Skip to content

Muhammad Syahid

Just another Jejaring Blog Unnes Sites site

Archive

Archive for November, 2015

BAB I

PENDAHULUAN

  1. Latar Belakang

Di Indonesia, masalah pengelolaan limbah yang berasal dari hasil eksploitasi sumber daya alam mineral maupun industri pertambangan belum dilaksanakan secara tanggung jawab. Adapun bukti-bukti dari pengelolaan limbah yang tidak bertanggung jawab dapat kita lihat terutama di daerah pertambangan di Sumatera, Kalimantan dan Papua. Kerusakan lingkungan yang diakibatkan dari eksploitasi sumber daya mineral oleh perusahaan pertambangan telah membuat banyak wilayah tercemar oleh limbah bahan galian yang tidak diperlukan serta limbah yang berasal dari proses ekstraksi mineral yang menggunakan bahan-bahan kimia berbahaya. Penambangan batu bara di Kalimantan Timur oleh beberapa perusahaan bentuk lahan di wilayah tersebut menjadi kolam-kolam air dan merusak struktur tanah serta sistem hidrologi air tanah. Penambangan bijih tembaga di freepot, Papua telah mengakibatkan kerusakan lingkungan di sekitar wilayah tambang serta pencemaran di hulu-hulu sungai oleh limbah yang berasal dari bahan galian yang tidak terpakai. Penambangan timah di pulau Bangka telah meninggalkan banyak kolam-kolam hasil dari penggalian lahan, sedangkan biaya remediasi lingkungan untuk pemulihan lokasi-lokasi yang telah tercemar khususnya di wilayah pertambangan akan sangat mahal. Permasalahan pengelolaan limbah dan kerusakan lingkungan juga terjadi dalam eksploitasi sumber daya hutan yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan pemegang hak pengusahaan hutan (HTP) maupun industri bubur kertas. Kerusakan dan degradasi lingkungan yang terjadi akibat eksploitasi sumber daya hutan yang pengawasannya terlalu lemah telah mengakibatkan banyak hutan tropis di Indonesia telah rusak dan hal ini berdampak pula kerusakan Sistem Hidrologi Air Tanah, Struktur Tanah, Ekositem dan Kerusakan Fauna dan Flora.

Bahan baku kertas adalah kayu berasal dari pohon. Pabrik kertas harus menebang pohon dengan jenis kualitas tertentu untuk menghasilkan kertas. Semakin banyak kebutuhan akan kertas berarti semakin banyak pohon yang akan ditebang. Jika diproduksi dan pembuatan kertas terus dilakukan tanpa terkendali, itu sama saja membuat  setiap pohon yang seharusnya berfungsi menyeimbangkan alam menjadi bahan berbahaya yang dapat merusak bumi kita, yaitu kertas. Disamping asal bahan baku kertas dari pohon ternyata proses pembuatan kertas membutuhkan banyak energi dan menghasilkan limbah-limbah berbahaya.

Maka dari itu, dari dua kasus diatas maka perlu diadakan pelestarian atau konservasi dan penggunaan secara arif. Seperti apa yang sudah dideklarasikan oleh UNNES pada tahun 2010, ingin menjadikan diri sebagai Universitas konservasi. Hal ini memunculkan konsekuensi untuk berkomitmen dalam menjaga kelestarian alam sekitar, diantaranya melalui penghijauan dimana-mana, pengelolaan sampah, dan upaya mewujudkan gerakan Go Paperless.


 

 

  1. Rumusan Masalah
  2. Bagaimana Konservasi Pengelolaan tentang Limbah?
  3. Bagaimana Konservasi Pengelolaan tentang Limbah Nirkertas?

 

  1. Tujuan
  2. Untuk Mengetahui Konservasi Pengelolaan Limbah
  3. Untuk Mengetahui Konservasi Pengelolaan Limbah Nirkertas

 


 

BAB II

PEMBAHASAN

  1. Konservasi Pengelolaan Limbah

Limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik industri maupun domestik (rumah tangga). Dimana masyarakat bermukim, disanalah berbagai jenis limbah akan dihasilkan. Ada sampah, ada air kakus (black water), dan ada air buangan dari berbagai aktivitas domestik lainnya (grey water). Pengelolaan limbah merupakan kegiatan mengelola limbah dengan menggunakan cara-cara tertentu, sehingga limbah dapat dibuang dengan aman tidak mencemari lingkungan.

Produksi limbah rumah tangga selalu ada dan tidak pernah berhenti. Jika tidak dilakukan pengelolaan limbah secara arif, maka akan berdampak secara berantai. Sebagai suatu contoh; limbah padat kita kumpulkan di bak sampah untuk kemudian dibuang ke tempat pembuangan sampah sementara (TPS). Sementara itu, limbah cairnya kita biarkan mengalir melalui selokan dan akhirnya meresap ke dalam tanah, dan mencemari tanah dan air dalam tanah. Dampak dari meresapnya air ke dalam tanah air ini adalah terjadinya penurunan kualitas air dan timbullah masalah kekurangan air yang berkualitas, penyakit menular, dan lain-lain. Menurut statistik WHO yang dirilis bertepatan dengan hari air sedunia pada tanggal 22 Maret 2012, setiap harinya 6.000 anak di dunia meninggal karena kekurangan air bersih.

Ada dua bentuk limbah sampah, yaitu padat dan cair. Limbah tersebut menjadi produk yang sangat merugikan bagi kita (keluarga dan lingkungan keluarga kita), yang pada akhirnya merugikan kehidupan kita bersama. Sampah padat dapat diatasi dengan melakukan pemilihan. Sampah padat dikategorikan menjadi tiga yaitu: sampah organik, non organik, dan sampah B3. Sampah non organik dapat diolah dengan komposting sehingga menghasilkan kompos yang bermanfaat untuk menyuburkan tanah sehingga tanaman dapat tumbuh dengan baik.

 

 

Sampah menghasilkan limbah plastik. Secara umum, kemasan plastik diberikan label-label sebagai berikut:

 

 

 

  1. Konservasi Pengelolaan Nirkertas

Nirkertas berasal dari dua kata yaitu nir dan kertas. Nir artinya tanpa atau tidak memakai. Jadi Nirkertas adalah tanpa atau tidak menggunakan kertas.

Nirkertas merupakan usaha mengurangi produksi dan penggunaan kertas. Ini merupakan suatu cara sederhana namun memiliki tujuan dan manfaat untuk mencegah masalah besar, salah satunya global warming.

Menggunakan kertas yang berlebihan sama halnya mengurangi pohon. Hal itu dikarenakan bahan baku dari kertas adalah pohon. Selain itu juga mengganggu keseimbangan alam sehingga dapat merusak bumi. Dalam proses pembuatan kertas sendiri membutuhkan energi-energi besar yang menghasilkan limbah berbahaya yang tidak mampu diolah secara baik oleh pembuat kertas.

Pada umumnya para aktifis pecinta lingkungan selalu menggembar gemborkan konsep 3R yaitu Reduce, Reuse, Recycle. Reduce artinya mengurangi penggunaan, Reuse artinya kegiatan untuk menggunakan kembali, sedangkan Recycle berarti kegiatan mengolah kembali. Dalam hal ini, paperless merupakan wujud dari kegiatan Reduce.

Paperless memiliki manfaat bagi diri sendiri dan lingkungan sekitar, bagi lingkungan sekitar sudah pasti dapat membantu kelestarian hutan, mencgah terjadinya degradasi hutan, deforestasi hutan. Degradasi hutan adalah pengalihan hutan menjadi lahan dengan tujuan lain atau pengurangan tajuk pohon di bawah ambang batas minimum 10% untuk jangka panjang dengan tinggi pohon minimum 5 meter. ( insitu ) dan areal minimum 0,5 ha ( sumber : FAO ). Sementara deforstasi hutan adalah kegiatan penebangan hutan atau penggundulan hutan. Manfaat untuk manusia sendiri, dari segi finansial dapat menekan biaya produksi, mengurangi polusi udara dan lain-lain.

Paperless telah mengangkat isu penghematan kertas bahkan tidak menggunakan kertas, sehingga dapat menekan biaya administrasi. Namun dalam usaha mewujudkan paperless tentulah harus didukung dengan teknologi informasi yang memadai. Misalnya : hotspot bagi mahasiswa yang tentu membutuhkan komputer, laptop, notebook, dan lain – lain.

Di Indonesia, beberapa media massa mulai menyediakan koran digital atau e- paper. Misalnya : Kompas, Republika, Tempo, dan lain – lain.

Ada bentuk paperless yang lain, yaitu : paperless office atau paperless administrasi. Untuk menerapkannya, dalam kegiatan perkantoran harus memperhatikan hal – hal mengenai paperless office sistem.  Antara lain seperti berikut :

  1. Aspek sumber daya manusia (pengguna). Dalam hal ini pengguna paperless office system yaitu masyarakat yang sudah faham terhadap TI.
  2. Aspek Dokumen
  3. Aspek sistem Aplikasi. Aplikasi yang digunakan harus mengedepankan pada keamanan data dan kemudahan pemakaian.
  4. Aspek sosialisasi. Individu yang mengetahui paperless office harus mengenalkan sistem yang akan dipakai.
  5. Aspek Sarana Pendukung. Misalnya: kebijakan, hardware, infrastruktur Jaringan, SDM tenaga bantu, Dana, forum komunikai, dan lain-lain.
  6. Aspek Komunikasi. Aspek ini memerlukan visioner untuk menjelaskan tentang penggunaan paperless office system

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB III

PENUTUP

  1. Kesimpulan

Konservasi pengelolaan limbah merupakan kegiatan mengelola limbah dengan menggunakan cara-cara tertentu, sehingga limbah dapat dibuang dengan aman tidak mencemari lingkungan. Ada dua bentuk limbah sampah, yaitu padat dan cair. Produksi limbah rumah tangga selalu ada dan tidak pernah berhenti.

Konservasi pengolahan limbah nirkertas merupakan usaha mengurangi produksi dan penggunaan kertas. Ini merupakan suatu cara sederhana namun memiliki tujuan dan manfaat untuk mencegah masalah besar, salah satunya global warming.

Paperless telah mengangkat isu penghematan kertas bahkan tidak menggunakan kertas, sehingga dapat menekan biaya administrasi. Namun dalam usaha mewujudkan paperless tentulah harus didukung dengan teknologi informasi yang memadai.

 

  1. Saran

Sebagai masyarakat yang baik, kita tidak boleh acuh terhadap lingkungan sekitar. Kita dituntut untuk bijak dalam melakukan segala hal, apalagi yang berhubungan langsung dengan alam sekitar. Sebagai contohnya : dalam pengelolaan limbah rumah tangga, sebaiknya kita bisa memilah memilih antara sampah organik dan anorganik. Untuk selanjutnya sampah organik dapat di daur ulang.

Selain dalam pengelolaan limbah, kegiatan Nirkertas juga dapat bermanfaat bagi diri sendiri dan alam sekitar. Kita sebagai agent of change dituntut untuk melakukan hal – hal yang dapat merusak lingkungan sekitar. Seperti halnya Paperless. Di UNNES sendiri sudah diterapkan kegiatan ini, dimulai dari pengisian KRS, pengumuman HSS dilakukan secara online. Hal ini merupakan hal positif yang perlu dicontoh. Namun masih terdapat pula pengumuman mengenai organisasi Kemahasiswaan yang melalui brosure yang mungkin itu bisa dikatakan membuang – buang kertas. Dalam hal ini seharusnya UNNES bisa memberikan kebijakan bahwa seluruh kegiatan apapun dapat diinformasikan melalui online. Apalagi ketersediaan wifi di Kampus yang dirasa telah memadai.

Pada intinya sebagai agent of change kita harus melakukan hal – hal kecil yang berdampak besar manfaatnya di lingkungan sekitar.


 

DAFTAR PUSTAKA

Hardati, Puji, dkk. 2015. Pendidikan Konservasi. Semarang: Magnum Pustaka Utama.

https://id.wikipedia.org/wiki/Pengawahutanan

https://karyatulisilmiah.com/pengertian-deforestasi-dan-degradasi-hutan/

  1. Pihak yang Berkonflik

Permasalahan kepulauan yang biasa terjadi antara Indonesia dan Malaysia merupakan permasalahan yang selalu menyita perhatian bagi seluruh masyarakat Indonesia maupun Asia dan dunia. Pasalnya, negara-negara lain di kawasan Asia Tenggara sudah terbiasa dengan pernyataan Malaysia tentang batas teritorial kawasan mau wilayah maritimnya. Terkadang hal ini menjadi konflik yang cukup panjang, namun hingga saat ini belum pernah ada aksi seperti turunnya salah satu pihak militer hingga menimbulkan perang perebutan wilayah seperti wilayah-wilayah di kawasan Eropa. Tapi, tentu saja, bagi sebagian besar negara kawasan Asia Tenggara akan membela negara lain yang diakui Malaysia sebagai bagian dari wilayah negara nya tersebut.

Wilayah atau pulau milik Indonesia yang pernah diakui sebagai bagian dari kedaulatan Malaysia adalah Pulau Sipadan (saat masih menjadi bagian dari kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia) merupakan pulau kecil yang terletak tidak jauh dari Pulau Kalimantan (disebelah utara Pulau Tarakan, Kalimantan Timur), Pulau Sigitan (saat masih menjadi bagian dari kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia) terletak diujung timur laut pulau Kalimantan yang memiliki luas wilayah sekitar 7,9 hektare. Sengketa Sipadan dan Ligitan adalah persengketaan Indonesia dan Malaysia atas pemilikan terhadap kedua pulau yang berada di Selat Makassar yaitu pulau Sipadan (luas: 50.000 meter²) dengan koordinat:  4°6′52.86″N 118°37′43.52″E dan pulau Ligitan (luas: 18.000 meter²) dengan koordinat:  4°9′N 118°53′E.[1] Malaysia dengan nekatnya, membangun mercusuar di wilayah tersebut.

Sebenarnya bukan hanya Pulau saja yang diklaim oleh Malaysia. Namun, kekayaan warisan budaya Indonesia juga sering diklaim oleh Malaysia. Seperti reog Ponorogo.

Diketahui bahwa indonesia mempunya SDA yang cukup baik didalam perminyakannya. Hampir seluruh pualu-pulau di Indonesia memiliki kandungan minyak yang cukup berlimbah di bawah kandungan tanah nya. Hal ini juga ditutupi dengan pemandangan alamnya yang cukup amazing. Bukan hanya pada kandungan minyak nya saja yang bisa dimanfaatkan sebagai sumber ekonomi bagi negaranya, tapi pada bidang pariwisatanya juga bisa menjadi pilihan alternatif yang baik seiring berkurang pasokan minyak bumi yang tidak bisa diperbaharui lagi keberadaanya dan hal ini sangat bagus karena bisa menambah devisa nasional Negara itu sendiri.

Menurut sudut pandang kami, ini merupakan salah pemerintahan Indonesia yang telah begitu lalai dalam mempertahankan aset nasional yang  sangat berharga tersebut. Pemerintah kita akan ketir jika salah satu aset SDA maupun kultural kita diklaim oleh negara lain, khususnya Malaysia. Mungkin sebelumnya kita harus bersyukur dan bangga pada kekayaan ragam budaya dan alam Indonesia. Karena saking berlimpah dan beragamnya hal tersebut pemerintah kita sampai lupa akan hal tersebut. Hal tersebut sejak awal seharusnya sudah dilindungi dibawah hukum UU atau sudah didaftarkan ke dalam UNESCO. Maka, tidak akan lagi kasus pengklaiman yang bahkan bisa terjadi di masa yang akan datang.


 

 

 

  1. Teori yang Digunakan

Dalam kasus ini akan ada tiga teori yang digunakan adalah:

  1. Territorial Dispute
  2. National Insecurity
  3. Sovereignity Theory.

 

A territorial dispute is a disagreement over the possession/control of land between two or more states, or over the possession or control of land by a new state and occupying power after it has conquered the land from a former state no longer currently recognized by the new state.[2] Territorial Dispute adalah konflik yang terjadi ketika kedua belah pihak/negara/kelompok mengklaim wilayahnya atau bagian dari wilayahnya, biasanya berdasarkan sejarah atau kepentingan geografis, seperti keamanan nasional.[3] Sengketa ini sering terkait dengan kepemilikan sumber daya alam seperti sungai, lahan pertanian subur, mineral atau sumber daya minyak, meskipun sengketa juga dapat didorong oleh budaya, agama dan nasionalisme etnis. Dalam wilayah ini, jelas sekali bahwa sengketa yang terjadi adalah memperebutkan wilayah yang mempunyai kandungan alamnya yang berharga.

National Insecurity adalah masalah keamanan nasional sebuah negara yang disebabkan oleh threat dan vulnerability. Threat adalah ancaman terhadap keamanan nasional yang berasal dari luar negara tersebut. Sedangkan, vulnerability yaitu kerentanan yang juga berbahaya bagi keamanan nasional yang berasal dari dari dalam negara tersebut. Jelas bahwa, ancaman bagi kedua belah negara yang bersengketa terhadapa pulau yang juga menajadi kedaulatan dan berada diposisi yang tidak aman, merupakan sebuah ancaman dari luar. Untuk inilah, maka teori National Insecurity merupakan kerangka teori yang dapat dipakai untuk menganalisis kasus pulau Sipadan dan Ligitan.

Dalam konteks sistem internasional maka keamanan adalah kemampuan negara dan masyarakat untuk mempertahankan identitas kemerdekaan dan integritas fungsional mereka. Untuk mencapai keamanan, kadang-kadang negara dan masyarakat berada dalam kondisi harmoni atau sebaliknya. Dalam studi hubungan internasional dan politik internasional, keamanan merupakan konsep penting yang selalu dipergunakan dan dipandang sebagai ciri eksklusif yang konstan dari hubungan internasional (Buzan,1991: 2,12).

Konteks anarki menentukan tiga kondisi utama dalam konsep keamanan yaitu (Buzan, 1991:22) :

  • Negara merupakan objek utama dalam keamanan karena kedua-duanya adalah kerangka aturan dan sumber tertinggi otoritas pemerintah. Hal ini menjelaskan mengenai kebijakan utama yaitu keamanan nasional.
  • Meskipun negara adalah objek utama keamanan tetapi dinamika keamanan nasional memiliki hubungan yang tinggi dan adanya interdependensi antara negara. Ketidakamanan negara dapat atau tidak dapat mendominasi agenda keamanan nasional tetapi ancaman eksternal akan selalu terdiri dari elemen-elemen utama dalam masalah keamanan nasional. Oleh karena itu, ide keamanan internasional dapat digunakan pada kondisi sistemik yang mempengaruhi usaha negara untuk membuat negara lain merasa lebih aman atau sebaliknya.
  • Dengan adanya kondisi anarki, arti praktis keamanan hanya dapat dibentuk jika ada suatu hubungan persaingan dalam lingkungan operasional yang tidak dapat dielakkan. Jika keamanan bergantung pada hegemoni atau harmoni maka hal ini tidak dapat dicapai dalam kondisi anarki. Dengan kata lain keamanan bersifar relatif bukan absolut.[4]

 

Sovereignity Theory adalah teori yg menyebutkan bahwa negara memiliki otoritas sepenuhnya untuk mengatur urusan domestiknya. Teori tentang Sovereignty juga menekankan otoritas negara untuk berinteraksi dengan aktor lain dlm hubungan internasional. Sovereignty memiliki tiga dimensi, yaitu eksternal, internal, dan teritorial. Dimensi eksternal yaitu hak negara untuk secara bebas menentukan hubungannya dengan aktor lain tanpa ada halangan atau kontrol negara lain. Dimensi eksternal sovereignty identik dengan prinsip independence atau kemerdekaan. Dimensi internal yaitu hak dan kemampuan negara menetapkan karakter lembaga pemerintahannya serta membuat dan menegakkan aturan. Dimensi teritorial yaitu otoritas negara atas semua yang berada di wilayahnya. Dimensi eksternal sovereignty identik dengan prinsip independence atau kemerdekaan. Dimensi internal yaitu hak dan kemampuan negara menetapkan karakter lembaga pemerintahannya serta membuat dan menegakkan aturan. Dimensi teritorial yaitu otoritas negara atas semua yang berada di wilayahnya.[5]

 

 

  1. Penyebab Konflik Pulau Sipadan dan Ligitan

Persengketaan antara Indonesia dengan Malaysia, mencuat pada tahun 1967 ketika dalam pertemuan teknis hukum laut antara kedua negara, masing-masing negara ternyata memasukkan pulau Sipadan dan pulau Ligitan ke dalam batas-batas wilayahnya. Kedua negara lalu sepakat agar Sipadan dan Ligitan dinyatakan dalam keadaan status status quo. Akan tetapi, ternyata pengertian ini berbeda. Pihak Malaysia membangun resor parawisata baru yang dikelola pihak swasta Malaysia. Karena, Malaysia memahami status quo sebagai tetap berada di bawah Malaysia sampai persengketaan selesai, sedangkan pihak Indonesia mengartikan bahwa dalam status ini berarti status kedua pulau tadi tidak boleh ditempati atau diduduki sampai persoalan atas kepemilikan dua pulau ini selesai. Hal ini dilakukan oleh pihak Indonesia karena kita taat pada hukum internasional yang melarang mengunjungi daerah ber status quo. Di atas Sipadan, pulau yang luasnya hanya 4 km2 itu, kini, siap menanti wisatawan. Tapi pemerintah Indonesia, yang juga merasa memiliki pulau-pulau itu, segera mengirim protes ke Kuala Lumpur, minta agar pembangunan di sana dihentikan. Alasannya, Sipadan dan Ligitan itu masih dalam sengketa, belum diputus siapa pemiliknya. Pada tahun 1969 pihak Malaysia secara sepihak memasukkan kedua pulau tersebut ke dalam peta nasionalnya.[6]

Dalam hal ini teori Territorial Dispute sangat diperlukan dalam menjelaskan sengketa yang terjadi. Pasalnya, masalah perebutan kepulauan bisa juga dibilang sebagai suatu perebutan wilayah. Terlebih wilayah tersebut berada di tengah-tengah perbatasan dan kedua saling mengkalim satu sama lain wilayah tersebut. Dan teori National Insecurity juga bisa menjelaskan mengapa kedua negara ini saling berselisih paham tentang pulau ini. Dan membawa masalah ini ke arah yang lebih aman, yaitu mahkamah internasional untuk mengantisipasi konflik yang tambah meluas dan menghilangkan rasa aman dan berdaulat bagi kedua belah pihak negara. Dalam hal ini teori Sovereignty juga menjelaskan tentang kedaulatan yang ada. Dimana kedaulatan merupakan harga diri bagi bangsa dan merupakan entitas bagi negara itu sendiri.

Sengketa Sipadan dan Ligitan adalah persengketaan Indonesia dan Malaysia atas pemilikan terhadap kedua pulau yang berada di Selat Makassar yaitu pulau Sipadan (luas: 50.000 meter²) dengan koordinat:  4°6′52.86″N 118°37′43.52″E dan pulau Ligitan (luas: 18.000 meter²) dengan koordinat:  4°9′N 118°53′E.[7]

 

  1. RESOLUSI KONFLIK KEPULAUAN SIPADAN & LIGITAN

Pada tahun 1976, Traktat Persahabatan dan Kerja Sama di Asia Tenggara atau TAC (Treaty of Amity and Cooperation in Southeast Asia) dalam KTT pertama ASEAN di pulau Bali ini antara lain menyebutkan bahwa akan membentuk Dewan Tinggi ASEAN untuk menyelesaikan perselisihan yang terjadi di antara sesama anggota ASEAN akan tetapi pihak Malaysia menolak beralasan karena terlibat pula sengketa dengan Singapura untuk klaim pulau Batu Puteh, sengketa kepemilikan Sabah dengan Filipina serta sengketa kepulauan Spratley di Laut Cina Selatan dengan Brunei Darussalam, Filipina, Vietnam, Cina, dan Taiwan.

Dalam upaya untuk menyelesaikan sengketa antara kedua negara, Indonesia dan Malaysia mengadakan perundingan-perundingan pada berbagai tingkat seperti Senior Official Meetings, Joint Working Group Meetings dan Joint Commision Meetings, namun tidak berhasil mencapai penyelesaian yang dapat diterima kedua pihak. Selanjutnya pada tahun 1996, Presiden Soeharto dan Perdana Menteri Mahathir Muhammad sepakat untuk mengangkat utusan khusus dari masing-masing negara untuk mencari solusi alternatif. Setelah melakukan empat kali pertemuan Jakarta-Kuala Lumpur secara bergantian, kedua wakil dari Pemerintah Indonesia dan pemerintah Malaysia berhasil menemukan solusi, yakni merekomendasikan agar perlu adanya penyelesaian masalah ini lewat Mahkamah Hukum Internasional (ICJ). Selanjutnya, pada tanggal 31 Mei 1997 kedua negara menyepakati Special Agreement for the submission to the International Court of Justice the dispute between Indonesia and Malaysia concerning the soverignty over Pulau Sipadan and Pulau Ligitan. Naskah tersebut telah diratifikasi oleh Pemerintah Indonesia pada tanggal 29 Desember 1997 melalui Keputusan Presiden Nomor 49 tahun 1997 dan oleh pemerintah Malaysia pada tanggal 19 November 1997. Special Agreement ini merupakan syarat prosedural yang memungkinkan ICJ memiliki kewenangan juridiksi atas perkara ini. Special Agreement tersebut kemudian disampaikan kepada Mahkamah Hukum Internasional pada tanggal 2 November 1998 melalui suatu Joint Letter atau Notifikasi Bersama. Masalah pokok yang diajukan dan dimintakan dalam Special Agreement adalah agar Mahkamah Hukum Internasional memutuskan siapakah yang berdaulat atas kepemilikan Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan berdasarkan perjanjian-perjanjian yang ada, bukti-bukti dan dokumen-dokumen yang tersedia dari pemerintah Indonesia maupun dari pemerintah Malaysia. Special Agreement ini juga mencantumkan putusan Mahkamah Hukum Internasional sebagai bersifat akhir dan mengikat (final and binding).

Dalam penyampaian Notifikasi Bersama tersebut kepada Panitera Mahkamah Hukum Internasional, maka proses litigasi masalah Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan diforum internasional secara resmi mulai berlangsung dan untuk selanjutnya penyelesaian masalah ini sepenuhnya terletak pada penelitian Mahkamah Hukum Internasional. Tanggal 3 hingga 12 Juni 2002 Mahkamah Hukum Internasional telah mendengarkan argumentasi lisan dari Indonesia dan Malaysia sehubungan dengan sengketa wilayah (territorial dispute) Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan. Dan pada tanggal 17 Desember 2002 Mahkamah Hukum Internasional telah memberikan kedaulatan atas Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan kepada Malaysia. Dalam hal ini Mahkamah Hukum Internasional tidak terlalu tertarik dengan argumentasi Indonesia tentang akar kepemilikannya yang didasarkan pada Perjanjian Belanda-Inggris tahun 1891, yang pada Pasal IV menyebutkan bahwa garis batas kedua negara adalah garis lintang 4º 10’ di pantai timur Pulau Kalimantan terus ke Timur memotong Pulau Sebatik dan menempatkan kedua pulau itu di bawah garis lintang tersebut yang berarti milik Belanda. Menurut Mahkamah, perjanjian itu adalah perjanjian darat dan sulit diinterpretasikan sebagai perjanjian wilayah laut. Dengan ditolaknya perjanjian ini sebagai perjanjian alokasi laut, maka tidak ada lagi yang dapat diandalkan oleh Indonesia. Berbeda dengan Indonesia, bukti efektif Malaysia atas kedua pulau tersebut dan dalam periode yang cukup lama, antara lain, bahwa Malaysia sejak tahun 1917 telah melakukan fungsi legislatif atas kedua pulau tersebut misalnya dengan dikeluarkannya Peraturan Perlindungan Penyu, serta mengeluarkan Perizinan untuk menangkap telur penyu. Malaysia juga telah membangun mercusuar di Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan pada tahun 1962 dan 1963 yang terus dipelihara sejak kemerdekaan Malaysia. Kegiatan kedaulatan Malaysia ini menurut pengamatan Mahkamah tidak pernah diprotes oleh Indonesia. Semua fakta sejarah ini cukup meyakinkan bahwa Malaysia telah menunjukkan kegiatan berdaulatannya atas kedua pulau tersebut dan sudah cukup membuktikan adanya keefektifan untuk syarat kedaulatan suatu negara atas kedua pulau itu. Dalam hal ini, apa pun yang dilakukan oleh Indonesia sejak tahun 1969 seperti halnya menduduki kedua pulau tersebut, tetap tidak akan dapat menghapus keefektifan Inggris atau Malaysia.[8]

 

  1. Lokasi Konflik Pulau Sipadan dan Ligitan

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Gambar 1[9]

 

DAFTAR PUSTAKA

 

https://ayuningtyasalfatih.blogspot.co.id/2009/06/konsep-keamanan-dalam-konteks-hubungan.html

https://chirpstory.com/li/55525

https://id.wikipedia.org/wiki/Sengketa_Sipadan_dan_Ligitan

 https://id.wikipedia.org/wiki/Sengketa_Sipadan_dan_Ligitan

https://ikawulan30.wordpress.com/2013/04/07/sengketa-sipadan-dan-ligitan/

https://lib.ui.ac.id/file?file=digital/131180-T%2027319-Penyelesaian%20sengketa-Tinjauan%20literatur.pdf

https://mayluckblog.blogspot.co.id/2009/04/west-sahara-in-its-konflik.html

https://perkembanganmiliter.blogspot.co.id/2013/03/5-negara-ini-bertikai-dengan-malaysia.html

https://www.princeton.edu/~achaney/tmve/wiki100k/docs/Territorial_dispute.html

[1]https://id.wikipedia.org/wiki/Sengketa_Sipadan_dan_Ligitan diakses pada 15 Oktober 2015 pukul 01:35 wib

[2]https://www.princeton.edu/~achaney/tmve/wiki100k/docs/Territorial_dispute.html diakses pada 15 Oktober 2015 pukul 02:00 wib

[3] https://mayluckblog.blogspot.co.id/2009/04/west-sahara-in-its-konflik.html diakses pada 15 Oktober 2015 pukul 02:00 wib

[4] https://ayuningtyasalfatih.blogspot.co.id/2009/06/konsep-keamanan-dalam-konteks-hubungan.html diakses pada 15 Oktober 2015 pukul 02:07 wib

 

[5] https://chirpstory.com/li/55525 diakses pada 15 Oktober 2015 pukul 02:07 wib

[6] https://ikawulan30.wordpress.com/2013/04/07/sengketa-sipadan-dan-ligitan/ diakses pada 15 oktober 2015 pukul 02:37 wib

[7] https://id.wikipedia.org/wiki/Sengketa_Sipadan_dan_Ligitan diakses pada 15 Oktober2015 pukul 01:35 wib

[8]https://lib.ui.ac.id/file?file=digital/131180-T%2027319-Penyelesaian%20sengketa-Tinjauan%20literatur.pdf diakses pada 15 Oktober2015 pukul 02:44 wib

[9] https://perkembanganmiliter.blogspot.co.id/2013/03/5-negara-ini-bertikai-dengan-malaysia.html Diakses pada tanggal 15 Oktober 2015 pukul 03:00 wib

Sebuah tanggal yang unik dan mudah untuk dihafalkan, yakni tanggal 28 Oktober 1928. Ada apa dengan tanggal tersebut? Ya. Itu adalah peristiwa “Sumpah Pemuda”. Jika kita kupas, ada dua kata, yaitu Sumpah dan Pemuda. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), sumpah adalah pernyataan yang diucapkan secara resmi dengan bersaksi kepada Tuhan atau kepada sesuatu yang dianggap suci (untuk menguatkan kebenaran dan kesungguhannya dan sebagainya). Sumpah adalah sebuah janji atau ikrar yang teguh. Sedangkan pemuda menurut undang – undang republik indonesia nomor 40 tahun 2009 tentang kepemudaan pada bab 1 pasal 1 adalah warga negara Indonesia yang memasuki periode penting pertumbuhan dan perkembangan yang berusia 16 (enam belas) sampai 30 (tiga puluh) tahun. “Sumpah pemuda”, sebuah kata yang mudah diucapkan tetapi sulit untuk dipraktekkan karena saking melimpahnya makna yang terkandung didalamnya.

Pada tanggal 27-28 Oktober 1928 silam, seluruh perwakilan pemuda di tanah air berkumpul dan berikrar. Pada saat itu, para pemuda Indonesia hadir dalam Kongres Pemuda Kedua di Jakarta yang diprakarsai oleh Perhimpunan Pelajar Pelajar Indonesia (PPPI). Pada penutupan kongres kedua ini dibacakan rumusan hasil kongres yang disebut “Sumpah Pemuda”. Tanggal 28 Oktober menjadi catatan sejarah bagi perjalanan bangsa Indonesia, karena para pemuda mempertaruhkan semua jiwa raga untuk bangsa Indonesia dan bersatu padu memperkuat diri untuk menuju kemerdekaan tahun 1945. Kondisi ketertindasan yang mendorong para pemuda pada saat itu membulatkan tekad untuk berjuang demi mengangkat harkat dan martabat rakyat Indonesia. Di masa perperangan melawan penjajah, para pemuda mendeklarasikan diri dalam Satu Tanah Air, Satu Bangsa, dan Satu Bahasa, yaitu Indonesia. Sayangnya, peristiwa 87 tahun yang lalu sangat berbeda dengan situasi dan kondisi sekarang. Di mana aksi tawuran pelajar, narkoba, seks bebas dan berfoya-foya sudah menjadi ikon kebanggaan sendiri bagi segelintir para pemuda.

Sumpah Pemuda merupakan awal dari kelahiran bangsa Indonesia. Di mana selama ratusan tahun tertindas di bawah kekuasaan penjajah Belanda. Kondisi ini mendorong para pemuda menyatukan barisan untuk memperjuangkan kemerdekaan rakyat Indonesia hingga berhasil mencapai kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945.

Dari isi Sumpah Pemuda dapat kita pahami bahwa bagi bangsa Indonesia, Sumpah Pemuda merupakan sebuah ikrar yang telah dideklarasikan atau suatu komitmen bersama untuk bersatu melawan penjajah, memerangi kemiskinan, keterbelakangan, dan kebodohan bidang pendidikan. Momen inilah yang membuka pintu bagi para pejuang hingga mencapai kemerdekaan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945. Mengapa Sumpah Pemuda merupakan awal kelahiran bangsa Indonesia?. Jawabannya ada 3 makna yang terkandung di dalam Sumpah Pemuda, yaitu:

  1. Sumpah Pemuda sebagai catatan penting dalam sejarah Indonesia untuk mempersatukan perjuangan pemuda dalam merebut kemerdekaan.
  2. Sumpah Pemuda meletakkan arah dan tujuan perjuangan menentang kolonialisme, salah satunya melalui pendidikan.
  3. Sumpah Pemuda sejatinya adalah cikal bakal menuju proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945.

Dengan demikian, kemerdekaan merupakan harga mati yang harus dicapai, dipertahankan, dan diisi melalui pemerataan pembangunan untuk menghilangkan jurang kemiskinan dan pendidikan untuk menghapus kebodohan dan keterbelakangan masyarakat.

Peran Pemuda di Era Pembangunan Pada zaman peperangan dahulu, Sumpah Pemuda dijadikan sebagai awal perjuangan bagi pemuda agar bersatu merebut kemerdekaan dan terbebas dari kemiskinan dan kebodohan. Namun semangat patriotisme dan nasionalisme di kalangan generasi muda sekarang mulai luntur. Padahal generasi muda tidak perlu lagi memegang senjata atau bambu runcing untuk berjuang melawan penjajah seperti dulu. Indonesia yang berusia hampir mendekati satu abad dihitung dari hari Sumpah Pemuda, maka janganlah disia-siakan. Generasi muda hanya tinggal mengisi kemerdekaan dengan pembangunan dan pendidikan. Namun begitu mudahnya perselisihan batas wilayah, peperangan antarsuku, tawuran pelajar, mahasiswa, mudahnya emosi sebagian masyarakat, sikap toleran dan saling menghormati mulai pudar. Setiap hari kita saksikan di TV dan berbagai macam media massa lainnya, tidak sedikit pemuda yang terjerumus ke dalam lembah penyalahgunaan narkoba, seks bebas, tawuran antar pelajar, aksi kriminal dan penyimpangan lainnya. Justru itu menjadi kebanggaan tersendiri bagi sebagian para pemuda.

Di era kemerdekaan ini, peran pemuda dan pemudi harus terus ditingkatkan dengan mengisi kegiatan-kegiatan positif melalui pembangunan, seperti menempuh pendidikan setinggi-tingginya untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Sedangkan untuk menangkal pengaruh negatif akibat perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi modern, maka generasi muda wajib membekali diri dengan keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Banyak tugas dan pekerjaan rumah di depan mata yang harus dilaksanakan dan diselesaikan secara arif dan bijaksana. Para pemuda sebagai garda terdepan penerus bangsa harus memegang teguh amanat berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, karena ke depan akan muncul “tantangan baru” sebagai akibat pesatnya kemajuan di bidang ilmu pengetahun, teknologi informasi dan komunikasi serta perkembangan dinamika masyarakat yang makin kompleks. Para pemuda harus siap bekerja dalam iklim keterbukaan, yakni kerja keras, kerja cerdas, dan kerja ikhlas serta memiliki daya respon yang tinggi. Oleh karena itu, setiap pemuda harus membekali diri dengan pengetahuan, keterampilan dan pengalaman yang baik, sekaligus dapat memberikan teladan bagi masyarakat. Tiada kata berhenti untuk mengabdi kepada masyarakat dan optimisme pembangunan harus terus berjalan dan berbenah diri hingga waktu jualah yang mengakhirinya nanti. Hendaknya setiap pemuda Indonesia berkata apa yang bisa kamu berikan kepada negara dan janganlah sekali-kali berkata apa yang bisa kita ambil dari negara ini.

Tuku Uyah Neng Pontianak
Bapake Jones Lungo Bekasi
Nek Pengen Kuliah Seng Kepenak
Marang UNNES Kampus Konservasi


Tuku Gulo Regane Murah
Maceme Gulo Sanes-Sanes
Ojo Gelo Ojo Susah
Langsung Wae Kuliah Neng UNNES


Moco-Moco Neng Wit Jambu
Wit Jati Songko Cimahi
Ayo Poro Konco Podho Mlebu
Insyaallah Manfaati Lan Berkahi

Welcome to Jejaring Blog Unnes Sites. This is your first post. Edit or delete it, then start blogging!

Skip to toolbar