Bahasa adalah alat komunikasi yang paling dasar pada setiap kelompok masyarakat. Bahasa selain sebagai alat komunikasi dan interaksi antar anggota dalam masyarakt, juga berfungsi sebagai alat pemersatu bangsa. beragamanya kelompok masyarakat etnis yang ada di Indonesia menyebabkan beragamnya pula jenis bahasa yang berlaku di Indonesia. Dalam tulisan kali ini, saya akan mencoba memaparkan materi menganai persamaan dan perbedaan budaya, bahasa, dialek, tradisi lisan yang ada di masyarakat setempat.
Menurut Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa (1983) dialek adalah sistem kebahasaan yang dipergunakan oleh satu masyarakat untuk membedakan dari masyarakat lain.
Ragam bahasa yang digunakan oleh sekelompok anggota masyarakat di suatu wilayah tertentu yang membedakannya dari bahasa yang dipakai oleh sekelompok anggota masyarakat di wilayah lainnya yang disebut dialek. Misalnya, bahasa Indonesia dialek Minang yang diucapkan oleh orang di daerah Padang akan berbeda dengan bahasa Indonesia dialek Jawa yang diucapkan oleh orang di daerah Solo.
Tradisi lisan adalah Merupakan foklor lisan yang di rumuskan sebagai bagian dari kebudayaan yang diciptakan, disebarluaskan dan diwariskan dalam bentuk kelisanan, seperti cerita rakyat dan nyanyian rakyat dari nenek moyang yang secara turun temurun diwariskan kepada masyarakat.
Berbicara tentang persamaan dam perbedaan bahasa dan dialek di suatu daerah dapat diambil contoh seperti bahasa Jawa. Bahasa Jawa sesuai dengan keadaan geofisik Pulau Jawa, maka kita dapat membedakan beberapa subdaerah linguistik yang masing-masing mengembangkan dialek-dialek bahasa Jawa yang perbedaannya antara yang satu dengan lain terlihat jelas sekali.
Di bagian barat Jawa terdapat daerah aliran Sungai Serayu yang berasal dari kompleks Pegunungan Dieng, Sindoro, Sumbing, yang mengalir ke arah barat daya sebelum akhirnya bermuara di Samudra Hindia di sebelah selatan Pulau Jawa. Orang-orang Jawa yang tinggal di daerah aliran sungai ini mengucapkan suatu dialek Banyumas yang khas, di mana vokal bawah belakang dalam bahasa Jawa umum diucapkan sebagai vokal bawah tengah yang sering kali diakhiri dengan pita suara tutup pada akhir kata.
Di daerah aliran Sungai Opak, Praga, dan hulu Sungai Bengawan Solo, di tengah-tengah komplek Gunung Merapi-Merbabu-Lawu, dipergunakan dialek Jawa Tengah Solo-Jogja. Daerah ini juga merupakan daerah pusat kebudayaan Jawa – Keraton yang dianggap sebagai daerah sumber dari nilai-nilai dan norma-norma Jawa. Dengan demikian, dialek Solo – Jogja juga dianggap sebagai “bahasa Jawa yang beradab”. Dalam dialek ini penggunaan bahasa Jawa dengan sistem kesembilan gaya bertingkat itu benar-benar sudah berkembang mencapai kerumitan yang luar biasa.
Di sebelah utara daerah ini terdapat dialek Jawa pesisir yang dipergunakan di kota-kota daerah pantai utara. Dialek ini tidak jauh berbeda dari dialek Solo-Jogja. Bagian barat daerah subkebudayaan pesisir sangat dipengaruhikebudayaan dan bahasa Sunda yang tampak pada dialek Cirebon, Indramayu, Tegal, dan daerah-daerah sekitarnya.
Sebelah timur daerah subkebudayaan Jawa Tengah adalah Sungai Brantas yang juga melingkupi daerah-daerah sekitar Madiun dan Kediri di bagian baratnya, dan Kota Malang, Lumajang, dan Jember di bagian timurnya. Logat yang diucapkan di daerah itu sangat dipengaruhi oleh dialek Solo-Jogja dan bahkan mirip sekali, kecuali yang dipakai di delta Sungai Brantas, khususnya Kota Surabaya yang memiliki dialek yang sangat khas pula.
Bahasa Jawa yang dipakai di daerah pantai Jawa Timur sangat banyak terpengaruh bahasa Madura, yaitu suatu bahasa yang sama sekali berbeda dengan bahasa Jawa. Adapun bahasa yang dipergunakan di ujung timur Pulau Jawa, yaitu Banyuwangi dan Blambangan banyak dipengaruhi oleh bahasa Bali.
Di ujung sebelah barat Pulau Jawa, yaitu di sebelah barat daerah kebudayaan Sunda, terdapat daerah Banten yang menggunakan suatu logat bahasa Jawa yang khas. Daerahnya mencakup daerah sebelah barat Kota Jakarta hingga Kota Merak, dan ke arah selatan berbatasan dengan Kota Bangka Belitung dan Pandeglang. Penduduk di daerah ini berbicara dua bahasa (bilingual), yaitu bahasa Jawa, Banten dan Bahasa Sunda, tetapi di Kota Serang, yang merupakan ibu kota daerah itu, terutama memakai bahasa Sunda.
Berikut persamaan dan perbedaan dari bahasa, dialek dan tradisi lisan yang ada dalam masyarakat setempat.
Persamaan antara bahasa, dialek, tradisi lisan terletak pada berasal dari daerah masing-masing. Ketiganya sama-sama berasal dari daerah tempat tinggal masing-masing. Bahasa, dialek, dan tradisi lisan digunakan untuk menyambung komunikasi dengan masyarakat lain. Selain itu juga sama-sama mendapatkan pengaruh dari budaya lain. Biasanya terdapat kata yang sama dalam bahasa antara daerah satu dengan daerah lainnya tetapi mempunyai makna yang berbeda. Persamaan kata inilah yang terkadang membuat seseorang salah persepsi. Bahasa, dialek, dan tradisi lisan tidak dapat lepas dari kehidupan manusia sehari-harinya. Oleh karena itu, ketiganya sama-sama penting di semua daerah.
Perbedaan bahasa, dialek, tradisi lisan terletak pada kondisi geografis. Setiap daerah mempunyai kondisi geografis yang berbeda yang menyebabkan munculnya bahasa, dialek, dan tradisi lisan yang berbeda. Misalnya, pada daerah pegunungan masyarakat cenderung mempunyai sifat yang lembut sesuai kondisi lingkungannya. Dengan kondisi tersebut, menyebabkan seseorang mempunyai gaya bahasa dan dialek lebih halus dalam berbicara. Sedangkan pada daerah pesisir masyarakat cenderung mempunyai sifat yang keras sesuai dengan kondisi lingkungannya. Sehingga menyebabkan seseorang mempunyai gaya bahasa dan dialek lebih keras dalam berbicara. Tradisi lisan setiap daerah pun mempunyai perbedaan karena cerita rakyat atau legenda berasal dari daerah masing-masing yang memperlihatkan kekhasannya. Harapannya walaupun setiap daerah mempunyai bahasa, dialek, dan tradisi lisan yang berbeda tetapi tidak menurunkan tingkat solidaritas antar sesama masyarakat.
Daftar Pustaka :
Sutardi, Tedi. 2007. Atropologi: Mengungkap Keragaman Budaya (untuk kelas XI SMA/MA). Bandung: PT. Setia Purna Inves
Supriyanto,2009 “Antropologi Kontekstual” Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional
Recent Comments