Dominic dan Revolusi
Berhubung karena filmnya lagi booming, maka saya tergelitik, untuk iseng menulis, yang berkaitan dengan film Fast and Furious. Sebenarnya sepintas lalu, film ini hanya kelihatan seperti orang-orang kelebihan uang, yang demi memacu kendaraannya, tidak memerhatikan sama sekali segala kerusakan akibat tindakannya tersebut. Film ini benar-benar menggambarkan mimpi anak muda, untuk terlibat dalam berbagai aksi menegangkan dan penuh tantangan.
Sekilas, film ini melibatkan berbagai kemewahan, judi, dan berbagai budaya liberal lainnya. Akan tetapi, kalau kita melihat dari episode awal film ini (sekarang sudah ke-7), kita akan menemukan prinsip moral utama, dari para tokoh utama film tersebut. Dominic Toretto, dan Brian O’Conner, yang diperankan masing-masing oleh Vin Diesel dan almarhum Paul Walker, adalah tokoh utama dari film tersebut.
Sebagian besar orang mungkin akan berfokus menonton aksi almarhum Paul Walker, yang meninggal secara tragis, akibat kecelakaan mobil, pada tahun 2013 lalu. Akan tetapi, pada tulisan ini, saya akan berfokus pada Dominic Toretto. Ia adalah seorang kriminal, yang tak segan-segan merampok, untuk menghidupi dirinya. Hal tersebut hampir sama dengan tokoh di rusia yang membantu pendanaan revolusi negaranya.
Di sisi lain, Dominic Toretto, atau “Dom” (panggilan teman-temannya), adalah tipikal seorang pemimpin yang ideal. Ia bahkan rela mengorbankan nyawanya, demi menyelamatkan nyawa rekan-rekannya sesama kriminal. Walaupun, ya tentu saja, sekali lagi ini hanya film laga, yang menjual aksi-aksi berbahaya. Akan tetapi, di balik itu semua, ada pelajaran penting, yang bisa kita ambil dari alur cerita film itu.
Selain rela mengorbankan nyawanya, Dominic Toretto, adalah orang, yang tak pernah melupakan kawannya. Ketika kawannya sesama kriminal, meninggal duluan, akibat tertembak, ia tetap membagi rata uang hasil rampokan, untuk istri dan anak kawannya, yang meninggal itu. Ia adalah orang yang selalu menyediakan makanan bagi kawan-kawannya. Seseorang akan jadi kawannya, jika mau berjuang bersamanya.
Walaupun kriminal, ia bukanlah penganut seks bebas. Ia adalah pacar dan suami yang setia pada satu pasangan. Dalam cerita dikisahkan, bahwa ia baru mau berhubungan dengan perempuan lain, ketika istrinya, Leticia Ortiz (Letty) dikisahkan meninggal dunia (walaupun ternyata tetap hidup, tetapi dalam kondisi amnesia). Pada saat ia bertemu kembali dengan istrinya tersebut, ia tetap mengutamakan istrinya itu, selain itu, pacarnya selama kepergian Letty, Elena, sadar diri dan memilih mundur teratur.
Selain itu, Dom adalah seorang yang religius, dan taat beragama, terlepas apapun agamanya. Ini terlihat dari kebiasaannya, dari kalung kesayangannya yang selalu di doakan dan yang selalu mengajak kawan-kawannya, untuk berdoa dan bersyukur, sebelum menikmati makanan.
Ia juga memiliki semacam prinsip moral utama, yang selalu disampaikannya ke kawan-kawan, yang telah dianggap sebagai keluarganya. Prinsip tersebut, adalah untuk tidak melupakan kawan, bagaimanapun kondisinya. “You don’t turn your back on family, even when they do,” Begitu prinsip tak melupakan kawan, yang dimiliki oleh Dom.
Sikap moral pemimpin, seperti Dominic Toretto ini pada dasarnya sangat dibutuhkan untuk mewujudkan revolusi, khususnya revolusi Indonesia. Revolusi yang saya maksudkan di sini, bukanlah revolusi mental omong kosong ala bapak presiden dan tim kampanyenya, melainkan adalah sebuah revolusi sistem ekonomi dan politik Indonesia, yang masih bercorak kapitalisme semi feodal. Masih ada individu yang dikultuskan, masih ada pelarangan atas ideologi tertentu, dan lain-lain.
Hal ini sebenarnya terjadi karena kegagalan gerakan pro demokrasi, yang di dalamnya ada Partai Rakyat Demokratis, dalam menuntaskan revolusi demokratik. Karena itulah pemujaan atas individu tertentu, atau kultus individu, pengagungan atas ideologi militeristik (militerisme) masih berlangsung.
Kegagalan gerakan prodem ini bukanlah tanpa sebab. Ada banyak sekali faktor penyebabnya. Sebab pertama, adalah para pemimpin gerakan yang memunggungi prinsip moral, atau idealisme, yang dimilikinya, selama masih aktif berjuang di pergerakan rakyat, hanya untuk mencapai ambisi pribadinya, baik itu sebagai seorang legislator, maupun sebagai bagian dari eksekutor.
Nama-nama seperti Budiman Sudjatmiko, Andi Arief, Adian Napitupulu, dan lain-lain, dulunya adalah pemimpin pergerakan rakyat melawan kediktatoran Orde baru. Akan tetapi, pada waktu sudah masuk dalam kekuasaan, ketika pemerintah mengeluarkan kebijakan yang menyengsarakan rakyat, suara mereka nyaris tak terdengar. Rakyat yang dulu, adalah kawan seperjuangannya, begitu mudah ditinggalkan, paska bersinggungan dengan kekuasaan dan segala kenikmatan, yang menyertainya.
Kita bisa lihat, bagaimana sikap Andi Arief, ketika Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), yang didukungnya, menaikkan harga BBM, selain tak ada penolakan, bahkan terkadang ia juga ikut membenarkan tindakan SBY tersebut. Hal yang sama juga berlaku pada Budiman Sudjatmiko, Adian Napitupulu, dan para mantan aktivis pergerakan rakyat, yang menjadi pendukung Jokowi. Ketika yang bersangkutan menyerahkan harga BBM pada mekanisme pasar, tak ada protes dari mereka sama sekali. Bahkan ketika ada berita bahwa pada tanggal 1 Mei, tarif listrik juga akan diserahkan ke mekanisme pasar, mereka seperti kehilangan suara, dan melupakan kawan-kawan seperjuangannya, yaitu rakyat tertindas, yang dulu ikut berdarah dan berpeluh bersamanya.
Hal lain, yang seharusnya dipraktekkan oleh para pemimpin dan aktivis pergerakan rakyat, adalah sikap taat beragama dan menjauhi seks bebas. Masyarakat Indonesia, sebagian besar berisikan orang-orang, yang taat beragama, dan menjauhi seks bebas, oleh karena itu adalah hal yang ironis, jika masih ada pemimpin dan aktivis pergerakan rakyat, yang tidak taat beragama, dan mempraktekkan budaya liberal, seperti seks bebas.
Jika pemimpin dan aktivis pergerakan rakyat, memiliki sikap moral seperti Dominic Toretto, maka saya yakin revolusi ekonomi politik Indonesia, bukan lagi menjadi hal yang tidak mungkin. Mengapa demikian?
Persatuan gerakan rakyat, sebagai kunci terwujudnya sebuah revolusi ekonomi politik, baik itu revolusi demokratik maupun revolusi sosialis, akan terjadi, apabila para pemimpin dan aktivis pergerakan rakyat, menjaga soliditas persatuan, dan tidak melupakan kawan seperjuangan, seperti yang dilakukan oleh Dom Toretto, yang berprinsip untuk tidak akan melupakan kawan, apapun yang terjadi.
Oleh: Harsa Permata
(Yogyakarta, 7 april 2015)
good
bagus kak
bagus sekali mas artikelnya
sangat menarik
terimakasih atas infonya, sangat menambah wawasan 🙂
Menarik sekali
RESensi yang sangat menarik