KONDISI HANKAM MASA ORDE BARU
Misi Penerbangan Spritual Orde Baru – Bagian 1
Seperti diketahui kurun waktu 1960-1970 merupakan kurun waktu yang paling krusial dalam sejarah RI. Suatu kurun waktu yang penuh konflik, akibat adanya pergeseran kekuasaan dari Orde Lama kepada Orde Baru. Walaupun proses pemindahan kekuasaan dari Bung Karno kepada Pak Harto telah diselesaikan secara konstitusional oleh MPR (S), namun demikian konflik tidak dengan sendirinya mereda, karena di lapangan resistensi para pendukung Bung Karno terhadap keputusan tersebut sangat kuat, dan tidak menyerah begitu saja. Hal tersebut sangat menghawatirkan pemerintah Orde Baru, sehingga pemerintah (baca Pak Harto) merasa perlu untuk meniadakan ancaman tersebut dengan segala cara, baik secara fisik maupun psikis, bahkan cara-cara spiritual atau supra natural-pun digunakannya. Penggunaan cara –cara yang mengedepankan pendekatan spiritual oleh pemerintah Orde Baru telah menarik banyak perhatian dari berbagai kalangan masyarakat dalam dan luar negeri, terutama pers. Memang pendapat umum menganggap upaya melalui pendekatan spiritual tersebut identik dengan upaya mistik atau perdukunan, yang dinilai irrasional bila dikaitkan dengan penyelenggaraan kenegaraan. Dari kalangan sendiri, dari tokoh tokoh Orde Baru yang berfikir rasional, tidak sedikit yang ikut mengkritisi cara-cara tersebut sebagai melawan arus kemajuan dan teknologi, dan serta merta menyatakan ke-tidak setujuannya. Sedangkan bagi pak Harto dan para penasihatnya, pendekatan spiritual ini adalah demi melengkapi syarat-syarat kepemimpinan seperti yang dipercayai oleh masyarakat dan budaya Jawa. Pemimpin harus kuat secara lahiriah dan kuat kejiwaannya. Untuk itu pendekatan spiritual menjadi sangat penting untuk memperkuat moral para pemimpin demi kokohnya pemerintahan, dalam hal ini Orde Baru.
Upaya spiritual ini tidak hanya dilakukan disekitar diri Pak Harto saja, tetapi meluas ke berbagai kota di Jawa dan di luar Jawa. Bahkan dari Mayor Supar pembantu utama Pak Sudjono Humardani saya memperoleh informasi, operasi spiritual juga mencapai Jepang dengan tujuan mengamankan dukungan Jepang kepada pemerintahan baru di Indonesia. Untuk keperlun operasi di berbagai wilayah di Indonesia, tentu saja memerlukan sarana transportasi udara. Dalam situasi yang diliputi saling curiga, AD yang baru saja kehilangan 7 jenderalnya oleh penghianatan PKI, jelas-jelas memilih pesawat-pesawat miliknya yang ada di Satuan Penerbangan AD (Penerbad) untuk mendukung misi-misi dimaksud. Memilih Penerbad selain alasan kepercayaan, juga karena alasan faktual di lapangan seperti lumpuhnya penerbangan sipil dan AU yang terkena imbas politik dampak G 30 S PKI.
Operasi spiritual atau kebatinan pada awalnya sangat dirahasiakan, mengingat fihak lawan politikpun menggunakan cara yang sama. Lama-kelamaan kerahasiaan tidak lagi bisa dipertahankan, karena pada prakteknya operasi ini sering ter-“imposed” kepada khalayak ramai, sehingga tidak bisa ditutupi lebih lama lagi. Justru predikat kerahasiaan yang nempel pada operasi kebatinan telah membuat berbagai fihak menjadi sangat penasaran, dan mereka selalu berupaya untuk mengejar sumber berita yang mereka anggap paling kompeten. Dan kamilah para crew yang menjadi sasaran utama, karena “mereka” tidak pernah bisa mengakses pak Sudjono atau Romo (?) Diyat, yang memimpin kegiatan ini. Karena kamipun selalu berusaha mengelak, boleh dikatakan informasi mengenai isyu perdukunan ini menjadi mampat, Maka gossiplah yang merebak di masyarakat yang kemudian berkembang menjadi berbagai isyu: seperti isyu perang dukun, perang kebatinan dan sebagainya.
Pengejaran berita oleh pers dalam dan luar negeri terhadap isyu perdukunan tidak pernah berhenti. Bahkan sejak lengsernya Pak Harto dari tahta kepresidenan, pengejaran oleh pers semakin gencar. Saya didatangi wartawan-wartawan asing dari Hongkong , Singapura, Australia dan Inggris untuk mengorek keterangan dan/atau mengkonformasi kebenaran berita yang sudah dimilikinya, seperti kasus “pencurian” topeng Gajah Mada dari Pura Besakih, Kembang Wijayakusuma dan lain-lain. Permintaan mereka adalah agar saya menuliskan pengalaman saya tentang misi-misi terbang di zaman sekitar peristiwa G 30 S, khususnya misi-misi yang berkaitan dengan mistik-isme. Saya tidak keberatan untuk membukukan pengalaman terbang saya, tetapi keberatan bila saya harus menceritakan secara khusus misi-misi spiritual atau misi-misi terbang yang berbau mistik. Saya sudah mencium maksud mereka, yaitu selain untuk tujuan-tujuan komersiil juga untuk tujuan politik. Dan saya tidak ingin cerita saya dipolitisasi dan tidak ingin menambah beban fikiran Pak Harto yang waktu itu sedang “sakit permanen”.Disamping itu ,saya ingin tetap “honest” kepada orang atau fihak yang member kepercayaan.
Baru setelah Pak Harto “tiada”, saya berfikir apa salahnya bila saya menulis, sehingga ada sesuatu yang bisa saya wariskan kepada anak-cucu saya dan khalayak ramai yaitu pengalaman terbang saya dalam situasi konflik dan pergolakan politik, yang pernah terjadi di Indonesia pada tahun 60-70-an. Dalam buku yang rencananya berjudul “Flight Mission” atau “Misi Terbang di Era G-30 S”, saya akan bercerita tentang misi-misi yang dibebankan kepada saya, yang layak diceritakan kepada pembaca. Dalam buku ini dapat
ditemukan cerita-cerita tentang misi terbang yang menarik, seperti 11 hari “ferry flight” pesawat Grand Commander Baltimore-Jakarta, atau “combat mission” malam hari bersama Pak Harto dan lain-lain yang tidak kalah menariknya dari cerita tentang misi spiritual. Semua kisah yang ditampilkan adalah cerita-cerita pilihan yang layak untuk diketahui umum. Saya bilang layak karena banyak sekali kejadian-kejadian aneh, lucu, seram, tidak masuk akal, kadang-kadang irrasional dan sering tidak sesuai dengan peraturan. Saya menjamin akan kebenaran kejadian, namun waktu kejadian dan nama-nama perorangan yang tertera dalam tulisan saya ini, tidak terlalu akurat. Kejadiannya sudah lebih dari 40 tahun yang lalu, tidak mudah untuk mengingat kembali segala kejadian yang dialami waktu itu. Untuk keperluan penulisan sejarah, diperlukan penelitian yang seksama
Komentar Terbaru