Indonesia negara majemuk memiliki berbagai suku, ras, agama, bahasa daerah, dll. Bahasa juga berfungsi sebagai alat komunikasi antar manusia. Tiap daerah mempunyai bahasa daerah sendiri-sendiri dan biasanya disertai dengan logat atau dialek yang berbeda-beda. Hal itu menunjukkan ciri khas masing-masing daerah. Artikel ini akan mencoba untuk memaparkan mengenai salah satunya bahasa daerah masyarakat Indonesia dan juga mengenai tradisi lisan masyarakat.

a. Pemetaan budaya
Budaya berasal dari kata Sanskerta “buddhayah” yang artinya akal. Manusia dengan kemampuan akal atau budidaya, mengembangkan berbagai macam sistem tindakan. Sistem tindakan tersebut harus dibisaakan oleh manusia dengan belajar mulai dari lahir sampai mati. Menurut ilmu antropologi kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar. Yang tidak termasuk dalam tindakan (yang dipelajari dengan belajar) antara lain: tindakan naluri, reflek, dll.

3 wujud kebudayaan menurut Koentjaraningrat yaitu: (1) wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks dari ide, gagasan, nilai, norma, peraturan, dsb; (2) wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas serta tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat; (3) wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia. Wujud pertama adalah wujud ideal dari kebudayaan. Sifatnya abstrak, lokasinya dalam pikiran masyarakat bersangkutan. Wujud kedua dari kebudayaan disebut sistem sosial, mengenai pola tindakan masyarakat itu sendiri. Sistem ini terdiri dari interaksi manusia berdasarkan adat yang berlaku dan bersifat konkret. Wujud ketiga disebut kebudayaan fisik. Sifatnya paling konkret dan berupa benda yang kasat mata.

Dalam kebudayaan terdapat berbagai unsur yang masuk didalamnya, unsur-unsur tersebut bersifat universal dan berjumlah 7. Artinya semua unsur ada dan bisa ditemukan dimasyarakat manapun. Ketujuh unsur dapat disebut juga sebagai isi pokok dari tiap kebudayaan, antara lain:
1. Bahasa
2. Ilmu pengetahuan
3. Organisasi sosial
4. Sistem peralatan hidup dan teknologi
5. Sistem mata pencaharian hidup
6. Sistem religi
7. Kesenian

Budaya di seluruh Indonesia dipetakan sesuai dengan daerahnya masing-masing. Indonesia kaya akan bahasa daerahnya yang menyebabkan bahasa Indonesia digunakan sebagai bahasa pemersatu. Misalnya bahasa dan dialek yang ada di Indonesia dibedakan sesuai dengan daerahnya masing-masing. Sehingga bahasa daerah yang satu dengan yang lainnya berbeda-beda. Bahasa daerah setidaknya memiliki lima fungsi, yaitu sebagai (1) lambang kebanggaan daerah, (2) lambang identitas daerah, (3) alat perhubungan di dalam keluarga dan masyarakat daerah, (4) sarana pendukung budaya daerah dan bahasa Indonesia, serta (5) pendukung sastra daerah dan sastra Indonesia.

b. Masyarakat pengguna bahasa dialek
Bahasa yang digunakan dalam kehidupan manusia mengandung beragam dialek. M. Ramlan dan kawan-kawan membagi ragam bahasa Indonesia menjadi sebagai berikut.
Pertama, ragam berdasarkan tempat misalnya dialek Jakarta, dialek Menado, dialek Jawa, dialek Minangkabau dan sebagainya.
Kedua, ragam bahasa berdasarkan penutur terbagi menjadi ragam golongan cedekiawan dan ragam golongan bukan cendekiawan.
Ketiga, ragam bahasa berdasarkan sarana terbagi menjadi ragam lisan dan ragam tulisan.
Keempat, ragam bahasa berdasarkan bidang penggunaan terbagi menjadi ragam ilmu, ragam sastra, ragam surat kabar, ragam undang-undang, dan lain-lain.
Kelima, ragam bahasa berdasarkan suasana penggunaan, terbagi menjadi ragam resmi dan ragam santai.

Dialek tidak hanya berkaitan dengan bahasa, namun juga berkaitan dengan fitur non-kebahasaan. Fitur non-kebahasaan tersebut adalah letak geografis, kelas sosial, usia, pekerjaan, dan gender. Pada dialek geografikal atau regional, terdapat beberapa dialek; yaitu dialek kelas, dialek usia, dan dialek gender.

Contoh Dialek Banyumasan
Dibandingkan dengan bahasa Jawa dialek Yogyakarta dan Surakarta, dialek Banyumasan banyak sekali bedanya. Perbedaan yang utama yakni akhiran ’a’ tetap diucapkan ’a’ bukan ’o’. Jika di Solo orang makan sego’ (nasi), di wilayah Banyumasan orang makan ’sega’. Selain itu, kata-kata yang berakhiran huruf mati dibaca penuh, misalnya kata enak oleh dialek lain bunyinya ena, sedangkan dalam dialek Banyumasan dibaca enak dengan suara huruf ’k’ yang jelas, itulah sebabnya bahasa Banyumasan dikenal dengan bahasa Ngapak atau Ngapak-ngapak.

c. Tradisi lisan
Tradisi lisan diwariskan secara turun temurun, dan tidak hanya sebagai pengisi waktu tapi juga sebagai penyalur sikap dan pandangan, refleksi angan-angan kelompok. Juga sebagai wasiat bagi generasi selanjutnya (dijadikan pedoman hidup). Tradisi ini mengandalkan mulut dan telinga serta ada yang menggunakan simbol. Tradisi ini banyak terdapat pada masyarakat lokal.

Tradisi Lisan terdiri dari tiga kategori (menurut Boscam/ Danandjaya) :
1. Mite
Prosa rakyat yang dianggap benar-benar terjadi serta dianggap suci oleh penganutnya. Ditokohi oleh para dewa atau makhluk setengah dewa Ex : Kisah Jaka Tarub.
2. Legenda
• Prosa rakyat yang dianggap benar-benar terjadi, tetapi tidak dianggap suci.
• Ditokohi oleh manusia, walau kadang-kadang mempunyai sifatnya luar bisaa.
Contoh: terjadinya Gunung Tangkuban Perahu; Malin Kundang; dll.
3. Dongeng
Prosa rakyat yang tidak dianggap benar-benar terjadi. Tidak terikat oleh waktu dan tempat. Contoh: Dongeng Si Kancil.

Sumber:
Indriyawati, Emmy. 2009. Antropologi Untuk Kelas XI SMA dan MA.Jakarta: Pusat Perbukuan.
Dyastriningrum. 2009. Antropologi Kelas XI SMA dan MA Program Bahasa.Jakarta: Pusat
Perbukuan.
Koentjaraningrat. Pengantar Ilmu Antropologi. 2009. Jakarta: Rineka Cipta.
Sukma, Ivon. 2012. Materi Antropologi XI SMA. ivonsukma.wordpress.com.
www.materisma.com
www.pustakamateri.web.id