Seorang warga Bandung, Jawa Barat, mengembangkan kertas berbahan baku batang pisang. Kertas itu pun menarik minat pasar baik dalam maupun luar negeri.
“Harga kertas mulai dari Rp 3.800 hingga Rp 60 ribu per lembar. Yang membedakannya yakni dari proses pembuatan, bahan, warna, ukuran dan tekstur material. Nilai lebihnya menjadi peluang besar kertas jenis ini,” kata pemilik usaha Banana Paper Muhammad Syafiq di Bandung.
Ia mengatakan pesanan tak hanya datang dari warga Bandung, melainkan banyak juga dari mancanegara seperti Jepang, Amerika dan Malaysia. Sehari bisa memproduksi hingga 500 lembar tergantung banyaknya pesanan dan proses pembuatan.
“Pembeli dari Malaysia biasanya sengaja datang ke sini (Galery Banana Paper) untuk membeli kertas dan langsung pulang lagi,” katanya.
Beda jenis batang pisang beda pula proses dan harganya. Syafiq menggunakan batang pisang lokal yang biasa dipasok dari Cipatat, Bandung, dan batang pisang impor Abaca yang merupakan jenis pisang liar yang tumbuh di Filipina dan menyebar di Sumatra.
Ia menjelaskan, yang membedakanya yakni tekstur kertas dari batang pisang lokal lebih kasar dan melalui proses penggilingan menggunakan blender. Sementara kertas dari batang pisang Abaca lebih lembut daripada yang lokal dan dalam proses penggilingannya pun menggunakan mesin khusus.
“Pembelian batang pisang dihitung perkilo, biasanya beli satu mobil pickup habis dalam sepekan,” katanya.
Proses pembuatan dimulai dari melepaskan pelepah batang pisang yang kemudian dijemur. Setelah itu dipotong sekitar lima centimeter dan direbus dengan tambahan soda, lama merebus tiga hingga empat jam. “Kecuali tanpa soda bisa menghabiskan waktu seharian,” ujarnya.
Setelah pelepah lunak atau berwarna cokelat kemudian digiling dan dibleaching (diputihkan) dengan zat hidrogen peroksida kemudian diwarnai atau bisa juga tidak diwarnai. Kemudian dimasukkan ke dalam bak air lalu disaring dengan kawat nilon sebagai cetakan kemudian bisa ditempeli hiasan seperti daun alami. Setelah kering jadilah selembar kertas.
“Pewarnaan menggunakan pewarna alami dari gambir, teh, kopi dan bunga mawar atau warna sintetis dari pewarna tekstil. Keunggulan kertas ini tahan dari air,” katanya.
Ilmu pembuatan kertas didapat sejak dia ingin mencetak Alquran sendiri, ditulis sendiri dan bahan yang dibuat sendiri. Bermula saat bekerja di yayasan pencetak mushaf pertama di Indonesia yang kemudian dia kembangkan di Bandung secara mandiri.
Bukan hanya untuk mushaf justru dia mendiversifikasinya menjadi bermacam produk di antaranya dibuat box, frame, tas, kartu undangan dan hiasan ruangan.
republika.co.id