Ramai-ramai Tolak Internet.org, dari AS sampai Indonesia

KOMPAS.com — Lembaga pengawas internet dari berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia, mengirimkan sebuah surat petisi kepada CEO Facebook, Mark Zuckerberg. Dalam surat itu, semua sepakat untuk meminta Facebook menghentikan inisiasi program Internet.org.

Dari Indonesia, lembaga yang menyatakan keberatannya terhadap program internet gratis dari Facebook tersebut adalah ICT Watch.

Sementara itu, beberapa lembaga lainnya adalah Popular Resistance (AS), Roots Action.org (AS), OpenMedia (Kanada), Bits of Freedom (Belanda), Xnet (Spanyol), The Heliopolis Institute (Mesir), dan masih banyak lagi.

Ada berbagai alasan di balik penolakan yang diutarakan oleh lembaga-lembaga tersebut. Salah satu alasan utamanya, Internet.org dianggap melanggar “internet netral” atau biasa dikenal dengan istilah net neutrality.

Lembaga-lembaga itu menyatakan, seharusnya internet dipelihara sebagai platform terbuka. Penyelenggara jaringan seharusnya memperlakukan semua konten yang ada di dunia maya secara sama, tanpa adanya diskriminasi.

Seperti diketahui, beberapa waktu lalu, Facebook, bekerja sama dengan Indosat, telah merilis program Internet.org di Indonesia. Dalam program tersebut, pengguna Indosat bisa mengakses beberapa situs dan layanan tertentu secara gratis.

Nah, menurut lembaga-lembaga dunia tersebut, situs yang bisa diakses secara gratis seharusnya tidak dibatasi. Semua harus diberlakukan secara netral dan mendapatkan kesempatan yang sama.

“Kami mendesak Facebook untuk menegaskan hubungannya terhadap definisi sebenarnya dari internet netral. Semua aplikasi dan layanan diperlakukan sama dan tanpa diskriminasi—terutama di negara berkembang, tempat tiga miliar pengguna internet akan segera online—dan menyelesaikan masalah privasi secara signifikan, serta kelemahan keamanan yang melekat pada iterasi Internet.org saat ini,” tuntut lembaga tersebut pada keterangan pers yang diterima KompasTekno, Rabu (13/5/2015).

Salah satu alasan Facebook mengadakan program ini adalah untuk merangkul penggunayang selama ini belum menggunakan layanan dataagar mulai mencobanya.

Ini merupakan salah satu alasan yang ditentang oleh para lembaga itu. Pasalnya, pengguna dibatasi untuk membuka beberapa situs saja secara gratis. Seharusnya, pengguna tersebut diberikan kesempatan untuk membuka semua situs secara gratis.

“Proyek berlaku seperti ‘tembok hijau’. Beberapa layanan difavoritkan dari yang lain. Lagi, ini pelanggaran terhadap internet netral,” lanjut isi surat tersebut.

Berikut lembaga yang menyatakan penolakannya terhadap Internet.org.

Access Global
Popular Resistance AS
RootsAction.org AS
Future of Music Coalition AS
OpenMedia Kanada
The Media Consortium AS
Samuelson-Glushko Canadian Internet Policy & Public Interest Clinic (CIPPIC) Kanada
Bits of Freedom Belanda
Initiative für Netzfreiheit Austria
IT-Pol Denmark Denmark
European Digital Rights (EDRi) Uni Eropa
ColorofChange.org AS
xnet Spain
The Heliopolis Institute Mesir
Zimbabwe Human Rights NGO Forum Zimbabwe
Digital Rights Foundation Pakistan
Korean Progressive Network Jinbonet Korea Selatan
Movimento Mega Brasil
Instituto Bem Estar Brasil Brasil
Vrijschrift Belanda
Instituto Beta para Internet e Democracia – IBIDEM Brasil
The Agency League of Musicians AS
Digitale Gesellschaft Jerman
Integrating Livelihoods through Communication Information Technology for Africa Uganda
Protege Qv Kamerun
Fundacion Karisma Kolombia

 

Situs Berita Lelet Dibuka, Alasan Facebook Bikin “Instant Articles”

KOMPAS.com – Facebook baru saja mengumumkan sebuah fitur bernama Instant Article untuk mempercepat terbukanya tautan sebuah berita, meskipun mereka sendiri bukanlah sebuah media penyaji berita. Apa tujuan Facebook yang sebenarnya?

Dalam sebuah sesi Townhall Q&A di Menlo, California, Jumat (15/5/2015), CEO Facebook Mark Zuckerberg menjelaskan tujuan mereka membuat fitur Instant Article tersebut.

Dia mengatakan, ide utama fitur Instant Articles adalah membuat pengguna bisa mengakses konten berita yang diinginkan tanpa harus menunggu terlalu lama. Terutama saat mereka mengakses tautan konten berita itu dari dalam aplikasi Facebook mobile.

“Saya tidak tahu berapa banyak pengguna membaca berita dari aplikasi Facebook, tapi dari perspektif saya satu hal yang benci dari aplikasi ini adalah Anda harus menjelajahi aplikasi, memilih tautan artikel yang ingin dibaca, menyentuh tautan itu dan ternyata butuh waktu 10 detik untuk memuatnya,” terang pria yang kerap tampil menggunakan kaus abu-abu itu, seperti dikutip KompasTekno.

“Jadi salah satu solusi kami adalah bekerja sama dengan sumber berita sehingga mereka bisa mengirimkan kontennya ke dalam server kami. Ketika Anda membuka tautannya, maka konten yang dimaksud akan langsung terbuka,” imbuhnya.

Zuckerberg menekankan bahwa niat perusahaannya hanyalah memberikan solusi agar sebuah konten dapat diakses lebih cepat. Menurutnya, tidak ada satu pun orang yang berharap waktunya akan habis cuma untuk menunggu tautan sebuah situs terbuka.

“Salah satu solusi kami adalah mempercepat proses pemuatan konten tersebut, kami pun punya tim yang sedang mengerjakan itu,” pungkasnya.

“Kami berharap tahun depan bisa bekerja sama dengan lebih banyak partner sehingga bisa ada lebih banyak konten yang dapat dibuka dengan lebih cepat, apapun kontennya,” tutup Zuck.

Facebook Instant Article Memicu Kekhawatiran Media

screenshotCEO Facebook Mark Zuckerberg dalam sesi tanya jawab di kantor Facebook

KOMPAS.com – Facebook telah mengekspansi layanan jejaring sosial menjadi agregator/pengepul berita. Beberapa media terkemuka, seperti The New York Times danNational Geographic digandeng untuk menggodok program yang dinamai Instant Article tersebut.

Pengguna dapat mengakses konten berita langsung dari Facebook tanpa harus membuka tautan ke portal media tertentu.

CEO Facebook Mark Zuckerberg mengatakan, ide utama fitur Instant Articles adalah membuat pengguna bisa mengakses konten berita yang diinginkan tanpa harus menunggu terlalu lama. Terutama saat mereka mengakses tautan konten berita itu dari dalam aplikasi Facebook mobile.

Facebook Instant Articles dikatakan masih berupa eksperimen saja. Namun fitur tersebut ternyata memicu kekhawatiran pada sisi media sebagai pemilik konten berita.

Jika format Instant Articles sudah terbukti ampuh, maka jejaring sosial besutan Mark Zuckerberg ini berpotensi mendominasi distribusi berita online. Pengguna yang membaca berita langsung melalui fitur itu akan lebih lama menghabiskan waktu di dalam Facebook ketimbang situs pembuat berita orisinilnya.

Walaupun ada kekhawatiran seperti itu, hingga saat ini Zuck berhasil merayu 9 penerbit besar untuk mengisi Instant Articles. Penerbit yang dimaksud adalah Times, BuzzFeed, The Atlantic, National Geographic, NBC News, The Guardian, BBC News, dan Germany’s Bild and Der Spiegel.

Sebagai ganti untuk konten yang ditampilkan dalam Instant Articles, Facebook saat ini menawarkan dua pilihan pembagian keuntungan. Pertama, Facebook diperbolehkan menjual iklan untuk konten penerbit tertentu yang ada dalam Instant Article, lalu keuntungannya dibagi dua.

Kedua, penerbit sendiri yang berusaha menjual konten dalam Instant Article tersebut dan keuntungan itu sepenuhnya jadi milik penerbit.

Ketika ditanyakan perihal berapa lama model berbagi untung itu akan dipertahankan, seperti dikutip KompasTekno dari The Verge, Jumat (15/5/2015), Vice President of Media Partnership Facebook Justin Osofsky hanya menekankan bahwa perusahaan berniat untuk bekerja sama dengan para penerbit.

“Kami berkomitmen untuk bekerja sama dengan para penerbit dengan cara memberikan mereka alat-alat untuk membangun bisnis,” ujar Osofsky.

Sumber: The Verge

Twitter Mulai Sajikan Konten Berita

BuzzfeedTwitter uji coba fitur Trending News pada layanannya

KOMPAS.com — Hari ini, Selasa (4/8/2015), Twitter mulai memasang fitur pemberitaan pada layanannya. Bertajuk “Trending News”, fitur ini masih dalam tahap eksperimen.

Tujuannya sederhana, yakni memudahkan pengguna mencari konten berita paling penting setiap waktu. Dilansir KompasTekno dari Buzzfeed, saat membuka Trending News, pengguna akan dijejali headline dari berbagai organisasi media.

Segera setelah mengklik headline berita, pengguna bakal dibawa ke layar lain yang memajang gambar berita, lead berita, dan beberapa komentar pengguna. Ada pula tautan untuk mengakses berita selengkapnya.

Sepertinya, fitur teranyar ini merupakan rangkaian dari rencana Twitter menggodok Project Lightning, yakni proyek kurasi kicauan yang diambil dari peristiwa-peristiwa langsung atau real-time.

Twitter pertama kali sesumbar tentang Project Lightning pada awal 2015. Sebaliknya, Twitter tak pernah mengungkapkan niat membuat fitur Trending News.

Namun, secara garis besar, Project Lightning dan Trending News memiliki mekanisme dan tujuan serupa. Bedanya, Project Lightning lebih menekankan para berita real-timeyang disajikan semua pengguna di seluruh dunia.

Dengan kata lain, Project Lightning merupakan pengembangan dari konsep jurnalisme warga (citizen journalism). Project Lightning juga mengakomodasi penggalian berita mendalam dengan lebih mudah.

Hingga saat ini, belum jelas kapan Project Lightning akan resmi diluncurkan. Yang jelas, Trending News menyajikan hal yang lebih dikenal kalangan masyarakat umum, yakniheadline berita.

Saat ini, uji coba Trending News masih berkutat di wilayah Amerika Serikat. Hanya beberapa pengguna yang beruntung yang sudah bisa menjajal fitur termutakhir ini.

“Kami bereksperimen dengan fitur berita pada iOS dan Android sembari terus mencari cara untuk memberikan konten terbaik untuk para pengguna,” kata juru bicara Twitter.

Sumber: BuzzFeed

Medsos Jadi Pengepul Berita, Apa Kata Bos Media?

Fatimah Kartini BohangDirektur detik.com Budiono Darsono

JAKARTA, KOMPAS.com – Pekan lalu, Facebook mengemukakan rencananya mengekspansi layanan jejaring sosial menjadi agregator berita. Beberapa organisasi media terkemuka seperti The New York Times dan National Geographic, bakal digandeng untuk menggodok inisiasi ini.

Nantinya, netizen dapat mengakses konten berita langsung dari Facebook tanpa harus membuka tautan ke portal media tertentu. Rencana ini ditanggapi sebagai konsekuensi perkembangan teknologi oleh pendiri detikcom, Budiono Darsono.

”Saat ini berbagai portal online juga sudah memanfaatkan media sosial untuk menyebar berita. Misalnya di Detik.com, arus yang masuk juga banyak berasal dari Twitter,” katanya saat ditemui usai sesi diskusi ”Media & Community in the Digital Era”, Sabtu (9/5/2015) di Gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta.

Menurut pria yang kerap disapa BDI, perkembangan TI menuntut organisasi media untuk selalu berinovasi dan berubah bentuk. Dulu, format media cetak dengan teks panjang dianggap paling pas untuk memenuhi kebutuhan pembaca.

Saat ini, pembaca butuh berita cepat dan ringkas. Karenanya, format media bermigrasi ke arah digital. Pembaca dapat mengakses berita dalam waktu yang hampir sama ketika peristiwa terjadi.

Inisiasi Facebook untuk menjadi pengepul berita juga berangkat dari kebutuhan masyarakat modern yang ingin informasi cepat. Facebook tak ingin aktivitas membuka tautan memperlambat akses berita sampai ke pembaca.

BDI paham hal ini. Menurutnya, tak masalah jika media sosial nantinya ingin bertindak sebagai pengepul berita. Asalkan, kerjasama dengan organisasi media menguntungkan kedua pihak.

“Kalau memang media sosial mau jadi agregator ya silakan saja. Asalkan mekanismenya tetap bisa saling membantu organisasi media,” ia menuturkan.

Agregator berita godokan Facebook kabarnya akan bertajuk ”Instant Articles”. Disinyalir, Mei ini Facebook bakal menguji coba fitur tersebut.

Untuk menarik perhatian media agar mau bekerja sama, Facebook dikabarkan akan memberikan seluruh keuntungan iklan yang didapat dari konten ”Instant Articles”. Tapi tetap saja, arus pembaca akan lebih banyak masuk ke Facebook ketimbang portal media penyedia konten.

Saat ditanya apakah detikcom berniat bekerjasama dengan media sosial yang jadi pengepul berita, BDI belum bisa memastikan. ”Kita belum tahu, masih harus dilihat penawaran dan konsepnya seperti apa,” pungkasnya.

Facebook Mau Jadi Pengepul Berita?

BBCIlustrasi

KOMPAS.com – Tidak hanya di ranah media sosial, Facebook dikabarkan bakal berkembang menjadi agregator/pengepul konten berita. Untuk memuluskan rencananya ini, jejaring sosial milik Mark Zuckerberg ini dikatakan sudah bekerja sama dengan berbagai media besar dunia.

Seperti KompasTekno kutip dari Cnet, Senin (4/5/2015), Facebook dirumorkan akan menghadirkan artikel dan berbagai bentuk konten berita lainnya. Fitur pembagian berita tersebut disebut-sebut memiliki nama Instant Articles dan mulai beroperasi pada bulan Mei ini juga.

Menurut kabar yang beredar di internet, untuk awalnya, Facebook akan menayangkan berita dari The New York Times, Buzzfeed, dan National Geographic.

Saat ini, pengguna memang bisa sudah diberi kebebasan untuk berbagi tautan artikel berita di linimasa Facebook.

Akan tetapi, Facebook merasa, pengguna belum mendapatkan pengalaman yang cukup cepat untuk membuka tautan tersebut, khususnya di produk mobile. Dikatakan, sebuah perangkat mobile butuh waktu rata-rata sekitar delapan detik untuk membuka sebuah tautan.

Selain itu, pengguna juga akan “dibawa” ke luar dari Facebook. Ketika mengklik sebuah tautan, pengguna akan diarahkan langsung ke situs dari tautan tersebut.

Seringkali, pengguna akan diarahkan untuk membuka peramban dan akhirnya harus meninggalkan Facebook untuk membaca isi tautan tersebut.

Nah, Instant Articles ini dikatakan bakal membuat pengguna bertahan lebih lama di Facebook. Pasalnya, semua berita langsung ditampilkan di situs sosial media tersebut.

Artikel pun dijanjikan untuk tampil lebih cepat sehingga menghemat waktu pengguna.

Untuk menarik perhatian para media untuk bekerja sama, Facebook dikabarkan akan menawarkan sebuah model pendapatan yang menarik.

Facebook dikabarkan akan memberikan seluruh atau 100 persen keuntungan iklan yang didapat dari artikel di fitur Instant Articles ini. Pemberian keuntungan tersebut merupakan sebagai wujud “ganti rugi” waktu yang lebih banyak dihabiskan di Facebook ketimbang di suatu situs berita itu sendiri.

Akan tetapi, jika Facebook merupakan pihak penjual iklan, mereka akan tetap mendapatkan keuntungan sebesar 30 persen.

Hingga saat ini, Facebook masih belum memberikan komentarnya perihal rumor Instant Articles ini.

Sumber: CNET

Samsung: Pelajari iPhone, Tapi Jangan Jiplak

KOMPAS.com – Desainer senior Samsung Sungsik Lee, sempat meminta tim desain untuk belajar dari iPhone dalam mengembangkan produk baru. Namun, ia mengingatkan, jangan pernah menjiplak desain populer iPhone.

Ini diungkapkan Lee dalam sebuah email internal yang dikirim kepada para eksekutifsoftware Samsung, tanggal 2 Maret 2010.

Isi email ini kemudian dihadirkan Apple sebagai barang bukti di persidangan hak paten antara Apple dan Samsung di Amerika Serikat. Apple hendak membuktikan bahwa produk Samsung dengan sengaja mencontek desain dan software iPhone dan iPad.

Di email itu, Lee menyampaikan kepada tim tentang pendapat CEO Gee Sung Choi yang menilai rancangan pengalaman pengguna (user experience/UX) milik Samsung masih terkesan ketinggalan zaman. Choi merasa harus membuat penilaian berdasarkan kenyamanan pengguna, bukan hanya berdasarkan penalaran logis.

“Pada akhirnya kita harus belajar dari iPhone yang menawarkan setiap fitur dengan cara yang sangat baik. Meski semua orang setuju dengan ini, kita akan mengahadapi hambatan besar dalam prakteknya nanti,” tulis Lee dalam email.

Para eksekutif Samsung diimbau untuk mengevaluasi iPhone, bagaimana perangkat ini telah mengubah industri smartphone.

“Saya tidak meminta kita membuat smartphone yang identik dengan iPhone, tetapi saya minta untuk mempelajari kebijakan dalam iPhone dan mengakui standar industri baru yang telah dibuat oleh Apple,” lanjut Lee.

Barang bukti email ini jelas memberatkan Samsung. Baik Apple dan Samsung, masih dipersilakan menghadirkan saksi untuk menghadirkan fakta-fakta baru. Persidangan antara keduanya dijadwalkan berlangsung selama sebulan, saat ini telah memasuki pekan ketiga.

Facebook dan Twitter Bikin Wartawan Jadi “Hantu”

TechcrunchFacebook dan Twitter bikin eksistensi situs media terancam

KOMPAS.com – Dari mana Anda paling sering mengakses berita saat ini? Dari situs media atau dari jejaring sosial semacam Twitter dan Facebook?

Jika jawabannya yang kedua, maka analisa Editor-At-Large Techcrunch Josh Constine akan relevan untuk ditelaah. Secara gamblang, Constine menyebut Facebook dan Twitter sebagai perongrong eksistensi media massa.

Menurut dia, kedua platform itu perlahan tapi pasti bakal menyerap seluruh kebutuhan internet pengguna. Situs media hanya disisakan peran secuil.

“Mereka (Twitter dan Facebook) tak akan membiarkan orang-orang beranjak,” kata dia, sebagaimana dihimpun KompasTekno, Senin (19/10/2015).

Awalnya, peran Facebook dan Twitter hanya sebatas menjembatani situs media dengan pembaca. Situs media bahkan membuat akun Facebook dan Twitter untuk menyebarkan tautan artikelnya.

Namun, Facebook dan Twitter tak ingin selamanya jadi loket take-away makanan. Mereka ingin pula jadi restoran tempat orang membeli kudapan dan nongkrong berjam-jam.

Keinginan itu lebih mudah diwujudkan sebab kedua platform telah lama berinvestasi membangun kebiasaan netizen untuk memperoleh informasi awal dari media sosial.

Secara singkat, dulu netizen ke Twitter dan Facebook untuk tahu informasi terbaru. Tapi, untuk tahu kelengkapan informasi beserta foto-foto yang lebih beragam, netizen masih butuh berkunjung ke situs media.

Nantinya, dan bahkan telah dimulai kini, Twitter dan Facebook menyediakan pengalaman antarmuka yang mumpuni atas suatu berita. Netizen bisa mengetahui informasi lengkap dari kedua platform tanpa harus berkunjung ke situs media.

Facebook “Instant Articles” dan Twitter ”Moments”

Keseriusan Facebook dan Twitter sebagai jejaring sosial sekaligus penyedia informasi paling lengkap dan komperhensif dimulai tahun ini. Dalam waktu tak terpaut jauh, Twitter menghadirkan “Moments” dan Facebook meluncurkan “Instant Articles”.

Tujuannya sama, menjadi agregator berita paling lengkap dan paling dibutuhkan, sehingga netizen tak perlu beranjak ke mana-mana.

Melaui Moments, netizen dapat mengakses berita dengan tampilan serupa koran. Konten dikumpulkan dan diakurasi sedemikian rupa dengan penonjolan pada sektor visual.

Misalnya pengguna ingin melihat berita terkait piala dunia. Cukup eksplor tagar #WorldCup pada Moments yang saat ini baru berfungsi maksimal di perangkat iOS.

Semua foto, video dan teks yang dipenggal-penggal, bakal terpampang di layar ponsel atau tablet. Pengguna cukup menggeser ke kanan untuk mengeksplor lebih jauh.

Selain Moments, adapula Instant Articles. Fitur di Facebook ini juga baru bisa dijajal melalui perangkat iOS.

Sejauh ini, Instant Articles telah menggandeng beberapa media besar. Antara lain The New York Times, National Geographic, BuzzFeed, NBC News, The Guardian, BBC News, Spiegel Online dan Bild.

Kerjasama itu memungkinkan Instant Articles menghimpun berita dari media-media tersebut untuk kemudian dipublikasikan ke platform-nya.

Jadi, Instant Articles bertindak sebagai agregator berita dari media-media yang diajak bermitra. Pengguna bisa membaca berita lengkap dari situs-situs berita itu, tanpa harus beranjak dari satu situs ke situs lain.

Terlebih lagi, Facebook menyediakan tampilan yang simpel tanpa ada embel-embel iklan di samping-samping artikel, layaknya di situs-situs berita.

“Facebook mencoba fokus ke pengalaman konsumen menjajal berita,” kata Kepala Iklan Facebook Andrew Bosworth.

Dengan ini, Facebook menjadikan dirinya sebagai wadah penghimpun segala berita yang dicari pengguna. Memang, di bawah artikel yang tertera pada Instant Articles, Facebook mematrikan tautan ke sumber aslinya. Namun, untuk apa pengguna membaca artikel yang dua kali?

Dari satu perspektif, memang Moments dan Instant Articles membawa hawa segar bagi pengguna.

Kedua fitur itu menyembunyikan iklan, promo dan menyajikan berita lengkap pada satu wadah. Netizen tak perlu riwet dengan berbagai tautan dan berbagai kunjungan ke situs-situs berbeda.

Pun begitu, menurut Constine, Facebook dan Twitter perlu mengkaji ulang fitur agregator beritanya agar lebih manusiawi bagi para organisasi media. Sebab, bagaimanapun kedua platform tetap mengandalkan konten yang diproduksi situs media.

Yang terjadi saat ini, kedua platform mendulang trafik yang padat dan bisa mempopulerkan brand apapun. Para situs media mau tak mau harus bekerjasama dengan kedua platform untuk mendapat atensi masyarakat, walau tak signifikan.

Jika tidak, kompetitor mereka akan bermitra dengan kedua platform itu. Situs-situs media yang bersikukuh menolak kerjasama dengan Facebook dan Twitter inilah yang bakal lebih cepat kehilangan eksistensi.

Jika tak ada kebijakan lain untuk mempertahankan eksistensi situs media, maka ke depan para produsen berita hanya akan jadi ghost writer “penulis hantu” bagi Facebook dan Twitter. Mereka menulis dan memproduksi berita, tapi tak terakui kehadirannya.

Sumber: TechCrunch

Begini, Cara Ganti Kebiasaan Sia-sia Anda Memakai “Smartphone”!

KOMPAS.com – Ponsel pintar bisa mengubah kehidupan Anda jika dimanfaatkan secara maksimal. Tengok inovasi yang dilakukan oleh ilmuwan dari University of California San Diego tahun 2012.

Dengan bantuan sebuah aplikasi ponsel, warga San Diego dapat melihat tingkat polusi pada daerahnya. Sensor akan mendeteksi kandungan karbon monoksida, ozon, dan nitrogen oksida yang dibawa oleh kendaraan bermotor. Data kemudian akan dikirim melalui Bluetooth pada ponsel.

Utamanya fungsi tersebut ditujukan untuk para penderita asma, orang tua, anak-anak, dan atlet. Diharapkan pada program ini akan membantu warga mengantisipasi penyebab penyakit pernafasan dan meningkatkan kesehatan.

Mengacu pada pengalaman itu, Anda pun dapat menuai keuntungan dengan mengubah sudut pandang dalam menggunakan smartphone. Tidak perlu langkah revolusioner, cukup mulai dari kebiasaan kecil pemakaian. Berikut beberapa tips menarik yang bisa Anda ambil:

Utamakan kewajiban

Smartphone atau ponsel pintar disebut “pintar” karena kemampuannya merangkum semua kebutuhan pengguna. Anda punya lebih dari sekadar akses ke media sosial atau ragam pengirim pesan.

Tentu saja, jika sebelumnya Anda terbiasa meletakkan shortcut media sosial pada halaman depan, kini tak ada salahnya menukar posisi dengan aplikasi yang lebih produktif, misalnya email, pencatat digital atau aplikasi olahraga.

Langkah itu bisa mengurangi frekuensi membuka media sosial dan meningkatkan keinginan melakukan hal-hal yang lebih bermanfaat. Contohnya, melihat email kantor terlebih dahulu di pagi hari membuat Anda dapat menyelesaikan kewajiban alih-alih cuma memperbarui status di media sosial.

Jangan Cuma “selfie”

Kamera pada ponsel Anda tidak hanya berguna untuk menangkap gambar diri serta pesona alam. Sekali waktu, jepret isi kulkas atau dapur sebagai pengingat kebutuhan rumah tangga yang habis dan harus dibeli.

Anda juga bisa memanfaatkan fungsi pindai pada kamera smartphone. Ya, banyak dari kita tidak menyadari kelebihan satu ini. Kebiasaan memindai dokumen penting atau mungkin kartu nama rekan kerja dapat membantu Anda terhindar dari kehilangan. Pasalnya, semua data telah tersimpan secara digital.

Bawa pekerjaan Anda

Terlalu banyak bekerja memang tidak baik. Namun, memaksimalkan waktu kerja satu hari akan menambah jam istirahat Anda.

Cicil pekerjaan hari ini dalam perjalanan ke kantor. Sebenarnya hal ini sudah lumrah dilakukan karena begitu banyak smartphone yang menyediakan fasilitasnya, seperti paket aplikasi kantoran atau untuk desain gambar.

Alternatif lainnya, berikan ringtone khusus untuk rekan atau grup kantor. Melakukan hal ini mampu menolong untuk lebih fokus di hari kerja. Ketika notifikasi pada ponsel berbunyi, Anda sudah tahu mana yang harus diabaikan dan tidak.

ShutterstockIlustrasi

Hemat waktu

Berapa kali Anda membuat janji namun terpaksa batal karena alasan cuaca? Hal itu tidak akan terjadi lagi jika saja Anda menggunakan fasilitas prakiraan cuaca yang tersedia pada ponsel. Biasanya fitur ini menyediakan keterangan cuaca dan suhu udara harian.

Ada bagusnya Anda memeriksa keadaan jalan sebelum pergi. TMC Polda Metro memiliki layanan informasi yang selalu menyediakan informasi lalu lintas terbaru. Lihat keramaian jalan utama atau jalan tikus bisa yang bisa Anda akses sebagai solusi.

Lebih produktif dengan ponsel

Peran ponsel dalam produktivitas juga terkait jenis smartphone yang Anda pilih. Pada ponsel pintar sekelas Samsung Galaxy Note 5, Anda dapat menemukan fitur Smart Select dan Scroll Capture untuk membantu produktivitas bekerja Anda.

Kedua fungsi tersebut dapat digunakan seumpama Anda sedang menelusuri situs pada ponsel. Ketika menemukan gambar menarik saat browsing, Anda dapat memilih Smart Select untuk memotong gambar yang akan tersimpan dengan sendirinya pada galeri.

Atau, pilih Scroll Capture untuk langsung menangkap laman. Fitur ini juga punya fungsi menggabungkan screen capture beberapa laman menjadi satu laman penuh dan langsung dibagikan pada kontak Anda.

Untuk memaksimalkan peran smartphone sebetulnya tergantung bagaimana Anda menggunakannya. Jangan kepintarannya menjadi sia-sia dan malah menghambat produktivitas Anda.

“Puzzle” Industri Startup di Indonesia Belum Lengkap

Yoga Hastyadi Widiartanto/KOMPAS.comChief Executive Kibar Kreasi Yansen Kamto, Menkominfo Rudiantara, dan Partner dari Convergence Ventures Donald Wihardja

JAKARTA, KOMPAS.com – Indonesia selalu dinilai sebagai tempat yang penuh dengan potensi, mulai dari soal gadget hingga bakat-bakat terpendam di dunia usaha rintisan digital atau startup. Sayangnya, kebanyakan masih sebatas potensi saja tanpa ada ekosistem yang tepat untuk mematangkannya.

Pendapat itu diungkap Chief Executive Kibar Kreasi Yansen Kamto saat berbincang bersama KompasTekno, Rabu (21/10/2015).

Yansen menyoroti masalah ekosistem yang ideal untuk menumbuhkan startup jagoan dan berkualitas tinggi. Dunia wiraswasta digital ini, menurutnya, jauh berbeda bila dibandingkan dengan industri musik.

Bayangkan, ujarnya, bila orang ingin menjadi penyanyi maka dia bisa dengan mudah mencari sosok idola, memilih guru vokal atau alat musik yang sesuai harapannya, masuk ke studio rekaman, menghasilkan karya dan tinggal berusaha mempublikasikan karya tersebut. Ekosistem industri musik sudah lengkap dan terbentuk.

“Tapi kalau ngomongin industri digital teknologi. Misalnya, gue anak UI Fasilkom mau lulus, terus mau bikin startup, terus mau ke mana? Gue mau latihan coding di mana, ada nggak? Nggak ada. Semua nggak ada. Analoginya pakai industri musik saja, orang akan mengerti,” pungkasnya.

Menurut Yansen, ekosistem startup memiliki sebuah struktur yang mesti disadari dan dibangun oleh para pelaku industrinya.

Misalnya, mulai dari memperkenalkan apa itu startup dengan mengadakan roadshow, kemudian workshop, hackathon, bootcamp, inkubasi dan terakhir baru memikirkan tahapfunding.

Ia menambahkan, salah satu puzzle yang melengkapi rangkaian pembinaan soal pembuatan startup dapat dilihat pada kompetisi NextDev yang digelar Telkomsel. Ini bisa dikatakan sebagai tahap bootcamp, yaitu ketika finalisnya diberikan pembinaan mengenai desain, pengembangan dan distribusi aplikasi.

“NextDev itu salah satu puzzle dari pembinaan ini. Kita butuh puzzle ini lebih lengkap lagi, perlu kita tambahkan dan kembangkan lagi. Dan tentunya, Telkomsel itu nggak bisa kerja sendiri,” terang pria berkepala plontos itu.

“Tanpa terstruktur saja NextDev sudah bisa seperti ini, kalau pembinaan ini mau diperdalam harus dipikirkan next step-nya, setelah ini akan dibuat apa,” imbuhnya.