Biografi
Robert King Merton (biasa disingkat Robert K. Merton) lahir pada tanggal 4 Juli 1910 di pemukiman kumuh di Philadelphia Selatan. Ia berkuliah di universitas Temple kemudian melanjutkan di Universitas Harvard. Model analisa fungsional Merton merupakan hasil perkembangan pengetahuan yang menyeluruh dari teori-teori klasik yang menggunakan penulis besar seperti Max Weber. Pengaruh Weber dapat dilihat dalam batasan Merton tentang birokrasi.

Mengikuti Weber, Merton (1957: 195-196) mengamati beberapa hal berikut di dalam organisasi birokrasi modern; (1) birokrasi merupakan struktur sosial yang terorganisir secara rasional dan formal; (2) ia meliputi suatu pola kegiatan yang memiliki batas-batas yang jelas; (3) kegiatan-kegiatan tersebut secara ideal berhubungan dengan tujuan-tujuan organisasi; (4) jabatan-jabatan dalam organisasi diintegrasikan ke dalam keseluruhan struktur birokratis; (5) Status-status dalam birokrasi tersusun ke dalam susunan yang bersifat hirarkis; (6) berbagai kewajiban serta hak-hak di dalam birokrasi dibatasi oleh aturan-aturan yang terbatas serta terperinci; (7) otoritas pada jabatan, bukan pada orang; (8) hubungan-hubungan antara orang-orang dibatasi secara formal. Organisasi-organisasi yang berskala besar, termasuk universitas atau akademi, memberikan ilustrasi yang baik tentang model birokrasi yang diuraikan oleh Weber dan Merton.

Model struktual fungsional
Model struktural fungsional Merton mengkritik apa yang dilihatnya sebagai tiga postulat dasar analisis fungsional seperti yang dikembangkan oleh antropolog Malinowsi dan Radcliffe Brown.
a) Postulat kesatuan fungsional masyarakat, postulat ini menyatakan bahwa seluruh kepercayaan dan praktik sosial budaya standar bersifat fungsional bagi masyarakat secara keseluruhan maupun bagi individu dalam masyarakat.
b) Fungsionalisme universal dinyatakan bahwa semua bentuk dan struktur sosial cultural memiliki fungsi positif. Contoh naassionalisme buta bisa jadi sangat disfungsional di dunia yang tengah mengembangkan persenjataan nuklir.
c) Postulat Indispensabilitas, arumennya adalah bahwa seluruh standar masyarakat tidak hanya memiliki funsi positif namun juga merepresentasikan bagian-bagian tak terpisah dari keseluruhan.

Pendapat Merton adalah bahwa seluruh postulat fungsional tersebut bersandar pada pernyataan nonempiris yang didasarkan pada sistem teoretis abstrak. Keyakinan Merton adalah bahwa uji empiris, bukan pernyataan teoretis, adalah sesuatu yang krusial bagi analisis fungsional. Inilah yang mendorongnya untuk mengembangkan “paradigma” analisis fungsional sebagai panduan ke arah pengintegrasian teori dan riset. Dari sudut pandang tersebut Merton menjelaskan bahwa analisis struktural fungsional memusatkan perhatian pada kelompok, organisasi, masyarakat dan kebudayaan. Ia menyatakan bahwa objek apa pun yang dapat dianalisis secara struktural fungsional harus “merepresentasikan unsur-unsur standar (yaitu, yang terpola dan berulang)”(Merton, 1949/1968:104). Ia menyebutkan hal tersebut sebagai “peran sosial, pola-pola institusional, proses sosial, pola-pola kultural, emosi yang terpola secara kultural, norma sosial, organisasi kelompok, struktur sosial, alat kontrol sosial dan lain sebagainya”(Merton, 1949/1968: 104).

Pada fungsionalis struktural awal cenderung lebih memusatkan perhatiannya pada fungsi-fungsi sebuah struktur atau institusi. Namun, menurut Merton, para analisis awal itu cenderung mencampuradukkan motif-motif subjektif individu dengan fungsi-fungsi struktur atau institusi. Fokus pada fungsionalis struktural harus diarahkan pada fungsi-fungsi sosial ketimbang pada motif individu. Fungsi menurut Merton, didefinisikan sebagai “konsekuensi-konsekuensi yang disadari dan yang menciptakan adaptasi atau penyesuaian suatu sistem”(Merton, 1949/1968: 105).
Namun, terdapat bias ideologi ketika orang hanya memusatkan perhatiannya pada adaptasi atau penyesuaian, karena selalu ada konsekuensi positif. Namun, perlu diketahui bahwa suatu fakta sosial dapat mengandung konsekuensi negatif bagi fakta sosial lain. Untuk memperbaiki kelemahan serius pada fungsionalisme struktur awal ini, Merton mengembangkan gagasan tentang disfungsi. Ketika struktur atau institusi dapat memberikan kontribusi pada terpeliharanya bagian lain sistem sosial, mereka pun dapat mengandung konsekuensi negatif bagi bagian-bagian lain tersebut. Merton pun mengemukakan gagasan tentang nonfungsi, yang ia definisikan sebagai konsekuensi yang tidak relevan bagi sistem tersebut. Termasuk didalamnya adalah bentuk-bentuk sosial yang “masih bertahan” sejak masa awal sejarah.

Untuk membantu menjawab Apakah fungsi positif lebih banyak daripada disfungsi atau sebaliknya, merton mengembangkan konsep “keseimbangan bersih” (net balance). Kegunaan konsep Merton berasal dari caranya mengarahkan perhatian sosiolog ke pertanyaan yang relatif penting. Merton juga memperkenalkan konsep fungsi manifes dan fungsi laten. Secara sederhana, fungsi manifes adalah yang dikehendaki, sementara fungsi laten adalah yang tidak dikehendaki. Gagasan ini terkait dengan konsep merton yang lain – konsekuensi yang tidak terantisipasi. Merton menjelaskan bahwa konsekuensi-konsekuensi yang tidak diantisipasi dan fungsi-fungsi laten tidaklah sama. Fungsi laten adalah suatu tipe konsekuensi yang tidak terantisipasi, sesuatu yang fungsional bagi sistem yang dirancang. Namun, ada dua jenis konsekuensi tak terantisipasi lain : “hal-hal disfungsional bagi sistem yang telah ada dan itu semua mencakup disfungsi laten,” dan “hal-hal tidak relevan dengan sistem yang mereka pengaruhi secara fungsional atau disfungional…konsekuensi-konsekuensi nonfungsional” (Merton, 1949/1968: 105). Sebagai klarisifikasi lebih lanjut atas teori fungsional, Merton menunjukkan bahwa suatu struktur bisa jadi disfungsional bagi sistem secara keseluruhan namun mungkin saja terus ada.

Kritik utama
kritik substantif menyatakan bahwa fungsionalisme struktural tidak terlalu membahas sejarah, karenannya secara inheren ia bersifat ahistoris. Sebenarnya, fungsionalisme struktural berkembang, paling tidak sebagian, sebagai reaksi atas pendekatan evolusioner historis yang dikembangkan beberapa antropolog. Pada tahun-tahun awal, fungsionalisme melangkah terlalu jauh mengkritik teori evolusi dan mulai memusatkan perhatiannya pada masyarakat kontemporer ataupun masyarakat abstrak. Namun, fungsionalisme struktural tidak musti ahistoris (Turner dan Maryanski, 1979). Para fungsionalis struktural juga dikritik karena tidak mampu menjelaskan proses perubahan sosial secara efektif (Abrakamson, 1978, P. Cohen, 1968, Mills 1959, Turner dan Maryanski).
Percy Cohen (1968) melihat biang masalah ini didalam teori fungsionalisme struktural itu sendiri, dimana seluruh elemen masyarakat dipandang mempengaruhi satu sama lain sekaligus mempengaruhi sistem secara keseluruhan.
Kritik metodologis dan logis. Salah satu kritik yang sering dikemukakan (Abrahamson, 1978, Mills, 1959) adalah bahwa fungsionalisme struktural pada dasarnya kabur, tidak jelas dan ambigu. Bagian dari ambiguitas ini dapat ditelusuri ke dalam kenyataan bahwa para fungsionalis struktural lebih banyak membicarakan sistem sosial yang abstrak ketimbang masyarakat yang riil.