PERMASALAHAN POKOK PENDIDIKAN
Seorang pakar pendidikan, Tilaar (1991) mengidentifikasi bahwa didalam dunia pendididkan kita sekarang mengalami 5 krisis pokok antara lain meliputi kualitas, relevansi, elitisme, manajeman, dan masalah pemerataan pendidikan.
a. Kualaitas pendidikan
Kualitas penddidikan yang mampu menyumbang nilai tambah, sehingga mampu memacupertumbuhan ekonomi. Tidak mudah untuk menetapkan karakteristikyang digunakan untuk mengukur kualitas pendidikan, namun beberapa indikator dapat digunakan sebagai rambu-rambu untuk mengukur kualitas pendidikan kita.
Beberapa indikator tersebut adalah sebagai berikut:
i. Mutu guru yang masih rendah teradapat pada semua jenjang pendidikan
ii. Alat bantu proses belajar mengajar seperti buku teks, peralatan laboratorium, dan bengkel kerja yang belum memadai
iii. Tidak meratanya kualitas lulusan yang dihasilkan untuk semua jenjang pendidikan
Hal ini memang tergantung pula pada besarnya dukungan anggaran yang diperuntukkan bagi pendidikan per unit maupun alokasi dana bagi pendidikan dari APBN yang ada. Untuk meningkatkan kualitas pendidikan, adanya dukungan anggaran masih perlu ditingkatkan, disamping perlu berupaya untuk meningkatkan efisiensi pendidikan sekaligus mengejar efisiensi eksternalnya.
b. Relevansi pendidikan
Untuk mengejar kemampuan unggul komparatif atau comparative advantages fungsi pendidikan dalam pembangunan perlu dialihkan dari fungsi kesejahteraan rakyat menjadi pemberian beban untuk meningkatkan kualitas manusia dan masyarakat agar mampu memberi nilai tambahyang unggul komparatif, artinya produk tenaga kerja Indonesia mampu bersaing di pasar kerja, baik dalam makna ekonomik, kultural, maupun idiil.(Noeng Muhadjir:27)
Wardiman Djojonegoro pada waktu dilantik sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia tahun 1993, ia menyatakan bahwa duni pendidikan di Indonesia sampai sekarang masih mengalami krisis yang berkisar pada relevansi pendidikan dan mutu pendidikan.
Kritik yang banyak dilontarkan adalah bahwa lembaga pendidikan di Indonesia adalah lembaga pendidikan di Indonesia dinilai tidak dapat mencetak lulusan yang siap pakai, tidak adanya kesesuian antara output pendidikan denagn tuntutan perkembangan ekonomi akan mengakibatkan kesenjangan okupasional.
Menurut Riwanto (1993) masalh tidak relevannya pendidikan kita bukan hanya disebabkan oleh adanya kesenjangan antara supply sistem pendidikan dan demand tenaga yang dibutuhkan oleh berbagai sektor ekonomi, tetapi juga disebabkan oleh ketidaksesuaian isi kurikulum sistem pendidikan kita di berbagai jenjang pendidikan (terutama kurikulum SLTA Kejuruan dan kurikulum di Perguruan Tinggi) denagn perkembangan deferensiasi lapangan pekerjaan di dunia usaha dan berkembangnya iptek.
c. Elitisme
Yang dimaksud elitisme dalam pendidikan ialah kecenderungan penyelenggaraan pendidikan oleh pemerintah menguntungkan kelompok masyarakat yang kecil atau justru mampu ditinjau dari segi ekonomi.
d. Manajemen pendidikan
Munculnya Undang-Undang tahun 1989 mengenai sistem pendidikan nasional beserta beberapa peraturan pelaksanaannya, ternyata belum banyak menolong dalam membenahi manajemen sekolah dasar, begitu pula otonomi pengelolaan penyelenggaraan pendidikan di Tingkat Sekolah Menengah dan Pendidikan Tinggi, khususnya yang menyangkut masalah-masalah akademik dan finansial masih perlu penyesuaian dengan kelembagaan-kelembagaan yang ada pada sistem pendidikan nasional.
Lembaga pendidikan kta dibentuk berdasarkan fungsi dan peranan pendidikan yang sudah ketinggalan jaman. Sebagaimana dengan kebanyakan lembaga-lembaga sosial, uang, lembaga-lembaga itu tidak dapat lagi mengikuti cepatnya laju pembangunan.
e. Pemerataan pendidikan
Perencanaan pendidikan di Indonesia dewasa ini belum mengarah pada kepada pemenuhan tenaga kerja yang dibutuhkan dalam dunia industri di masa mendatang.