Lily Dawis, Pelantun Lagu Anak Asal Indonesia yang dikenal sampai ke Mancanegara

Anda mungkin belum banyak mengenal siapa itu Lily Dawis. Apalagi bila mendengar bahwa dia adalah seorang komposer musik. Memang bila dibandinggkan dengan musisi-musisi terkenal tanah ari Lily Dawis bukanlah siapa-siapa, sebab dirinya adalah pemula dalam dunia permusikan. Namun meski masih pemula, karya Lily Dawis berupa senandung-senandung Anak malah disukai dan dikenal banyak orang bahkan dari luar negeri.

Sebenarnya, bahkan Lily Dawis tidak pernah terpikirkan untuk menjadi pencipta lagu profesional atau komposer. Ia dulunya hanya seorang ibu yang tulus bersenandung untuk anaknya di kala putrinya lahir, bisa berjalan dan momen-momen perkembangan si kecil lainnya yang diabadikan Lily lewat lagu dengan lirik sederhana hasil ciptaannya.

Cerita bermula pada Mei 2012 saat Lily banyak bersenandung dalam interaksi dengan buah hatinya dengan tujuan membuat anaknya nyaman dalam dekapannya. “Melodi dan lirik lagu keluar begitu saja,” kata Lily.

Kemudian tanpa sepengatuhan dirinya, selama ‘meninabobokan’ sang buah hati, melodi dan lirik lagu yang dinyanyikannya direkam oleh suami tercintanya. “Suami saya bilang lagunya enak. Dia yang mendokumentasikan semuanya, termasuk mengajari menggunakan voice recorder,” kenang nya.

Lily Dawis

Hingga telah terkumpul sebanyak 10 lagu, Lily mencoba untuk mematenkan lagu-lagunya itu. “Awalnya saya hanya ingin tahu lagu-lagu ini orisinal atau tidak. Satu-satunya yang bisa dijadikan pembanding adalah US Copyrights Office. Saya berniat mendaftarkan lagu ke sana, karena tempat itu ibarat bank lagu dari berbagai tempat,” ungkap penyandang gelar Bachelor of Science pada 1999 ini.

Rupanya, garis nasib baik sedang berpihak pada Lily. Dia menyatakan keinginan mendaftarkan lagu tersebut kepada rekannya yang seorang pengacara di AS. Kebetulan pula, rekannya ini merupakan istri dari seorang musisi kenamaan Indonesia, James F. Sundah.

Singkatnya kemudian Lily Dawis diminta untuk menyanyikan lagunya dihadapan James Sundah yang punya segudang pengalaman dan menjadi juri di ajang festival musik nasional maupun internasional.

“Karena pengalaman tersebut, setidaknya Bung James lebih tahu apakah lagu-lagu itu orisinal atau tidak. Saat diminta menyanyikan, tiba-tiba Bung James meminta saya untuk berhenti. Hal yang membuat saya terkejut, dia bilang lagu ini yang ditunggu 10—15 tahun ini,” kenang wanita yang juga memiliki usaha tas bermerek Kindle ini.

Menurut James F. Sundah, ada keistimewaan dan ketulusan yang disampaikan dengan bahasa intim, baik ke anak maupun ke si-ibu itu sendiri dari lagu-lagu tersebut. “Katanya sayang sekali lagu bagus jika hanya untuk dinikmati sendiri, padahal anak seluruh dunia butuh lagu ini,” ujar Lily menceritakan pengalamannya.

Secara keseluruhan terkumpul 12 lagu dalam bahasa Inggris dan 2 lagu dalam bahasa Indonesia. Membutuhkan waktu sekitar 2,5 tahun untuk menyelesaikan album tersebut, termasuk mencari sosok penyanyi anak yang tepat.

Album yang diberi label Bubbles of Love tersebut akhirnya dikemas dalam dua bahasa. Masing-masing album, baik dalam bahasa Inggris maupun bahasa Indonesia terdapat 14 lagu.

“Saya daftarkan 14 lagu itu ke AS. Secara tidak langsung ini juga mencatat sejarah sebagai album pertama dan satu-satunya orang Indonesia yang langsung semuanya terdaftar di negara itu,” imbuhnya.

Meski penjualan berfokus pada pasar di Indonesia, namun ternyata lagunya sudah banyak di download di banyak negara.

“Lagu saya sudah di download di Amerika, Inggris, Israel, Malaysia, Jepang, Korea dan lainnya,” terang Lily

Dia berharap album tersebut akan membawa nuansa baru, terutama bagi perkembangan musik anak-anak di Indonesia yang semakin ‘kering’ karya. Kondisi inilah yang membuat anak-anak banyak mendengar lagu yang belum sesuai dengan usia dan perkembangan mereka.

bisnis.com

Takon, Jejaring Sosial Tanya-Jawab Asli Jawa Timur

Semakin populernya gadget ternyata mendorong banyak sekali pengembang aplikasi yang berasal dari Indonesia, termasuk aplikasi yang satu ini. Takon adalah aplikasi yang mampu mengatasi kebanyakan masalah masyarakat Indonesia. Jika Anda sedang mengalami kesulitan mendapatkan informasi yang sederhana tentang apapun takon bisa menjadi asisten anda.

Takon adalah aplikasi sosial media berbasis tanya jawab denga cita rasa Indonesia. Berbeda dengan aplikasi-aplikasi sosial media lain yang mayoritas buatan luar negeri, Takon dibuat oleh tiga pengembang asal Malang dan Lumajang, Jawa Timur, yaitu Andry Susanto, Jimmy Kurniawan, dan Willy Wijaya. Mereka bergabung dalam sebuah startup teknologi bernama Techrun Indonesia.

Takon

Nama Takon sendiri berasal dari bahasa Jawa ‘takon’ yang berarti ‘bertanya’. Pemilihan nama itu juga merepresentasikan misi dari Techrun untuk membuat sebuah aplikasi sosial media tanya jawab yang cocok dengan kultur Indonesia. Takon disebut-sebut sebagai aplikasi sosial media tanya-jawab pertama buatan Indonesia.

“Jadi waktu itu ada ide untuk membuat aplikasi yang bisa untuk tanya jawab. Saya lihat di luar negeri ada aplikasi bagus, namun kurang cocok untuk Indonesia, misalnya kendala bahasa dan terkesan kaku,” ujar Andry.

Menurut Andry, Takon dianggap mampu menghasilkan jawaban-jawaban yang lebih cepat dan akurat dibandingkan forum-forum internet. Ini berkat akses aplikasi takon yang menggunakan platform Android.

Sejak dirilis akhir tahun 2014 yang lalu, aplikasi berlogo burung hantu ini sudah di download sekitar lebih dari 5000 kali lewat Google Playstore. Aplikasi ini diharapkan menjadi pemicu kreativitas anak bangsa untuk terus mengembangkan teknologi yang bisa diterima oleh pasar Internasional.

Source : https://www.goodnewsfromindonesia.org/2015/09/02/takon-jejaring-sosial-tanya-jawab-asli-jawa-timur/

Inovasi Kertas Berbahan batang Pohon Pisang di Bandung

Seorang warga Bandung, Jawa Barat, mengembangkan kertas berbahan baku batang pisang. Kertas itu pun menarik minat pasar baik dalam maupun luar negeri.

“Harga kertas mulai dari Rp 3.800 hingga Rp 60 ribu per lembar. Yang membedakannya yakni dari proses pembuatan, bahan, warna, ukuran dan tekstur material. Nilai lebihnya menjadi peluang besar kertas jenis ini,” kata pemilik usaha Banana Paper Muhammad Syafiq di Bandung.

Ia mengatakan pesanan tak hanya datang dari warga Bandung, melainkan banyak juga dari mancanegara seperti Jepang, Amerika dan Malaysia. Sehari bisa memproduksi hingga 500 lembar tergantung banyaknya pesanan dan proses pembuatan.

“Pembeli dari Malaysia biasanya sengaja datang ke sini (Galery Banana Paper) untuk membeli kertas dan langsung pulang lagi,” katanya.

kertas pisang

Beda jenis batang pisang beda pula proses dan harganya. Syafiq menggunakan batang pisang lokal yang biasa dipasok dari Cipatat, Bandung, dan batang pisang impor Abaca yang merupakan jenis pisang liar yang tumbuh di Filipina dan menyebar di Sumatra.

Ia menjelaskan, yang membedakanya yakni tekstur kertas dari batang pisang lokal lebih kasar dan melalui proses penggilingan menggunakan blender. Sementara kertas dari batang pisang Abaca lebih lembut daripada yang lokal dan dalam proses penggilingannya pun menggunakan mesin khusus.

“Pembelian batang pisang dihitung perkilo, biasanya beli satu mobil pickup habis dalam sepekan,” katanya.

Proses pembuatan dimulai dari melepaskan pelepah batang pisang yang kemudian dijemur. Setelah itu dipotong sekitar lima centimeter dan direbus dengan tambahan soda, lama merebus tiga hingga empat jam. “Kecuali tanpa soda bisa menghabiskan waktu seharian,” ujarnya.

Setelah pelepah lunak atau berwarna cokelat kemudian digiling dan dibleaching (diputihkan) dengan zat hidrogen peroksida kemudian diwarnai atau bisa juga tidak diwarnai. Kemudian dimasukkan ke dalam bak air lalu disaring dengan kawat nilon sebagai cetakan kemudian bisa ditempeli hiasan seperti daun alami. Setelah kering jadilah selembar kertas.

“Pewarnaan menggunakan pewarna alami dari gambir, teh, kopi dan bunga mawar atau warna sintetis dari pewarna tekstil. Keunggulan kertas ini tahan dari air,” katanya.

Ilmu pembuatan kertas didapat sejak dia ingin mencetak Alquran sendiri, ditulis sendiri dan bahan yang dibuat sendiri. Bermula saat bekerja di yayasan pencetak mushaf pertama di Indonesia yang kemudian dia kembangkan di Bandung secara mandiri.

Bukan hanya untuk mushaf justru dia mendiversifikasinya menjadi bermacam produk di antaranya dibuat box, frame, tas, kartu undangan dan hiasan ruangan.

republika.co.id

Ini dia Aplikasi Task Management baru dari Yogyakarta

Qajoo Studio (baca : Kayu Studio) kembali meluncurkan sebuah aplikasi dari hasil kreasi anak-anak bangsa. Kali ini Qajoo merilis aplikasi task management yang diberi nama “Takzo”. Terobosan baru dari studio kreatif ini merupakan karya non-games pertama yang dihasilkan tim beranggotakan 10 developer muda Indonesia ini.

Aplikasi Takzo

Meski masih dalam tahap beta, Alex yakin dirinya dan tim siap untuk bersaing dengan aplikasi serupa di pasaran. “Kita siap bersaing dengan task management buatan luar negeri yang telah lebih dulu ada,” kata CEO Qajoo Studio Alexander Budiman.

Aplikasi ini hadir untuk memenuhi kebutuhan pengguna gadget personal maupun pelaku usaha untuk berkomunikasi dan berkolaborasi dengan tim dengan cara yang lebih menyenangkan.

Rencananya Takzo akan dirilis dalam dua versi yaitu Free dan Premium. Alex menjelaskan bahwa aplikasi ini akan dapat membantu penggunanya dalam mengerjakan tugas, mulai dari memberi komentar, timbal balik, rating, hingga evaluasi performa bisa dilakukan dengan cara yang fun melalui fitur-fitur yang disediakan.

Selain memperhatikan aspek fungsional aplikasi yang dibuat oleh tim yang berbasis di Yogyakarta ini juga berusaha untuk menyisipkan aspek-aspek budaya lokal ke dalamnya. Seperti karakter sticker Fahomo yang diangkat dari olah raga tradisional suku Nias dan karakter fiktif penjual sate Madura-Perancis, Cak Durae.

Kehadiran sticker ini ditujukan untuk mengurangi tingkat ketegangan dalam pekerjaan yang dihadapi oleh anggota tim. Sehingga, komunikasi dapat berjalan lancar dan juga menyenangkan.

Source : https://www.goodnewsfromindonesia.org/2015/09/02/ini-dia-aplikasi-task-management-baru-dari-yogyakarta/

Penghantar Listrik Berbahan Gelas, Karya Anak Bangsa

Di kalangan internasional, Dr. Evvy Kartini memiliki reputasi terhormat. Ia dikenal sebagai ilmuwan penemu penghantar listrik berbahan gelas dengan teknik hamburan netron yang berdaya hantar sepuluh ribu kali lipat dari bahan sebelumnya. Penemuannya itu membuka peluang produksi baterai mikro isi ulang. Material kaca yang lebih elastis, secara logika bisa dibentuk semungil dan setipis mungkin. Revolusi baterai pun di depan mata. Baterai tidak lagi identik berpenghantar elektrolit cair.

Sebelum menemukan bahan-bahan gelas berpenghantar listrik superionik, dibutuhkan percobaan mahal. Inilah yang sempat membuatnya hampir putus asa. Biaya dan fasilitas penelitian di Indonesia, termasuk Batan, tidak memungkinkannya. Beruntung, Evvy, penerima penghargaan Indonesia Toray Science Foundation/ITSF 2004 ini bukanlah tipe yang mudah putus asa. Dikirimkannya proposal itu ke lembaga penelitian di Kanada.

 

Ketertarikan sarjana Fisika lulusan ITB itu terhadap pengembangan material gelas berawal pada saat ia magang di Hahn Meitner Institute (HMI) di Berlin, Jerman, 1990. Ia dibimbing ahli hamburan netron Prof Dr Ferenc Mezei.

Karier penelitiannya dimulai saat menyelesaikan S2-nya di Universitas Teknik Berlin. Ia berhasil menemukan model baru difusi dalam material gelas. Penemuan itu dipresentasikan pada Konferensi Internasional Hamburan Netron (ICNS) Jepang. Maka namanya mulai tercatat dalam jurnal penelitian internasional bergengsi seperti Physica B (1994). Sejak itu, tawaran presentasi dan konferensi mengalir deras.

Tahun 1996, melalui kolaborasinya dengan profesor dari Universitas Mc Master, Kanada, Evvy kembali menemukan hal baru: adanya puncak Boson pada saat energi rendah. Temuan itu dipresentasikannya pada 600 peserta konferensi hamburan netron Eropa I/ECNS di Interlaken, Swiss. Namanya kembali tercatat dalam jurnal internasional, Canadian Journal of Physics (1995), Physical Review B (1995), dan Physica B (1997).

Ia pun mulai berkolaborasi dengan profesor dari Organisasi Sains dan Teknologi Nuklir Australia (ANSTO). Profesor itulah yang membuka jalan untuk berkolaborasi dengan banyak profesor lain di negara maju.

Penelitian tentang bahan-bahan superionik berbahan gelas ia mulai tahun 1996, sepulang dari Jerman. Ia sempat frustrasi karena terbatasnya fasilitas, tetapi tetap tekun menyiapkan eksperimen, seperti difraksi Sinar X dan pengukuran suhu serta konduktivitasnya, untuk dikirim ke Chalk River Laboratory, Kanada.

Tahun 1998 ia menerima penghargaan Riset Unggulan Terpadu (RUT) VI dari Kementerian Negara Riset dan Teknologi atas penelitiannya berjudul “Sintesa dan Karakterisasi Bahan-bahan Gelas Superionik (AgI)x(AgPO3)1-x”. Tahun itu juga, ia menerima tawaran program postdoctoral di Kanada.

Sungguh kebetulan. Ia tidak perlu menyupervisi contoh yang akan dieksperimen di Kanada. Bersama Prof Dr MF Collins, ia mencoba memahami mekanisme konduksi dari bahan gelas bersifat superionik dan mengamati ketergantungan suhu bahan-bahan superionik.

Saat itu pula ia mulai berkolaborasi dengan para profesor peneliti netron dari Jepang dan Inggris, negara-negara terkemuka dalam penelitian netron. Kolaborasi menghasilkan fenomena dinamika ion dalam bahan-bahan gelas. Penemuan besar yang dicari para ilmuwan dari berbagai belahan dunia.

Dalam tempo dua tahun, namanya tercatat di sepuluh jurnal bergengsi sebagai peneliti utama. Selain tercatat di jurnal Physica B, Evvy juga menulis buku Solid State Ionics (2001) bersama profesor dari Jepang.

Di tengah kepopulerannya di kalangan fisikawan negara maju, dan berbagai bujukan dengan segala fasilitas untuk berkiprah di luar negri, namun istri Dr Ir Pratondo Busono (Kepala Bidang Instrumentasi Kedokteran BPPT) mengatakan tetap ingin bertahan di Indonesia. Ia mengaku masih ingin bebas meneliti dan memberikan ilmunya untuk kemajuan negeri ini.

Sumber: Harian Kompas,

Karya Anak Bangsa ini Jadi Jawara di iTunes

Siapa bilang album religi karya anak bangsa tak bisa bertahan lama di tangga lagu iTunes. Album More Than Enough yang dirilis oleh Jakarta Praise Community Church (JPCC) Worship, yang dulu dikenal dengan nama True Worshippers, ternyata mampu mempertahankan posisinya sebagai jawara selama sebulan penuh di iTunes.

”Ini sungguh apresiasi yang luar biasa. Sejak dilepas secara pre-orderpada 2 Agustus lalu, album ini ternyata mampu mempertahankan posisinya di nomor satu tangga lagu iTunes Indonesia,” kata Chika Maryana kepada VIVA.co.id, perwakilan dari INSIDE yang menjadi distributor album ini di iTunes dan Insight Unlimited distributor album fisiknya.

Dalam album ini hadir sejumlah musisi lintas generasi. Dari deretan vokalis, hadir Sidney Mohede, Sari Simorangkir, Billy Simpson, Alvi Radjagukguk, Lita Zein, Nindy Ellesse, Gianni Messah, Winny Jessica, Ribka Yusuf Lucman, Tirza Agatha, John Luki, dan Umbu Kaborang.

Para vokalis itu mendapat sokongan dari sederet musisi. Di antaranya Daniel Sigarlaki, Steve Tabalujan, Andre Hermanto, Pongky Prasetyo, Kevaz Lucky, Handy Salim, Adi Wibowo, dan Jusuf Winardi.

Chika menjelaskan, album ini bisa diunduh di seluruh platform digital. ”Jadi, tak hanya di iTunes, tetapi juga bisa di-download di berbagai platform digital lainnya seperti Deezer, Amazon, Google Play, dan masih banyak lagi,” ujarnya.

Bagi JPCC Worship, album More Than Enough ini merupakan album ke-19 sejak kali pertama album Penyembah yang Benar dirilis pada 1997.

”Luar biasanya lagi, setiap kali mereka merilis album, selalu sukses menjadi nomor satu di tangga album iTunes Indonesia. Biasanya, bisa bertahan selama dua pekan dan untuk album yang terbaru ini, mereka bisa bertahan hingga sebulan lamanya. Ini sungguh apresiasi bagi musik bergenre religi,” ujar Chika.

JPCC Worship ini juga sudah dikenal luas tidak hanya di Indonesia. Melainkan juga, musisi yang terhimpun dalam kelompok ini memiliki pendengar fanatik di berbagai mancanegara, khususnya Asia. Di antara negara yang memiliki fans fanatik itu berada di Singapura, Malaysia, Taiwan, dan beberapa negara Asia lainnya.

”Di tengah ramainya dominasi dari berbagai penyanyi mancanegara, kami bersyukur bahwa karya anak bangsa dapat bertahan di peringkat nomor satu iTunes albums chart Indonesia sebegitu lamanya,” kata Billy Simpson, musisi muda jebolan ajang pencarian bakat The Voice Indonesia ini.

viva.co.id

Kostum superhero buatan Indonesia yang diminati sampai Mancanegara

Berangkat dari hobinya bermain cosplay Alam Hazmi Alkarami (20) perlahan membuat kostum dan akhirnya mendapat penghasilan dari hobinya itu. Kreasi kostum mahasiswa semester lima Fakultas Seni Rupa dan Desain Institut Teknologi Bandung (ITB) itu ternyata diminati di Indonesia bahkan hingga Perancis.

“Saya kan jualan kostum, ada yang mesan saya buat dan jual. Kreasi kostum buatan Indonesia ternyata juga diminati hingga mancanegara,” ujar Alam di sela penyelenggaraan acara cosplay di Jakarta beberapa waktu lalu.

Kostum

Menurut Alam, harga murah menjadi alasan diminatinya kreasi kostum pahlawan super bergaya Jepang yang diproduksi di Indonesia. Mereka senang memesan ke Indonesia karena harganya murah.

Alam yang juga dikenal dengan panggilan “Daniel Kaito” itu mengatakan, untuk pasaran dalam negeri, satu kostum pahlawan super bisa dibanderol dari harga Rp 2,2 juta sampai 2,7 juta. Sementara untuk pasaran luar negeri, harganya mulai dari sekitar 300 dolar.

“Di Indonesia buka harga dari Rp 2,2 hingga 2,7 juta. Sementara kalau untuk orang luar sekitar 300 dolar,” kata dia.

Bersama empat rekannya dibawah label Strike Project, Alam mengerjakan semua kostum pesanan yang diminta pelanggan sejak tahun 2013.

“Saya punya tim, beranggotakan lima orang. Masing-masing mempunyai tugas, ada yang membuat pola, memotong, mengecat dan sebagainya. Nama perusahaannya Strike Project. Mulai usaha sejak 2013,” jelas Alam.

Rupanya alam juga memiliki ambisi untuk memajukan dunia superhero di Indonesia. Menurutnya, saat ini meskipun sudah bermunculan superhero dari Indonesia, namun gaya desainnya belum mencerminkan bentuk khas Indonesia.

“Selama ini superhero yang ada, sudah bagus tetapi desainnya bukan asli Indonesia. Masih terlihat sangat Jepang. Kita kan main di ornamen, Ornamen Jawa, Sulawesi, Sunda. Sangat banyak yang bisa dieksplor,” pungkasnya.

suarakarya.id

Indonesia terpilih sebagai Destinasi Wisata favorit ASEAN

Berlibur ke tempat-tempat dengan pantai-pantai indah, keanekaragaman warisan budaya dan adat, maka pertimbangkan Indonesia sebagai tujuannya.

Presiden dari Asosiasi Agen Tour dan Travel Malaysia (MATTA), Hamzah Rahmat mengatakan bahwa Indonesia telah dipilih sebagai negara destinasi favorit ASEAN untuk pameran pada 4-6 September ini di Putra World Trade Center, Kuala Lumpur Malaysia.

Travel fair

Dirinya menjelaskan bahwa upaya ini adalah untuk meningkatkan perjalanan antar negara-negara ASEAN. “Jumlah dari pengunjung di negara-negara ASEAN kebanyakan adalah dari negara-negara ASEAN lainnya. Di Malaysia sendiri, 75% dari turisnya adalah dari berbagai negara di ASEAN,” jelasnya saat konferensi pres.

Menurut Hamzah, perjalanan antar negara di ASEAN sangatlah penting namun setiap negara tetap harus mencapai jumlah pengunjung yang di targetkan.

Direktur promosi pariwisata Indonesia untuk wilayah ASEAN, Rizki Handayani pun menimpali bahwa Malaysia memiliki potensi sebagai rekan dan sumber turis yang besar. Dirinya mengatakan tahun lalu, Indonesia kedatangan turis Malaysia hampir sebesar 1,3 juta pelancong. Sedangkan tahun ini ditargetkan dapat mendatangkan 1,7 juta pelancong dari Malaysia ke Indonesia.

Dirinya kemudian menjelaskan bahwa Paviliun Indonesia di pameran MATTA akan menunjukkan keanekaragaman destinasi wisata di Sumatra, Jawa, Bali, Sulawesi, Nusa Tenggara dan Papua. Termasuk akan menghadirkan 90 agen travel, hotel, dan otoritas penyelenggara pariwisata.

Festival Makanan Indonesia juga akan mengiringi pameran ini yang diadakan di Hotel Seri Pacific mulai tanggal 4-11 September di kota yang sama. Rizki menambahkan, bahwa festival ini adalah untuk mengenalkan masakan-masakan asli dari Indonesia.

thestar.com

Diving Indonesia Menjadi Incaran Agen Perjalanan Mancanegara

Masuknya Indonesia dalam kawasan The Coral Triangle sebagai negara dengan kekayaan bawah laut terindah dan terlengkap menjadikan Indonesia destinasi para peselam mancanegara maupun domestik. Meski lokasi selam di Indonesia masih terkendala infrastruktur sehingga membuat perjalanan menuju destinasi membutuhkan waktu yang lama, namun para wisatawan mengaku itu adalah harga yang pantas untuk dibayar.

“Sebagai negara kepulauan Indonesia memiliki ribuan titik penyelaman (diving spot) yang tersebar di destinasi diving seluruh Indonesia. Memang sebagian titik-titik selam di Indonesia berada di area yang jauh dari kota besar, sehingga untuk menuju destinasi-destinasi itu menjadi persoalan tersendiri, tidak mudah dicapai, butuh waktu yang cukup lama dan biaya yang cukup mahal,” kata Ratna Suranti, Asisten Deputi Strategi Pemasaran Pariwisata Mancanegara Kementerian Pariwisata.

diving

Pengenalan destinasi langsung kepada para operator adalah salah satu upaya untuk meningkatkan minat wisatawan selam ke Indonesia. Menurut Ratna, melakukan famtrip bersama dengan para operator adalah salah satu cara strategi promosi yang dilakukan kementeriannya. Promosi lain yang juga gencar dilakukan, antara lain beriklan di media cetak, elektronik, maupun online dan juga hadir di beberapa bursa pariwisata termasuk bursa pariwisata khusus diving.

“Karena minat pasar sangat beragam dan Indonesia memiliki keberagaman itu maka kita harus lakukan semua upaya promosi,” ujar dia.

Ratna lalu menjelaskan bahwa dalam Handbook on E-Marketing for Tourism Destination yang diterbitkan UNESCO disebutkan di era informasi teknologi dan komunikasi seperti saat ini, ada sejumlah tahapan yang dilakukan orang dalam berwisata. Dimulai dari dream (impian), kemudian plan (perencanaan), book/buy (pemesanan), experiance (pengalaman) dengan mendatangani langsung destinasi yang diimpikan, reflect, share (berbagi), dan return (kembali).

Semua fase ini, ujar dia, harus diisi. Sehingga wisatawan memiliki impian tentang Indonesia. Jika tidak ada upaya promosi maka tanah air tidak akan menjadi impian bagi wisatawan. Terkait perencanaan, wisatawan butuh operator yang bisa menjual, untuk kemudian melakukan pemesanan.

Saat berkunjung ketika destinasinya bagus, guidenya juga sesuai harapan, harga masuk akal, maka yang terakhir dan terpenting adalah kenangan. Diharapkan para wisatawan bisa berbagi pengalaman. “Para buyer yang ikut famtrip ini termasuk operator besar di negaranya. Saat kembali ke negaranya, mereka biasanya akan langsung buat paket-paket,” kata Ratna. Merekalah yang akan membawa wisatawan ke Indonesia.

viva.co.id

Semakin Banyak Mahasiswa Australia Belajar ke Indonesia tahun depan

Sekitar 450 mahasiswa Australia akan belajar di Indonesia tahun 2016. Di bawah beasiswa New Colombo Plan (NCP) yang diberikan Pemerintah Australia, mahasiswa negeri kanguru yang belajar di Indonesia diharapkan mampu memperkuat hubungan kedua negara.

Mahasiswa Universitas Adelaide, Thomas Brown, sudah setahun belakangan ini berada di Indonesia untuk belajar.

Lewat program pengiriman mahasiswa yang dilakukan ACICIS (Konsorsium universitas perguruan tinggi Australia untuk studi Indonesia), Thomas menjalani program studi pembangunan di Yogyakarta.

“Kalau saya tidak pergi ke Indonesia, saya rasa orang tua saya tak akan benar-benar paham seperti apa Indonesia itu, selain hanya mengenal Bali,” jelasnya kepada ABC di Yogyakarta.

Dirinya juga mengatakan, “Saya juga mendapat pembelajaran di luar kelas yang luar biasa, melebihi apa yang saya dapat di kelas. Terutama ketika saya sempat tinggal di sebuah desa tahun lalu. Kalau saya tak datang ke sana, mungkin saya belum tentu merasakan benar-benar apa yang dinamakan pembangunan.”

Pemuda berjenggot ini adalah salah satu mahasiswa negeri kanguru penerima beasiswa NCP, yang diberikan oleh Pemerintah Australia. Melalui beasiswa ini, Thomas mampu memperpanjang masa studinya di Indonesia.

Tahun 2015 ini, ada sekitar 200-an mahasiswa Australia yang belajar dan magang di Indonesia. Berkat dana 2,1 juta dolar (atau sekitar Rp 21 miliar) dari NCP tahun depan, jumlah mahasiswa Australia yang akan menimba ilmu di negeri khatulistiwa ini menjadi dua kali lipat.

“Kami sangat gembira mendengar Pemerintah Australia mengumumkan program New Colombo Plan untuk tahun depan, yang artinya ada sekitar 450 beasiswa bagi ACICIS dan itu diperuntukkan bagi mahasiswa Australia yang datang dan belajar ke Indonesia,” ujar Profesor David Hill, pendiri dan Direktur ACICIS ketika ditemui dalam perayaan 20 tahun konsorsium ini di kota gudeg, akhir pekan lalu.

Pakar Indonesia itu mengemukakan, selain memperbanyak jumlah mahasiswa yang datang, beasiswa NCP juga memperluas bidang studi yang bisa dipelajari di Indonesia.

“Kalau selama ini sebagian besar fokus kami ada di bidang ilmu sosial, dengan adanya dana New Colombo Plan yang baru, akan ada kuliah singkat di bidang kesehatan masyarakat serta seni dan desain yang ditawarkan ACICIS,” ujar Profesor yang mahir bahasa Indonesia itu.

Pentingnya beasiswa itu juga dibenarkan oleh salah satu alumnus ACICIS yang kini bekerja di Kedutaan Besar Australia di Jakarta, Luke Arnold.

“NCP ini krusial sekali apalagi buat mereka yang tidak mampu biayai sendiri kuliahnya di Indonesia, supaya mereka juga punya teman di sini,” ungkap pria yang fasih berbahasa Jawa.

Indonesia Australia

Dirinya beralasan, “Semakin banyak mahasiswa Australia yang kuliah di sini, makin banyak orang Australia yang punya teman di Indonesia, dan makin banyak orang Indonesia punya teman asli Australia. Saya rasa makin banyak pertemanan langsung antara individu dari Australia dan dari Indonesia, akan semakin baik hubungan kedua negara.”

“Kalau dulu jaman saya kuliah disini, yaitu tahun 2000, sudah ada New Colombo Plan, mungkin saya bisa berlama-lama kuliah di Indonesia,” candanya.

Hal yang sama juga disampaikan Rebecca Lawrence, mahasiswa Universitas Australia Barat penerima beasiswa NCP lainnya.

“Tentunya saya tak akan belajar di sini kalau tak ada beasiswa ini. Program ini bukan semata-mata berkontribusi positif pada hubungan Indonesia-Australia, tapi juga menunjukkan pada mahasiswa betapa pentingnya pergi ke Indonesia dan belajar langsung di sini. Buat apa bisa bahasanya tapi tak bisa berkomunikasi langsung dengan orang-orang lokal,” utaranya.

Ia menuturkan, “Perspektif saya berubah. Pengetahuan saya tentang Indonesia sudah bertransformasi. Kesadaran budaya ini tak akan saya miliki jika saya tak pernah belajar di sini. Saya jadi sadar betapa pentingnya hubungan orang per-orang bagi Indonesia dan Australia.”

Contoh nyata dari pengalaman belajar di Indonesia adalah kemampuan adaptasi mahasiswa Australia yang meningkat pesat.

“Beberapa anak ACICIS di Jakarta tinggal di kos dengan anak Indonesia lainnya. Pada waktu bencana banjir tiba, tentu saja mereka harus berpikir agak kreatif bagaimana caranya keluar dari kos dan nggak terkena banjir. Jadi akhirnya mereka naik perahu kecil, mereka pergi bersama-sama keluar kos ke tempat magang,” cerita Elena Williams, Direktur ACICIS di Indonesia.

kompas.com