- Pihak yang Berkonflik
Permasalahan kepulauan yang biasa terjadi antara Indonesia dan Malaysia merupakan permasalahan yang selalu menyita perhatian bagi seluruh masyarakat Indonesia maupun Asia dan dunia. Pasalnya, negara-negara lain di kawasan Asia Tenggara sudah terbiasa dengan pernyataan Malaysia tentang batas teritorial kawasan mau wilayah maritimnya. Terkadang hal ini menjadi konflik yang cukup panjang, namun hingga saat ini belum pernah ada aksi seperti turunnya salah satu pihak militer hingga menimbulkan perang perebutan wilayah seperti wilayah-wilayah di kawasan Eropa. Tapi, tentu saja, bagi sebagian besar negara kawasan Asia Tenggara akan membela negara lain yang diakui Malaysia sebagai bagian dari wilayah negara nya tersebut.
Wilayah atau pulau milik Indonesia yang pernah diakui sebagai bagian dari kedaulatan Malaysia adalah Pulau Sipadan (saat masih menjadi bagian dari kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia) merupakan pulau kecil yang terletak tidak jauh dari Pulau Kalimantan (disebelah utara Pulau Tarakan, Kalimantan Timur), Pulau Sigitan (saat masih menjadi bagian dari kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia) terletak diujung timur laut pulau Kalimantan yang memiliki luas wilayah sekitar 7,9 hektare. Sengketa Sipadan dan Ligitan adalah persengketaan Indonesia dan Malaysia atas pemilikan terhadap kedua pulau yang berada di Selat Makassar yaitu pulau Sipadan (luas: 50.000 meter²) dengan koordinat: 4°6′52.86″N 118°37′43.52″E dan pulau Ligitan (luas: 18.000 meter²) dengan koordinat: 4°9′N 118°53′E.[1] Malaysia dengan nekatnya, membangun mercusuar di wilayah tersebut.
Sebenarnya bukan hanya Pulau saja yang diklaim oleh Malaysia. Namun, kekayaan warisan budaya Indonesia juga sering diklaim oleh Malaysia. Seperti reog Ponorogo.
Diketahui bahwa indonesia mempunya SDA yang cukup baik didalam perminyakannya. Hampir seluruh pualu-pulau di Indonesia memiliki kandungan minyak yang cukup berlimbah di bawah kandungan tanah nya. Hal ini juga ditutupi dengan pemandangan alamnya yang cukup amazing. Bukan hanya pada kandungan minyak nya saja yang bisa dimanfaatkan sebagai sumber ekonomi bagi negaranya, tapi pada bidang pariwisatanya juga bisa menjadi pilihan alternatif yang baik seiring berkurang pasokan minyak bumi yang tidak bisa diperbaharui lagi keberadaanya dan hal ini sangat bagus karena bisa menambah devisa nasional Negara itu sendiri.
Menurut sudut pandang kami, ini merupakan salah pemerintahan Indonesia yang telah begitu lalai dalam mempertahankan aset nasional yang sangat berharga tersebut. Pemerintah kita akan ketir jika salah satu aset SDA maupun kultural kita diklaim oleh negara lain, khususnya Malaysia. Mungkin sebelumnya kita harus bersyukur dan bangga pada kekayaan ragam budaya dan alam Indonesia. Karena saking berlimpah dan beragamnya hal tersebut pemerintah kita sampai lupa akan hal tersebut. Hal tersebut sejak awal seharusnya sudah dilindungi dibawah hukum UU atau sudah didaftarkan ke dalam UNESCO. Maka, tidak akan lagi kasus pengklaiman yang bahkan bisa terjadi di masa yang akan datang.
- Teori yang Digunakan
Dalam kasus ini akan ada tiga teori yang digunakan adalah:
- Territorial Dispute
- National Insecurity
- Sovereignity Theory.
A territorial dispute is a disagreement over the possession/control of land between two or more states, or over the possession or control of land by a new state and occupying power after it has conquered the land from a former state no longer currently recognized by the new state.[2] Territorial Dispute adalah konflik yang terjadi ketika kedua belah pihak/negara/kelompok mengklaim wilayahnya atau bagian dari wilayahnya, biasanya berdasarkan sejarah atau kepentingan geografis, seperti keamanan nasional.[3] Sengketa ini sering terkait dengan kepemilikan sumber daya alam seperti sungai, lahan pertanian subur, mineral atau sumber daya minyak, meskipun sengketa juga dapat didorong oleh budaya, agama dan nasionalisme etnis. Dalam wilayah ini, jelas sekali bahwa sengketa yang terjadi adalah memperebutkan wilayah yang mempunyai kandungan alamnya yang berharga.
National Insecurity adalah masalah keamanan nasional sebuah negara yang disebabkan oleh threat dan vulnerability. Threat adalah ancaman terhadap keamanan nasional yang berasal dari luar negara tersebut. Sedangkan, vulnerability yaitu kerentanan yang juga berbahaya bagi keamanan nasional yang berasal dari dari dalam negara tersebut. Jelas bahwa, ancaman bagi kedua belah negara yang bersengketa terhadapa pulau yang juga menajadi kedaulatan dan berada diposisi yang tidak aman, merupakan sebuah ancaman dari luar. Untuk inilah, maka teori National Insecurity merupakan kerangka teori yang dapat dipakai untuk menganalisis kasus pulau Sipadan dan Ligitan.
Dalam konteks sistem internasional maka keamanan adalah kemampuan negara dan masyarakat untuk mempertahankan identitas kemerdekaan dan integritas fungsional mereka. Untuk mencapai keamanan, kadang-kadang negara dan masyarakat berada dalam kondisi harmoni atau sebaliknya. Dalam studi hubungan internasional dan politik internasional, keamanan merupakan konsep penting yang selalu dipergunakan dan dipandang sebagai ciri eksklusif yang konstan dari hubungan internasional (Buzan,1991: 2,12).
Konteks anarki menentukan tiga kondisi utama dalam konsep keamanan yaitu (Buzan, 1991:22) :
- Negara merupakan objek utama dalam keamanan karena kedua-duanya adalah kerangka aturan dan sumber tertinggi otoritas pemerintah. Hal ini menjelaskan mengenai kebijakan utama yaitu keamanan nasional.
- Meskipun negara adalah objek utama keamanan tetapi dinamika keamanan nasional memiliki hubungan yang tinggi dan adanya interdependensi antara negara. Ketidakamanan negara dapat atau tidak dapat mendominasi agenda keamanan nasional tetapi ancaman eksternal akan selalu terdiri dari elemen-elemen utama dalam masalah keamanan nasional. Oleh karena itu, ide keamanan internasional dapat digunakan pada kondisi sistemik yang mempengaruhi usaha negara untuk membuat negara lain merasa lebih aman atau sebaliknya.
- Dengan adanya kondisi anarki, arti praktis keamanan hanya dapat dibentuk jika ada suatu hubungan persaingan dalam lingkungan operasional yang tidak dapat dielakkan. Jika keamanan bergantung pada hegemoni atau harmoni maka hal ini tidak dapat dicapai dalam kondisi anarki. Dengan kata lain keamanan bersifar relatif bukan absolut.[4]
Sovereignity Theory adalah teori yg menyebutkan bahwa negara memiliki otoritas sepenuhnya untuk mengatur urusan domestiknya. Teori tentang Sovereignty juga menekankan otoritas negara untuk berinteraksi dengan aktor lain dlm hubungan internasional. Sovereignty memiliki tiga dimensi, yaitu eksternal, internal, dan teritorial. Dimensi eksternal yaitu hak negara untuk secara bebas menentukan hubungannya dengan aktor lain tanpa ada halangan atau kontrol negara lain. Dimensi eksternal sovereignty identik dengan prinsip independence atau kemerdekaan. Dimensi internal yaitu hak dan kemampuan negara menetapkan karakter lembaga pemerintahannya serta membuat dan menegakkan aturan. Dimensi teritorial yaitu otoritas negara atas semua yang berada di wilayahnya. Dimensi eksternal sovereignty identik dengan prinsip independence atau kemerdekaan. Dimensi internal yaitu hak dan kemampuan negara menetapkan karakter lembaga pemerintahannya serta membuat dan menegakkan aturan. Dimensi teritorial yaitu otoritas negara atas semua yang berada di wilayahnya.[5]
- Penyebab Konflik Pulau Sipadan dan Ligitan
Persengketaan antara Indonesia dengan Malaysia, mencuat pada tahun 1967 ketika dalam pertemuan teknis hukum laut antara kedua negara, masing-masing negara ternyata memasukkan pulau Sipadan dan pulau Ligitan ke dalam batas-batas wilayahnya. Kedua negara lalu sepakat agar Sipadan dan Ligitan dinyatakan dalam keadaan status status quo. Akan tetapi, ternyata pengertian ini berbeda. Pihak Malaysia membangun resor parawisata baru yang dikelola pihak swasta Malaysia. Karena, Malaysia memahami status quo sebagai tetap berada di bawah Malaysia sampai persengketaan selesai, sedangkan pihak Indonesia mengartikan bahwa dalam status ini berarti status kedua pulau tadi tidak boleh ditempati atau diduduki sampai persoalan atas kepemilikan dua pulau ini selesai. Hal ini dilakukan oleh pihak Indonesia karena kita taat pada hukum internasional yang melarang mengunjungi daerah ber status quo. Di atas Sipadan, pulau yang luasnya hanya 4 km2 itu, kini, siap menanti wisatawan. Tapi pemerintah Indonesia, yang juga merasa memiliki pulau-pulau itu, segera mengirim protes ke Kuala Lumpur, minta agar pembangunan di sana dihentikan. Alasannya, Sipadan dan Ligitan itu masih dalam sengketa, belum diputus siapa pemiliknya. Pada tahun 1969 pihak Malaysia secara sepihak memasukkan kedua pulau tersebut ke dalam peta nasionalnya.[6]
Dalam hal ini teori Territorial Dispute sangat diperlukan dalam menjelaskan sengketa yang terjadi. Pasalnya, masalah perebutan kepulauan bisa juga dibilang sebagai suatu perebutan wilayah. Terlebih wilayah tersebut berada di tengah-tengah perbatasan dan kedua saling mengkalim satu sama lain wilayah tersebut. Dan teori National Insecurity juga bisa menjelaskan mengapa kedua negara ini saling berselisih paham tentang pulau ini. Dan membawa masalah ini ke arah yang lebih aman, yaitu mahkamah internasional untuk mengantisipasi konflik yang tambah meluas dan menghilangkan rasa aman dan berdaulat bagi kedua belah pihak negara. Dalam hal ini teori Sovereignty juga menjelaskan tentang kedaulatan yang ada. Dimana kedaulatan merupakan harga diri bagi bangsa dan merupakan entitas bagi negara itu sendiri.
Sengketa Sipadan dan Ligitan adalah persengketaan Indonesia dan Malaysia atas pemilikan terhadap kedua pulau yang berada di Selat Makassar yaitu pulau Sipadan (luas: 50.000 meter²) dengan koordinat: 4°6′52.86″N 118°37′43.52″E dan pulau Ligitan (luas: 18.000 meter²) dengan koordinat: 4°9′N 118°53′E.[7]
- RESOLUSI KONFLIK KEPULAUAN SIPADAN & LIGITAN
Pada tahun 1976, Traktat Persahabatan dan Kerja Sama di Asia Tenggara atau TAC (Treaty of Amity and Cooperation in Southeast Asia) dalam KTT pertama ASEAN di pulau Bali ini antara lain menyebutkan bahwa akan membentuk Dewan Tinggi ASEAN untuk menyelesaikan perselisihan yang terjadi di antara sesama anggota ASEAN akan tetapi pihak Malaysia menolak beralasan karena terlibat pula sengketa dengan Singapura untuk klaim pulau Batu Puteh, sengketa kepemilikan Sabah dengan Filipina serta sengketa kepulauan Spratley di Laut Cina Selatan dengan Brunei Darussalam, Filipina, Vietnam, Cina, dan Taiwan.
Dalam upaya untuk menyelesaikan sengketa antara kedua negara, Indonesia dan Malaysia mengadakan perundingan-perundingan pada berbagai tingkat seperti Senior Official Meetings, Joint Working Group Meetings dan Joint Commision Meetings, namun tidak berhasil mencapai penyelesaian yang dapat diterima kedua pihak. Selanjutnya pada tahun 1996, Presiden Soeharto dan Perdana Menteri Mahathir Muhammad sepakat untuk mengangkat utusan khusus dari masing-masing negara untuk mencari solusi alternatif. Setelah melakukan empat kali pertemuan Jakarta-Kuala Lumpur secara bergantian, kedua wakil dari Pemerintah Indonesia dan pemerintah Malaysia berhasil menemukan solusi, yakni merekomendasikan agar perlu adanya penyelesaian masalah ini lewat Mahkamah Hukum Internasional (ICJ). Selanjutnya, pada tanggal 31 Mei 1997 kedua negara menyepakati Special Agreement for the submission to the International Court of Justice the dispute between Indonesia and Malaysia concerning the soverignty over Pulau Sipadan and Pulau Ligitan. Naskah tersebut telah diratifikasi oleh Pemerintah Indonesia pada tanggal 29 Desember 1997 melalui Keputusan Presiden Nomor 49 tahun 1997 dan oleh pemerintah Malaysia pada tanggal 19 November 1997. Special Agreement ini merupakan syarat prosedural yang memungkinkan ICJ memiliki kewenangan juridiksi atas perkara ini. Special Agreement tersebut kemudian disampaikan kepada Mahkamah Hukum Internasional pada tanggal 2 November 1998 melalui suatu Joint Letter atau Notifikasi Bersama. Masalah pokok yang diajukan dan dimintakan dalam Special Agreement adalah agar Mahkamah Hukum Internasional memutuskan siapakah yang berdaulat atas kepemilikan Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan berdasarkan perjanjian-perjanjian yang ada, bukti-bukti dan dokumen-dokumen yang tersedia dari pemerintah Indonesia maupun dari pemerintah Malaysia. Special Agreement ini juga mencantumkan putusan Mahkamah Hukum Internasional sebagai bersifat akhir dan mengikat (final and binding).
Dalam penyampaian Notifikasi Bersama tersebut kepada Panitera Mahkamah Hukum Internasional, maka proses litigasi masalah Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan diforum internasional secara resmi mulai berlangsung dan untuk selanjutnya penyelesaian masalah ini sepenuhnya terletak pada penelitian Mahkamah Hukum Internasional. Tanggal 3 hingga 12 Juni 2002 Mahkamah Hukum Internasional telah mendengarkan argumentasi lisan dari Indonesia dan Malaysia sehubungan dengan sengketa wilayah (territorial dispute) Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan. Dan pada tanggal 17 Desember 2002 Mahkamah Hukum Internasional telah memberikan kedaulatan atas Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan kepada Malaysia. Dalam hal ini Mahkamah Hukum Internasional tidak terlalu tertarik dengan argumentasi Indonesia tentang akar kepemilikannya yang didasarkan pada Perjanjian Belanda-Inggris tahun 1891, yang pada Pasal IV menyebutkan bahwa garis batas kedua negara adalah garis lintang 4º 10’ di pantai timur Pulau Kalimantan terus ke Timur memotong Pulau Sebatik dan menempatkan kedua pulau itu di bawah garis lintang tersebut yang berarti milik Belanda. Menurut Mahkamah, perjanjian itu adalah perjanjian darat dan sulit diinterpretasikan sebagai perjanjian wilayah laut. Dengan ditolaknya perjanjian ini sebagai perjanjian alokasi laut, maka tidak ada lagi yang dapat diandalkan oleh Indonesia. Berbeda dengan Indonesia, bukti efektif Malaysia atas kedua pulau tersebut dan dalam periode yang cukup lama, antara lain, bahwa Malaysia sejak tahun 1917 telah melakukan fungsi legislatif atas kedua pulau tersebut misalnya dengan dikeluarkannya Peraturan Perlindungan Penyu, serta mengeluarkan Perizinan untuk menangkap telur penyu. Malaysia juga telah membangun mercusuar di Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan pada tahun 1962 dan 1963 yang terus dipelihara sejak kemerdekaan Malaysia. Kegiatan kedaulatan Malaysia ini menurut pengamatan Mahkamah tidak pernah diprotes oleh Indonesia. Semua fakta sejarah ini cukup meyakinkan bahwa Malaysia telah menunjukkan kegiatan berdaulatannya atas kedua pulau tersebut dan sudah cukup membuktikan adanya keefektifan untuk syarat kedaulatan suatu negara atas kedua pulau itu. Dalam hal ini, apa pun yang dilakukan oleh Indonesia sejak tahun 1969 seperti halnya menduduki kedua pulau tersebut, tetap tidak akan dapat menghapus keefektifan Inggris atau Malaysia.[8]
- Lokasi Konflik Pulau Sipadan dan Ligitan
Gambar 1[9]
DAFTAR PUSTAKA
https://ayuningtyasalfatih.blogspot.co.id/2009/06/konsep-keamanan-dalam-konteks-hubungan.html
https://chirpstory.com/li/55525
https://id.wikipedia.org/wiki/Sengketa_Sipadan_dan_Ligitan
https://id.wikipedia.org/wiki/Sengketa_Sipadan_dan_Ligitan
https://ikawulan30.wordpress.com/2013/04/07/sengketa-sipadan-dan-ligitan/
https://mayluckblog.blogspot.co.id/2009/04/west-sahara-in-its-konflik.html
https://perkembanganmiliter.blogspot.co.id/2013/03/5-negara-ini-bertikai-dengan-malaysia.html
https://www.princeton.edu/~achaney/tmve/wiki100k/docs/Territorial_dispute.html
[1]https://id.wikipedia.org/wiki/Sengketa_Sipadan_dan_Ligitan diakses pada 15 Oktober 2015 pukul 01:35 wib
[2]https://www.princeton.edu/~achaney/tmve/wiki100k/docs/Territorial_dispute.html diakses pada 15 Oktober 2015 pukul 02:00 wib
[3] https://mayluckblog.blogspot.co.id/2009/04/west-sahara-in-its-konflik.html diakses pada 15 Oktober 2015 pukul 02:00 wib
[4] https://ayuningtyasalfatih.blogspot.co.id/2009/06/konsep-keamanan-dalam-konteks-hubungan.html diakses pada 15 Oktober 2015 pukul 02:07 wib
[5] https://chirpstory.com/li/55525 diakses pada 15 Oktober 2015 pukul 02:07 wib
[6] https://ikawulan30.wordpress.com/2013/04/07/sengketa-sipadan-dan-ligitan/ diakses pada 15 oktober 2015 pukul 02:37 wib
[7] https://id.wikipedia.org/wiki/Sengketa_Sipadan_dan_Ligitan diakses pada 15 Oktober2015 pukul 01:35 wib
[8]https://lib.ui.ac.id/file?file=digital/131180-T%2027319-Penyelesaian%20sengketa-Tinjauan%20literatur.pdf diakses pada 15 Oktober2015 pukul 02:44 wib
[9] https://perkembanganmiliter.blogspot.co.id/2013/03/5-negara-ini-bertikai-dengan-malaysia.html Diakses pada tanggal 15 Oktober 2015 pukul 03:00 wib
Comments