Muda, cantik, pintar, dan memiliki semangat juang yang tinggi tidak cukup untuk mendeskripsikan Dea Valencia. Gadis yang lahir 21 tahun yang lalu di kota Semarang ini memiliki prestasi yang membanggakan Indonesia melalui bisnis batiknya yang mampu menembus pasar internasional.
Dea Valencia memulai bisnis batiknya yang diberi nama Batik Kultur di tahun-tahun pertama dia kuliah di Universitas Multimedia Nusantara, Semarang. Dea memang selalu memiliki keinginan untuk menjadi social culture entrepreneur yang mampu membawa Batik ke pasar internasional. Terlebih lagi, gadis yang memiliki nama lengkap Dea Valencia Budiarto itu menginginkan gadis Indonesia pada khususnya mengapresiasi batik sebagai salah satu budaya Indonesia yang berharga.
Pada awal karier menekuni dunia batik, Dea Valencia hanya fokus pada kain batik lawas dan memodifikasikannya menjadi koleksi pakaian sehari-hari. Saat ini, bisnis batiknya memproduksi 900 potong pakaian tiap bulan dengan pendapatan mencapai Rp. 3.5 Miliar per tahunnya.
Sejak usia 16 tahun, Dea sudah menggali kreativitasnya. Ketidaksanggupannya membeli batik yang ia inginkan justru menjadi awal mula kesuksesannya. Dea menggeledah batik-batik lawas, menggunting sesuai pola yang ia suka, dan membordirnya. Ia ciptakan pakaian dengan hiasan batik lawas berbordir tadi.
“Ini pakai batik lawas yang udah lama disimpan di lemari misalnya. Kan sering rusak, entah dimakan ngengat ataupun bolong kena banjir. Ya nggak bisa disimpan lagi kan? Makanya itu saya gunting-guntingin, misalnya bunga-bunganya. Nah dari situ saya bordir dan digabung dengan kain lain,” ungkap Dea
Dea memulai Batik Kultur benar-benar dari nol. Bahkan ia sendiri yang menjadi model Batik Kultur. Bahkan Dea sendiri yang mendesain produk Batik Kultur padahal ia mengaku tidak mahir menggambar.
“Desainernya saya sendiri padahal nggak bisa gambar. Imajinasi. Saya ada satu orang yang diandalkan, kerja sama dengan saya. Apa yang ada di otak saya transfer ke dia untuk dijadikan gambar,” kata Dea.
Salah satu prinsip Dea dalam memasarkan produknya yang sederhana dan menarik adalah dia tak mau menjual barang yang dirinya sendiri tidak suka.
“Kalau sudah jadi pasti saya bikin prototype ukuran saya sendiri. Saya coba, saya suka apa enggak? Karena saya nggak mau jual barang yang saya sendiri nggak suka. Jadi barangnya itu kalau dilihat tidak terlalu nyentrik, lebih seperti pakaian sehari-hari,” imbuhnya.
Selain visinya yang hebat, Dea Valencia memiliki rasa humanis yang patut ditiru. Bisnis batik Dea mempekerjakan lebih dari 75 orang dimana hampir setengahnya memiliki keterbatasan fisik. Ini adalah salah satu bentuk kepedulian terhadap sesama manusia.
“Saya juga mempekerjakan karyawan yang misal nggak ada kaki tapi tangannya masih bisa kerja. Penjahitnya ada enam yang tuna rungu dan tuna wicara. Pertimbangannya? Giving back to society (timbal balik kepada masyarakat),” terang Dea.
Kesuksesan memang tidak mengenal umur, namun juga harus melalui doa, kedisiplinan, kerja keras, dan semangat untuk terus berusaha.
liputan6.com