Naba : 9)

  • Renungan hati : “Aku tak sanggup”

Kata Allah        : “Aku tidak membebani seseorang melainkan sesuai kesanggupannya” (QS. Al- Baqarah : 286)

  • Renungan hati : “ Aku stress”

Kata Allah        : “Hanya dengan mengingat Ku hati akan menjadi tenang” (QS. Ar-Ra’d : 28)

  • Renungan hati : “Ah.. ini semua sia-sia saja”

Kata Allah          : “Siapa yang mengerjakan kebaikan sebesar biji zarah sekalipun, niscaya ia akan melihat balasannya” (QS. Az-              Zalzalah : 7)

  • Renungan hati : “Ah.. tak seorang pun yang mau memberi dan membantuku”

Kata Allah        : “Berdo’alah kepada Ku, niscaya Aku kabulkan untuk mu” (QS. Al-mukmin : 60).

 

#Tulisan ini dibuat untuk mengikuti Bidikmisi Blog Award di Universitas Negeri Semarang. Tulisan adalah karya saya sendiri dan bukan jiplakan.

• Wednesday, November 11th, 2015

Warisan Budaya Nenek Moyang yang Mulai Pudar

cublak cublak suweng

       Di era modern ini, permainan tradisional telah hilang bagai tertelan zaman. Permainan tradisional yang merupakan salah satu kebudayaan warisan nenek moyang, kini telah tergantikan oleh hadirnya teknologi yang semakin canggih. Anak anak lebih suka bermain gadget daripada bermain mainan tradisional. Jika ditanya, kebanyakan dari mereka tidak tau mainan tradisional, baik dari jenis dan macam permainan tradisional, maupun bagaimana cara bermainnya. Hal ini terjadi seiring perkembangan zaman, permainan tradisional tersebut telah mulai luntur dikalangan masyarakat kita karena telah tergantikan dengan kebudayaan baru. Padahal permainan tradisonal kaya akan manfaat dan tujuan seperti contohnya permainan tradisional cublak cublak suweng. Permainan ini berasal adari jawa timur. Cublak cublak suweng diciptakan oleh Syekh Maulana Ainul Yakin atau yang biasa dikenal dengan Sunan Giri. Sunan Giri merupakan salah seorang Wali Songo yang menyebarkan agama islam khususnya di pulau Jawa melalui jalur kebudayaan. Permainan cublak cublak suweng ini berkembang hingga wilayah Jawa Tengah dan Yogyakarta.

          Biasanya, permaina cublak cublak suweng dimainkan oleh anak-anak usia 6 sampai 14 tahun, baik laki-laki maupun perempuan, dan permainan ini minimal dimainkan oleh 3 orang anak.  Dalam memainkan permainan ini sebenarnya menggunakan alat yang bernama suweng (subang) yang terbuat dari tanduk. Suweng ini biasa digenggam oleh anak- anak yang bermain permainan cublak cublak suweng. Namun, jika tidak ada suweng, maka dapat diganti dengan batu kecil, potongan lidi, atau pun benda kecil lainnya yang dianggap sebagai suweng. Tujuan dari permainan cublak cublak suweng adalah Pak empo (sebutan bagi pemimpin dolanan) menemukan suweng (subang) yang disembunyikan oleh salah satu dari pemain lainnya.

       Permainan ini diawali dengan berkumpul dan mengundi/menentukan salah satu dari pemain untuk menjadi Pak empo.  Biasanya pengundiannya melalui hompimpah. Setelah ada pemain yang berperan sebagai Pak empo, maka pemain yang lainnya duduk melingkari pemain yang berperan sebagai Pak empo tadi. Sedangkan Pak empo berbaring terlungkup di tengah-tengah mereka. Setelah itu, semua pemain menaruh telapak tangannya dengan posisi menghadap ke atas di punggung Pak empo.

      Kemudian salah satu dari para pemain mengambil benda kecil yang dianggap sebagai suweng. Lalu semua pemain bersama-sama menyanyikan syair cublak cublak suweng sambil memutar kerikil (suweng) dari telapak tangan yang satu ke telapak tangan yang lainnya. Begitu seterusnya sampai lagu tersebut dinyanyikan 2 sampai 3 kali.

     Setelah sampai di bait terakhir, “Sir-sir pong dele gosong” Pak empo kemudian bangun dan pemain lainnya berpura-pura memegang kerikil yaitu tangan kanan dan kiri para pemain tertutup rapat seolah-olah menggenggam suweng tesebut. Sehingga dapat mengecoh Pak empo yang sedang mencari suwengnya. Masing-masing pemain mengacungkan jari telunjuk dan menggesek-geskkan jari telunjuk kanan dan kirinya, gerakannya sama seperti orang yang sedang mengiris cabe. Gerakan tersebut dilakukan sambil menanyikan “Sir-sir pong dele gosong” secara berulang-ulang sampai Pak empo menunjuk salah seorang pemain yang dianggap telah menyembunyikan suwengnya.

       Jika Pak empo salah menunjuk pemain maka permainan di mulai dari awal lagi (Pak empo berbaring). Sedangkan jika Pak empo ternyata berhasil menemukan pemain yang menyembunyikan suwengnya maka pemain tersebut berganti peran menjadi Pak empo. Permainan cublak cublak suweng ini selesai jika para pemain sepakat menyelesaikan permainan tersebut.

 

       Berikut ini adalah syair cublak cublak suweng versi Jawa Timur:

Cublak-cublak suweng, suwenge tinggelenter, mambu ketundhung gudel, pak empo lera-lere, sapa guyundhelikake, sir-sir pong dhele gosong, sir-sir pong dhele gosong

Daftar Pustaka

https://dolananjawa.blogspot.co.id/2009/01/cara-bermain-cublak-cublak-suweng.html

 

#Tulisan ini dibuat untuk mengikuti Bidikmisi Blog Award di Universitas Negeri Semarang. Tulisan adalah karya saya sendiri dan bukan jiplakan.

• Wednesday, November 11th, 2015

images

PENDAPATAN NASIONAL

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah pengantar ilmu ekonomi

Rombel Pandidikan Akuntansi C

Dosen Pengampuh : Sugiarto

Disusun Oleh:

Nama                    : Evi Dwi Wardhani

NIM                       : 7101415245

 

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

SEMARANG

2015

A. PENGERTIAN PENDAPATAN NASIONAL

       Pendapatan nasional adalah ukuran nilai output berupa barang dan jasa yang dihasilkan suatu negara dalam periode tertentu atau jumlah seluruh pendapatan yang diterima oleh masyarakat dalam suatu negara dalam satu tahun. Sedangkan pendapatan nasional menurut mankiw (2006, P9), pendapatan nasional adalah total pendapatan yang diperoleh suatu negara dalam produksi barang dan jasa. Pendapatan nasional memiliki peran yang sangat vital bagi sebuah Negara, karena pendapatan nasional merupakan salah satu tolak ukur keberhasilan perekonomian suatu negara. Besarnya pendapatan nasional dapat menunjukkan beberapa hal penting dalam sebuah perekonomian.

       Yang pertama, besarnya output nasional merupakan gambaran awal tentang seberapa efisien tentang sumber daya yang ada dalam perekonomian (tenaga kerja, barang modal, uang, dan kemampuan kewirausahaan) digunakan untuk memproduksi barang dan jasa. Secara umum, makin besar pendapatan nasional suatu negara, semakin baik efisiensi alokasi sumber daya ekonominya.

       Yang kedua, besarnya output nasional merupakan gambaran awal tentang produktifitas dan tingkat kemakmuran suatu negara. Alat ukur yang disepakati tentang tingkat kemakmuran adalah output nasional perkapita. Nilai output per kapita diperoleh dengan cara membagi besarnya output nasional dengan jumlah penduduk pada tahun yang bersangkutan. Jika angka output per kapita makin besar, tingkat kemakmuran dianggap makin tinggi. Sementara itu alat ukut tentang produktifitas rata-rata adalah output per tenaga kerja. Makin besar angkanya, makin tinggi produktifitas tenaga kerja.

       Yang ketiga, besarnya output nasional merupakan gambaran awal tentang masalah-masalah struktural (mendasar) yang dihadapi suatu perekonomian. Jika sebagian besar output nasional dinikmati oleh sebagian kecil penduduk, maka perekonomian tersebut mempunyai masalah dengan distribusi pendapatannya. Jika sebagian besar output nasional berasal dari sektor pertanian (ekstraktik) maka perekonomian tersebut berhadapan dengan masalah ketimpangan struktur produksi. Dalam arti perekonomian harus segera memodernisasikan diri, dengan memperkuat industrinya, agar ada keseimbangan kontribusi antara sektor pertanian yang dianggap sebagai sektor ekonomi tradisional dengan sektor industri yang dianggap sebagai sektor ekonomi modern.

     Itu sebabnya output nasional, yang lebih dikenal sebagai pendapatan nasional, merupakan pokok pembahasan awal dalam teori ekonomi makro. Tanpa memiliki pemahaman yang benar tentang konsep pendapatan nasional, kita tidak akan mungkin melakukan diskusi/pembahasan tentang model-model ekonomi makro. Apalagi tentang analisis kebijakannya. Istilah yang paling sering dipakai untuk pendapatan nasional adalah Produk Domestik Bruto (PDB) atau Gross Domestic Product (GDP).

       Produk Domestik Bruto (PDB) atau Gross Domestic Product (GDP) adalah nilai barang dan jasa akhir berdasarkan harga pasar, yang diproduksi oleh sebuah perekonomian dalam satu periode dengan menggunakan faktor-faktor produksi yang berada dalam perekonomian tersebut.

       Tercakup dalam definisi diatas bahwa:

  1. Produk dan jasa akhir, dalam pengertian barang dan jasa yang dihitung dalam PDB adalah barang dan jasa yang digunakan pemakai terakhir (untuk dikonsumsi).
  2. Harga Pasar, yang menunjukkan bahawa nialai output nasional tersebut dihitung berdasarkan tingkat harga yang berlaku pada periode yang bersangkutan.
  3. Faktor-faktor produksi yang berlokasi di negara yang bersangkutan, dalam arti perhitungan PDB tidak mempertimbangkan asal faktor produksi (milik perekonomian atau milik asing) yang digunakan dalam menghasilkan output.

       Ada dua langkah yang harus dilakukan sebelum mampu menghitung PDB. Langkah pertama adalah memahami tentang sikluas aliran pendapatan dan pengeluaran dalam konteks makro. Langkah ke dua bagaimana (lewat pasar apa saja) para pelaku ekonomi berinteraksi.

B. SIKLUS ALIRAN PENDAPATAN (CIRCULAR FLOW) DAN INTERAKS ANTAR PASAR 

a. Siklus aliran pendapatan

      Siklus aliran pendapatan (Circular Flow) seperti ditunjukkan oleh diagram dibawah ini adalah sebuah model yang menggambarkan bagaimana interaksi antarpelaku ekonomi menghasilakn pendapatan yang digunakan sebagai pengeluaran dalam upaya memaksimalkan nilai kegunaaan (utility) masing-masing pelaku ekonomi.

Diagram Circular Flow of Economic Activity

Diagram A1

Circular Flow of Economic Activity

Model Circular Flow membagi perekonomian menjadi empat sektor :

  1. Sektor rumah tangga (Households Sector), yang terdiri atas sekumpulan individu yang dianggap homogen dan identik.
  2. Sektor perusahaan (Firms Sector), yang terdiri atas sekumpulan perusahaan yang memproduksi barang dan jasa.
  3. Sektor pemerintah (Goverment Sector), yang memiliki kewenangan politik untuk mengatur kegiatan masyarakat dan perusahaan.
  4. Sektor luar negeri (Foreign Sector), yaitu sektor perekonomian dunia, dimana perekonomian melakukan transaksi ekspor-impor.

Keterangan :

  1. Sektor Rumah Tangga

     Sektor rumah tangga mempunyai faktor-faktor produksi yang dibutuhkan untuk proses produksi barang dan jasa privat (sektor perusahaan) maupun barang dan jasa publik (sektor pemerintah). Faktor-faktor produksi tersebut adalah kesediaan untuk bekerja (tenaga kerja), barang modal (misalnya tanah), uang dan kesediaan untuk menaggung resiko yang dihadapi oleh perusahaan dengan membeli saham.  Untuk faktor produksi yang diberikan tersebut, sektor perusahaan memberikan gaji untuk kesediaan bekerja, pendapatan bunga untuk kesediaan meminjamkan uang, pendapatan sewa untuk kesediaan memberikan barang modal, dan pembagian keuntungan (deviden) untuk kesediaan menanggung resiko. Semuanya itu (garis 1) merupakan aliran pendapatan bagi sektor rumah tangga yang berasal dari sektor perusahaan.

    Selain dari sektor perusahaan, sektor rumah tangga juga memperoleh pendapatan dari sektor pemerintah. Pendapatan tersebut bisa dari balas jasa atas faktor produksi yang diberiakan (pendapatan upah dan pendapatan bunga). Pendapatan upah diperoleh jika individu bekerja, misalnya sebagai pegawai pemerintah. Pendapatan bunga diperoleh jika individu bersedia meminjamkan uangnya kepada pemerintah dengan membeli obligasi pemerintah. Tetapi ada juga pendapatan yang diperoleh dari sektor pemerintah yang bukan merupakan balas jasa atas faktor produksi. Pendapatan ini disebut juga pendapatan non balas jasa, disingkat PNBJ atau Transfer Payment. Contoh PNBJ dalam konteks negara maju adalah tunjangan-tunjangan sosial bagi kelompok masyarakat kurang mampu ataupun yang sedang menganggur (garis 2).

    Jika bagi masyarakat yang kurang mampu pemerintah memberikan tunjangan-tunjangan, maka bagi yang mampu pemerintah menarik pajak (garis 3). Tentu saja pajak ini mengurangi pendapatan total sektor rumah tangga. Pendapatan (garis 1 + garis 2) dikurangi pajak (garis 3) merupakan pendapatan yang dapat dibelanjakan (disposable income). Pendapatan inilah yang digunakan untuk konsumsi barang dan jasa yang diproduksi oleh sektor perusahaan (garis 4) maupun yang diimpor dalam luar negeri (garis 8).

  1. Sektor perusahaan

  Aliran pengeluaran sektor rumah tangga (garis 4) merupakan aliran pendapatan sektor perusahaan. Selain dari sektor rumah tangga, perusahaan memperoleh pendapatan dari sektor pemerintah (garis 5) yang merupakan konsumsi pemerintah, dan dari permintaan sektor luar negeri yang merupakan ekspor sektor perusahaan (garis 7). Selain melakukan pembayaran untuk sektor rumah tangga (garis 1), perusahaan juga membayar pajak kepada pemerintah (garis 6).

  1. Sektor Pemerintah

     Fungsi utama pemerintah adalah menyediakan barang publik (public goods provision). Untuk menjalankan fungsinya, pemerintah melakukan pengeluaran berupa pembelian barang dan jasa dari sektor perusahaan (garis 5) dan pengeluaran-pengeluaran dari sektor rumah tangga (garis 2). Karena barang publik tidak dapat disediakan sepenuhnya lewat mekanisme pasar, pemerintah harus menarik pajak dari sektor rumah tangga (garis 3) dan sektor perusahaan (garis 6).

  1. Sektor Luar Negeri

     Sektor rumah tangga, perusahaan, dan pemerintah merupakan perekonomian domestik. Perekonomian dikatakan tertutup (closed economy), jika tidak melakukan interaksi dengan sektor luar negeri. Interaksi dalam sektor luar negeri dalam perekonomian terbuka (open economy) disederhanakan dengan mekanisme ekspor (garis 7) dan impor (garis 8). Ekspor merupakan aliran pendapatan dari sektor luar negeri ke perekonoian domestik. Sedangkan impor merupakan aliran pengeluaran dari perekonomian domestik ke sektor luar negeri

b. Tiga Pasar Utama

       Pasar dikelompokan ke dalam tiga pasar utama (three basic market), yaitu:

  1. Pasar Barang dan Jasa (Googs and Service Market)

      Pasar barang dan jasa adalah pertemuan antara permintaan dan penawaran barang dan jasa. Dalam perekonomian tertutup, permintaan utamanya berasal dari sektor rumah tangga dan pemerintah. Permintaan tersebut umumnya merupakan permintaan barang dan jasa akhir. Penawaran barang dan jasa berasal dari sektor perusahaan. Namun, dalam perekonomian modern, terutama dengan makin tingginya tingkat spesialisasi, tidak semua perusahaan memproduksi sendiri bahan baku yang dipakai untuk produksi barang dan jasa.

  1. Pasar Tenaga Kerja (Labour Market)

      Pasar tenaga kerja adalah interaksi antara permintaan dan penawaran tenaga kerja. Dalam perekonomian tertutup, penawaran tenaga kerja berasal dari sektor rumah tangga. Sedangkan permintaannya berasal dari sektor perusahaan dan sektor pemerintah. Dalam perekonmian terbuka, penawaran dan permintaan tenaga kerja dapat juga berasal dari luar negeri.

  1. Pasar Uang dan Modal (Money and acapital Market)

      Pasar uang adalah interaksi antara permintaan uang dengan penawaran uang. Yang diperjualbelikan dalam pasar uang bukanlah fisik uang, melainkan hak penggunaan uang. Penawaran uang berasal dari pihak-pihak yang bersedia menunda hak penggunaan uangnya, entah dalam jangka pendek atau jangka panjang.

      Jika hak penggunaan uang yang diperjualbelikan adalah setahun atau kurang, maka pasar tersebut masuk kategori pasar uang (money market). Jika hak penggunaan uang yang diperjualbelikan lebih dari setahun, pasar tersebut adalah pasar modal (capital market).

      Agar alokasi sumber daya keuangan makin efisien, dibutuhkan lembaga-lembaga perantara keuangan (financial intermediatory) yang berfungsi mempertemukan permintaan dan penawaran uang. Lembaga-lembaga perantara tersebut dapat berupa bank/perbankan (banking) maupun lembaga-lembaga keuangan bukan perbankan (non-banking institution).

C.KONSEP PENDAPATAN NASIONAL

a. Produk Domestik Bruto (GDP)

      Sebelum kita dapat menghitung pendapatan nasional terlebih dahulu kita harus tahu apa yang dimaksud dengan Produk Domestik Bruto/ Gross Domestik Bruto, karena PDB merupakan salah satu instrumen penting untuk dapat menghitung pendapatan nasional. Produk domestik bruto ( Gross Domestic Product ) merupakan jumlah produk berupa barang dan jasa yang dihasikan oleh unit – unit produksi di dalam batas wilayah suatu negara ( domestik ) selama satu tahun. Dalam perhitungan GDP ini, termasuk juga hasil produksi barang dan jasa yang dihasilkan oleh perusahaan / orang asing yang beroperasi di wilayah negara yang bersangkutan. Barang – barang yang dihasilkan termasuk barang modal yang belum diperhitungkan penyusutannya, karena jumlah yang didapatkan dari GDP dianggap bersifat bruto/ kotor atau disebut juga dengan Pendapatan Domestik Bruto (PDB) merupakan nilai pasar dari semua barang dan jasa final yang diproduksi dalam sebuah negara pada suatu periode (Mankiw, 2006, p6), meliputi faktor produksi milik warga sendiri maupun milik warga negara asing yang melakukan produksi di dalam negara tersebut.

      Penghitungan nilai PDB dapat dilakukan atas dua macam dasar harga yaitu :

  1. PDB atas dasar harga berlaku, merupakan PDB yang dihitung dengan dasar harga yang berlaku pada tahun tersebut. PDB atas dasar harga berlaku berfungsi untuk melihat dinamika/perkembangan struktur ekonomi yang rill pada tahun tersebut.
  2. PDB atas dasar harga konstan, merupakan PDB yang dihitung dengan dasar harga yang berlaku pada tahun tertentu. PDB atas dasar harga konstan berfungsi untuk melihat pertumbuhan ekonomi dari tahun ke tahun. Contohnya, jika kita ingin mengetahui berapa persen kenaikan PDB dari tahun 1998, 1999 dan tahun 2000, karena nilai/ harga suatu produk tiap tahun berubah–ubah maka kita harus mengubah nilai PDB tahun 1998 dan 1999 dengan dasar harga tahun 2000 sehingga akan terlihat dengan jelas besaran kenaikan dari tiap tahunnya.

b. Produk Nasional Bruto (GNP)

      Menurut Mankiw (2006:8) Produk Nasional Bruto – PNB (Gross National Product) Adalah total pendapatan yang diperoleh penduduk tetap suatu negara. Ukuran ini berbeda dari PDB dengan memasukkan pendapatan yang diperoleh warga negara saat berada di luar negeri dan tidak mengikutsertakan pendapatan yang berasal dari dalam negeri.

      Produk Nasional Bruto ( Gross National Product ) atau PNB meliputi nilai produk berupa barang dan jasa yang dihasilkan oleh penduduk suatu negara ( nasional ) selama satu tahun, termasuk hasil produksi barang dan jasa yang dihasilkan oleh warga negara yang berada di luar negeri, tetapi tidak termasuk hasil produksi perusahaan asing yang beroperasi di wilayah negara tersebut.

       Jadi Produk Nasional Bruto ( PNB ) / Gross National Product ( GNP ) adalah jumlah barang dan jasa yang dihasilkan oleh faktor – faktor produksi milik warga negara baik yang tinggal di dalam negeri maupun di luar negeri, tetapi tidak termasuk warga negara asing yang tinggal di negara tersebut, atau dengan kata lain PNB / GNP adalah jumlah Produk Domestik Bruto ditambah dengan pendapatan neto dari luar negeri ( penghasilan neto ) adalah penghasilan dari wrga negara yang bekerja di luar negeri dikurangi penghasilan warga negar lain yang bekerja di dalam negeri.

       Hal ini dapat dirumuskan sebagai berikut :

PNB = PDB + Pendapatan Neto dari luar negeri ( Net Factor Income from Abrood)

Dimana:

  •  PNB = Produk Nasional Bruto / Gross National Product ( GNP )
  •  PDB = Produk Domestic Bruto / Gross Domestic Product ( GDP )
  • Pendapatan Neto = Pendapatan dari warga negara yang tinggal di luar negeri dikurangi pendapatan warga negara asing yang bekerja di dalam negeri.

Jika pendapatan neto bernilai negatif, artinya pembayaran terhadap pendapatan faktor-faktor produksi luar negeri lebih besar dari pada penerimaan atas balas jasa faktor produksi domestik yang digunakan oleh perekonomian luar negeri. Angka mengindikasikan bahwa nilai impor lebih besar dari pada nilai ekspor. Umumnya pendapatan neto negara-negara sedang berkembang seperti Indonesia bernilai negatif. Karena itu di negara sedang berkembang nilai PNB lebih kecil dari nilai PDB.

c. Produk Nasional Neto (PNN)

       PNN adalah Adalah total pendapatan penduduk negara (PNB) dikurangi kerugian akibat depresiasi. Depresiasi adalah rusaknya persediaan perlengkapan dan bangunan dalam perekonomian, seperti truk yang berkarat, gedung atau bangunan yang hampir rusak dan komputer yang rusak. Dalam hal ini depresiasi bisa dikatakan suatu penyusutan (Mankiw,2006). Jadi, PNN adalah jumlah barang dan jasa yang dihasilkan masyarakat dalam periode tertentu, setelah dikurangi penyusutan dan barang pengganti modal.

PNN=GNP-Penyusutan

 

d. Pendapatan Nasional Neto (NNI)

       Pendapatan Nasional Neto (Net National Income) adalah pendapatan yang dihitung menurut jumlah balas jasa yang diterima oleh masyarakat sebagai pemilik faktor produksi. Besarnya NNI dapat diperoleh dari NNP dikurangi pajak tidak langsung (pajak yang bebannya dapat dialihkan kepada pihak lain) seperti pajak penjualan, pajak hadiah, dll. Sedangkan menurut mankiw, 2006, Pendapatan Nasional (National Income) Adalah total pendapatan yang diperoleh penduduk suatu negara dalam produksi barang dan jasa. Perbedaannya dengan PNN yaitu pendapatan nasional tidak menghitung pajak usaha tidak langsung seperti pajak penjualan.

NNI=NNP-Pajak tidak langsung

NNI=NNP-Pajak langsung-Subsidi

e. Pendapatan Perseorangan (PI)

       Pendapatan perseorangan (Personal Income) adalah jumlah pendapatan yang diterima oleh setiap orang dalam masyarakat, termasuk pendapatan yang diperoleh tanpa melakukan kegiatan apapun. Pendapatan perseorangan juga menghitung pembayaran transfer (transfer payment).Transfer payment adalah penerimaan-penerimaan yang bukan merupakan balas jasa produksi tahun ini, melainkan diambil dari sebagian pendapatan nasional tahun lalu, contoh pembayaran dana pensiunan, tunjangan sosial bagi para pengangguran, bekas pejuang, bunga utang pemerintah, dan sebagainya. Untuk mendapatkan jumlah pendapatan perseorangan, NNI harus dikurangi dengan pajak laba perusahaan (pajak yang dibayar setiap badan usaha kepada pemerintah), laba yang tidak dibagi (sejumlah laba yang tetap ditahan di dalam perusahaan untuk beberapa tujuan tertentu misalnya keperluan perluasan perusahaan), dan iuran pensiun (iuran yang dikumpulkan oleh setiap tenaga kerja dan setiap perusahaan dengan maksud untuk dibayarkan kembali setelah tenaga kerja tersebut tidak lagi bekerja).

 f. pendapatan personal Disposable (PPD)

       pendapatan personal Disposable (PPD) adalah pendapatan personal yang dapat dipakai oleh individu, baik untuk membiayai konsumsinya maupun untukditabung. Besarnya adalah pendapatan personal dikurangi pajak atas pendapatan personal (PAP) atau personal taxes.

      Dari Produk Domestik Bruto sampai ke Pendapatan Personal Disposable dapat diringkas sebagai berikut :

C+G+I+(X-M)            = Produk Dosmetik Bruto (PDB)

Ditambah                    : Pendapatan faktor produksi yang ada di luar negeri

Dikurangi                    : Pembayaran faktor luar negeri yang ada di dalam negeri

                                                                                                               

                                     = Produk Nasional Bruto (PNB)

Dikurangi                    : Penyusutan

                                                                                                                

                                    = Produk Nasional Neto (PNN)

Dikurangi                    : Pajak tidak langsung

Ditambah                    : Subsidi

                                                                                                                

                                    = Pendapatan Nasional (PN)

Dikurangi                    : Laba ditahan

Dikurangi                    : Pembayaran asuransi sosial

Ditambah                    : Pendapatan bunga personal dari pemerintah dan konsumen

Ditambah                    : Penerimaan bukan balas jasa

                                                                                                               

                                    = Pendapatan Personal

Dikurangi                    : Pajak pendapatan personal

                                                                                                                 

                                    = Pendapatan Personal Disposable

D. PERHITUNGAN PENDAPATAN NASIONAL

  1. pendekatan pendapatan (Income Aproach)

       Metode pendapatan memandang nilai output perekonomian sebagai nilai total balas jasa atas faktor produksi yang digunakan dalam proses produksi. Hubungan antara tingkat output dengan faktor-faktor produksi yang digunakan digambarkan dalam fungsi produksi sederhana dibawah ini.

Q = f(L,K,U,E)

Dimana:

Q = output

L = tenaga kerja

K = barang modal

U = uang/finansial

E = kemampuan entrepreneur atau kewirausahaan

    Persamaan di atas menunjukkan bahwa untuk memproduksi output dibutuhkan input berupa tenaga kerja, barang modal, dan uang/finansial. Jumlah tenaga kerja, barang modal, dan uang yang banyak tidak akan menghasilkan apa-apa jika tidak ada kemampuan entrepreneur. Kemampuan entrepreneur ini adalah kemampuan dan keberanian mengkombinasikan tenaga kerja, barang modal, dan uang untuk menghasilkan barang dan jasa yang dibutuhkan masyarakat.

         Balas jasa untuk tenaga kerja adalah upah atau gaji. Untuk barang modal adalah pendapatan sewa. Untuk pemilik uang/aset finansial adalah pendapatan bunga. Sedangkan untuk pengusaha adalah keuntungan. Total balas jasa atas seluruh faktor produksi disebut Pendapatan Nasional (PN).

PN = w + i + r +

Dimana :

w = upah/gaji (wages/salary)

i  = pendapatan bunga (interest)

r = pendapatan sewa (rent)

 = keuntungan (profit)                

  1. Pendekatan produksi

      Menurut metode produksi (production approach), produk nasional atau Produk Domestik Bruto diperoleh dengan menjumlahkan nilai pasar dari seluruh barang dan jasa yang dihasilkan oleh berbagai sektor di dalam perekonomian dalam periode tertentu. Dengan demikian, PNB atau GDP menurut metode ini, jumlah dari harga setiap masing-masing barang dan jasa dikalikan dengan jumlah atau kuantitas barang dan jasa yang dihasilkan.

        Pendapatan nasional menurut metode produksi dapat dihitung dengan cara menjumlahkan seluruh hasil produksi masyarakat dari seluruh lapangan usaha di dalam satu tahun diukur dengan nilai uang.

      Komponen-komponen pembentuk pendapatan nasional menurut metode produksi terdiri atas sepuluh sektor, yaitu :

  1. Pertanian, Peternakan, Kehutanan, dan Perikanan
  2. Pertambangan dan penggalian
  3. Industri dan pengolahan (manufactur)
  4. Listrik, gas, dan air minum
  5. Bangunan
  6. Perdagangan, hotel, restoran
  7. Pengangkutan dan telekomunikasi
  8. Bank dan Lembaga keuangan lainnya
  9. Pemerintahan dan Pertahanan
  10. Jasa-jasa lainnya

       Hanya saja, ada kemungkinan bahwa output yang dihasilkan suatu sektor perekonomian berasal dari output sektor lain. Atau bisa juga merupakan input bagi sektor ekonomi yang lain lagi. Dengan kata lain, jika tidak berhati-hati akan terjadi penghitungan ganda (double counting) atau bahkan multiple counting. Akibatnya angka PDB bisa menggelembung beberapa kali lipat dari angka yang sebenarnya. Untuk menghindari hal tersebut, maka dalam perhitungan PDB dengan metode produksi, yang dijumlahkan adalah nilai tambah (value added) masing-masing sector. Yang dimaksud nilai tambah adalah selisih antara nilai output dengan nilai input.

NT = NO – NI

Dimana :

NT = nilai tambah

NO = nilai output

NI  = nilai input

       Dari persamaan diatas sebenarnya dapat dikatakan bahwa proses produksi merupakan proses menciptakan atau meningkatkan nilai tambah. Aktifitas produksi yang baik adalah aktifitas yang menghasilkan NT > 0. Dengan demikian besarnya PDB adalah :

Dimana :

N = sektor produksi ke 1,2,3,….., n.

  1. Pendektan pengeluaran

    Menurut metode pengeluaran, nilai PDB merupakan nilai total dalam perekonomian selama periode tertentu. Menurut metode ini ada beberapa jenis agregat dalam suatu perekonomian:

a. Konsumsi Rumah Tangga (Household Consumption)

       Konsumsi rumah tangga adalah pembelanjaan barang dan jasa oleh rumah tangga, termasuk barang tahan lama, barang tidak tahan lama, jasa dan biaya pendidikan (Mankiw, 2006, p12). Pengeluaran sektor rumah tangga dipakai untuk konsumsi akhir, baik barang dan jasa yang habis dalam tempo setahun atau kurang (durable goods) maupun barang yang dapat dipakai lebih dari setahun/barang tahan lama (non-durable goods).

b. Konsumsi Pemerintah (Government Consumption)

       Yang masuk dalam perhitungan konsumsi pemerintah adalah pengeluaran-pengeluaran pemerintah yang digunakan untuk membeli barang dan jasa akhir (government expenditure). Sedangkan pengeluaran-pengeluaran untuk tunjangan-tunjangan sosial tidak masuk dalam perhitungan konsumsi pemerintah. Yang termasuk dalam konsumsi adalah pembayaran gaji dan tunjangan pegawai negeri dan pembelian inventaris, sedangkan yang termasuk inventaris adalah pembangunan jalan raya, sekolah, dan lain sebagainya. Pembayaran jaminan sosial untuk fakir miskin, bantuan untuk korban bencana alam dan subsidi lainnya tidak termasuk dalam belanja pemerintah, melainkan termasuk dalam pembayaran transfer, karena ada barang/jasa yang diproduksi (Mankiw, 2006, p13).

c. Pengeluaran Investasi (Investment Expenditure)

       Pengeluaran Investasi merupakan pengeluaran sektor dunia usaha. Yang termasuk dalam Pengeluaran Investasi adalah perubahan stok, baik berupa barang jadi maupun barang setengah jadi. Investasi merupakan pembelian barang yang nantinya digunakan untuk memproduksi barang/jasa lainnya. (Mankiw, 2006, p12).

d. Ekspor Neto (Net Export)

      Yang dimaksud dengan ekspor bersih adalah selisih antara nilai ekspor dengan impor.  Ekspor neto sama dengan pembelian produk dalam negeri oleh orang asing (ekspor) dikurangi dengan pembelian produk luar negeri oleh warga negara tersebut (impor) dalam periode yang sama (Mankiw, 2006, p13). Ekspor neto yang positif menunjukkan bahwa ekspor lebih besar daipada impor. Perhitungan ekspor neto dilakukan bila perekonomian melakukan transaksi dengan perekonomian lain (dunia).

                        Y = C + I + G + (X – M)

Ket :

Y = Pendapatan Nasional

C = konsumsi masyarakat

I = investasi

G = pengeluaran pemerintah

X = ekspor

M = impor

E. PDB HARGA BERLAKU DAN HARGA KONSTAN

       Nilai PDB suatu periode tertentu sebenarnya merupakan hasil perkalian antara harga barang yang diproduksi dengan jumlah barang yang dihasilkan. Nilai PDB yang lebih besar tidaklah berati jumlah output otomatis lebih besar. Perhitungan PDB dengan menggunakan harga berlaku dapat memberi hasil yang menyesatkan, karena pengaruh inflasi. Untuk memperoleh gambaran yang lebih akurat, maka perhitungan PDB sering menggunakan perhitungan berdasarkan harga konstan. Yang dimaksud harga konstan adalah harga yang dianggap tidak berubah.

       Untuk memperoleh PDB harga konstan, kita harus menentukan tahun dasar (based year), yang merupakan tahun dimana perekonomian berada dalam kondisi baik/stabil. Harga barang pada tahun tersebut kita gunakan sebagai harga konstan. Nilai PDB yang dihitung dengan menghilangkan pengaruh inflasi karena menggunakan harga konstan disebut sebagai PDB riil (Real GDB). Sedangkan nilai PDB yang dihitung atas harga belaku disebut sebagai PDB Nominal. Secara umum hubungan antara PDB Riil dengan PDB Nominal dapat dinyatakan dalam bentuk persamaan dibawah ini :

PDB riil = PDB nominal/ Deflator

Dimana:

Deflator = (Harga tahun t : Harga turun t-1) x 100%

Manfaat dari perhitungan PDB harga konstan, selain dengan segera dapat mengetahui apakah perekonomian mengalami pertumbuhan atau tidak, juga dapat menghitung perubahan harga (inflasi).

Inflasi = (Deflator tahun t – Deflator tahun t-1)

(Deflator tahun t-1)

 

F. MANFAAT DAN KETERBATASAN PERHITUNGAN PDB

  1. Perhitungan PDB dan Analisis Kemakmuran

      Angka PDB per kapita kurang memberikan gambaran yang lebih rinci Perhitungan PDB akan memberikan gambaran ringkas tentang tingkat kemakmuran suatau negara, dengan cara membaginya dengan jumlah penduduk. Angka tersebut dikenal sebagai angka PDB per kapita. Biasanya makin tinggi angka PDB per kapita, kemakmuran rakyat dianggap makin tinggi. Kelemahan dari pendekatan ini adalah tidak terlalu memperhatikan aspek distribusi pendapatan. Akibatnya tentang kondisi kemakmuran suatu negara.

  1. Perhitungan PDB dan Masalah Kesejahteraan Sosial

       Perhitungan PDB maupun PDB per kapita juga dapat digunakan untuk menganalisis tingkat kesejahteraan sosial suatu masyarakat. Umumnya ukuran tingkat kesejahteraan yang dipakai adalah tingkat pendidikan, kesehatan dan gizi, kebebasan meilih pekerjaan dan jaminan masa depan yang lebih baik. Ada hubungan yang positif antara tingkat PDB per kapita dengan tingkat kesejahteraan sosial. Makin tinggi PDB per kapita, tingkat kesejahteraan sosial makin membaik. Hubungan ini dapat dijelaskan dengan logika sederhan. Jika PDB per kapita makin tinggi, maka daya beli masyarakat, kesempatan kerja, serta masa depan perekonomian makin membaik, sehingga gizi, kesehatan, pendidikan, kebebasan memilih pekerjaan dan masa depan, kondisinya makin meningkat. Hanya saja, logika diatas baru dapat berjalan bila peningkatan PDB per kapita disertai perbaikan distribusi pendapatan.

       Masalah mendasar dalam perhitungan PDB adalah tidak diperhatikannya dimensi non material. Sebab PDB hanya menghitung output yang dianggap memenuhi kebutuhan fisik/materi yang dapat diukur dengan nilai uang. PDB tidak menghitung output yang tidak terukur dengan uang, misalnya ketenangan batin yang diperoleh dengan menyadarkan hidup pada norma-norma agama/spiritual. Sebab, dalam kenyataannya kebahagiaan tidak hanya ditentukan oleh tingkat kemakmuran, tetapi juga ketenangan batin/spiritual.

  1. PDB Per Kapita dan Masalah Produktifitasnya

      Sampai batas-batas tertentu, angka PDB per kapita dapat mencerminkan tingkat produktivitas suatu negara. Untuk memperoleh perbandingan produktivitas antarnegara, ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan :

a. Jumlah dan Komposisi Penduduk: Bila jumlah penduduk makin besar, sedangkan komposisinya sebagian besar adalah penduduk usia kerja (15-64 tahun) dan berpendidikan tinggi (> SLTA), maka tingkat output dan produktivitasnya makin baik.

b. Jumlah dan Struktur Kesempatan Kerja: Jumlah kesempatan kerja yang makin besar memperbanyak penduduk usia kerja yang dapat terlibat dalam proses produksi. Tetapi komposisi kerja pun memengaruhi tingkat produktivitas. Sekalipun kesempatan kerja sangat besar, tetapi semuanya adalah kesempatan kerja sektor pertanian, produktivitas pekerja juga tidak tinggi. Sebab sektor pertanian umumnya memiliki nilai tambah yang rendah. Jika kesempatan kerja yang dominan berasal dari sektor kegiatan ekonomi modern (industri dan jasa), maka output per pekerja akan relatif tinggi, karena nilai tambah kedua sektor tersebut amat tinggi.

c. Faktor-faktor non ekonomi: yang tercakup dalam faktor-faktor non ekonomi antara lain etika kerja, tata nilai, faktor kebudayaan dan sejarah perkembangan.

  1. Penghitungan PDB dan Kegiatan-kegiatan Ekonomi Tak Tercatat (Underground Economy)

      Angka statistik PDB Indonesiayang dilaporkan oleh Badan Pusat Statistik hanya mencatat kegiatan-kegiatan ekonomi formal. Karena itu, statistik PDB belum menderminkan seluruh aktivitas perekonomian suatu negara. Misalnya, upah pembantu rumah tangga di Indonesia tidak tercatat dalam statistik PDB. Begitu juga dengan kegiatan petani buah yang langsung menjual produknya ke pasar.

       Di negara-negara berkembang, keterbatasan kemampuan pencatatan lebih disebabkan oleh kelemahan administratif dan struktur kegiatan ekonomi masih didominasi oleh kegiatan pertanian dan informal. Tetapi dia negara-negara maju, kebanyakan kegiatan ekonomi yang tidak tercata bukan karena kelemahan administratif, melainkan karena kegiatan tersebut merupakan kegiatan ilegal atau melawan hukum. Padahal nilai transaksinya sangat besar. Misalnya kegiatan penjualan obat bius dan obat-obat terlarang lainnya.

G. DISTRIBUSI PENDAPATAN (INCOME DISTRIBUTION)

     Persoalannya sebenarnya adalah bahwakemakmuran masyarakat tidak semata-mata hanya didasarkan pada tolok ukur besarnya pendapatan nasional dan pendapatan per kapita saja, namun juga bagaimana pendapatan nasional itu didistribusikan, apakah pendapatan nasional didistribusikan secara lebih merata ataukah timpang. Ini adalah masalah keadilan, dan tidak berarti kalau pendapatan nasional didisribusikan secara merata sempurna dianggap adil. Pendapatan dianggap didistribusikan secara merata sempurna bila setiap individu memperoleh bagian yang sama dari output perekonomian. Distribusi pendapatan dianggap kurang adil jika sebagian besar output nasional dikuasai oleh lebih sebagian agak kecil penduduk. Tetapi distribusi pendapatan menjadi sangat tidak adil bila bagian sangat besar output nasional dinikmati hanya oleh segelintir kelompok masyarakat.

      Ada beberapa indikator yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat ketimpangan distribusi pendapatan. Terdapat tiga cara yang lazim digunakan untuk mengukur tingkat ketimpangan distribusi pendapatan  yaitu, Kurva Lorenz, Koefisien Gini, dan Kriteria dari Bank Dunia.

  1. Kurva Lorenz

 

 

       Sumbu vertikal adalah persentasi output nasional atau pendapatan nasional. Angka-angkanya akumulatif. Sumbu horisontal menggambarkan persentase jumlah keluarga. Sumbu horisontal membagi distribusi jumlah keluarga menjadi lima kelompok, masing-masing 20% kelompok keluarga paling miskin, sampai dengan 20% keluarga paling kaya. Angka-angka sumbu horisontal juga kumulatif.

       Pendapatan didistribusikan adil sempurna bila 20% keluarga paling miskin menikmati 20% pendapatan nasional. 20% kelompok keluarga berikutnya juga menikmati 20% pendapatan nasional. Dengan demikian 40% kelompok keluarga menikmati 40% pendapatan nasional. Begitu seterusnya hingga total akumulasi 100% keluarga menikmati 100% pendapatan nasional. Dalam kondis adil sempurna, kurva lorenz membentuk garis lurus diagonal OB yang membagi bidang kubus OABD menjadi dua segitiga sama kaki OAB dan BOD. Jika distribusi pendapatan kurva adil, kurva lorenz membentuk garis lengkung OB, menjauhi garis lurus OB. Pada diagram A1, kita dapat memaca arti garis lengkung OB, yaitu 20% kelompok apling miskin hanya menikmati 5% pendapatan nasional, kelompok 20% berikutnya hanya menikmati 10% pendapatan nasional, sehingga 40% kelompokpertama hanya menikmati 15% pendapatan nasional. 20% kelompok ke tiga hanya menikmati 15% pendapatan nasional, sehingga 60% keluarga hanya menikmati 30% pendapatan nasional. Ternyata sebagian pendapatan nasional (70%) dikuasai oleh 40% kelompok keluarga kaya. 20% keluarga ke empat menikmati 30% pendapatan nasional dan 20% kelompok ke lima (terkaya) menikmati 40% pendapatan nasional.

       Distribusi pendapatan dikatakan makin memburuk bila garis lengkung kurva lorenz makin menjauhi garis diagonal. Diagram A2 menunjukkan distribusi pendapatan yang sangat buruk. Kelompok 20% pertama hanya menikmati 2% pendapatan nasional. Kelompok 20% ke dua hanya menikmati 5% pendapatan nasional. Kelompok 20% ke tiga hanya menikmati 15% pendapatan nasional. Dan kelompok 20% ke empat  hanya menikmati 20% pendapatan nasional. Jadi 80% keluarga yanga ada hanya menikmati 42% pendapatan nasioanal. Lebih dari separuh pendapatan nasional (58%) dinikmati oleh 20% kelompok keluarga paling kaya (kelompok ke lima).

b. Koefisien Gini (Gini Coeficient)

       Koefisien gini merupakan alat ukur ketidakadilan distribusi pendapatan (inequality income distribution) dengan menghitung luas kurva Lorenz.  Areal kurva Lorenz yang dihitung adalah areal yang dibatasi garis diagonal OB dan garis lengkung OB (areal C). Jika distribusi pendapatan adil sempurna, areal tersebut tidak ada (luasnya nol); angka koefisien gini sama dengan nol. Telah dijelaskan dimuka, jika distribusi pendapatan memburuk, garis lengkung OB makin menjauhi garis lurus diagonal OB. Kurva Lorenz makin meluas (areal semakin luas), angka koefisien gini makin besar. Jika distribusi pendapatan tidak adil sempurna luas kurva lorenz mencakup seluruh segitiga BOD; angka koefisien gini sama dengan satu. Jadi angka koefisien gini berkisar nol sampai dengan satu. Makin buruk distribusi pendapatan, angka koefisien gini makin besar.

Cara penghitungannya sebagai berikut :

Koefisien Gini =     Luas bidang C    

Luas segitiga OBD

 

Adapun patokan nilai Koefisien Gini sebagai berikut:

Lebih kecil dari 0,3     : tingkat ketimpangan rendah

Antara 0,3-0,5             : tingkat ketimpangan moderat (sedang)

Lebih tinggi dari 0,5   : tingkat ketimpangan tinggi

c. Kriteria Bank Dunia

        Dalam melihat distribusi pendapatan, Bank Dunia telah membuat kriteria, yaitu mengukur ketimpangan distribusi pendapatan suatu negara. Caranya dengan melihat besarnya kontribusi (sumbangan) dari 40% penduduk termiskin. Kriteria yang dipergunakan oleh bank dunia tersebut adalah:

  • Apabila kelompok 20% penduduk termiskin memperoleh pendapatan lebih kecil dari 12% dari keseluruhan pendapatan nasional, maka dikatakan bahwa negara yang bersangkutan berada dalam tingkat ketimpangan yang tinggi dalam distribusi pendapatan.
  • Apabila kelompok 20% penduduk termiskin pendapatannya antara 12%-16% dari keseluruhan pendapatan nasional, maka dikatakan bahwa terjadi tingkat ketimpangan sedang (moderat) dalam distribusi pendapatannya.
  • Apabila kelompok 20% penduduk termiskin pedapatannya lebih dari 16% dari keseluruhan pendapatan nasional, maka dikatakan bahwa tingkat ketimpangan yang terjadi rendah.

H. DISTRIBUSI KEKAYAAN (WEALTH DISTRIBUTION)

       Di negara kapitalis maju, alternatif individu untuk menyimpan kekayaannya sangat beragam. Mereka dapat membeli saham, obligasi, menyimpan dalam bentuk deposito dan aset-aset finansial lainnya. Selain aset finansial, mereka juga dapat membeli real estat. Tujuan pemupukan aset adalah peningkatan pendapatan total di masa mendatang. Dengan makin besarnya aset, penghasilan non gaji (non wages income) makin besar. Jika mereka pensiun kelak, tidak akan mengalami kekurangan penghasilan total, walaupun gaji sudahjauh berkurang. Dengan kata lain, di negara maju orang senantiasa membeli aset produktif. Karena itu pembahasan distribusi kekayaan amat relevan untuk melihat perkembangan distribusi pendapatan. Pengukuran distribusi kekayaan dilakukan dengan menghitung kelompok-kelompok mana saja yang paling menguasai jenis-jenis aset tertentu.

       Di negara yang belum maju seperti Indonesia, jenis kekeyaan yang dimiliki keluarga tidak sebanyak di negara maju. Umumnya kekeyaan yang dimiliki oleh keluarga gi Indonesia adalah tanah dan rumah. Seseorang dikatakan kayakalau memiliki tanah yan luas dan rumah yang bagus. Syangnya kekayaan ini umumnya tidak produktif, dalam arti tidak menambah penghasilan bukan gaji.

     Karena sebagian besar penduduk Indonesia masih mengandalkan pendapatan dari sektor pertanian, maka distribusi kekayaan yang relevan dibicarakan adalah distribusi kepemilikan lahan pertanian (sawah dan perkebunan). Jika menggunakan ukuran ini distribusi kekayaan di Indonesia masih buruk. Misalnya sebagian besar keluarga yang memiliki sawah, hanya memiliki dengan luas lebih kecil dari 2.000 meter persegi (0,2 hektar). Padahal untuk dapat hidup layak, satu keluarga petani harus memiliki minimal 3 hektar sawah beririgasi baik (bisa panen dua kali setahun). Juga masih banyak keluarga petani yang tidak memiliki lahan sawah. Untuk memperoleh penghasilan umumnya mereka bekerja sebagai buruh tani. Mereka ini lebih dikenal sebagai sebutan patani gurem.

I. MANFAAT PERHITUNGAN PENDAPATAN NASIONAL

   Jika diamati, perkembangan perekonomian nasional selalu berubah. Perekonomian tersebut disebabkan adanya perubahan pendapatan nasional. Oleh karena itu, pendapatan nasional yang meningkat menunjukan adanya perkembangan perekonomian masyarakat suatu negara.

       Dapat dikatakan bahwa mengetahui kemajuan perekonomian masyarakat merupakan salah satu tujuan kalian mempelajari pendapatan nasional. Tujuan-tujuan mempelajari pendapatan nasional yang lain, yaitu :

  1. Untuk memperoleh taksiran akurat mengenai nilai barang dan jasa yang dihasilkan masyarakat suatu negara dalam satu tahun.
  2. Untuk membantu membuat rencana dan melaksanakan program pembangunan berjangka untuk mencapai tujuan pembangunan.
  3. Untuk mengkaji dan mengendalikan faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat perekonomian suatu negara.

Selain itu, ada beberapa manfaat yang akan kalian peroleh jika kalian mempelajari pendapatan nasional, antara lain :

  1. Mengetahui dan menganalisa struktur ekonomi suatu negara, dari perhitungan pendapatan nasional, kalian dapat mengetahui apakah suatu negara cenderung berstruktur ekonomi industri, agraris, atau jasa.
  2. Membandingkan keadaan perekonomian dari waktu-waktu karena pendapatan nasional dicatat setiap tahun. Kalian akan memiliki catatan angka-angka perkembangan ekonomi dari waktu ke waktu sehingga dapat membandingkan perkembangan ekonomi dari waktu ke waktu.
  3. Membandingkan perekonomian antar daerah, baik antarkabupaten maupun antarprovinsi.
  4. Menjadi dasar komparatif (perbandingan) dengan perekonomian negara lain.
  5. Membantu merumuskan kebijakan pemerintah, khususnya di bidang ekonomi.

J. DAMPAK PENDAPATAN NASIONAL UNTUK LUAR NEGRI

     Masalah ekonomi sepertinya telah menjadi masalah paling rumit di Indonesia. Bisa dikatakan demikian karena masalah tersebut tak jua mendapatkan jalan keluar.. Pemerintah terdiri dari presiden ,menteri dan staf-stafnya seringkali dituding sebagai pihak yang paling bersalah atas ketidak mampuan Indonesia menangani masalah perekonomian, namun nyatanya setelah beberapa periode pergantian “pemimpin” masalah Ekonomi tetap saja tidak dapat diperbaiki, bahkan bisa dikatakan semakin parah.

        Pendapatan nasional Indonesia menjadi tolak ukur seberapa jauh Indonesia telah berkembang dari waktu ke waktu, dari segi perbaikan memang jika dilihat dari pendapatan nasionalnya perekonomian Indonesia dikatakan meningkat, namun ada hal lain yang juga tak mampu dipungkiri yaitu Hutan Negara Indonesia yang juga dikatakan semakin meningkat.

      Kegagalan Indonesia di masa lalu dalam mengelola utang telah menyebabkan sebagian masyarakat alergi terhadap utang luar negeri dan menganggapnya sebagai beban yang harus dibayar mahal. Besarnya utang luar negeri saat ini telah menimbulkan pro kontra di kalangan masyarakat luas. Adanya utang yang sangat besar tersebut merupakan suatu ancaman terhadap stabilitas ekonomi dan kemandirian bangsa Indonesia jika tidak dikelola dengan baik.

    Dikarenakan fungsi pendapatan nasional atau pendapatan perkapita membandingkan tingkat kesejahteraan suatu masyarakat dan tingkat ekonomi antar Negara, pendapatan nasiona    l Negara ini yag bisa dikatakan belum pada traf memadai juga dapat membuat Negara kita menjadi bahan olok-olok Negara lain, kita ambil contoh amerika, tidak dapat dipungkiri bahwa seringkali pemerintah Indonesia dikatakan “disetir” oleh amerika, banya diantara kebijakan yang diambil pemerintah duduga memiliki campur tangan dari amerka, ini terjadi karena amerika merasa Indonesia masih sangat membutuhkan amerika dalam berbagai bidang perekonomian. Begitu pula dengan Negara-negara lain yang kebanyakan berasal dari benua eropa dan amerika, Indonesia dianggap lemah dan membutuhkan banyak bantuan dari luar negeri untuk mengkatkan perekomiannya.

       Tidak semua dampak yang ditimbulkan oleh adanya pendapatan nasional tersebut adalah dampak buruk, ada dampak baik yang juga dibawa olehnya. Data pendapatan nasional dapat yang digunakan untuk menggolongkan suatu negara menjadi negara industri, pertanian, atau negara jasa, mengggolongkan Indonesia sebagai negara pertanian atau agraris membuat hasil bumi Indonesia cukup dikenal berlimpah oleh Negara luar . Ini meberikan dampak positif yaitu banyaknya Negara luar yang mengimport barang dari Indonesia, mengingat pentingnya kenaikan tingkat eksport untuk mengukur pendapatan nasiona tentunya hal ini sangat bermanfaat bagi Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA

Winardi, 1998. Pengantar Ilmu Ekonomi, Edisi IV. Bandung:

Tarsito

Mankiw, N. G. 2000. Teori Makro Ekonomi, Edisi Keempat. Jakarta: Erlangga

Mankiw, N. G. 2006. Pegantar Ekonomi Makro, Edisi Ketiga. Jakarta: Salemba Empat

 

#Tulisan ini dibuat untuk mengikuti Bidikmisi Blog Award di Universitas Negeri Semarang. Tulisan adalah karya saya sendiri dan bukan jiplakan.

• Tuesday, November 10th, 2015

PENCEMARAN LINGKUNGAN DI DESA TROSO AKIBAT LIMBAH CAIR DARI PRODUKSI KAIN TENUN IKAT TROSO

images

Artikel ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Konservasi

Rombel 36

Dosen Pengampuh : Cahyo Sefyono

Oleh

Nama             : Evi Dwi Wardhani

NIM              :7101415245

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229, Jawa Tengah
Telp. 024) 7466784, 7466736, Purek I: 7499760, Purek II: 7499758

Tahun Ajaran 2015

PENCEMARAN LINGKUNGAN DI DESA TROSO AKIBAT LIMBAH CAIR DARI PRODUKSI KAIN BATIK TENUN TROSO

  1. Latar Belakang Permasalahan

       Desa troso kecamatan pecangaan kabupaten Jepara merupakan suatu kawasan sentra industri kain tenun  ikat Troso. Hampir sebagian besar penduduk desa Troso berpenghasilan dari usaha kerajinan tenun ikat Troso. Masyarakat berprofesi sebagai wirausaha maupun menjadi karyawan dalam sebuah home industri kain tenun ikat Troso. Berdasarkan data yang diperoleh dari balai desa Troso, jumlah penduduk desa Troso yang mata pencahariannya berhubungan dengan produksi kain tenun ikat Troso kurang lebih berjumlah 70% dari jumlah penduduk desa Troso. Sedangkan 30% lainnya bermatapencaharian sebagai petani dan pedagang.

       Proses pembuatan kain tenun ikat Troso terdiri dari beberapa tahap, mulai dari penataan benang, pembuatan motif, pewarnaan, dan yang terakhir adalah penenunan. Dalam proses pembuatan kain batik tenun ikat Troso selain diperlukan ketrampilan dasar juga diperlukan ketelitian dan kesabaran. Tanpa ketiga hal tersebut kualitas kain tenun ikat Troso yang dihasilkan akan tidak sesuai dengan yang diharapkan.

       Kualitas tenun ikat Troso tidak hanya dipengaruhi oleh motif dan benang yang dipakai, akan tetapi juga dipengaruhi oleh warna yang dihasilkan pada kain tersebut. Seluruh masyarakat desa Troso memakai pewarna tekstil dalam proses pembuatan kain tenun ikat Troso. Mereka memilih pewarna tekstil karena lebih praktis dan ketersediaan jenis warnanya banyak. Namun perlu diketahui bahwa pewarna tekstil mengandung zat-zat kimia seperti klorin, asam klorida, asam hipoklorit, dan logam berat yang dapat mencemari lingkungan sekitar. Pencemaran lingkungan tersebut terjadi akibat limbah cair yang dihasilkan dalam proses pewarnaan kain tenun ikat Troso dengan pewarna tekstil tersebut.

       Pengertian limbah cair itu sendiri adalah sisa/pembuangan dari suatu hasil usaha atau kegiatan yang berwujud cair yang dibuang ke lingkungan dan diduga dapat menurunkan kualitas lingkungan atau merusak ekosistem air. Sedangkan menurut Sugiarto (1987), air limbah (waste water) adalah kotoran dari masyarakat, rumah tangga, dan juga berasal dari industri, air tanah, air permukaan, serta buangan lainnya.

       Limbah cair dapat mengandung berbagai jenis bahan organik maupun bahan anorganik. Contoh dari senyawa organik tersebut adalah seperti logam berat, cadmium, merkuri, krom, dan lain lain. Zat zat tersebut jika masuk kedalam tanah maupun ke dalam perairan akan menimbulkan pencemaran yang dapat membahayakan mahluk hidup termasuk manusia.

       Limbah cair yang dihasilkan dalam proses pewarnaan tersebut sangat mengganggu masyarakat sekitar karena memiliki bau yang tidak sedap, sehingga menganggu kenyamanan warga sendiri. Selain itu limbah yang dihasilkan juga cukup banyak sehingga sangat potensial bahwa di desa Troso telah terjadi pencemaran lingkungan akibat limbah cair yang dihasilkan dari proses pewarnaan kain tenun ikat Troso.

       Limbah cair yang dibuang ke selokan yang akhirnya mengalir ke sungai dapat merusak kualitas air sungai, menganggu bahkan merusak ekosistem air yang dapat berdampak kematian pada makhluk hidup yang ada dan dapat menyebarkan penyakit disekitar perairan tersebut. Sedangkan limbah cair yang apabila meresap kedalam permukaan tanah dapat merusak tanah terutama kesuburan tanah dan juga sumber air yang ada di dalamnya. Lama kelamaan limbah tersebut akan meresap kedalam saluran air sumur masyarakat sehingga air sumur akan terkontaminasi oleh senyawa-senyawa organik maupun anorganik yang dapat mengganggu kesehatan manusia bahkan dapat menyebabkan kematian. Selain itu, nila kita hidup pada tanah yang telah tercemar dan mengkonsumsi segala sesuatu darinya akan bisa membahayakan kesehatan tubuh dan dapat menimbulkan berbagai penyakit seperti dare dan disentri.

       Dari berbagai pernyataan diatas, dapat disimpulkan bahwa penggunaan pewarna tekstil dalam proses pembuatan kain tenun ikat Troso menghasilkan limbah cair yang selain berbau tidak sedap juga dapat mencemari lingkungan. Apabila dibiarkan secara terus menerus maka kerusakan lingkungan akan semakin besar dan semakin parah.

  1. Solusi Permasalahan

       Salah satu cara untuk mengatasi atau mengurangi dampak negatif dari pencemaran lingkungan di desa Troso akibat limbah cair yang dihasilkan dari proses produksi kain tenun ikat Troso adalah dengan mengganti pewarna tekstil dengan pewarna alami. Warga Troso memilih pewarna tekstil karena keunggulan pewarna tekstil sendiri adalah lebih mudah diperoleh, kesediaan warna terjamin, jenis warna bermacam-macam dan lebih praktis dalam penggunaannya. Namun dibalik semua keunggulan tersebut terdapat dampak negatif dari penggunaan pewarna tekstil yaitu dapat mencemari lingkungan bahkan dapat membahayakan manusia.  Sedangkan pewarna alami akan ramah lingkungan dan jauh lebih baik dari penggunaan pewarna tekstil.

       Penggunaan zat warna alam merupakan warisan nenek moyang. Sehingga merupakan proses melestarikan budaya. Kain batik yang menggunakan warna alam memiliki nilai jual / nilai ekonmi yang tinggi karena memiliki nialai seni, dan warna khas serta ramah lingkunan sehigga berkesan etnik dan ekslusif.

       Selain cara diatas, penanganan limbah cair akibat proses pewarnaan kain ikat tenun Troso dengan pewarna tekstil juga dapat dilakukan dengan cara melakukan pengelolaan limbah cair untuk pengendalian pencemaran air. Pengelolaan limbah cair untuk pengendalian pencemaran air adalah upaya pencegahan dan penanggulangan pencemaran air serta pemulihan kualitas air untuk menjamin agar sesuai dengan baku mutu air. Tujuan pengelolaan limbah cair adalah untuk mengendalikan agar tidak terjadi  pencemaran atau menghasilkan zero pollution (tidak ada polutan dalam air). Oleh karenanya maka sasaran yang ingin dicapai adalah mengusahakan agar jumlah limbah yang dihasilkan sekecil mungkin dengan kadar kontaminan sekecil mungkin. Pendekatan yang dilakukan dalam pengendalian pencemaran air mencakup pendekatan non teknis dan pendekatan teknis.

       Pendekatan non teknis yang dimaksud adalah penerbitan peraturan sekaligus sosialisasi peraturan yang digunakan sebagai landasan hukum bagi pengelolaan badan air maupun penghasil limbah dalam mengendalikan limbah maupun mengelola limbahnya. Melakukan penyuluhan kepada masyarakat, meningkatkan hukum merupakan kelengkapan dari penerbitan peraturan tersebut.

       Pengelolaan limbah industri memerlukan biaya yang tidak kecil, sehingga berpengaruh terhadap harga jual barang produksinya. Kemudian diharapkan para industriawan di desa Troso melakukan berbagai upaya agar limbah cair yang dihasilkan sedikit mungkin dan dengan memanfaatkan kembali limbah yang ada. Cara ini disebut dengan istilah Poduksi Bersih.

       Produksi Bersih adalah strategi pengelolaan limbah lingkungan yang bersifat preventiv, proaktif, terpadu dan diterapkan secara kontinu pada setiap kegiatan mulai dari hulu sampai dengan ke hilir yang terkait dengan proses produksi terhadap suatu produk. Tujuannya adalah untuk meningkatkan efisiensi penggunaan SDA, mencegah terjadinya pencemaran lingkungan dan mengurangi terbentuknya limbah mulai dari sumbernya, sehingga memperkecil resiko terhadap kesehatan dan keselamatan manusia serta kerusakan lingkungan.

       Langkah-langkah pencegahan pencemaran lingkungan dapat digambarkan dalam piramida terbalik, yaitu:

  1. Mengurangi limbah sejak dari sumbernya, baik dengan cara mengganti bahan baku proses produksi dalam industri maupun bahan proses yang menggunakan air sedikit mungkin.
  2. Mempelajari karakteristik limbah untuk mencari manfaat sehingga dapat difungsikan sebagai bahan baku yang perlu didaur ulang dan hasilnya bisa dimanfaatkan lagi.
  3. Mengolah limbah agar dibuang dengan aman lingkungan.
  4. Limbah dibuang langsung dengan metode secured land fill apabila limbah yang dibuang mengandung B3.

       Konsep pengelolaan limbah industri adalah usaha mncegah atau menekan beban cemaran seminimal mungkin, yaitu melalui pengendalian proses produksi sendiri(konsep produksi bersih). Baru pada tahap selanjutnya adalah mengolah air (sungai,selokan,dsb) atau dengan kata lain agar buangan industri sesuai dengan baku mutu lingkungan yang telah ditentukan.

     Adapun cara penanganan limbah cair adalah sebagai berikut :

  1. Penyaringan

     Limbah disaring atau difiltrasi untuk memisahkan partikel tersuspensi dari air.

  1. Flotasi

     Merupakan proses penanganan limbah dengan cara membuang dan memisahkan partikel yang mengapung diatas permukaan air.

  1. Absorbsi / penyerapan

     Proses ini dilakukan dengan menggunakan karbon sehingga partikel yang tidak dibutuhkan bisa terserap dan terpisah dari air.

  1. Pengendapan

     Pengendapan dilakukan dengan tujuan supaya bahan yang tidak mudah terlarut bisa terpisah dengan air. Proses ini dilakukan dengan cara menambah elektrolit.

  1. Penyisihan

     Penyisihan dapat dilakukan dengan cara mengoksidasi limbah cair sehingga zat rganis beracun bisa terpisah dengan air.

  1. Menghilangkan Material Organik

     Pada cara penanganan limbah cair ini dilakukan dengan cara memberikan mikroorganisme supaya materialorganik dalam air hancur atau hilang.

  1. Menghilangkan Organisme Penyebab Penyakit

     Pda proses ini, kita bisa menggunakan sinar ultraviolet ataupun menambah klorin.

  1. Penghancuran Partikel Perusak

     Hal ini diperlukan untuk melindungi alat dari partikel-partikel yang bersifat merusak.

  1. Menggunakan Kolam Oksidasi

     Ini merupakan metode penanganan limbah secara biologi.

  1. Pengurangan Limbah Cair

     Jumlah limbah cair yang bisa dikurangi dengan cara mengefisienkan proses produksi sehingga jumlah limbah cair yang dihasilkan bisa diminimalisir.

               Keuntungan pengelolaan limbah dengan produksi bersih :

  1. Penggunaan SDA lebih efisien
  2. Mengurangi atau mencegah terbentuknya bahan pencemar
  3. Mencegah berpindahnya percemar di satu media ke media lain
  4. Terhindar dari biaya pemulihan lingkungan
  5. Produk yang dihasilkan dapat bersaing di pasar internasional
  6. Mengurangi resiko terhadap kesehatan manusia dan lingkungan
  7. Mendorong dikembangkannya teknologi pengurangan limbah pada sumbernya dan produk akrab lingkungan.

        Dapat disimpulkan bahwa untuk memecahkan permasalahn pencemaran lingkungan di desa Troso akibat limbah cair yang dihasilkan dalam proses produksi kain tenun ikat Troso perlu diadakan sosialisasi dan pelatihan kepada warga desa Troso untuk mencegah terjadinya kerusakan lingkungan dan terciptanya lingkungan yang bersih, aman, dan nyaman.

#Tulisan ini dibuat untuk mengikuti Bidikmisi Blog Award di Universitas Negeri Semarang. Tulisan adalah karya saya sendiri dan bukan jiplakan

• Tuesday, November 10th, 2015

Assalamualaikum Wr.Wb.

Mahasiswa Unnes sebagai generasi rumah ilmu harus senantiasa membangun jiwa dan kepribadian yang positif, selalu meningkatkan ilmu pengetahuan dan ketrampilan yang dimiliki, dan memberikan kontribusi yang nyata kepada Bangsa Indonesia. Mahasiswa Unnes harus senantiasa membuka diri terhadap lingkungan sosial masyarakat untuk menambah ilmu pengetahuan, wawasan, dan pengalamannya, serta senantiasa membuka diri untuk membagikan ilmu pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki kepada masyarakat di sekelilingnya. Sehingga mahasiswa Unnes ikut berperan aktif dalam peningkatan taraf hidup masyarakat.

Mahasiswa lulusan Unnes harus senantiasa mengabdikan dirinya kepada masyarakat sehingga ilmu yang telah dimiliki tidak terbengkalai di dalam dirinya. Diharapkan mahasiswa Unnes dapat menjadi generasi rumah ilmu, yang selalu menghadirkan inovasi dan inspirasi dengan berbekal ilmu pengetahun, ketrampilan, serta pengalaman yang diperoleh dari Rumah Ilmu Universitas Konservasi.

Unnes merupakan universitas negeri bertaraf nasional yang sedang bermetamorfosis untuk menjadi universitas bertaraf internasional. Mahasiswa Unnes diharapkan tidak hanya mampu untuk berkontribusi dalam lingkup nasional saja namun dalam lingkup internnasioal pula. Di era sekarang ini, tantangan Bangsa Indonesia sangat kompleks. Salah satunya yaitu Mea. Sebagai kader perubahan bangsa, Para mahasiswa Unnes menjadi bagian penting Bangsa Indonesia dalam peningkatan daya saing Bangsa Indonesia baik di lingkup nasional, regional, maupun internasional. Para lulusan mahasiswa Unnes merupakan putra putri terbaik yang memiliki sumber daya manusia yang berkualitas, yang telah diperoleh dari Rumah Ilmu Universitas Negeri Semarang. Para mahasiswa Unnes juga merupakan calon pemimpin Bangsa Indonesia sehingga harus senantiasa menebarkan benih benih kebaikan untuk menyongsong perubahan bangsa Indonesia yang makmur dan  sejahtera.

Demikianlah pendapat saya mengenai tema “Membangun Rumah Ilmu untuk Mewujudkan Universitas Konservasi Bereputasi”. Apabila ada salah kata dan tutur bahasa yang kurang berkenan di hati saudara, saya  mohon maaf sebesar-besarnya. Saya senantiasa mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak, untuk lebih meningkatkan keterampilan menulis saya. Atas ketersediaan waktu saudara untuk membaca tulisan singkat saya ini, saya ucapkan terimakasih.

 

Wassalamu’alaikum Wr.Wb.

 

#2 Tulisan ini dibuat untuk mengikuti Bidikmisi Blog Award di Universitas Negeri Semarang. Tulisan adalah karya saya sendiri dan bukan jiplakan

 

• Tuesday, November 10th, 2015

Assalamualaikum Wr.Wb.

Rumah merupakan suatu bangunan yang special. Untuk membangunnya diperlukan kerangka bagian perbagian yang dikaitkan dan di susun sedemikan rupa sehingga bisa terbangun sebuah rumah. Ada pondasi, tiang, atap, dinding, lantai, pintu, jendela, dan lain-lain. Jika dalam islam solat merupakan tiang agama, jadi menurut saya yang menjadi tiang rumah ilmu adalah kualitas sumber daya manusia warga kampus itu sendiri, yang meliputi dosen, mahasiswa , maupun seluruh staf Universitas Negeri Semarang. Oleh karena itu, untuk membangun rumah ilmu untuk mewujudkan Universitas Konservasi Bereputasi maka setiap warga Unnes harus mempunyai sifat dan sikap yang menunjukkan hubungan harmonis dan dinamis antar sesama manusia,dan  antara manusia dengan alam. Para warga Unnes harus saling mengasihi, menyayangi, menjaga, melindungi, dan saling membantu antar sesama. Di Unnes, mahasisanya berasal dari berbagai penjuru baik dari pulau Jawa maupun dari luar pulau Jawa seperti Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Papua, dan lain-lain. Mereka bertemu dan menimba ilmu bersama di Rumah Ilmu Universitas Konservasi. Tidak ada suatu hal yang membedakan antara warga Unnes yang satu dengan warga Unnes yang lain baik dari status social, agama, dan budaya. Tetapi perbedaan-perbedaan tersebut harus dijadikan sebagai sesuatu yang saling melengkapi. Para warga Unnes harus saling membantu dan mendukung satu sama lain untuk mewujudkan Universitas Konservasi Berepurtasi. Mahasiswa Unnes harus senantiasa meningkatkan ketekunan, keuletan, kerja keras, dan senantiasa meningkatkan iman dan takwa kepada Tuhan yang Maha Esa. Sehingga diharapkan dengan berbekal ilmu pengtahuan dan teknologi mahasiswa Unnes mampu untuk berkontribusi dalam peningkatan daya saing Bangsa Indonesia menghadapi tantangan nasional, regional serta tatangan global.

Dalam berhubungan dengan alam seluruh warga Unnes harus senantiasa menjaga, merawat, dan melestarikan alam. Hal tersebut dapat dilakukan dengan cara mengaplikasikan 7 pilar konservasi Universitas Negeri Semarang. Ketujuh pilar konservasi tersebut adalah konservasi keanekaragaman hayati, arsitektur hijau dan sistem transportasi internal, pengelolaan limbah, kebijakan nirkertas, energi bersih, konservasi, etika, seni, dan budaya, serta kaderisasi konservasi. Sampai sekarang Unnes terus berusaha untuk mengaplikasikan ketujuh pilar konservasi tersebut secara maksimal. Di tahun 2015 ini Unnes telah meresmikan adanya mata kuliah umum konservasi bagi seluruh mahasiswa Unnes sebagai langkah untuk membangun kader-kader konservasi. Unnes juga terus mengadakan sosialisasi, pelatihan, serta pelaksanaan kegiatan untuk menguatkan pemahaman, penghayatan dan tindakan konservasi seluruh warga unnes.

 

Demikianlah pendapat saya mengenai tema “Membangun Rumah Ilmu untuk Mewujudkan Universitas Konservasi Bereputasi”. Apabila ada salah kata dan tutur bahasa yang kurang berkenan di hati saudara, saya  mohon maaf sebesar-besarnya. Saya senantiasa mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak, untuk lebih meningkatkan keterampilan menulis saya. Atas ketersediaan waktu saudara untuk membaca tulisan singkat saya ini, saya ucapkan terimakasih.

 

Wassalamu’alaikum Wr.Wb.

 

#1 Tulisan ini dibuat untuk mengikuti Bidikmisi Blog Award di Universitas Negeri Semarang. Tulisan adalah karya saya sendiri dan bukan jiplakan.