Daftar / Masuk
26
November

PAWUKON

Written by imam fauzi. rev="post-7" No comments Posted in: ANTROPOLOGI

PENDAHULUAN

A. Pengantar
Dinamika pada Desa Ngadas tidak terlepas pada kenyataan bahwa desa ini merupakan desa yang menjunjung tinggi nilai-nilai kerukunan masyarakat Tengger. Sebagai desa yang memiliki sistem hidup sendiri dalam menjalankannya, Desa Ngadas tidak melupakan nilai-nilai yang diyakini bersama oleh Suku Tengger. Penduduk Desa Ngadas masih menjunjung tinggi dan berpegang teguh adat istiadat Tengger. Sifat ramah tamah, bergotong royong dan hidup rukun masih sangat kental melekat dalam kesehariannya. Kendali pemerintahan formal maupun adat dipimpin oleh Kepala Desa (Petinggi) yang sekaligus sebagai Kepala Adat. Dukun adat hanya berperan sebagai pemimpin ritual upacara adat (Icwan Susanto, 2012).
Masyarakat yang sangat akrab dengan rasa kebersamaan serta kegotongroyongannya merupakan

bentuk dari sistem kekompakan yaitu paguyuban. Paguyuban yang diartikan sebagai bentuk kehidupan bersama dimana anggotanya diikat oleh hubungan batin yang murni dan bersifat alamiah serta bersifat kekal (Ferdinand Tonnies, 1960). Dasar hubungan tersebut ialah cinta dan rasa kesatuan yang penulis dapatkan secara langsung dari tetua adat (Dukun Pandhito) desa Ngadas. Paguyuban inilah yang menjadi keyakinan bersama masyarakat di Desa Ngadas. Bentuk konkret dari paguyuban ini dapat terlihat juga dari proses musyawarah sebagai jalan pembentuk kebijakan desa. Walaupun memiliki satu dukun Pandhito beserta kepala desa sebagai pemimpin tertinggi pemerintahan desa, masyarakat desa Ngadas tetap berpegang teguh pada nilai-nilai yang diwariskan oleh nenek moyang dan warisan tersebut telah menjadi kesepakatan bersama untuk deaplikasikan dalam kehidupan keseharian.
Berbagai bentuk kebudayaan masyarakat desa Ngadas suku Tengger mulai dari religi, kesenian, bahasa, mata pencaharian, hingga sistem pemerintahan memiliki kekhasan tersendiri. Perbedaan yang terlihat pada bentuk sistem pemerintahan yaitu seorang kepala desa dengan didampingi beberapa dukun desa, terdapat beberapa dukun yaitu dukun khitan, dan dukun pandhito . Selain bentuk-bentuk kebudayaan tersebut, suku Tengger juga memiliki penhitungan kalender yang sama dengan sistem kalender di Bali yakni kalender Saka.
Suku Tengger sudah mengenal dan mempunyai sistem kalender sendiri yang mereka namakan Tahun Saka atau Saka Warsa, jumlah usia kalender suku tengger berjumlah 30 hari (masing-masing bulan dibulatkan),tetapi ada perbedaan penyebutan usia hari yaitu antara tanggal 1 sampai dengan 15 disebut tanggal hari,dan 15 sampai 30 disebut Panglong Hari (penyebutannya adalah Panglong siji,panglong loro dan seterusnya) . Pada tanggal dan bulan tertentu terdapat tanggal yang digabungkan yaitu tumbuknya dua tanggal.
Perhitungan Tahun Saka di Indonesia jatuh pada tanggal 1 (sepisan) sasih kedhasa (bulan ke sepuluh), yaitu sehari setelah bulan tilem (bulan mati), tepatnya pada bulan Maret dalam Tahun Masehi (Supriyono, 1992). Melalui kalender ini masyarakat suku Tengger juga meramalkan kepribadian setiap anak yang baru lahir yakni dengan menggunakan penghitungan pawukon/wuku . Wuku adalah nama sebuah siklus waktu yang berlangsung selama 30 pekan. Satu pekan atau satu minggu terdiri dari tujuh hari sehingga satu siklus wuku terdiri dari 210 hari. Perhitungan wuku (bahasa Jawa: pawukon) terutama digunakan di Bali dan Jawa. Di Jawa salah satunya yaitu masyarakat Suku Tengger.
Sehubungan hal tersebut, tulisan ini memaparkan bagaimana pandangan masyarakat suku Tengger pada umumnya, dan masyarakat Ngadas khususnya mengenai kepercayaan watak/sifat seorang anak dikaitkan dengan hari dan tanggal kelahirannya berdasarkan pada penghitungan pawukon.

B. Rumusan Masalah

  1. Bagaimana hubungan sistem keyakinan masyarakat suku Tengger mengenai pawukon dengan kepribadian anak?
  2. Bagaimanakah wujud kebudayaan suku Tengger (pawukon) dilihat dari teori Fungsionalisme Bronislaw Malinowski?
  3. Bagaimanakah wujud kebudayaan suku Tengger (pawukon) dilihat dari teori Difusi Kebudayaan F. Graebner?

PEMBAHASAN

A. Pawukon
Ide dasar perhitungan menurut wuku ini adalah bertemunya dua hari dalam sistem pancawara (pasaran) dan saptawara (pekan) menjadi satu. Sistem pancawara atau pasaran terdiri dari lima hari, sedangkan sistem saptawara terdiri dari tujuh hari. Dalam satu wuku, pertemuan antara hari pasaran dan hari pekan sudah pasti. Misalkan hari Sabtu-Pon terjadi dalam wuku Wugu. Menurut kepercayaanyang dianut orang Bali dan Jawa, semua hari-hari ini memiliki makna khusus.
Pawukon adalah salah satu ilmu yang ada di kalender Jawa. Kata dasar dari pawukon adalah wuku. Satu wuku berjumlah 7 hari dan di dalam pawukon terdapat 30 wuku, terhitung dari hari Minggu hingga Sabtu.Wuku tersebut adalah Sinta, Landep, Wukir, Kurantil, Tolu, Gumbreg, Warigalit, Wariagung, Julungwangi, Sungsang, Galungan, Kuningan, Langkir, Mandasiya, Julungpujud, Pahang, Kuruwelut, Marakeh, Tambir, Madangkungan, Maktal, Wuye, Manahil, Prangbakat, Bala, Wugu, Wayang, Kulawu, Dukut dan Watugunung. Setiap wuku mempunyai dewanya, watak hingga peruntungannya masing-masing. Misal pada wuku Tolu yang mempunyai dewa Batara Bayu, berwatak suka tempat yang tenang dan baik hatinya (Joe, 2013).
Menurut Joko Budiarto (dalam Soeprapto, 2010) sebagai penanda hari yang disertai perwatakannya, wuku tidak berdiri sendiri. Biasanya penyebutannya dibarengkan dengan nama hari yang memiliki siklus 7 (Minggu / Ahad, Senin, Selasa, Rabu, Kamis, Jumat, Sabtu) dan nama hari yang bersiklus 5 (Paing, Pon, Wage, Kliwon, Legi). Sebagai suatu sistem penanda hari beserta perwatakannya, dalam kalender Jawa modern, wuku telah menyatu dengan budaya Barat (tarikh Masehi) dan budaya Jawa yang dipengaruhi agama Islam (tahun Jawa) maupun budaya Islam itu sendiri (tahun Hijriah), karena telah disatukan dengan keberadaan tahun Masehi, tahun Jawa, dan tahun Arab. Khusus di Bali, telah disatukan pula dengan sistem tahun Saka. Sebagaimana diketahui tahun Masehi dan Saka menggunakan sistem peredaran matahari, karena itu dinamakan tahun Surya atau Qomariah. Sedangkan tahun Jawa dan tahun Hijriah menggunakan sistem peredaran bulan, karena itu dinamakan tahun Rembulan atau Syamsiah. Setiap wuku terdiri dari 7 hari. Pergantian wuku dimulai setiap hari Ahad / Minggu. Biasanya, disebutkan lengkap dengan pasarannya (siklus hari khas Jawa / Bali), seperti Ahad Paing, dsb. Masing-masing sudah disertai ciri-ciri perwatakan atau karakternya. Cara menandai perwatakan atau karakter hari dan pasaran dalam setiap siklus wuku, termasuk agak rumit, karena juga mempertimbangkan karakter bulan Jawa dan jenis windu. Sebagaimana dikenal dalam tradisi Jawa, ada bulan-bulan tertentu yang baik untuk beraktivitas ini itu dan ada bulan-bulan tertentu yang dianjurkan dihindari untuk keperluan tertentu. Juga ada siklus 8 tahunan (windu), yakni Kunthara, Sangara, Sancaya dan Adi, dengan karakternya masing-masing pula.
Karakter hari yang disertai pasaran dan wuku, penentuannya menggunakan perhitungan yang memperhatikan siklus tahun, bulan dan windu. Pengetahuan tentang hal itu sesungguhnya dapat dipelajari. Tetapi kebanyakan orang pengin matangnya saja. Hanya sedikit orang yang dapat menentukan karakter hari berdasarkan pasaran dan wuku.
Kata pawukon dalam bahasa Indonesia identik dengan perwukuan. Kata tersebut dibentuk dari kata dasar ‘wuku’ dengan menampat imbuhan ‘pa-an’ (Jawa) atau ‘per-an’ (Indonesia). Kata ‘wuku’ itu sendiri memiliki makna ‘rahsa’ atau rasa, yakni rasa yang dimiliki oleh manusia. Dalam pandangan tradisi Jawa, rasa dapat dibagi menjadi 3, yakni rasa luar (njaba), rasa dalam (njero) dan rasa sejati. Rasa luar menyangkut rasa yang langsung menyentuh kulit, daging dan tulang manusia. Misalnya, panas, dingin, sakit, manis, asin dsb. Rasa dalam berhubungan erat dengan rasa yang dirasakan perasaan atau hati dan jiwa manusia, seperti sedih, senang, bahagia, tenteram, dendam, cinta, sayang, kecewa dsb. Sementara rasa sejati lebih banyak berkaitan dengan rasa yang dapat dirasakan oleh jiwa yang terdalam. Rasa kategori ini merupakan rasa yang dapat menerima ilham dari alam gaib. Menurut budayawan Jawa Soenandar Hadikoesoema, rasa yang terkandung dalam kata ‘wuku’ termasuk jenis rasa dalam, yakni jenis rasa yang merupakan pengejawantahan hidup manusia. Jadi sejatinya, wuku berkaitan erat dengan kehidupan perasaan, hati, pikiran, dan jiwa manusia secara langsung. Rasa dalam jiwa manusia adalah jenis rasa yang bekerja dengan daya cipta manusia menggerakkan semua pekerti manusia yang bersangkutan (Jawa: rasa kang makertekake solah bawaning manungsa). Dalam perkembangan kehidupan manusia, pekerti yang menyangkut watak, perilaku dan tindakan manusia, menentukan nasib manusia. Sebagai suatu sistem, wuku tidak berdiri sendiri, melainkan memiliki keterkaitan dengan kehidupan manusia. Masih menurut Soenandar, pengetahuan tentang pawukon dapat juga dipahami sebagai pengetahuan tentang lelakon atau perjalanan hidup manusia menurut kodrat masing-masing. Dan berdasarkan coraknya, pawukon menyerupai pengetahuan tentang horoskop dalam ilmu perbintangan (astrologi). Dengan demikian pawukon identik dengan ilmu perbintangan ala Jawa.
Sampai saat ini, pawukon masih diyakini sebagai pengetahuan asli Jawa, yakni jenis pengetahuan yang telah ada sebelum masuknya berbagai pengaruh dari luar, baik pengaruh yang dibawa agama Hindu dan Budha maupun pengaruh yang dibawa agama Islam. Jauh sebelum kedatangan bangsa asing yang membawa agamanya masing-masing, pulau Jawa telah dihuni oleh suatu suku bangsa yang memiliki pengetahuannya sendiri. Dalam konteks pawukon, sistem pengetahuan yang dimiliki suku bangsa asli penghuni pulau Jawa adalah sistem pengetahuan penanda hari (Sumardi, 2014 wawancara KKL).
B. Kerangka Teori

1. Teori Fungsionalisme Bronislaw Malinowski (1884-1942)
Kebudayaan lahir untuk menjawab kebutuhan manusia, menekankan pada aspek fungsi. Menggambarkan suatu kebudayaan terkait pada hubungan antara sistem kebudayaan dengan lingkungan alam sekitar, berbagai macam unsur kebudayaan dan masyarakat penduduknya . Sehingga seluruh aktivitas kehidupan masyarakat tampak terbayang di depan mata kita sebagai suatu sistem sosial berintegrasi secara fungsional (Koentjaraningrat, 1980:165).
2. Teori Difusi Kebudayaan F. Graebner (1877-1934)
Gejala persamaan unsur-unsur kebudayaan di berbagai tempat di dunia disebabkan karena persebaran atau difusi dari unsur-unsur itu ke tempat lan (Koentjaraningtrat, 1980:110).
Metode klasifikasi unsur-unsur kebudayaan dari berbagai tempat di muka bumi kedalam berbagai Kulturkreis dijelaskan dalam buku Methode der Ethnologie (1911) oleh F. Graebner. Sarjana yang awalnya adalah konservator museumdi Berlin, dan kemudian di Koln. Graebner mendapat ide untuk menggunakan suatu cara baru untuk menyusun benda-benda kebudayan di museum. Benda-benda itu biaanya disusun menurut tempat asalnya, tetapi Graebner mencoba untuk menyusunnya berdasarkan persamaan dari unsur-unsur tersebut.

C. Analisa dan Aplikasi teori
Masyarakat desa Ngadas selain memiliki perhitungan pekan yang biasanya digunakan untuk menentukan kepribadian seseorang berdasarkan hari pasaran dan tanggal lahirnya yang disebut dengan Wuku/Pawukon. Wuku adalah nama sebuah siklus waktu yang berlangsung selama 30 pekan. Satu pekan atau satu minggu terdiri dari tujuh hari sehingga satu siklus wuku terdiri dari 210 hari. Perhitungan wuku (bahasa Jawa: pawukon) terutama digunakan di Bali dan Jawa. Di Jawa salah satunya yaitu masyarakat Suku Tengger. Tiap-tiap wuku mempunyai watak sendiri-sendiri, watak wuku dapat dipergunakan untuk mengetahui dasar watak bayi lahir sebagai funsi dari kepercayaan yang dianut oleh masyarakat Ngadas, suku Tengger Probolinggo Jawa Timur. Nama-nama wuku yang berjumlah tiga puluh didasarkan pada suatu kisah mengenai suatu kerajaan yang dipimpin oleh Prabu Watugunung. Raja ini memiliki istri bernama Sinta dan dikaruniai 28 putra. Nama-nama semua tokoh inilah yang menjadi nama-nama setiap wuku. Setiap wuku menurut kepercayaan kaum tradisional di Bali dan Jawa dilindungi oleh seorang pelindung, penjelasan beserta perwatakan masing-masing wuku sebagai berikut:
1. Sinta, dewanya sangyang Yamadipati = wataknya seperti raja dan pendita, banyak kemauan, keras, cepat bahagia,  bakat kaya harta benda. Memanggul tunggul = mudah mendapatkan kesenangan hidup. Kaki belakang direndam dalam air = perintahnya panas didepan dingin belakang. Pohonnya : Kendayakan = jadi pelindung orang susah, dan orang minggat. Burungnya : Gagak = mengerti petunjuk gaib. Gedungnya didepan = memperlihatkan simbul kekayaannya, pradah hanya lahir. Bahayanya : Berada di pertengahan umur. Tangkalnya : selamatan nasi pulen beras sepitrah dikukus, lauknya daging kerbau seharga 21 keteng dimasak pindang, membelinya tidak menawar. Selawatnya 4 keteng. Doanya : Tolak bilahi. Candranya : Endra = gemar bertapa brata, angkuh, suka kepada kepanditan. Ketika kala wuku berada ditimu laut, selama 7 hari tak boleh mendatangi tempat kala.
2. Landep, dewanya sangyang Mahadewa = bagus rupanya, terang hatinya, gemar bersemadi. Kakinya direndam dalam air = perintahnya keras didepan dingin dibelakang, kasih sayang. Pohonnya : Kendajakan = jadi pelindung orang sakit, orang sengsara dan orang minggat. Burungnya : Atatkembang = jadi kesukaan para agung, jika menghambakan diri jadi kesayangan. Gedungnya didepan = memperlihatkan kekayaannya, pradah hanya lahir. Bahayannya : korobohan pohon. Tangkalnya : Selamatan tumpeng beras sepitrah dikukus. Lauknya daging rusa dicacah lalu dibakar. Selawatnya 4 keteng. Doanya : Kabul. Candranya : Surating raditya = tajam ingatannya, dapat mengerjakan segala pekerjaan, dapat menggrirangkan hati orang lain.
3. Wukir, dewanya sangyang Mahayekti = besar hatinya, menghendaki lebih dari sesama. Tunggalnya : didepan = akhirnya hidup senang. Menghadapi air di jembung besar = baik budi pekertinya. Pohonnya : Nagasari = bagus rupaya, sopan-santun, jika bekerja dicintai oleh majikannya. Burungnya : Manyar = tak mau kalah dengan sesama, dapat mengerjakan segala pekerjaan. Gedungnya didepan = memperlihatkan kekayaannya, pradah hanya lahir. Bahayanya : dianiaya. Penangkalnya : selamatan nasi uli, beras sepritah dikukus, daging ayam ayam putih dimasak pakai santan dan sayur lima macam. Selawatnya 4 keteng. Doanya rajukna. Candranya : Gunung artinya jika didekati sulit dan berbahaya jika dilihat dari jauh menyedapkan pemandangan. Ketika kolo wuku berada ditenggara, dalam 7 hari tidak boleh mendatangi tempat kolo.
4. Kurantil, dewanya sangyang Langsur = pemarah. Memanggul tunggal = akhirnya mendapat kesenangan hidup. Air dalam jimbung besar disebelah kiri = serong hatinya. Pohonnya : Ingas = tak dapat untuk berlindung, karena panas. Burungnya : Salinditan = tangkas. Gedungnya terbalik didepan = murah hati. Bahayanya : jatuh memanjat.
Penangkalnya : selamatan tumpeng beras sepitrah dikukus, lauknya daging ayam lereng dipecal. Selawatnya 7 keteng. Doanya : rajukna dan pina. Candranya : Woh-wohan = tak tentu rejekinya.Ketika kolo wuku berada dibawah, dalam 7 hari tak boleh turun dari gunung dan tak boleh menggali tanah.
5. Tolu, dewanya batara bayu = dapat menyenangkan hati orang lain, kalau marah berbahaya, tak dapat dicegah, Tunggulnya : dibelakang = kebahagiannya terdapat dibelakang hari. Pohonnya : Wijayamulya = sangat indah rupanya, tajam roman mukanya, tinggi adat-istiadatnya, teliti, suka pada kesunyian, selamat hatinya. Burungnya : Branjangan = riang tangan, cepat bekerjanya. Gedungnya didepan = suka memperlihatkan kekayaannya, pradah hanya lahir. Bahayanya = ditanduk atau disiung. Penangkalnya : selamatan nasi uduk beras sepitrah dikukus, lauknya daging ayam dimasak dengan santan. Selawatnya 3 keteng. Doanya : Kabul. Candranya : Wangkawa = angkuh, tidak tetap, suka bohong.Ketika kolo wuku berada dibarat-laut, dalam 7 hari tak boleh mendatangi tempat kala.
6. Gumbreg, dewanya sangyang cakra = keras budinya, segala yang dikehendakinya segera tercapai, tak mau dicegah, pengasih. Kakai sebelah yang didepan direndam dalam air = perintahnya dingin didepan, panas dibelakang. Pohonnya : beringin = jadi pelindung keluarganya, budinya tinggi. Burungnya : ayam hutan = liar, dicintai oleh para agung, suka tinggal ditempat sunyi. Gedungnya dikirikan = penyayang, jika marah taka sayang kepada harta bendanya. Bahayanya : tenggelam atau kejatuhan dalam. Tangkalnya : selametan nasi pulen beras sepitrah dikukus, lauknya daging ayam berumbun yang masih muda dan daun-daun 9 macam. Selawatnya 4 keteng. Doanya : Rajukna. Candranya : Geter nekger ing wijati = hening pikirannya, perkataannya nyata redhoan.Ketika “kala wuku” berada di Selatan menghadap utara, dalam 7 hari tidak boleh memandang wajah kala.
7. Warigalit, dewanya sangyang asmara = bagus rupanya,senang asmara, cemburuan, hatinya mudah tersentuh, Pohonnya : sulastri = bagus rupanya, banyak yang cinta. Burungnya : kepodong – cemburuan, tak suka berkumpul dengan orang banyak. Bahayanya : tersangkut suatu perkara. Tangkalnya : selametan nasi urap beras sepitrah dikukus, lauknya daging kerbau ranjapan (pembelian bersama-sama), dimasak getjok. Selawatnya 8 keteng. Doanya : tolak bilahi. Candranya : kaju kemladean ngajak sempal = dimana-mana dapat tumbuh. Ketika “kala wuku” berada diatas, dalam 7 hari tidak boleh mendatangani tempat kala
8. Warigagung, dewanya sanghyang mahajekti = berat tanggungannya, berkeinginan. Tunggulnya : dibelakang – rejekinya dibelakang hari. Pohonnya : cemara = rame bicaranya, lemah lembut perintahnya dan dihormati. Burungnya : betet = keras kemauannya, pandai mencari kehidupan. Gedungnya dua buah dibelakang dan didepan = ichlasnya hanya setengah. Bahayanya : dimarahi temannya. Penangkalnya : selamatan nasi uduk bers sepitrah dikukus, lauknya daging bebek dimasak gurih dan daun-daunan 5 macam. Selawatnya 5 keteng. Doanya : rasul. Candranya : Ketug lindu = menepati perkataannya, jika marah menakutkan, tidak mau menerima takdir. Ketika “kala wuku” berada di utara menghadap ke selatan, dalam 7 hari tidak boleh mendatangani tempat kala.
9. Julungwangi, dewanya sanghyang sambu = tinggi perasaannya, tidak boleh disamai. Mengahadap air dijembung = pradah ikhlasan, akan tetapi harus diperlihatkan harum = dicintai oleh orang banyak. Burungnya kutilang = banyak bicara dan perkataannya dipercayai orang, dicintai para pembesar. Bahayanya : diterkam harimau. Tangkalnya : selamatan nasi pulen beras sepitrah dikukus, lauknya daging ayam brumbun dan uang suwang (+/- 81 ½ sen). Selawatnya : kucing. Doanya Tolak bilahi. Candranya : kasturi arum angambar = segala kehendaknya belum terjadi telah tersiar banyak yang cinta.
10. Sungsang, dewanya sanghyang gana = pemaranh, gelap hati. Air dijebung didepannya +/- pradah, ikhlasan, harus diperlihatkan pemberiannya, banyak rejekinya. Pohonnya : tanganan = tak suka menganggur, keras budinya, suka kepada kepunyaan orang lain. Burungnya : nori = pemboros, jauh kebahagiaannya, murka. Gedungnya terbalik dibelakang = ikhlasan dengan tidak pakai perhitungan. Bahayanya : kena besi. Tangkalnya : selamatan nasi megana dan tumpeng betas 2 pitrah, daun-daunan 9 macam dicampur dalam tumpeng. Selawatnya 10 keteng. Doanya : Kabul. Candranya : sekar wora-wari bang = besar amarahnya, tetapi mudah dicegah. Ketika “kala wuku” berada di timur dalam 7 hari tidak boleh mendatangani tempat kala.
11. Galungan, dewanya sangyang Komajaya = teguh hatinya, dapat melegakan hati orang susah, cinta pada perbuatan baik, jauh kepada perbuatan jahat. Memangku air dalam bokor =suka bersedekah, pengasih, namun sedikit rejekinya. Pohonnya : Tanganan = ringan tangan, keras budinya, gampang suka pada kepunyaan orang lain. Burungnya : Bido = besar nafsunya, murka. Bahayanya : berselisih.Penangkalnya : selamatan nasi beras sepitrah dikukus, lauknya daging kambing. Doanya : Selamat pina. Candranya : peksi wonten ing luhur = jika mencari hasil dengan menundukkan kepala, sebab gora-goda. Ketika kolo wuku berada di selatan daya, dalam 7 hari tak boleh mendatangi tempat kala.
12. Kuningan, dewanya sangyang Indra = melebihi sesama, tinggi derajatnya. Pohonnya : Wijayakusuma = rupanya sangat indah, sangat puaka, tinggi budinya dan teliti, menghindari keramaian, selamat hatinya. Burungnya : Urang-urangan = cepat bekerjanya, lekas marah, pemalu. Gedungnya dibelakang, jendelanya tertutup = hemat. Bahayanya = diamuk..Penangkalnya : selamatan nasi punar beras sepitrah dikukus, lauknya daging kerbau membelinya beramai-ramai, digoreng. Selawatnya 11 keteng. Doanya : Kabul. Candranya : Garojogan = rame bicaranya, banyak bohong.Ketika kolo wuku berada di Barat, dalam 7 hari tak boleh mendatangi tempat kala
13. Langkir, dewanya sangyang Kala menggigit bahunya sendiri = besar nafsunya, tidak sayang kepada badannya sendiri, yang melihat takut, buruk adat-istiadatnya, tidak mau menurut, murka, banyak larangan. Pohonnya : Ingas dan cemara tumbang = panas hati, tak boleh didekati orang, Penangkalnya : selamatan nasi uduk beras sepitrah dikukus, lauknyadaging kambing dan ikan dimasak pakai santan, sayuran secukupnya. Selawatnya 5 keteng. Doanya : Slametpina. Candranya : Redi gumaludug = bicaranya menakutkan, tetapi tidak mengapa.Ketika kolo wuku berada di selatan daya, dalam 7 hari tak boleh mendatangi tempat kala.
14. Mandasia, dewanya sangyang Brama, kuat budinya, pemaran, tak mau memberi ampun, jika marah tak dapat dicegah, tegaan. Pohonnya : Asam = kuat dan dicintai orang banyak, jadi pelindung sengsara. Burungnya : Platukbawang = kuat budinya, cepat pekerjaannya, tidak sabaran. Gedungnya terguling didepan = hemat dan banyak rejekinya. Bahayanya : Kena api dan dijahili orang. Penangkalnya : selamatan nasi merah beras sepitrah dikukus, sayur bayam merah, daging ayam merah dipindang dan bunga setaman yang merah. Selawatnya uang baru 40 keteng. Doanya : Slamat. Candranya : Watu item munggeng papreman lan wreksa gung lebet tancepnya = sabar, tetapi jika marah kejam.Ketika kolo wuku berada diatas, dalam 7 hari tak boleh mendatangi tempat kala.
15. Djulungpujut, dewanya sangyang guretno, = suka kepada keramaian, tersiar baik, mempunyai kedudukan yang lumayan. Menghendaki bukit = besar kemaunnya, tak suka diatasi, menghendaki memerintah. Pohonnya : Rembuknya = indah warnanya, tidak berbau, dimana-mana jadi kunjungan orang. Burung : Prijohan = besar kemauannya, halus budinya. Bahayanya : diteluhPenangkalnya : selamatan tumpeng beras sepitrah dikukus, daging ayam merah dipanggang, daun- daunan 9 macam. Selawatnya 30 keteng. Doanya : Balasrewu dan Kunut. Candranya : Palwa ing samodra = kesana-kemari mencari nafkah, rejekinya tidak kurang.Ketika kolo wuku, berada di utara dan selatan, dalam 7 hari tak boleh mendatangi tempat kala.
16. Pahang, dewanya sangyang tantra = perkataannya melebihi sesama, tidak sabaran menepati janji. Jembungnya disebelah kiri dibelakangnya = suka jalan serong. Memanggul senjata tajam = waspada, kasar perkataannya, panas hati, suka bertikai. Pohonya : Kendayaan = jadi pelindung orang sakit, orang sengsara dan orang minggat. Burung : Cocak = gelatak bicaranya. Gedung telentang = boros.
Bahayanya : dianiaya.Penangkalnya : selamatan nasi uduk beras sepitrah, lauknya daging ayam dimasak sansan, daun-daunan 11 macem. Selawatnya 9 keteng. Doanya : Rasul.Candranya : Pulo katinggal saking tebih = tersiar semua tingkah lakunya, lahirnya suci, batinnya kotor, angkuh, selalu susah.Ketika kolo wuku berada di Barat-Laut dalam 7 hari tak boleh mengunjungi tempat kala.
17. Kuruwelut, dewanya sanhyang wisnu : tajam ciptanya, tinggi dan selamat budinya, melebihi sesama dewa. Memanggul : cakra = tajam hatinya, berhati-hati. Pohonnya : parijata = jadi pelindung dan besar kebahagiaannya. Burungnya : puter = jika berbicara mula-mula kalah, akhirnya menang, tidak pernah bohong, tidak suka terhadap perkataan yang remeh. Gedungnya didepan = memperlihatkan kekayaannya, puaka tak dapat dipermudah. Bahayanya : kena racun daun. Tangkalnya : selamatan bermacam-macam sayuran, jajan pasar, sekar boreh, tindihnya uang lama sebaranDoanya : tawil. Candranya : tirta wening = sedikit bicaranya, suci hatinya, diturut perintahnya, jadi tempat pengungsian. Ketika “kala wuku” berada diatas, dalam 7 hari tidak boleh mendatangitempat kala.
18. Mrakeh, dewanya sangsyang surenggana = tawakal hatinya, agak ingatan, berkesanggupan, berani kepada kesulitan. Tunggulnya membalik = lekas hidup senang. Pohonnya : Trengguli = buahnya tidak berguna. Tak mempunyai burung = tak boleh disuruh jauh, tentu mendapat bahaya. Gedungnya dipanggul = memperlihatkan pemberian. Bahayanya : tenggelam. Tangkalnya : selamatan nasi uduk, daging ayam mulus dimasak dengan santan dan bermacam-macam ketan. Selawatnya 100 keteng.Doanya : tolak bilahi. Candranya : pandam ageng amerapit = tawakal, mempunyai hati kasihan kepada orang miskin. Ketika “kala wuku” berada di utara, dalam 7 hari tak boleh mendatangi tempat kala.
19. Tambir, dewanya sanghyang siwa = lahir dan batinnya terkadang berlainan. Pohonnya : Upas = bukan tempat perlindungan, tajam perkataannya. Burungnya : prenjak = tahu petunjuk gaib, suka membuat perkabaran yang mengherankan, . Gedongnya ditengah = tinggi percaya dirinya Bahayanya : terkena pasangan. Tangkalnya : selamatan nasi pulen beras sepitrah diliwet, lauknya daging bebek dan ayam dipindang, kuah merah dan putih dan ketimun 25 buah. Selawatnya : pisau baja dan jarum satu. Doanya : slamet dina. Candranya : idune lir upas ratjun = dihargai semua perkataannya. Ketika “kala wuku” berada di barat daya, dalam 7 hari tidak boleh mengunjungi tempat kala.
20. Madangkungan, dewanya sanghyang basuki : ahli bicara, tawakal, tetap hatinya. Pohonnya : plasa = hanya jadi perhiasan hutan, tidak ada gunanya. Burungnya : pelug = suka tinggal di air, suka tinggal ditempat sunyi. Gedungnya di atas = mendewa-dewakan kekayaannya, tawakal, hemat. Bahayanya : dibunuh pada waktu malam. Tangkalnya: Selamatan nasi punar beras sepitrah dikukus, lauknya daging ayam kuning (wiring kuning) dan berumbun, digoreng, jenang merah pada waktu hari kelahirannya. Selawatnya : 5 keteng. Doanya : ngumur. Candranya : umajang kang tetabuhan = menepati perkataan, dan dapat menyenangkan hati orang lain. Ketika “kaa wuku” berada di timur, dalam 7 hari tak boleh mendatangi kala
21. Maktal, dewanya sanghyang sakri = lurus hatinya, baik pekerjaannya. Pohonnya : nagasari = bagus rupanya, lemah lembut tutur katanya, dicintai oleh pembesar. Burungnya : ayam hutan = liar dan tinggi budinya, banyak tanda-tandanya akan mendapat bahagia, suka tinggal ditempat sunyi. Gedungnya ditumpangi tunggal = kaya benda dan dihormati. Bahayanya = bertikai. Tangkalnya : selamatan nasi uduk, daging ayam dan bebek dimasak 2 macam, dipindang dan dimasak dengan santan, niatnya : ngrasul. Selawatnya 4 keteng. Doanya : rasul. Candranya : lesus awor lan pancawara = lebar pemandangannya, dalam pikirannya. Ketika “kala wuku” berada di timur laut, dalam 7 hari tak boleh mendatangi kala
22. Wuje, dewanya betara kuwera = menggirangkan hati orang lain, perkataannya lurus dan mengherankan, singkat hati, tetapi sebentar baik. Memasang keris terhunus disebelah kaki = waspada dan tajam hatinya. Pohonnya : Tal = panjang umurnya, besar tanda kebahagiannya, kuat dan tetap hatinya. Burungnya : gogik = cemburuan, tak suka kepada keramaian. Gedungnya terlentang didepan = pengasih.
Bahayanya : diteluh. Tangkalnya : selamatan jajan pasar secukupnya dan bermacam-macam ketan seharga sataksawe (+/- 10 sen). Yang dibeli dahulu madu untuk selanunggal rum arum = peteng hati, sukar dijalani, suka kepada bau harum, besar kehendaknya. Ketika “kala wuku “ berada di barat, dalam 7 hari tak boleh mendatangi tempat kala.
23. Manahil, dewanya sangyang Citragatra = menjunjung diri sendiri, dapat berkumpul ditempat ramai, bakat angkuh, selalu bersedia-sedia untuk membela diri. Air dijembung dibelakangnya = Arum perintahnya, akan tetapi tak mempunyai pangkat. Memangku tombak terhunus = waspada dan tajam hatinya. Pohonnya : Tageron = sedikit faedahnya, liat hatinya. Burungnya : Sepahan = liar budinya, tajam pikirannya. Bahayannya : terkena senjata tajam.Penangkalnya : selamatan nasi liwet beras sepitrah, lauknya daging ayam dan ikan, sayuran secukupnya, sambal gepeng. Selawatnya 8 keteng. Doanya : Selamat tolak bilahi. Candranya : Trenggana abra ing wijit = sabar segala kemauannya, tak suka menganggur, banyak kemauannya.Ketika kala wuku berapa di Tenggara, dalam 7 hari tak boleh mendatangi tempat kala.
24. Prangbakat, dewanya sangyang Bisma = pemarah, tangkas, pemalu, memperlihatkan watak prajurit, menghendaki jadi pemimpin orang, lurus pembicaraannya, segala yang dikehendaki tak ada sukarnya. Kakinya kanan direndam dalam air jembung = perintahnya dingin didepan panas dibelakang. Pohonnya : Tirisan = panjang umurnya, cukup rejekinya, tetap pikiranya. Burungnya : urang-urangan = cepat kerjanya. Bahayanya : memanjat atu karena tingkahnya sendiri. Tangkalnya : selamatan nasi tumpeng beras sepitrah, lauknya daging sapi, dimasak bumbu manis, sayuran secukupnya. Selawatnya : pacul. Doanya : aelamat pina. Candranya : wesi trate pulasani = keras hatinya, cepat kerjanya, pemberi, jujur, belas kasihan. Ketika “kala wuku” berada dibawah, dalam 7 hari tak boleh turun dari gunung dan menggali tanah.
25. Bala, dewanya batari Durga = suka berbuat huru-hara,membuat berita, jahil, suka bercampur dengan kejahatan, tak ada yang ditakuti, pandai sekali bertindak jahat. Pohonnya : cemara = ramai bicaranya, lemah lembut perintahnya dan dihormati.
Burungnya : Ayam hutan = liar budinya, dicintai oleh pembesar, tinggi budinya, banyak tanda-tanda akan mendapat bahagia, suka tinggal ditempat yang sunyi. Gedungnya didepan = memperlihatkan kekayaannya, pradah dilahir. Bahayanya : diteluh dan kena upas.Penangkalnya : selamatan nasi tumpeng beras sepitrah dikukus, sayur 7 macam, panggang ayam hitam. Selawatnya 40 keteng. Doanya : Rajukna : Udan salah mangsa = rejekinya dari jual beli.Ketika kala wuku berada di Barat-Laut, dalam 7 hari tak boleh mendatangi tempat kala.
26. Wugu, dewanya sangyang Singajala = banyak akal, lekas mengerti, baik budinya. Pohonya : Wuni sedang berbuah = siapa yang melihat bagaikan mengidam, akan tetapi jika telah makan, sering mencela, banyak rejekinya. Burungnya : Podang = cemburuan, tidak suka berkumpul. Gedungnya tertutup dibelakang = hemat dan pendia. Bahayanya : digigit ular dan disia-sia. Penangkalnya : selamatan nasi pulen beras sepitrah dikukus dan bermacam-macam ketan, jajan pasar, lauknya daging bebek putih sejodoh dimasak dengan santan. Selawatnya 10 keteng. Doanya: Selamat. Candranya : awang-uwung = baik budinya.Ketika kala wuku berada di sebelah Selatan, dalam 7 hari tak boleh mendatangi tempat kala.
27. Wayang, dewanya batari Sri = banyak rejekinya, pradah, bakti, teliti, dingin perintahnya dicintai oleh orang banyak. Jembung berisi air didepan dan duduk disitu = sejuk hatinya, sabar, rela hati, akan tetapi harus diperlihatkan pemberiannya. Pasang keris terhunus = perintahnya mudah didepan, sukar dibelakang. Pohonnya = Cempaka = dicintai oleh orang banyak Burungnya = Ayam hutan = dicintai oleh pembesar, liar budinya, berbakat angkuh, senang tinggal ditempat yang sunyi. Bahayanya : kenah tulah dan difitnah.Penangkalnya : selamatan nasi tumpeng beras sepitrah dikukus, daging kambing kendit dimasak macam-macam ketan, ayam dimasak sesukanya, sayuran secukupnya. Selawatnya 40 keteng. Doanya : selamat. Candranya : damar murub, bumi langit = selamat, banyak ilmunya.Ketika kolo wuku berada diatas, dalam 7 hari tak boleh naik.
28. Kulawu, dewanya sangyang Sadana = kuat budinya, besar harapannya. Duduk dijembung berisi air ditepi kolam = sejuk hatinya, dingin perintahnya. Membelakangi senjata tajam = pikirannya terdapat dibelakang, kurang pandai. Pohonnya : Tal = panjang umurnya, besar harapannya, kuat budinya. Burungnya : Nori, boros, murka. Gedungnya didepan = memperlihatkan kekayaannya, pradah hanya lahir. Bahayanya : terkena bisa. Penangkalnya : selamatannasi golong beras sepitrah dikukus, lauknya daging ayam dan bebek yang berwarna merah, ikan dan daging burung, dimasak sekehendahnya. Selawatnya 5 keteng. Doanya : Kabula. Candranya : Bun tumetes ing sendang = ketika kecil miskin, akhirnya besar kebahagiannya, banyak rejekinya.Ketika kala wuku berada di Utara, dalam 7 hari tak boleh mendatangi tempat kala.
29. Dukut, dewanya sangyang Sakri = keras hatinya. Menghadapi keris terhunus = waspada, tajam pikirannya, segala yang dilihatnya berhasrat dipunyainya. Pohonnya : Pandan wangi = kiri tempatnya, dengki, tak boleh didekati. Burungnya : Ayam hutan = dicintai oleh para pembesar, liar dan tinggi budinya, besar harapannya, suka tinggal ditempat sunyi. Membelakangi gedungnya = hemat dan pendiam. Bahayanya : dimedan perang.Penangkalnya : selamatan nasi tumpeng beras sepitrah dikukus, lauknya panggang ayam putih mulus dan ayam brumbun. Selawatnya satakswawe. Doanya : Slamet. Candranya : tunggul asri sesengkeraning nata = bagus rupanya, penakut.Ketika kala wuku berada di Barat, dalam 7 hari tak boleh mendatangi tempat kala.
30. Watugunung, dewanya sangyang Antaboga dan batari Nagagini. Antaboga = senang tinggal alam untuk bertapa. Nagagini = gemar kepada asamara. Menghendaki janji = suka bertapa ditempat yang sunyi, jika menjadi pendita, mendapat kehormatan, gemar bersemedi, sering bersedih hati. Pohonnya : Wijayakusuma = rupawan, tinggi budinya, tidak suka pada keramaian, terlihat angkuh, teliti. Burungnya : Gogik = cemburuan. Bilahinya: teraniaya. Penangkalnya : selamatan beras sepitrah dikukus, lauknya daging binatang yang diburu, binatang berliang, burung, semuanya yang halal, dimasak bermacam-macam jenang, daun-daunan 7 macam. Selawatnya 9 keteng. Doanya : Mubarak. Candranya : Lintang wulan keraianan = terang hatinya, tetapi tidak bercahaya.Ketika kala wuku berapa di timur, dalam 7 hari tak boleh mendatangi tempat kala.
Penghitungan pekan (pawukon) terdapat pula pada sistem kepercayaan masyarakat Bali dalam meramalkan watak atau kepribadian anak yang baru lahir. Hal tersebut memvisualisasikan adanya penyebaran kebudayaan (difusi) pada masyarakat Jawa (Tengger) dan masyarakat Bali. Dapat dikatakan bahwa kebudayaan pawukon pada suku tengger adalah A dan kebudayaan pawukon di Bali adalah B, namun terdapat persamaan unsur kebudayaan pada kedua daerah tersebut yakni digunakan untuk memperhitungkan/meramalkan watak atau kepribdian anak. Sehingga dapat disebutkan bahwa unsur kebudayaan A adalah a (Jawa, Tengger) dan unsur kebudayaan B adalah b (Bali) .

PENUTUP

  1. Kesimpulan
    Pawukon adalah salah satu ilmu yang ada di kalender Jawa. Kata dasar dari pawukon adalah wuku. Satu wuku berjumlah 7 hari dan di dalam pawukon terdapat 30 wuku, terhitung dari hari Minggu hingga Sabtu.
  2. Banyak pihak, termasuk warga kelompok etnis Jawa sendiri, dan terlebih lagi kalangan generasi muda, belum memahami apa itu dengan jelas. Bagi sebagian besar orang Jawa, pengetahuan tentang wuku atau pawukon masih agak samar-samar.
  3. Bagi masyarakat sekarang boleh jadi hal-hal sebagaimana tercantum dalam pawukon akan dianggap berbau takhayul. Bahkan mungkin saja akan dipandang ‘ngayawara’ alias membual. Soal itu sah-sah saja. Masalahnya tergantung dari mana kita memandangnya (berdasarkan keyakinan yang kita miliki secara pribadi maupun kelompok) dan juga dari perspektif mana (negatif-positif, pesimis-optimis, pikiran baik (positive thinking) / pikiran jelek (negative thinking). Kini adalah jaman demokrasi, pandangan seperti apa saja diberi tempat dan juga diberi peluang untuk dikemukakan. Yang penting seseorang atau pihak tertentu jangan sampai memaksakan pendapat atau pandangannya terhadap pihak lain.
  4. Sampai saat ini, pawukon masih diyakini sebagai pengetahuan asli Jawa, yakni jenis pengetahuan yang telah ada sebelum masuknya berbagai pengaruh dari luar, baik pengaruh yang dibawa agama Hindu dan Budha maupun pengaruh yang dibawa agama Islam. Jauh sebelum kedatangan bangsa asing yang membawa agamanya masing-masing, pulau Jawa telah dihuni oleh suatu suku bangsa yang memiliki pengetahuannya sendiri. Dalam konteks pawukon, sistem pengetahuan yang dimiliki suku bangsa asli penghuni pulau Jawa adalah sistem pengetahuan penanda hari.
  5. Sistem penghitungan pekan (pawukon) menjadi wujud dari penerapan Teori Fungsionalisme dan Difusi Kebudayaan khususnya yang dicetuskan oleh Bronislaw Malinowski dan F. Graebner dengan menggunakan metode penelitian yang ilmiah.

Daftar Pustaka

Koentjaraningrat. Sejarah Teori Antropologi I. Jakarta:UI-Press,1980
Koentjaraninrat. Sejarah Teori Antropologi I. Jakarta:Ui-Press, 2010
Soekanto, Soerjono. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta:Rajawali Pers,2012
Tanaya. Primbon Jawa Pawukon,1972

0 Responses

Stay in touch with the conversation, subscribe to the RSS feed for comments on this post.

Some HTML is OK

or, reply to this post via trackback.