Salah satu kebudayaan Indonesia yang masih dijaga kelestariannya sampai saat ini adalah upacara ceprotan yang dilaksanakan di Kabupaten Pacitan, Kecamatan Donorojo, Desa Sekar. Upacara ini dilaksanakan setiap setahun sekali pada bulan Dzulqaidah (Longkang), pada hari Senin Kliwon. Nama ceprotan mengandung arti memancar dengan deras seakan-akan disemprotkan. Namun ada pula yang mengatakan bahwa nama ceprotan diambil dari bunyi “ceprot” ketika acara puncak dilaksanakan yaitu saat embut-embutan saling dilempar sehingga pecah.
Acara ini dilaksanakan untuk mengenang pendiri desa Sekar yaitu Dewi Sekartaji dan Panji Asmorobangun melalui kegiatan bersih desa. Selain itu tujuan dilaksanakannya kegiatan ini adalah sebagai ungkapan rasa syukur kepada Yang Maha Kuasa atas segala yang telah dilimpahkanNya. Bagi masyarakat umum di desa Sekar, acara seperti ini adalah salah satu ajang untuk bergotong-royong dan menjaga persatuan diantara mereka.
Upacara ini dilaksanakan mulai pukul 10.00 sampai dengan pukul 18.00 WIB. Tempat penyelenggaraan upacara di rumah Kepala Desa Sekar. Rangkaian upacara ceprotan ini dimulai dari pengumpulan ayam dari beberapa warga. Upacara dipimpin oleh Kepala Desa dan melibatkan kepala dusun. Puncak acara ceprotan berlangsung pada sore hari dimana matahari mulai terebenam diawali dengan tarian surup, kemudian juru kunci membacakan doa, serta lurah berdandan layaknya Ki Godeg, sedangkan istrinya sebagai Dewi Sekartaji. Secara turun temurun dan menurut para pendahulunya bahwa upacara tradisional ceprotan dilakukan oleh warga Krajan Lor dan Krajan Kidul, selain itu tempat pelaksaannya pun harus di Dusun Krajan Lor atau di Dusun Krajan Kidul.
“Tulisan ini dibuat untuk mengikuti Bidikmisi Blog Award di Universitas Negeri Semarang. Tulisan adalah karya saya sendiri dan bukan jiplakan.”