Kegiatan utamanya adalah penelitian di bidang biologi molekuler, namun Anton Lucanus (21) yang asal Australia ini juga sempat jadi aktor figuran film Tjokroaminoto hingga membuat LSM sosial di Indonesia. Serba bisa!
Perkenalannya dengan Indonesia sejak usia dini, 6 tahun, saat menginjak bangku SD di Perth, Australia. “Bahasa Indonesia sebenarnya wajib di Australia waktu saya SD, umur 6 tahun,” tutur Anton Lucanus dalam perbicangan dengan detikcom pada Jumat (7/8/2015) lalu.
Dua tahun berikutnya, saat berusia 8 tahun, Anton pertama kali pergi ke Indonesia dalam rangka liburan keluarga ke Bali. Disusul 7 tahun berikutnya, Anton mengikuti program pertukaran pelajar di sekolahnya untuk ke Indonesia.
“Umur 15 tahun saya ke Jakarta, membantu anak-anak di panti asuhan, di Puskesmas, itu hanya 10 hari. Sejak itu saya sudah menjadi pecandu Indonesia dan sejak itu saya balik lagi. Ada teman yang ke Indonesia dan dia mengajakku memperdalam bahasaku,” kenang dia.
Salah satu yang membuat Anton ‘kecanduan’ dan kemudian mempelajari bahasa Indonesia adalah keramahan warganya. Namun, dia melihat ironi di balik keramahan orang Indonesia, masalah sosial yang kompleks.
“Kita bisa lihat dari negara Australia, semua orang sangat mampu dan semuanya begitu sempurna. Kita tidak punya pikiran masalah seperti yang ada di Indonesia, tunawisma ada banyak, banyak yang harus dilakukan dan mau membantu,” jelas pemegang gelar sarjana sains dalam bidang anatomi dan biologi manusia dari The University of Western Australia.
Dalam bidang sains yang ditekuninya itu, Anton pernah menjalani pertukaran pelajar dan belajar di bidang biologi molekuler Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, menjalani kursus singkat biologi molekuler di University of California, Los Angeles-AS, hingga menjadi peneliti riset di Lembaga Eijkman Jakarta.
“Di Eijkman saya bisa dapat sampel darah dari seluruh Indonesia yang terkena penyakit aneh. Mereka (Lembaga Eijkman) mendiagnosis virus yang baru,” tuturnya.
Risetnya di Indonesia fokus pada virus demam berdarah dengue (DBD) dan chikungunya. Saat dihubungi detikcom, posisi Anton di Singapura untuk melanjutkan riset biologi molekuler di untuk penyakit kanker payudara.
“Proyek aku di Indonesia sudah selesai. Sekarang saya pelatihan lagi di bidang breast cancer, mencoba cari molekul yang menjadi penyebab breast cancer,” tutur pria yang kini menjalani penelitian kanker payudara di Yong Loo Lin School of Medicine, National University of Singapore (NUS).
Bergelut mengotak-atik virus selama di Indonesia tak membuat kehidupan Anton hanya ‘terinkubasi’ hanya di dalam laboratorium. Sebaliknya, dia bahkan meneruskan kerja sosial yang sudah akrab digelutinya sejak masa sekolah. Anton pun mendirikan LSM Feed Indonesia yang bertujuan memberi makan para tunawisma dan anak-anak jalanan.
“Feed Indonesia mencoba melakukan sesuatu yang baik, membagi makanan ke orang tunawisma di Indonesia, dua kali per minggu. Seperti ke kawasan Senen, banyak orang tunawisma di sana yang hidup Rp10 ribu per hari. Kita juga fokus pada anak-anak, bayi dan wanita hamil. Juga anak-anak jalanan di Jakarta Utara,” kata penerima beasiswa New Colombo Plan dari Pemerintah Australia ini.
Detik.com