Riau adalah sebuah provinsi di Indonesia yang terletak di bagian tengah pulau Sumatera. Provinsi ini terletak di bagian tengah pantai timur Pulau Sumatera, yaitu di sepanjang pesisir Selat Melaka. Hingga tahun 2004, provinsi ini juga meliputi Kepulauan Riau, sekelompok besar pulau-pulau kecil (pulau-pulau utamanya antara lain Pulau Batam dan Pulau Bintan) yang terletak di sebelah timur Sumatera dan sebelah selatan Singapura. Kepulauan ini dimekarkan menjadi provinsi tersendiri pada Juli 2004. Ibu kota dan kota terbesar Riau adalah Pekanbaru. Kota besar lainnya antara lain Dumai, Selat Panjang, Bagansiapiapi, Bengkalis, Bangkinang dan Rengat. Luas wilayah provinsi Riau adalah 87.023,66 km², yang membentang dari lereng Bukit Barisan hingga Selat Malaka. Riau memiliki iklim tropis basah dengan rata-rata curah hujan berkisar antara 2000-3000 milimeter per tahun, serta rata-rata hujan per tahun sekitar 160 hari. Provinsi ini memiliki sumber daya alam, baik kekayaan yang terkandung di perut bumi, berupa minyak bumi dan gas, serta emas, maupun hasil hutan dan perkebunannya. Seiring dengan diberlakukannya otonomi daerah, secara bertahap mulai diterapkan sistem bagi hasil atau perimbangan keuangan antara pusat dengan daerah. Aturan baru ini memberi batasan tegas mengenai kewajiban penanam modal, pemanfaatan sumber daya, dan bagi hasil dengan lingkungan sekitar.
Penyebab Kebakaran Hutan di Sumatera
Sepuluh persen daratan indonesia terdiri dari lahan gambut dimana paling banyak ditemukan di Pulau Sumatera,Kalimantan dan Papua.Lahan gambut merupakan lahan basah yang banyak mengandung karbon yang terbentuk dari sisa sisa tumbuhan yang setengah membusuk.Umumnya gambut sangat sulit dibakar namun saat dalam kondisi kering gambut menjadi sangat mudah terbakar karena kandungan karbon yang tinggi.Asap yang ditimbulkan dari gambut tiga kali lebih banyak dari pembakaran biasa.Karena hutan di Riau terdiri dari lahan gambut sehingga saat musim kemarau sangat mudah terbakar di sisi lain karena ulah perusahaan yang tidak bertanggung jawab yang membakar hutan untuk dijadikan lahan pertanian baru.Mereka lebih memilih membuka lahan dengan dibakar karena lebih murah dan lebih mudah,hanya dengan membayar sejumlah uang kepada warga sekitar untuk membakar lahan mereka bisa membuka berhektar-hektar.Cara ini lebih murah ketimbang menyewa alat berat untuk membersihkan lahan selain itu harga lahan akan naik.Riset CIFOR mencatat bahwa terjadi kenaikan harga lahan sekitar Rp 3 juta setelah pembakaran lahan.Sebelum terbakar, harga lahan berkisar Rp 8 juta, dan setelah terbakar menjadi Rp 11 juta per hektar. Setelah ditanami sawit, harganya berlipat lagi, sekitar Rp 50 juta, dan bisa mencapai Rp 100 juta per hektar apabila ditanami sawit bibit unggul.Alasan inilah yang menjadikan perusahaan lebih memilih membuka lahan dengan cara dibakar.
Upaya untuk Mengatasi Kebakaran Hutan
Antisipasi kebakaran hutan dan lahan dapat dilakukan dengan cara membuat suatu indikator potensi kebakaran versi Indonesia sebelum terjadi kebakaran. Indikator ini yang akan dijadikan sebagai rujukan tingkat potensi kebakaran dari suatu wilayah sehingga kebakaran dapat diantisipasi dan bila memungkinkan untuk dicegah. Kepada pengelola hutan perlu dilakukan pengawasan dengan penuh tanggung jawab, agar mereka tunduk pada aturan yang berlaku tidak melakukan pembakaran untuk membuka lahan baru, baik ketika diawasi maupun tidak diawasi. Selanjutnya dampak kebakaran hutan dan lahan ini terus menerus disosialisasikan kepada seluruh masyarakat agar peristiwa serupa tidak terulang kembali. Langkah yang terpenting dari semua ini adalah penegakan hukum yang tegas, tidak pandang bulu, dan konsisten, yaitu sanksi dan hukuman bagi yang terbukti melanggar peraturan pemerintah dalam kebakaran hutan.
Cara kedua yang efektif dan telah beberapa kali dilakukan dan berhasil (1997, 1998 dan 2001) yaitu menggunakan Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC). Penerapan TMC untuk mengatasi kebakaran hutan dan lahan ini adalah sebagai teknologi alternatif apabila asap sudah terakumulasi. Kebakaran hutan yang meluas tidak mungkin dipadamkan dari permukaan karena fasilitas jalan ke lokasi kebakaran di hutan sangat terbatas sehingga mobilisasi mobil pemadam kebakaran dan pasukan pemadam menjadfi terbatas. Oleh karena itu pemadaman kebakaran hutan dari udara dengan menerapkan TMC sangat mungkin untuk dilakukan.