Manusia memiliki sifat ingin tahu dan tidak pernah merasa puas terhadap apa yang telah diraih. Manusia ingin mencari jawaban terhadap masalah yang dihadapinya. Dengan kemampuan berpikir, manusia melakukan penyelidikan sehingga memperoleh pengetahuan baru. Sosiologi disusun dalam rangka melakukan perencanaan sosial, pelaksanaan dan pemecahan sosial dalam menciptakan masyarakat yang teratur dan nyaman. Oleh karena itu, perlu dipahami sosiologi yang berfungsi dalam mengkaji gejala sosial dalam masyarakat.
Secara kebahasaan nama sosiologi berasal dari kata ”socious”, yang artinya ”kawan” atau ”teman” dan ”logos”, yang artinya ”kata”, ”berbicara”, atau ”ilmu”, dengan demikian Sosiologi berarti berbicara atau ilmu tentang kawan. Makna kawan dalam konteks ini lebih luas dari pada dalam pengertian sehari-hari. Kawan dalam pengertian sehari-hari menunjuk hubungan di antara dua orang atau lebih yang bekerja sama atau saling membantu. Dalam konteks Sosiologi ”kawan” meliputi seluruh hubungan antar-manusia baik secara individu maupun kelompok, baik yang mendekatkan maupun yang menjauhkan, baik yang berbentuk kerjasama maupun yang berupa persaingan, permusuhan, konflik atau pertikaian.
Berdasarkan uraian di atas, sosiologi dapat diartikan sebagai ilmu tentang berbagai hubungan antar-manusia yang terjadi di dalam masyarakat. Hubungan antar-manusia dalam masyarakat disebut hubungan sosial, sehingga sosiologi secara singkat dapat dirumuskan sebagai ilmu tentang masyarakat dan hubungan sosial.
Struktur sosial merupakan jalinan atau konfigurasi unsur-unsur sosial yang pokok dalam masyarakat, seperti: kelompok-kelompok sosial, kelas-kelas sosial, kekuasaan dan wewenang, lembaga-lembaga sosial maupun nilai dan norma sosial. Proses sosial merupakan hubungan timbal-balik di antara unsur-unsur atau bidang-bidang kehidupan dalam masyarakat melalui interaksi antar-warga masyarakat dan kelompok-kelompok. Sedangkan perubahan sosial meliputi perubahan-perubahan yang terjadi pada struktur sosial dan proses-proses sosial.
Dalam disiplin ilmu sosiologi, keberadaan teori-teori sosiologi mengacu pada upaya untuk memberikan penjelasan sistematis dan konsisten terhadap gejala sosial. Tahap akhir dari penjelasan sosiologi atas gejala sosial itu menurut Weber adalah menjelaskan mengapa para pelaku yang terlibat dalam gejala sosial itu berperilaku sedemikian sehingga gejala sosial itu dapat terjadi.
Istilah ‘sosiologi’ pertama kali digunakan oleh Auguste Comte (1798-1859). Comte menyatakan bahwa sosiologi adalah ilmu tentang gejala sosial yang tunduk pada hukum alam dan tidak berubah-ubah. Halnya dengan pitirim A. Sorokin menyatakan bahwa sosiologi mempelajari hubungan dan pengaruh timbal-balik antara aneka macam gejala-gejala sosial. Misalnya antara gejala ekonomi dan agama, keluarga dan moral, hukum dan ekonomi, serta masyarakat dan politik. Menurut Emile Durkheim, pokok bahasan sosiologi adalah fakta-fakta sosial. Fakta sosial adalah pola-pola atau system yang mempengaruhi cara manusia bertindak, berpikir dan merasa. Fakta sosial tersebut berada di luar individu. Fakta sosial mempunyai kekuatan memaksa atau mengendalikan individu tersebut.
Bagaimana data sosiologi dikumpulkan, dianalisis, diinterpretasi, dan akhirnya diambil simpulan?
Dalam usaha mengumpulkan data yang dapat menghasilkan temuan-temuan baru, para ahli sosiologi memperhatikan tahap-tahap penelitian, yang saling berkaitan secara erat.
Sebelum melakukan suatu penelitian terlebih dahulu harus dilakukan peninjauan terhadap bahan-bahan pustaka untuk mengetahui penemuan-penemuan sebelumnya.
Setelah merumuskan tujuan penelitian, peneliti harus menentukan metode pengumpulan data yang akan digunakannya. Dalam ilmu-ilmu sosial dikenal bebagai metode pengumpulan data, seperti metode survai serta beberapa metode nonsurvai seperti metode riwayat hidup, studi kasus, analisa isi, kajian data yang telah dilumpulkan oleh pihak lain, dan eksperimen.
Dalam penelitian survai hal-hal yang diteliti dituangkan dalam suatu daftar pertanyaan. Teknik survai mengandung persamaan dengan sensus; namun pada sensus yang menjadi subyek wawancara adalah seluruh populasi sedangkan dalam teknik survai daftar pertanyaan diajukan pada sejumlah subyek penelitian yang dianggap mewakili populasi (sampel).
Pengamatan (observasi) merupakan teknik pengumpulan data penelitian di mana peneliti mengamat secara lansung perilaku para subjek penelitiannya dan merekam perilaku yang wajar, asli, tidak dibuat-buat, spontan dalam kurun waktu relativif lama sehingga terkumpul data yang bersifat mendalam dan rinci.
Dalam sosiologi dibedakan antara penelitian di mana pengamat (1) sepenuhnya terlibat dalam kehidupa sehari-hari masyarakat yang diteliti (observasi partisipatif), dan (2) hanya berperan sebagai pengamat yang sepenuhnya melakukan pengamatan tanpa keterlibatan apapun dengan subyek penelitian (observasi non-partisipatif).
Salah satu kelebihan pengamatan terlibat (obervasi partisipatif) bila dibandingkan dengan survai ialah bahwa pengamatan terlibat lebih memungkinkan terjalinnya hubungan yang akrab antara peneliti dengan subjek penelitiannya, dan subjek penelitian tidak menyadari kalau sedang diteliti atau diamati.
Di samping dengan cara pengamatan (observasi), data sosiologi dapat digali dengan menggunakan angket/daftar pertanyaan ataupun wawancara.
Dalam pencarian maupun pengamatan ilmu seorang ilmuwan harus menghormati aturan etika, seperti keikutsertaan secara sukarela, tidak membawa cedera bagi subyek penelitian, asas anonimitas dan kerahasiaan, tidak memberikan keterangan yang keliru, dan menyajikan data penelitian secara jujur.
Kegunaan Sosiologi dan Peran Sosiolog
Sosiologi dipelajari untuk apa? Dengan pertanyaan lain mengapa kita belajar sosiologi? Sebenarnya di mana dan sebagai apa seorang sosiolog dapat berkiprah, tidak mungkin dapat dibatasi oleh sebutan-sebutan dalam administrasi okupasi (pekerjaan/mata pencaharian) resmi yang dileluarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Di beberapa negara telah muncul pengakuan terhadap sumbangan dan peran sosiolog di berbagai bidang kehidupan dan pembangunan. Sebagian besar sosiolog mengajar di perguruan tinggi atau menjadi peneliti mandiri.
Horton dan Hunt (1987) menyebutkan beberapa profesi yang pada umumnya diisi oleh para sosiolog: (1) ahli riset, baik itu riset ilmiah (dasar) untuk perkembangan ilmu pengetahuan ataupun riset yang diperlukan untuk kepentingan industri (praktis), (2) konsultan kebijakan, khususnya untuk membantu untuk memprediksi pengaruh sosial dari suatu kebijakan dan/atau pembangunan, (3) sebagai teknisi atau sosiologi klinis, yakni ikut terlibat di dalam kegiatan perencanaan dan pelaksanaan program kegiatan dalam masyarakat, (4) sebagai pengajar/pendidik, dan (5) Sebagai pekerja sosial (social worker). Di luar profesi yang disebutkan oleh Horton dan Hunt tersebut, tentu masih banyak profesi yang dapat digeluti oleh seorang sosiolog. Banyak bukti menunjukkan, bahwa dengan kepekaan dan semangat keilmuannya yang selalu berusaha membangkitkan sikap kritis, para sosiologi banyak yang berkarier cemerlang di berbagai bidang yang menuntut kreativitas, misalnya dunia jurnalistik. Di jajaran birokrasi, para sosiolog sering berpeluang menonjol dalam karier karena kelebihannya dalam dalam visinya atas nasib rakyat.
Seiring dengan perubahan sosial yang terjadi dalam masyarakat, keterlibatan para sosiolog di berbagai bidang kehidupan akan semakin penting dan sangat diperlukan. Perubahan sosial yang terjadi dalam masyarakat akan menuntut penyesuaian dari segenap komponen masyarakat yang menuntut kemampuan mengantisipasi keadaan baru. Para sosiolog pada umumnya unggul dalam hal penelitian sosial, sehingga perannya sangat diperlukan.
Daftar Pustaka
Horton, Paul B. dan Chester L. Hunt, (1984). Sociology, edisi kedelapan. Michigan:
McGraw-Hill. Terjemahannya dalam bahasa Indonesia, Paul B. Horton dan
Chester L. Hunt, 1993. Sosiologi. Terjemahan Aminuddin Ram dan Tita Sobari.
Jakarta: Penerbit Erlangga, hal 102.
Soekanto, Soerjono. 2012. Sosiologi suatu pengantar. Jakarta : Rajawali Press
Santosa, Agus. https://agsasman3yk.wordpress.com/ Diakses pada 22 Desember 2015