Etika Jawa dalam Kehidupan Masyarakat Sehari-hari

 

Salam semangat,
Generasi milenial!

Pada kali ini saya akan membahas mengenai etika jawa yang ada dalam kehidupan masyarakat sehari-hari khususnya yang ada di lingkungan Dewi Sartika Barat, Semarang. Berbicara mengenai etika tentu sudah tidak asing lagi di telinga kita. Namun, apakah kita tahu apa itu etika?

Etika sendiri berasal dari bahasa Yunani yaitu Ethos dan Ethikos. Ethos memiliki arti yaitu sifat, watak, kebiasaan sedangkan ethikos berarti susila, keadaban, kelakuan serta perilaku yang baik. Sehingga dapat dikatakan bahwa etika merupakan sesuatu hal yang membahas mengenai baik-buruknya tingkah laku manusia dalam kehidupan sehari-hari.

Dalam nilai dan norma Jawa, terdapat sebuah etika yang mengatur tata kelakuan masyarakatnya. Tata kelakuan atau etika ini biasa disebut dengan etika jawa. Di dalam etika jawa terdapat dua kaidah atau prinsip dasar dalam kehidupan masyarakat. Dua prinsip dasar tersebut ialah prinsip kerukunan dan prinsip kehormatan. Pada prinsip kerukunan terdapat sebuah kebiasaan masyarakat Jawa untuk menghindari kekecewaan. Kebiasaan ini disebut dengan sikap ethok-ethok. Ethok-ethok sendiri merupakan tindakan seseorang yang tidak memperlihatkan perasaan-perasaan yang sebenarnya. Dalam kehidupan sehari-hari, khususnya pada masyarakat jawa kita sering mengalami atau melakukan hal ini. Seperti yang pernah saya lakukan ketika saya berpura-pura tersenyum dan terlihat senang ketika saya diajak berbicara dengan orang yang tidak saya sukai. Hal ini saya lakukan agar saya tidak terjadi konflik dengan orang yang tidak saya sukai tersebut.

Selain itu, dalam masyarakat yang tinggal di lingkungan Dewi Sartika Barat prinsip kerukunan ini ditunjukkan pada saat Idul Adha dimana pada saat itu daging kurban tidak hanya dibagikan kepada masyarakat muslim saja melainkan juga dibagikan kepada masyarakat non muslim. Hal ini bertujuan agar di dalam masyarakat yang heterogen ini mereka dapat saling mengasihi satu sama lain dan dapat hidup secara berdampingan tanpa adanya konflik.

Selain prinsip kerukunan, prinsip dasar dalam kehidupan masyarakat Jawa lainnya yaitu prinsip hormat. Dalam prinsip hormat, masyarakat yang memiliki kedudukan yang lebih tinggi harus diberikan hormat sedangkan sikap untuk masyarakat yang berkedudukan lebih rendah mereka diberikan sikap keibuan dan rasa tanggung jawab. Dalam kehidupan sehari-hari masyarakat yang ada di lingkungan Dewi Sartika Barat prinsip ini juga dipegang teguh oleh mereka. Hal ini dibuktikan dimana ketua RT dan RW sangat dihormati oleh masyarakat sekitar selain Lurah. Di lingkungan tempat tinggal saya terdapat sebuah acara silaturahmi setelah hari raya Idul Fitri yang diadakan di balai RW dimana dalam acara tersebut, keluarga dari ketua RT maupun RW dipersilahkan untuk duduk atau menempati barisan pertama. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan rasa hormat kepada ketua RT maupun RW.

Demikian pemaparan mengenai penerapan etika jawa yang ada di lingkungan Dewi Sartika Barat, Semarang. Meskipun masyarakat di sana termasuk ke dalam masyarakat kota yang bersifat heterogen namun tidak menghilangkan nilai dan norma yang ada di budaya Jawa. Masyarakat di sana masih memegang prinsip kerukunan dan hormat yang terdapat pada etika jawa.

Tulisan ini dipublikasikan di Artikel Kuliah SosAnt. Tandai permalink.

One Response to Etika Jawa dalam Kehidupan Masyarakat Sehari-hari

  1. Hai Hasna, tulisanmu sangat menarik. Tapi sayang sekali penulisannya kurang rapi dan sebaiknya antar paragraf diberikan jarak agar lebih memudahkan pembaca. Tapi secara keseluruhan oke kok. Semangat generasi milenial! 🙂

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

* Kode Akses Komentar:

* Tuliskan kode akses komentar diatas: