Pendahuluan
Letak Geografis Indonesia yang dilalui oleh garis khatulistiwa menjadikan Indonesia beriklim tropis. Hal ini menyebabkan Indonesia mendapatkan pancaran sinar matahari yang maksimal dan merata sepanjang tahunnya. Berdasarkan data penyinaran matahari yang dihimpun dari 18 lokasi di Indonesia, radiasi surya di Indonesia dapat diklasifikasikan berturut – turut sebagai berikut: untuk kawasan barat dan timur Indonesia dengan distribusi penyinaran di Kawasan Barat Indonesia (KBI) sekitar 4,5 kWh/m2/hari dengan variasi bulanan sekitar 10%; dan di Kawasan Timur Indonesia (KTI) sekitar 5,1 kWh/m2/hari dengan variasi bulanan sekitar 9%. Dengan demikian, potesi penyinaran rata – rata Indonesia sekitar 4,8 kWh/m2/hari dengan variasi bulanan sekitar 9%. Sebuah potensi luar biasa yang sudah seharusnya bisa dimanfaatkan dengan lebih baik oleh seluruh masyarakat Indonesia.
Dengan memanfaatkan pancaran sinar matahari kita bisa mulai memberdayakan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di seluruh penjuru negeri agar Indonesia bisa menjadi negara yang mandiri dari segi suplai energi bermodalkan energi bersih dan ramah lingkungan untuk keperluan penerangan (listrik) khususnya.
Saat ini Indonesia masih saja bergantung dari sumber energi fosil yang jumlahnya semakin terkuras ini dan bahkan untuk memperbaharuinya pun diperlukan waktu ratusan bahkan ribuan tahun lagi. Sangat tidak efektif jika kita masih saja terus bergatung ke sumber energi yang kian tahun harganya semakin melonjak ini. Bahan bakar fosil juga menghasilkan berbagai macam emisi yang bisa merusak lingkungan. Jadi sudah saatnya sekarang kita lebih cerdas dalam memilih dan memanfaatkan sumber energi yang ramah lingkungan, hemat dan efektif dalam penggunaannya.
Krisis Energi
Energi mempunyai peranan penting dalam pencapaian tujuan sosial, ekonomi, dan lingkungan untuk pembangunan berkelanjutan, serta merupakan pendukung bagi kegiatan ekonomi nasional. Konsumsi energi listrik di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir mengalami peningkatan 10 – 15 % per tahun. Jumlah Konsumsinya dipastikan akan terus meningkat sejalan dengan pertumbuhan ekonomi. Jadi semakin tinggi daya beli dan konsumsi publik, maka makin tinggi pula tingkat penggunaan listriknya. Hingga saat ini, tercatat baru 70% rumah tangga di Indonesia yang memiliki akses listrik. Sisanya merupakan pengguna listrik potensial di masa yang akan datang.
Gambar 1. Krisis energi
Sumber gambar : https://benergi.com/wp-content/uploads/2015/09/krisis-energi-dan-penanggulangan.jpg
Fakta menunjukkan bahwa kebanyakan pembangkit listrik di Indonesia masih menggunakan bahan bakar fosil. Hal ini menunjukkan bahwa sektor ketenagalistrikan berpotensi menjadi salah satu penyumbang terbesar emisi karbondioksida di Indonesia bahkan di kawasan Asia Pasifik. World Resources Institute (WRI) dalam analisisnya menempatkan Indonesia pada peringkat ke-21 penghasil emisi karbondioksida tertinggi di dunia tahun 2000. Emisi karbondioksida Indonesia yang dihasilkan dari sektor energi saja mencapai 1,2% emisi karbondioksida dunia keseluruhan (78 juta ton CO2). Sedangkan jumlah emisi karbondioksida per orang di Indonesia adalah 0,4 ton, atau berada pada peringkat 108 dunia.
Pemerintah Indonesia belum bisa memenuhi kebutuhan listrik rakyat terutama karena minimnya dana untuk membangun infrastruktur ketenagalistrikan. Penyebab minimnya dana itu adalah besarnya beban keuangan PT PLN (Persero) untuk membeli bahan bakar minyak sebagai sumber energi pembangkit. Di samping itu, harga jual listrik di beberapa kelompok konsumen masih berada di bawah harga produksi PLN. Akibatnya, kondisi keuangan PT PLN masih dalam status defisit.
Kita tidak bisa terus – terusan membiarkan kondisi seperti ini. Ketergantungan terhadap penggunaan bahan bakar fosil untuk memenuhi kebutuhan pasokan listrik masyarakat harus mulai dikurangi penggunaannya. Jumlahnya yang semakin terus berkurang berbanding terbalik dengan jumlah permintaan konsumsi listrik yang semakin meningkat setiap tahunnya, sehingga dapat menyebabkan ketidak seimbangan pasokan listrik antar pulau. Dengan terpenuhinya kebutuhan listrik dapat mendorong tumbuh kegiatan ekonomi, meningkatkan kecerdasan dimana anak – anak dapat leluasa belajar dimalam hari serta memacu pertumbuhan kesejahteraan permukiman dan masyarakat setempat, sehingga dapat menunjang terbentuknya masyarakat serta kawasan yang sejahtera untuk mendukung pembangunan daerah.
Untuk mengatasi permasalahan krisis energi listrik tersebut, ada 2 langkah awal sederhana yang bisa dikaji, yaitu dari sisi penyediaan dan permintaan. Dalam memperbaiki sisi penyediaan tenaga listrik, pemerintah khususnya PT PLN sebagai badan yang menangani kelistrikan di Indonesia perlu memprioritaskan program untuk meningkatkan efisiensi pembangkit, menghilangkan kebocoran di transmisi, dan menerapkan good corporate governance (tata kelola korporasi yang baik). Sementara, dalam mengelola sisi permintaan listrik, konsumen harus ikut berperan serta, baik melakukan penghematan pemakaian listrik dan berpartisipasi dalam proses penyusunan kebijakan listrik.
PLTS adalah solusi
PLTS (pembangkit listrik tenaga surya) adalah pembangkit yang memanfaatkan sinar matahari sebagai sumber penghasil listrik. Alat utama untuk menangkap, perubah dan penghasil listrik adalah Photovoltaic atau yang disebut secara umum Modul/ Panel Solar Cell. Seperti yang kita ketahui bahwa energi surya merupakan sumber energi terbarukan. Matahari hampir tak terbatas sebagai sumber energi, dan energi surya tidak dapat habis, tidak seperti bahan bakar fosil yang akhirnya akan habis. Setelah bahan bakar fosil habis, dunia akan memerlukan alternatif sumber energi yang baik, dan energi surya jelas terlihat sebagai salah satu alternatif terbaik. Maka dari itu akan lebih baik jika Indonesia lebih dahulu mulai dari sekarang mempersiapkan penanganan terkait masalah krisis energi ini sebelum bahan bakar fosil akan benar – benar habis kelak.
Energi surya merupakan sumber energi yang bersih dan ramah lingkungan karena tidak memancarkan emisi karbon berbahaya yang berkontribusi terhadap perubahan iklim seperti yang terjadi pada bahan bakar fosil. Setiap watt energi yang dihasilkan dari energi surya berarti kita telah mengurangi pemakaian bahan bakar fosil, dan dengan demikian kita benar – benar telah mengurangi dampak perubahan iklim yang ada di Indonesia maupun di dunia.
Dalam jangka panjang energi surya akan mampu menghemat pengeluaran uang untuk pasokan energi. Biaya awalnya memang cukup signifikan, namun setelah beberapa waktu akses ke energi benar – benar akan menjadi gratis. Jika masing – masing rumah tangga mampu menggunakan PLTS sebagai sumber konsumsi energinya maka ketergantungan terhadap bahan bakar fosil bisa dikurangi secara signifikan. Hal ini berarti akan meningkatkan ketahanan dan keamanan pasokan energi, karena akan mengurangi kebutuhan impor minyak dari pihak asing.
Panel surya beroperasi tanpa mengeluarkan suara (tidak seperti turbin angin besar) sehingga tidak menyebabkan polusi suara. Panel surya biasanya juga memiliki umur yang sangat lama, minimal 30 tahun, dan biaya pemeliharaannya sangat rendah karena tidak ada bagian yang bergerak. Panel surya juga cukup mudah untuk diinstal.
Kelemahan utama dari energi surya adalah biaya awal yang tinggi. Panel surya terbuat dari bahan mahal, bahkan dengan penurunan harga yang terjadi hampir setiap tahun, harganya tetap terasa mahal. Proyek – proyek energi surya skala besar (pembangkit listrik tenaga surya yang besar) akan membutuhkan lahan yang luas, dan banyak air untuk tujuan pendinginan.
Seperti yang telah disebutkan di atas, dapat disimpulkan bahwa energi surya memiliki lebih banyak keunggulan dibandingkan dengan kekurangannya. Point penting yang dapat diambil dari potensi pemanfaatan PLTS di Indonesia yaitu kondisi geografis Indonesia yang terdiri atas pulau – pulau yang kecil dan banyak yang terpencil menyebabkan sulit untuk dijangkau oleh jaringan listrik yang bersifat terpusat. Untuk memenuhi kebutuhan energi di daerah – daerah semacam ini, salah satu jenis energi yang potensial untuk dikembangkan adalah dengan menggunakan energi surya ini. Dengan demikian, energi surya dapat dimanfaatkan untuk penyedian listrik dalam rangka mempercepat rasio elektrifikasi desa. Ini merupakan gagasan sekaligus tantangan bagi PT PLN sebagai pihak yang lebih berkompeten untuk mewujudkan segala potensi ini.
Berkaca dari Jerman
Berkaca dari Negara Jerman, yang secara geografis saja disana cahaya mataharinya tak seterik disini, mereka sudah mampu menerapkan pemanfaatan PLTS dalam skala besar. Jerman kini menjadi pasar photovoltaic (PV) terbesar dunia. Berita teranyar dari Jerman adalah pembangunan 1,15 GWp PV system. Tidak tanggung – tanggung, sekitar 55% kapasitas PV seluruh dunia dipasang di Jerman. Suatu pencapaian yang sangat luar biasa. Bahkan, tahun lalu saja penjualan industri PV Jerman mencapai 3,8 Milyar Euro.
Mengapa Jerman bisa mencapai prestasi seunggul itu? Jawabannya tidak hanya karena Jerman percaya bahwa PV (PLTS) bisa menjadi jawaban atas masalah energi dan lingkungan saat ini, tapi karena kepercayaan itu didorong oleh adanya political will. Karena sudah ada niat, lalu dibuatlah instrumen kebijakannya bernama Renewable Energies Act. Peraturan ini mewajibkan perusahaan listrik Jerman membeli listrik dari pemilik PV system selama 20 tahun. Harganya berkisar 37,96 hingga 54,21 Euro per kWh.
Gambar 2. Pemanfaatan PLTS untuk penerangan
Sumber gambar : https://aldyputra.net/wp-content/uploads/2015/03/Energi-Alternatif-yang-Ramah-Lingkungan.jpg
Bahkan, di Jerman bagian Timur ada insentif hingga 50% dari initial cost bagi siapa yang memasang PV system. Mekanisme yang dikenal dengan istilah “feed in tariff” ini telah menyokong produksi PV system. Sebagai hasilnya, investor PV pun berebut masuk Jerman. Yang terbaru adalah ARISE Technologies Corporation dari Canada. Sebelum itu, beberapa perusahaan besar seperti Nanosolar, Signet Solar dan First Solar telah lebih dahulu menuai keuntungan di sana. Trend ini diyakini akan bertahan bahkan meningkat sejalan komitmen Jerman mengurangi konsumsi energi fosil.
Walaupun potensi energi surya di Jerman jauh lebih rendah dari pada di Indonesia, namun kemauan Pemerintah Jerman untuk mengimplementasikan energi ramah lingkungan ini sangat besar. Alhasil mereka berhasil meningkatkan kapasitas PLTS terinstal hingga mencapai 50 persen dari total beban puncak pada musim panas. Agar implementasinya juga bisa dikembangkan di Indonesia, dibutuhkan peran aktif pemerintah khususnya PT PLN dan media dalam mendorong terlaksananya investasi PLTS di Indonesia.
Untuk PLNku Tercinta
Besarnya biaya atau harga pengadaan PLTS memang masih menjadi masalah utama susahnya perkembangan PLTS di Indonesia. Dari pihak pemerintah Indonesia pun belum mempunyai kebijakan nasional yang jelas dan komprehensif dalam hal pemanfaatan PLTS, padahal banyak negara – negara lain yang telah berhasil mengembangkan PLTS (Jerman, Spanyo, Jepang, Amerika dll), sehingga bisa mengurangi ketergantungan terhadap bahan bakar fosil.
Tantangan bagi PT PLN yaitu agar mampu membuat PLTS secara terpusat, langkah awalnya yaitu pemerintah harus menyusun suatu kebijakan nasional dengan sasaran yang jelas dan komprehensif mengenai pemanfaatan PLTS sebagai komponen penyediaan energi listrik nasional, untuk menjalankan kebijakan tersebut pemerintah terlebih dahulu harus menunjuk satu instansi pemerintahan sebagai koordinatornya, selanjutnya menunjuk lembaga resmi yang independen dan bersih dari praktek KKN yang mempunyai fungsi untuk memonitor pelaksanaan program PLTS Nasional dan juga untuk memberi masukan kepada pemerintah. Kemudian standarisasi kualitas PLTS juga harus selalu terjaga dan yang terakhir jika sudah benar – benar bisa berkembang dikalangan masyarakat, pemerintah harus menyalurkan dana (APBN/ APBD/ Pengurangan subsidi BBM) untuk memberikan kemudahan (Subsidi terarah) bagi masyarakat yang kurang mampu guna memperoleh akses listrik nasional dari PLTS ini.
Semuanya harus dilakukan secara bertahap, setidaknya saat ini penggunaan PLTS sudah mulai dipakai untuk sumber energi pada penerangan lampu jalan raya dan sumber energi lampu lalu lintas. Sebuah langkah awal yang bagus yang harus terus kita kembangkan.
Penutup
Jika PLTS mampu berkembang pesat atau bahkan banyak diciptakan PLTS terpusat maka pemerataan akses listrik di seluruh penjuru Indonesia kemungkinan akan menjadi lebih baik. Masyarakat yang saat ini belum dilayani listrik PLN akan bisa mendapatkan akses listrik. Masyarakat daerah terpencil, berpendapatan rendah, infrastruktur rendah dan masyarakat yang saat ini masih menggunakan lampu minyak tanah sebagai penerangan semuanya akan bisa merasakan akses listrik.
Sehingga dengan adanya pemberdayaan PLTS ini negara pun menjadi turut terbantu karena PLTS dapat meningkatkan kualitas hidup masyarakat, memberikan penerangan (lampu) dengan kualitas yang baik sehingga jam belajar para generasi muda kita menjadi lebih panjang, kemudian adanya akses listrik ini juga mampu memberikan akses terhadap berbagai macam informasi (radio, TV, internet), memberikan akses pada sumber air minum dan pertanian (pompa air) dan juga mampu menciptakan tenaga teknisi di desa.
Diperlukan beberapa peggerak yang lebih peduli untuk membuat perubahan sederhana ini, dimulai perubahan yang dimulai dari diri sendiri yang melakukan suatu perubahan di lingkungan kita, kemudian apa yang kita lakukan bisa menginspirasi orang lain untuk turut melakukan perubahan lainnya, dan orang itu turut menginspirasi orang disekitarnya untuk melakukan perubahan juga, siklus ini terus berlanjut bagaikan virus yang menyebar tanpa henti menyebarkan semangat beralih ke energi alternatif ini maka cita – cita kita untuk bisa negara yang mandiri dari segi energi bisa tercapai. Jerman saja bisa kenapa kita tidak bisa?
Sebuah kebiasaan kecil akan menghasilkan kebiasaan – kebiasaan lainnya, sebuah kepedulian kecil akan memicu kepedulian – kepedulian lainnya yang lebih besar. Semua orang bisa ciptakan perubahan, kita hanya perlu untuk memulainya. Mulai dari hal kecil yang ada di dekat kita, mulai dari hal yang kecil kita bisa melakukan sesuatu perubahan, untuk Indonesia yang lebih baik untuk Indonesia menuju nagara yang mandiri energi bermodalkan energi bersih yang berkelanjutan.
Semoga sedikit tulisan ini paling tidak mampu mengispirasi para pembaca. Meskipun saya menyadari dalam pemanfaatannya sangat sulit untuk direalisasikan paling tidak para pembaca sekalian yang sudah menyadari keunggulan PLTS ini mau untuk menerapkan PLTS skala rumah tangga, untuk bisa memanfaatkan PLTS dalam skala rumah tangga caranya cukup mudah, dengan menyediakan baterai penyimpan yang dayanya semakin besar maka kita juga bisa mengeksploitasi energi ramah lingkungan ini secara besar pula. Tentu saja semakin banyak energi yang bisa dimanfaatkan maka membuat energi ini menjadi lebih terasa juga manfaat dan keuntungannya. Dengan memanfaatkan PLTS skala rumah tangga ini tentu saja kita bisa mandiri secara energi dan tidak terlalu banyak membebani PT PLN sebagai penyedia energi listrik.
Source : https://handiavolo.blogspot.co.id/2014/10/plts-sebagai-solusi-pemasok-energi.html