Akhir-akhir ini Nasionalisme mulai luntur. Kecemasan akan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia juga mulai dipertanyakan. Mengapa?

Sejatinya generasi muda yang menjadi harapan bangsa ini terus menerus menunjukkan degradasi di berbagai sisi kehidupan. Krisis etika, moral dan ahlak pada usia remaja di zaman sekarang sangat miris.

Ditambah lagi masuknya kemajuan-kemajuan di bidang teknologi yang mengakibatkan terbaruinya kapasitas yang berelemen Budaya Barat. Lalu perlahan mulai hilangnya nilai-nilai nasionalisme yang juga merambah ke dunia mahasiswa. Kita perlu berbenah.

Dalam buku Tuhan Tak perlu Dibela, Gus Dur mengatakan: “Marx harus diikuti analisisnya terhadap keadaan, tetapi jangan begitu saja dituruti dalam kesimpulan. Dengan kata lain, Marxisme haruslah dipahami sebagai kenyataan sejarah, tetapi belum tentu memiliki kebenaran transendental.”

Ambil segi terbaiknya, oleh siapapun asal itu bermanfaat bagi kemaslahatan bersama. Dengan memahami  perlajaran kehidupan yang memang berwarna-warni. Mari kita tanya dalam hati kita, apakah kita ini berjuang untuk suatu kepentingan yang besar yaitu kedamaian dan keutuhan NKRI atau hanya mengikuti arus. Arus yang kadang berliku dituntun oleh angin atau hanya diam saja??

“Dengan lelucon, kita bisa sejenak melupakan kesulitan hidup. Dengan humor, pikiran kita jadi sehat'” kata Gus dur

 

Agama Benteng Diri

Kisruh politik mengakibatkan sumbu-sumbu NKRI mulai bergejolak. Salah satunya tentang agama.

Saat agama menjadi sebuah benteng, mereka selalu memaknainya dengan pandangan, aku benar dan ini agamaku. Padahal itu jelas salah, agama dibuat mainan. Dibuat tameng, bukan benteng.

Sejatinya agama dapat membentengi kita dari dogma-dogma yang berusaha masuk ke pikiran kita. Di dini dengan penuh keimanan, dan keistiqomahan kepada Tuhan kita dituntut lebih rasional dan berbudi pekerti luhur.

Pun juga dalam pendapat orang lain, kita juga menghargai mereka. Bukankah dengan demikian menjadi jelas bagi kita bahwa menerima perbedaan pendapat dan asal muasal bukanlah tanda kelemahan melainkan awal dari kekuatan.

Marilah mengaji, Ngasah Jiwa, untuk kedepannya agar hati menjadi lebih tentram. Ketika gangguan datang, kita bisa berpikir lebih jernih lagi. Juga tidak mudah terjerumus ke dalam hal yang buruk.

Dalam hidup nyata dan dalam perjuangan yang tak mudah, kita bukan tokoh dongeng dan mitos yang gagah berani dan penuh sifat kepahlawanan.

Mari kita bangun bangsa dan hindarkan dari pertikaian yang sering terjadi dalam sejarah, inilah tugas kesejarahan kita yang tidak boleh kita lupa. Sejarah lama kita sebagai bangsa memang sangat menarik. Rasa tertarik itu timbul dari kenyataan bahwa yang ditulis sering tidak sama dengan yang terjadi. Gus Dur pun berkata demikian.

Kamu meneladani sifat Gus Dur, berarti kamu adalah orang langka.

Tulisan ini dibuat untuk mengikuti lomba blog di Universitas Negeri Semarang. Tulisan adalah karya saya sendiri dan bukan jiplakan.