Pendahuluan
- Latar Belakang
Setiap kehidupan masyarakat sudahlah pasti semua diorganisasikan, atau dengan kata lain segala macam tindakan manusia pastilah diatur oleh banyak peraturan, misalnya seperti peraturan adat-istiadat dan berbagai macam aturan mengenai berbagai macam kesatuan di lingkungan tempat manusia hidup dan manusia bersosialisasi setiap harinya. Sistem dari bentuk organisasi yang paling dekat adalah sistem kekerabatan keluarga inti yang dekat dengan sanak-saudara yang lainnya dan ada juga suatu kesatuan di luar keluarga terdekat namun masih dalam lingkungan komunitas. Kekerabatan adalah suatu hubungan antara setiap individu yang memiliki silsilah yang sama baik silsislah dalam bilogis maupun dalam bentuk perkawinan.Dalam hal ini hubungan kekerabatan adalah suatu prinsip yang mendasar untuk mengelompokkan manusia dalam kelompok sosial, peran, dan kategori dalam istilah. Dalam masyarakat pengaruh industrialisasi sudah masuk dan sudah mendalam. Hal ini tampak bahwa fungsi kekerabatan yang sebelumnya menjadi hal yang sangat terpenting dalam banyak bidang kehidupan individu, sekarang sudah mulai berkurang dengan adat-istiadat yang mengatur sistem kekerabatan setiap individu.
- Tujuan
Tujuan dari tulisan ini adalah untuk menjelaskan kepada pembaca dan penulis tentang organisasi yang ada dalam sistem kekeluargaan masyarakat Jawa serta. Tulisan ini juga dapat menjelaskan hubungan kekerabatan dalam masyarakat Jawa serta perubahan-perubahan yang terjadi didalamnya.
- Mengapa menarik untuk dikaji
Hal-hal yang ada dalam yang ada dalam tulisan ini menarik untuk dikaji karena tulisan ini dapat menambah pengetahuan untuk penulis dan pembaca tentang sistem organisasi dan kekerabatan yang ada dikeluarga masyarakat Jawa serta dapat memberikan pengetahuan tentang perbedan sebelum dan sesudah kebudayaan itu berubah dan mengajak kita untuk menjaga dan melestarikan kebudayaan yang ada.
Hasil dan Pembahasan
Suku Jawa ini terkenal akan penyebarannya di setiap daerah yang ada di Indonesia dan bahkan dapat dikatakan setiap provinsi yang ada di Indonesia pasti diantaranya ada penduduk yang bersuku Jawa. Ikatan keluarga bagi masyarakat Jawa hanyalah sebuah unsur, misalnya kedudukan, umur, dan kekayaan yang memeberikan batasan-batasan dalam hubungan seseorang dengan orang lain.Dalam sistem kekeluargaan, masyarakat Jawa tidak mengenal sistem marga. Meskipun demikian, hubungan kekeluargaan di luar keluarga inti dianggap penting. Demikian juga keturunan dari seorang nenek moyang yang sama merupakan faktor penting dalam masyarakat Jawa dan dianggap sebagai kelompok yang termasuk kerabat. Sebenarnya ciri yang paling penting dalam pandangan masyarakat Jawa tentang ikatan keluarga itu adalah banyaknya kebebasan bertindak yang terbuka bagi seseorang. Bagi masyarakat Jawa orang tua, anak-anak dan suami atau istri mereka merupakan hal yang paling terpenting dalam hidup karena merekalah yang memberikan kesejahteraan, bimbingan moral, serta membantunya dari masa anak-anak ke masa tua dengan mempelajari nilai-nilai budaya Jawa.
Seperti yang diketahui bahwa bentuk dasar sistem terminologi dalam suku Jawa adalah bilateral dan generasional, yang bersisi dua dan turun-temurun. Maksudnya adalah bahwa istilah-istilah keluarga tersebut sama, apakah saudara perangkainya adalah ibu atau ayah. Dalam kebudayaan Jawa, semua anggota dari setiap generasi misalnya saja saudara seayah-seibu dan sepupu, disebut dalam istilah-istilah yang sama atau mirip. Namun semua anggota dari generasi kakek-nenek termasuk adik-kakak mereka disebut dengan istilah tersendiri, dan lain-lainnya. Hasilnya adalah suatu stratifikasi horizontal atas semua anak saudara tersebut. Setiap orang Jawa melihat dirinya sendiri ada di tengah-tengah sebuah tata jajaran kakek-nenek, ayah-ibu, kakak-adik, anak-anak, dan juga cucu-cucu.
Masyarakat Jawa juga terdapat prinsip senioritas, yaitu untuk membedakan seseorang itu termasuk kedalam senior atau junior di dalam keluarga. Dalam masyarakat Jawa saudara-saudara orangtua dibedakan berdasarkan usia mereka, apakah lebih muda atau lebih tua dibandingkan dengan orangtua tersebut dan untuk saudara sepupu, titik petunjuk ukuran kesenioran bukan berdasarkan umur, tetapi umur komparatif antara kedua orang sesaudara itu yang menjadi tali penghubung antara dua orang saudara sepupu misalnya saja, orang tua diri sendiri dan orang tua saudara sepupu atau kakek nenek mereka masing-masing.
Prinsip senioritas ini diterapkan bagi anggota keluarga yang masih tergolong ke dalam generasi sendiri, dan generasi orang tua sendiri, serta bahwa semua “kakek nenek” mempunyai kedudukan sama walaupun anak cucu mereka tidak demikian seperti halnya juga dengan semua “anak-anak”. Apabila orang Jawa telah dewasa, maka ia telah membatinkan bahwa kesejahteraanya bahkan eksistensinya tergantung pada kesatuan kelompoknya. Dengan demikian, secara piskologis, orang Jawa membutuhkan dua kaidah yang paling menentukan pola pergaulan dalam masyarakat Jawa, yaitu kerukunan dan prinsip hormat. Rukun secara psikologis diterjemahkan di dalam keadaan dimana tidak terdapat perasaan-perasaan negative, yaitu suatu keadaan yang aman dan tentram. Prinsip rasa hormat adalah setiap orang dalam bersikap dan membawa diri dalam hal pola interaksi dalam masyarakat Jawa. Prinsip ini mengatakan bahwa setiap orang dalam bersikap dan membawa diri serta dalam cara berbicara, hendaknya selalu harus memperlihatkan sikap hormat terhadap orang lain sesuai derajat dan kedudukannya. Dalam prinsip hormat ini, bahasa memainkan peranan yang penting, sebab dalam pemakaiannya, mengungkapkan tatanan yang ada. Penggunaan bahasa Jawa mengandaikan kesadaran akan kedudukan sosial masing-masing. Dan dalam kefasihannya menggunakan sikap-sikap hormat yang tepat, seorang Jawa mengembangkan sejak kecil lewat pendidikan keluarga, terutama dari sang ibu, khususnya dalam hal tatakrama. Sebab dalam pemeliharaan bentuk tatakrama yang terwujud dalam sikap tubuh, isi dan bentuk pembicaraan itu dimaksudkan untuk menciptakan situasi yang tenang dan mantap di segala bidang hubungan sosial yang ada, serta berlaku pula sebagai kekuatan pemersatu yang kuat dalam masyarakat Jawa. Tingkatan ketepatan pemakaian bahasa tersebut adalah bahasa Jawa ngoko, kromo, dan kromo inggil.
Dalam sistem kekerabatan keluarga Jawa mengenal istilah keluarga luas. Namun fakta yang terjadi adalah dikeluarga Jawa pada saat ini, sistem keluarga luas ini lama-kelamaan sudah mulai terkisis. Buktinya, banyak dikeluarga Jawa terjadi misalnya diambil dari garis keturun ayah istilah pemanggilan seorang anak kepada kakek dan nenek yang seharusnya adalah Mbah/Eyang. Tetapi pada saat ini sudah berubah dan memanggilnya dengan sebutan Atok-Nenek. Selain itu juga sistem pemanggilan kepada abang dan kakak dari ayah bukan lagi dengan sebutan PakDe-BuDe, melainkan dipanggil dengan sebutan Uwak. Termasuk juga dalam pemanggilan anak-anak dari kakak dan abangnya ayah, yang seharusnya untuk memanggilnya dengan sebutanMas-Mbakyu, tetapi seiring dengan berjalannya waktu sistem pemanggilan itu pun berubah menjadi Abang-Kakak. Walaupun demikian, dalam sistem kekerabatan keluarga ada juga beberapa orang diantaranya yang digunakan untuk pemanggilannyaMas-Mbak. Fakta yang terjadi lagi adalah yang seharusnya keponakan dari ayah memanggil seorang perempuan Bu Lik/Bu De tetapi mulai memanggil dengan sebutanTante/Ibu. Dan seharusnya lagi anak memanggil ayah dan ibu dari orangtua mereka dengan sebutan Eyang/Mbah, tetapi sistem pemanggilan ini sudah bergeser menjadiOpa-Omadan lain-lain.
Simpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari tulisan ini adalah ikatan keluarga bagi masyarakat Jawa hanyalah sebuah unsur, misalnya kedudukan, umur, dan kekayaan yang memberikan batasan-batasan dalam hubungan seseorang dengan orang lain. Sistem kekerabatan dapat melalui hubungan darah dan dapat juga melalui perkawinan serta sistem kekerabatan suku Jawa bersifat bilateral.Nilai yang paling dalam dan paling terserap itu dipertahankan tidak saja melalui cara-cara sosialisasi yang ditempuh oleh orang-orang tua Jawa atas anak-anak mereka, tetapi melalui struktur system pertalian keluarga sendiri.Sistem kekerabatan dalam masyarakat Jawasemakin hari sudah mulai bergeser serta mengalami banyak perubahan.
Daftar Pustaka
Koentjaraningrat, Kebudayaan Jawa, Jakarta: Balai Pustaka 1984
Geertz, Hildred, Keluarga Jawa. Jakarta: Grafiti Press 1983
https://kebudayaanindonesia.net/kebudayaan/1093
https://jawatimuran.wordpress.com/2013/03/23/istilah-kekerabatan-masyarakat-jawa
Menarik sekali tulisannya 🙂
Tentang budaya Jawa, penulisnya dari tanah Karo. Luar bias 😀
Sebaiknya dihilangkan kata “BAB 1 PENDAHULUAN” Karena ini bukan makalah namun artikel. Mengurangi keindahan penulisan. Terima kasih. 🙂
menarik sekali artikelnya,,,
kaka bagian latar belakang, tujuan, sama mengapa menarik untuk dikaji kok nomornya sama ya, mohon diperbaiki hehe :D:D:D