Sulit

Aku pernah jatuh untuk sekian kalinya.

Aku pernah menjadi hal yang buruk dalam sepi.

Aku pernah merasakan bagian yang amat pahit untuk di rasakan.

Dalam sepi aku bertanya?

Apakah ini bumbu rasa hambar dalam suatu harapan.

Berharap denganmu yang tak pasti.

Sudah,

Aku sudah lupa tentang perasaan ini.

Namun,

Mengapa memaafkanmu begitu mudah bagiku.

Aku sadar,

Melupakanmu bukanlah hal yang mudah.

Aku ingat,

Kemahiranku bukanlah melepaskanmu.

Tapi,

Mengapa kita diciptakan untuk saling menyakiti.

Seorang manusia bila ia berdiri

melakukan shalat Tahajjud

karena Allah , maka ia akan

mudah berdiri pada hari di mana

semua manusia akan berdiri

menghadap kepada

Rabb alam semesta.

Namun bila seseorang bersenang-senang

dan menghabiskan hari-harinya

dengan kesia-siaan maka ia akan

mendapatkan kesulitan di akhirat sana.

Maka seseorang yang lelah

di dunia ini, akan senang, bahagia

dan menikmati suasana

di akhirat sana.

Daun Yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin

“Daun yang jatuh tak pernah membenci angin, dia membiarkan dirinya jatuh begitu saja. Tak melawan, mengikhlaskan semuanya.

Bahwa hidup harus menerima, penerimaan yang indah. Bahwa hidup harus mengerti, pengertian yang benar. Bahwa hidup harus memahami, pemahaman yang tulus.

Tak peduli lewat apa penerimaan, pengertian, pemahaman itu datang. Tak masalah meski lewat kejadian yang sedih dan menyakitkan. Biarkan dia jatuh sebagaimana mestinya. Biarkan angin merengkuhnya, membawa pergi entah kemana.”
Tere Liye

Rindu

“Tidak mengapa kalau kau patah hati, tidak mengapa kalau kau kecewa, atau menangis tergugu karena harapan, keinginan memiliki, tapi jangan berlebihan. Jangan merusak diri sendiri. Selalu pahami, cinta yang baik selalu mengajari kau agar menjaga diri. Tidak melanggar batas, tidak melewati kaidah agama. Karena esok lusa, ada orang yang mengaku cinta, tapi dia melakukan begitu banyak maksiat, menginjak-injak semua peraturan dalam agama, menodai cinta itu sendiri.”
Tere Liye,

Kita hanyalah langkah-langkah yang pernah saling iring. Lalu saling hilang.

Kita hanyalah percakapan-percakapan di hari lalu. Yang sesekali teringat, namun tak lagi terasa hangat. Yang sesekali menjalar di kepala, namun tidak lebih dari hal yang sia-sia. Jangan membisikan harapan lagi, semua hanyalah sisa-sisa yang pernah membuat sia-sia hati.

Kita hanyalah langkah-langkah yang pernah saling iring. Lalu saling hilang. Memilih persimpangan dan tidak lagi satu tujuan. Teruskanlah jalanmu itu. Biar kuayunkan juga langkah panjang kakiku. Kita tidak perlu menghitung mundur langkah hari, sebab yang berlalu sudah kuanggap mati.

Tidak perlu lagi segala hal yang mengingatkan, sebab tak akan juga terhangatkan. Kamu tidak lagi akan pernah menjadi kita seperti dulu dalam diriku. Sebab, setelah hari kamu memilih persimpangan. Seperuh yang kuperjuangkan hilang tanpa tujuan. Hingga seseorang menemukan aku sendiri; mengajakku berjalan dan melangkah lagi.

#boycandra

Selamat Hari Ibu

Bu, aku tahu, saat menulis catatan ini. Hari ini hanya perayaan bersama satu hari. Hanya ucapan di media sosial. Di dunia nyata, kutahu kau mencintai –kucintai– sepanjang hidupmu, sepanjang hariku. Bahkan dirapuh tulangmu ditelan bumi nanti, kau tetap menjadi bagian paling berarti pada diri ini

Bu, tidak ada aku tanpa kau. Tidak berarti apa pun yang kuraih hari ini tanpa restu dan keikhlasanmu. Tubuhmu sudah mengalirkan darah-darah yang membawa tubuhku kemana-mana. Suaramu, mengajarkan bagaimana cara bersuara. Kasih sayang dan sedihmu, membuatku mengerti arti jatuh dan cinta.

Bu, maaf untuk segala salah dan ketidakpatuhanku. Maaf untuk segala luka yang menggores ruang di balik dadamu. Untuk air mata yang kau sembunyikan di balik seyum-senyum itu. Jika aku belum bisa menjadi anak yang membanggakan, kumohon tetap ikhlaslah mendoakanku agar selalu sadar diri, untuk terus bergerak menuju apa yang aku impikan.

Bu, di manapun engkau kini. Kau bawa selalu jiwa dan hal-hal yang melekat pada tubuh ini.

Melebihi rasa cinta, kau mencintaiku. Semoga aku pun mampu begitu.