Mountain View, California -“Coba tanya mbah Google”. Pengguna internet Indonesia kerap kali melontarkan kalimat tersebut ketika ingin mencari tahu jawaban akan berbagai hal. Ya, Google sudah dianggap sebagai gudang informasi tak terbatas yang tahu segalanya.
Di balik dahsyatnya mesin pencari Google, ada seorang sosok sentral yang tak bisa dilewatkan begitu saja. Dia adalah Ben Gomes, Senior Vice President Google Search. Kebetulan saat berkunjung ke markas besar Google di Mountain View, California, Amerika Serikat, sejumlah media asal Indonesia — termasuk detikINET— berkesempatan berbincang dengannya.
Ben sudah 16 tahun berkarir di raksasa internet itu. Pemegang gelar Ph.D Computer Science dari UC Berkeley ini lahir di Tanzania, tumbuh di Bangalore, India dan sudah menghabiskan bertahun-tahun untuk berkarir di Amerika Serikat.
Gelar sebagai juru kunci alias kuncen Google Search mungkin bisa dialamatkan kepadanya. Sebab ia memiliki posisi strategis dalam operasional dan pengembangan mesin pencari Google tersebut. Mulai dari masa-masa perjuangan awal sampai bertaburnya fitur-fitur yang Anda ketahui sekarang ini.
Ben bercerita, filosofi kerja yang dipegangnya selama ini tak lepas dari kondisi msa kecilnya yang selalu dahaga akan informasi. “Dulu waktu kecil, saya begitu suka dengan buku dan pengetahuan. Cuma di wilayah tempat tinggal saya saat itu cuma ada satu perpustakaan yang dijatah peminjaman bukunya. Ibu saya meminjam empat buku seminggu, saya kebagian dua buku, ibu saya dua lagi. Dan saat perpustakaan tutup, maka saya tak bisa meminjam buku dan tak mendapat informasi,” ceritanya.
Sampai suatu saat lahirlah internet yang mengubah cara orang mendapatkan informasi. Momentum ini disebut Ben telah meruntuhkan tembok besar akan mendapatkan informasi.
“Dalam menjalankan mesin pencari, pekerjaan kita selesai ketika user mendapatkan informasi yang diinginkannya. Dan itu jadi pegangan bagi saya untuk mengemas Google Search sampai saat ini. Kami tidak mau memberikan halaman web yang cuma berisi kata yang Anda cari, tetapi lebih untuk mencari tahu, apa yang sebenarnya Anda cari? Dan kami coba memberikannya kepada Anda,” ungkap Ben yang bercerita dengan penuh antusias.
Pekerjaan menjadi ‘kuncen Mbah Google’ disebut Ben tak sekadar harus jago coding dan menyusun algoritma yang ciamik. Masalah fundamental yang harus dipecahkan adalah, bagaimana bisa untuk berpikir dan bekerja seperti otak manusia dan mengaplikasikannya ke program komputer.
“Pekerjaan pertama kami bereskan di Google search adalah sinonim. Tak semudah yang dibayangkan, jika saya menulis ‘ubah brightness di monitor’ maka tak berarti ‘ganti brightness di monitor’, banyak varian kata rumit untuk diartikan. Ini yang menjadi tantangan berat,” ujar pria ramah ini.
Jadi untuk mengerti kata dalam sebuah konteks merupakan jalan terjal yang harus dilalui. Hal ini berbeda saat manusia berbicara yang bisa langsung diartikan. Namun saat hal itu diterapkan di komputer, kondisinya sungguh sulit.
Perjuangan selanjutnya Ben dan timnya adalah mengoptimalkan ekosistem Google di mesin pencarinya. Ia yakin, jika Google Search berhasil membantu user mencari suatu informasi, maka user tersebut akan semakin percaya dan bakal terus-terusan untuk mencari informasi lain.
Menghadirkan fitur Spelling Correction di Google Search juga diakui sulit oleh Ben. Pasalnya, mereka tak cuma harus mengakomodir bahasa Inggris, tetapi juga Jerman, Prancis, Italia dan lainnya.
“Pertama yang kita lakukan adalah bagaimana menerapkan algoritma pada Google Search ke semua bahasa, ini sulit. Tetapi kita harus bisa memasukkan algoritma di lintas bahasa yang dipilih. Saya bisa berbicara bahasa Inggris, tetapi tak tahu bicara bahasa Prancis, Jerman dan Italia,” ungkapnya.
Mesin Pencari yang Pintar
Meski sudah digunakan jutaan atau bahkan miliaran pengguna internet, Google Search tak mau berpuas diri. Ben sadar, teknologi tak ada yang sempurna. Termasuk mesin pencari Google yang harus terus dikembangkan untuk mengejar kesempurnaan tersebut.
Alhasil, dalam prosesnya muncul fitur Auto Complete, Images, Video, serta News Search dari layanan ini. “Namun kita ingin terbang lebih jauh lagi, menciptakan mesin pencari yang lebih pintar. Mesin pencari yang bisa menjawab hal lebih detail. Misalnya, ‘siapa Presiden Indonesia?’. Untuk bisa itu, maka kami harus mengerti banyak hal, mulai dari kata yang ditulis sampai tentang obyek yang dicari. Misalnya terkait pertanyaan tadi (siapa Presiden Indonesia?), maka kami juga harus tahu soal Indonesia, yakni negara dengan banyak pulau dan lainnya. Inilah yang kami sebut sebagai Knowledge Graph,” Ben memaparkan.
“Indonesia adalah sebuah negara, dan punya Presiden Joko Widodo, dan ibukotanya berada di Jakarta. Nah, keterkaitan informasi seperti ini yang bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut. Ini yang kami sebut sebagai Knowledge Graph dan bagaimana caranya komputer harus mengerti proses informasi ini sehingga bisa memberi jawaban yang pas,” lanjutnya.
Knowledge Graph merupakan teknologi di belakang Google Search yang menjadi database dari pengetahuan terstruktur tentang dunia nyata. Sudah banyak hal yang terangkum di dalamnya, tetapi masih banyak hal lain pula yang Google Search belum ketahui. “Dengan menggunakan ini maka kami bisa menjawab banyak pertanyaan,” tegasnya.
Ben lalu melakukan demonstrasi menggunakan Google Voice Search. “Siapa Presiden Indonesia? (dan dijawab ‘Joko Widodo’ oleh Google Search). ‘Hal menarik di Indonesia?’ (Dijawab ada Candi Borobudur, pura di Ubud, Bali dan lainnya’. “Carikan saya gambar Borobudur?’,” lanjut pertanyaan Ben lagi.
“Dulu 3-5 tahun lalu hal ini masih sulit untuk dilakukan. Teknologi masih jauh dari kata sempurna, termasuk Google Search, tapi kami terus berusaha melakukan pengembangan. Itulah masa depan yang kami tengah bangun. Yaitu, kami mengerti apa yang Anda tanyakan, dan kami bisa memberikan jawaban yang dimaksudkan,” tandasnya.