Anak Jalanan di Tugu Muda Semarang

Hallo Blogy’s, postingan kali ini adalah mengenai anak-anak jalanan yang ada di sekitaran Tugu Muda Semarang, ini adalah tugas observasi mata kuliah sosiologi perkotaan di semester 4, yang mana pada saat itu tugas observasi ini dibagi menjadi beberapa kelompok dengan tema yang berbeda-beda. harapan dari postingan saya kali ini adalah semoga para readers menjadi lebih peduli dengan keberadaan anak-anak jalanan di sekitar

Dalam proses pencarian data, kelompok kami melakukan dua kali observasi, yaitu hari kamis dan hari selasa.

  1. Kamis (1 Juni 2017)

Proses observasi kelompok kami yang pertama, kami lakukan pada hari kamis, 1 Juni 2017 di daerah Tugu Muda Semarang. Awalnya kami tidak tahu mengenai keberadaan anak jalanan pada siang hari, kami pun mengelilingi Tugu Muda, setelah beberapa menit kami menemui seorang penjual koran yang berumuran dewasa beliau bernama Bapak Subiyanto, kami diantarkan kepada anak jalan di belakang pos polisi Tugu Muda kepada anak jalanan yang bernama farel. disitu kami cukup sulit untuk mendapatkan informasi dengan beberapa strategi untuk mendapatkan informasi akhirnya kami membeli koran dengan harga 10.000 dan ikut kelompok kami ikut serta membantu berjualan koran. Setelah kami melakukan hal tersebut kami baru dapat memperoleh informasi dari anak jalanan, setelah mewawancarai farel cukup lama kami  bertemu juga salah seorang ibu dari anak jalanan yang bernama Bu Ulfa yang bercerita bagaimana anaknya berjualan setelah itu kami berkeliling Tugu Muda dan menemukan banyak lagi anak jalanan yang sama seperti farel dengan berbagai usia. Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa informan, kami menemukan beberapa data atau informasi mengenai fokus penelitian kami, yaitu tentang anak jalanan di Tugu Muda Semarang:

  1. Pak Subiyanto (tukang koran): ia menjelaskan tentang bagaimana keadaan yang sebenarnya dialami oleh anak jalanan di Tugu Muda Semarang, serta bagaimana cara anak jalanan ini bekerja. Beliau menjelaskan bahwa para anak jalanan ini tinggal bersama orang tua mereka. Dalam keseharianya, para anak jalanan ini disuruh bekerja oleh orang tua mereka, dalam hal ini yaitu berjualan koran.
  2. Bu Ulfa (penjual es/ ibu anak jalanan): Bu Ulfa menjelaskan tentang bagaimana kehidupan pribadinya (keluarga anak jalanan), dan apa saja kebutuhan anak jalanan setiap harinya. Menurut penuturannya, Bu Ulfa ini tinggal sendiri bersama lima orang anaknya, suaminya telah pergi meninggalkan bu ulfa dan anak-anaknya. Untuk mencukupi kebutuhan setiap harinya, Bu Ulfa bekerja sebagai penjual es di pingir jalan di kawasan Tugu Muda, selain itu beliau juga membeli koran di Kantor Jawa Pos untuk dijual kembali kepada anak-anak jalanan yang akan berjualan koran. Dan untuk menambah penghasilannya, ia menyuruh anaknya untuk bekerja (jualan koran). Untuk kebutuhan anak jalanan sangat beragam, diantaranya yaitu untuk membeli makan sehari-hari, untuk beli jajan, membayar SPP pendidikan (bagi yang bersekolah), serta membayar kontrakan (bagi yang tinggal menetap).
  3. Farel (anak jalanan): ia menjelaskan mengenai apa saja pekerjaan anak jalanan di Tugu Muda Semarang serta pendapatan dari masing-masing pekerjaan tersebut, alasan jadi penjual koran, serta harapan-harapannya kedepan. Menurutnya, pekerjaan para anak jalanan di Tugu Muda Semarang ini ada tiga jenis dengan jumlah pendapatan masing-masing, yaitu ada penjual koran, pengemis, dan juga pemulung. Sebagai penjual koran, para anak jalanan ini biasa memperoleh penghasilan antara 50 – 170 ribu/ hari, dengan harga 2.000 – 5.000 per koran. Untuk pengemis, para anak jalanan ini mendapatkan penghasilan sebesar 50 – 200 ribu /malam. Sedangkan untuk pemulung, para anak jalanan ini biasanya mendapatkan penghasilan sebesar 3.000/ kg. Dalam sehari, ia mendapatkan penghasilan 60.000 dari menjual koran. Ia menjual koran karena terpaksa, karena keadaan ekonomi keluarganya yang serba kekurangan, akhirnya mendorong ia untuk menjual koran. Dalam kondisi yang demikian, ia masih mempunyai cita-cita dan harapan yang besar, ia ingin agar kondisi seperti ini tidak berjalan lama, ia ingin merubah keadaan ia sekarang menjadi keadaan yang lebih baik, bahkan di tengah hiruk-pikuknya kondisi jalanan, tersemat cita-cita tinggi dalam dirinya, yaitu ingin jadi p
  4. Elen (anak jalanan): informan yang ini menjelaskan mengenai bagaimana kondisi keluarganya, dan bagaimana pendidikannya. Menurutnya, ia ditinggalkan oleh kedua orang tuanya, ia hanya hidup dengan kakaknya dan kakek neneknya, namun saat ini neneknya sudah meninggal sehingga segala urusan hidup elen di tanggung oleh kakaknya. Elen bersekolah di SD Brintik kelas 4 tetapi ia tidak menyebutkan nama SD. Elen juga bercerita mengenai temanya salah satunya farel, kepada kami farel mengatakan bahwa ia sekolah namun kata elen farel tidak sekolah. Ia juga menyebutkan terjadi juga kekerasa oleh preman, ia juga mengatakan bahwa temannya kerap mengalami di minta paksa uangnya jika tidak mau memberi maka akan mendapat ancaman.

 

  1. Selasa (6 Juni 2017)

Observasi yang kedua ini, kami lakukan untuk mencari beberapa tambahan data atau informasi yang telah kami dapatkan dari hasil observasi kami yang pertama. Untuk tempatnya masih sama yaitu di kawasan Tugu Muda Semarang. Di hari kedua kami mengikuti acara belajar bersama yang menjadi agenda dari Yayasan Emas Indonesia, acara dari belajar bersama ini meliputi belajar bersama sesuai kelas mereka bersekolah dan sesuai teman mereka bagi yang tidak bersekolah, mereka mempelajari pengetahuan umum seperti biasanya yang diajarkan disekolah. Kegiatan belajar bersama ini dilakukan dengan membagikan selembaran kertas yang isinya berupa soal-soal mengenai pengetahuan umum untuk kemudian mereka kerjakan secara bersama di sekitar area Tugu Muda.  Hasil dari observasi yang kedua kami yaitu:

  1. Ayub (pihak yayasan ): ia menjelaskan mengenai mengapa para anak jalanan bekerja demikian (sebagai penjual koran, pengemis, serta pemulung). Menurutnya, tidak ada pekerjaan lain yang bisa mereka kerjakan selain pekerjaan-pekerjaan tersebut. ia menuturkan bahwa, cara bertahan hidup seperti ini sudah dilakukan oleh Bapak/ Ibunya dari dulu hingga sekarang. Menurut kak Ayub ada orang tua yang mulai menyadari bahwa anak yang berjualan di jalan tidaklah baik, namun tidak ada pilihan lain untuk bertahan hidup memenuhi kebutuhan sehari-hari mereka. Lingkungan juga mendukung untuk tetap bekerja sebagai anak jalanan yang berjualan koran karena di lingkungan sekitarnya hampir semua masyarakatnya berprofesi sebagai penjual koran yang bekerja secara bergantian atau dalam hal ini waktu.
  2. Adit (anak jalanan): informan ini menjelaskan tentang bagaimana para anak jalanan bekerja, mulai dari penjual koran (biasanya dilakukan di pagi hari hinga korannya habis terjual semua), kemudian pengemis (para anak jalanan mengemis di malam hari, biasanya dengan mengetok kaca mobil para pengguna jalan di bawah lampu merah), pemulung (dilakukan dengan mengumpulkan barang-barang bekas di pinggir jalan, di tempat sampah, dan ditempat-tempat lain yang terdapat barang-barang bekas yang berserakan untuk kemudian dikumpulkan dan dijual ke pengepul).
  3. May : ia merupakan salah satu dari mantan anak jalanan. Sekarang sudah lebih baik kehidupannya, karena ia sudah menyadari bahwa kehidupan dijalanan tidak menjamin kehidupannya akan lebih baik. Sama seperti anak jalanan yang kita temui di daerah tugu muda. Dahulu may juga sama seperti mereka, berjualan koran dilampu-lampu merah daerah tugu muda. Kemudian dari pihak Yayasan Emas Indonesia melakukan pendampingan terhadap dirinya. Sehingga sekarang ini May sudah menjadi pribadi yang lebih baik dari sebelumnya, dia juga mahasiswi di salah satu universitas swasta di Semarang. Parasnyapun terlihat cantik dan periang. May sekarang ini juga menjadi bagian dari Yayasan Emas Indonesia tersebut. Sehingga sekarang ia juga ikut terlibat dalam pendampingan anak-anak jalanan yang ada di tugu muda.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

* Kode Akses Komentar:

* Tuliskan kode akses komentar diatas: