Sosialisasi dan Pembentukan Kepribadian Sosial ( Bab V)

pengertian
Sosialisasi adalah sebuah proses penanaman atau transfer kebiasaan atau nilai dan aturan dari satu generasi ke generasi lainnya dalam sebuah kelompok atau masyarakat. Sejumlah sosiolog menyebut sosialisasi sebagai teori mengenai peranan (role theory). Karena dalam proses sosialisasi diajarkan peran-peran yang

Jenis sosialisasi

Sosialisasi primer
Sosialisasi primer adalah sosialisasi yang terjadi dalam keluarga. Peter L. Berger dan Luckmann mendefinisikan sosialisasi primer sebagai sosialisasi pertama yang dijalani individu semasa kecil dengan belajar menjadi anggota masyarakat (keluarga). Sosialisasi primer berlangsung saat anak berusia 1-5 tahun atau saat anak belum masuk ke sekolah. Anak mulai mengenal anggota keluarga dan lingkungan keluarga. Secara bertahap dia mulai mampu membedakan dirinya dengan orang lain di sekitar keluarganya.Dalam tahap ini, peran orang-orang yang terdekat dengan anak menjadi sangat penting sebab seorang anak melakukan pola interaksi secara terbatas di dalamnya. Warna kepribadian anak akan sangat ditentukan oleh warna kepribadian dan interaksi yang terjadi antara anak dengan anggota keluarga terdekatnya.
sosialisasi sekunder
Adalah sosialisasi yang terjadi dalam masyarakat. Menurut Goffman kedua proses tersebut berlangsung dalam institusi total, yaitu tempat tinggal dan tempat bekerja. Dalam kedua institusi tersebut, terdapat sejumlah individu dalam situasi yang sama, terpisah dari masyarakat luas dalam jangka waktu kurun tertentu, bersama-sama menjalani hidup yang terkukung, dan diatur secara formal.Sosialisasi sekunder adalah suatu proses sosialisasi lanjutan setelah sosialisasi primer yang memperkenalkan individu ke dalam kelompok tertentu dalam masyarakat. Salah satu bentuknya adalah resosialisasi dan desosialisasi. Dalam proses resosialisasi, seseorang diberi suatu identitas diri yang baru. Sedangkan dalam proses desosialisasi, seseorang mengalami ‘pencabutan’ identitas diri yang lama

Tipe sosialisasi
Ada dua tipe sosialisasi yaitu sosialisasi formal dan informal
sosialisasi formal
Sosialisasi tipe ini terjadi melalui lembaga-lembaga yang berwenang menurut ketentuan yang berlaku dalam negara, seperti pendidikan di sekolah dan pendidikan militer.

Sosialisasi informal
Sosialisasi tipe ini terdapat di masyarakat atau dalam pergaulan yang bersifat kekeluargaan, seperti antara teman, sahabat, sesama anggota klub, dan kelompok-kelompok sosial yang ada di dalam masyarakat.
pola sosialisasi
Sosialisasi dapat dibagi menjadi dua pola: sosialisasi represif dan sosialisasi partisipatoris.
sosialisasi represif
Sosialisasi represif (repressive socialization) menekankan pada penggunaan hukuman terhadap kesalahan.
ciri sosialisasi represif
1. Penekanan pada penggunaan materi dalam hukuman dan imbalan.
2. Penekanan pada kepatuhan anak dan orang tua.
3. Penekanan pada komunikasi yang bersifat satu arah, nonverbal dan berisi perintah, penekanan sosialisasi terletak pada orang tua dan keinginan orang tua, dan peran keluarga sebagai significant other.
sosialisasi parsitipatoris
Sosialisasi partisipatoris (participatory socialization) merupakan pola di mana anak diberi imbalan ketika berprilaku baik. Selain itu, hukuman dan imbalan bersifat simbolik. Dalam proses sosialisasi ini anak diberi kebebasan. Penekanan diletakkan pada interaksi dan komunikasi bersifat lisan yang menjadi pusat sosialisasi adalah anak dan keperluan anak. Keluarga menjadi generalized other.
PROSES SOSIALISASI MENURUT GEORGE HERBERT MEAD
TAHAP PERSIAPAN (PREPARATORY STAGE)
Tahap ini dialami sejak manusia dilahirkan, saat seorang anak mempersiapkan diri untuk mengenal dunia sosialnya, termasuk untuk memperoleh pemahaman tentang diri. Pada tahap ini juga anak-anak mulai melakukan kegiatan meniru meski tidak sempurna. Contoh: Kata “makan” yang diajarkan ibu kepada anaknya yang masih balita diucapkan “mam”. Makna kata tersebut juga belum dipahami tepat oleh anak. Lama-kelamaan anak memahami secara tepat makna kata makan tersebut dengan kenyataan yang dialaminya.
TAHAP MENIRU (PLAY STAGE)
Tahap ini ditandai dengan semakin sempurnanya seorang anak menirukan peran-peran yang dilakukan oleh orang dewasa. Pada tahap ini mulai terbentuk kesadaran tentang anma diri dan siapa nama orang tuanya, kakaknya, dan sebagainya. Anak mulai menyadari tentang apa yang dilakukan seorang ibu dan apa yang diharapkan seorang ibu dari anak. Dengan kata lain, kemampuan untuk menempatkan diri pada posisi orang lain juga mulai terbentuk pada tahap ini. Kesadaran bahwa dunia sosial manusia berisikan banyak orang telah mulai terbentuk. Sebagian dari orang tersebut merupakan orang-orang yang dianggap penting bagi pembentukan dan bertahannya diri, yakni dari mana anak menyerap norma dan nilai. Bagi seorang anak, orang-orang ini disebut orang-orang yang amat berarti (Significant other)
TAHAP SIAP BERTINDAK (GAME STAGE)
Peniruan yang dilakukan sudah mulai berkurang dan digantikan oleh peran yang secara langsung dimainkan sendiri dengan penuh kesadaran. Kemampuannya menempatkan diri pada posisi orang lain pun meningkat sehingga memungkinkan adanya kemampuan bermain secara bersama-sama. Dia mulai menyadari adanya tuntutan untuk membela keluarga dan bekerja sama dengan teman-temannya. Pada tahap ini lawan berinteraksi semakin banyak dan hubunganya semakin kompleks. Individu mulai berhubungan dengan teman-teman sebaya di luar rumah. Peraturan-peraturan yang berlaku di luar keluarganya secara bertahap juga mulai dipahami. Bersamaan dengan itu, anak mulai menyadari bahwa ada norma tertentu yang berlaku di luar keluarganya.
TAHAP PENERIMAAN NORMA KOLEKTIF (GENERALIZED STAGE/GENERALIZED OTHER)
Pada tahap ini seseorang telah dianggap dewasa. Dia sudah dapat menempatkan dirinya pada posisi masyarakat secara luas. Dengan kata lain, ia dapat bertenggang rasa tidak hanya dengan orang-orang yang berinteraksi dengannya tapi juga dengan masyarakat luas. Manusia dewasa menyadari pentingnya peraturan, kemampuan bekerja sama–bahkan dengan orang lain yang tidak dikenalnya– secara mantap. Manusia dengan perkembangan diri pada tahap ini telah menjadi warga masyarakat dalam arti sepenuhnya.
AGEN SOSIALISASI
Agen sosialisasi adalah pihak-pihak yang melaksanakan atau melakukan sosialisasi. Ada empat agen sosialisasi yang utama, yaitu keluarga, kelompok bermain, media massa, dan lembaga pendidikan sekolah.
KELUARGA
Bagi keluarga inti (nuclear family) agen sosialisasi meliputi ayah, ibu, saudara kandung, dan saudara angkat yang belum menikah dan tinggal secara bersama-sama dalam suatu rumah. Sedangkan pada masyarakat yang menganut sistem kekerabatan diperluas (extended family), agen sosialisasinya menjadi lebih luas karena dalam satu rumah dapat saja terdiri atas beberapa keluarga yang meliputi kakek, nenek, paman, dan bibi di samping anggota keluarga inti. Pada masyarakat perkotaan yang telah padat penduduknya, sosialisasi dilakukan oleh orang-orabng yang berada diluar anggota kerabat biologis seorang anak. Kadangkala terdapat agen sosialisasi yang merupakan anggota kerabat sosiologisnya, misalnya pramusiwi, menurut Gertrudge Jaeger peranan para agen sosialisasi dalam sistem keluarga pada tahap awal sangat besar karena anak sepenuhnya berada dalam ligkungan keluarganya terutama orang tuanya sendiri.
TEMAN SEBAYA
Teman sebaya sering disebut teman bermain, teman sepergaulan pertama kali didapatkan manusia ketika ia mampu berpergian ke luar rumah. Pada awalnya, teman bermain dimaksudkan sebagai kelompok yang bersifat rekreatif, namun dapat pula memberikan pengaruh dalam proses sosialisasi setelah keluarga. Puncak pengaruh teman bermain adalah pada masa remaja. Kelompok bermain lebih banyak berperan dalam membentuk kepribadian seorang individu.Berbeda dengan proses sosialisasi dalam keluarga yang melibatkan hubungan tidak sederajat (berbeda usia, pengalaman, dan peranan), sosialisasi dalam kelompok bermain dilakukan dengan cara mempelajari pola interaksi dengan orang-orang yang sederajat dengan dirinya. Oleh sebab itu, dalam kelompok bermain, anak dapat mempelajari peraturan yang mengatur peran orang-orang yang kedudukannya sederajat dan juga mempelajari nilai-nilai keadilan.
LEMBAGA PENDIDIKAN FORMAL (SEKOLAH)
Menurut Dreeben, dalam lembaga pendidikan formal seseorang belajar membaca, menulis, dan berhitung. Aspek lain yang juga dipelajari adalah aturan-aturan mengenai kemandirian (independence), prestasi (achievement), universalisme, dan kekhasan (specificity). Di lingkungan rumah seorang anak mengharapkan bantuan dari orang tuanya dalam melaksanakan berbagai pekerjaan, tetapi di sekolah sebagian besar tugas sekolah harus dilakukan sendiri dengan penuh rasa tanggung jawab.
MEDIA MASSA
Yang termasuk kelompok media massa di sini adalah media cetak (surat kabar, majalah, tabloid), media elektronik (radio, televisi, video, film). Besarnya pengaruh media sangat tergantung pada kualitas dan frekuensi pesan yang disampaikan.
Contoh:
1. Penayangan acara SmackDown! di televisi diyakini telah menyebabkan penyimpangan perilaku anak-anak dalam beberapa kasus.
2. Iklan produk-produk tertentu telah meningkatkan pola konsumsi atau bahkan gaya hidup masyarakat pada umumnya.
3. Gelombang besar pornografi, baik dari internet maupun media cetak atau tv, didahului dengan gelombang game eletronik dan segmen-segmen tertentu dari media TV (horor, kekerasan, ketaklogisan, dan seterusnya) diyakini telah mengakibatkan kecanduan massal, penurunan kecerdasan, menghilangnya perhatian/kepekaan sosial, dan dampak buruk lainnya.
AGEN SOSIALISASI LAINNYA
Selain keluarga, sekolah, kelompok bermain dan media massa, sosialisasi juga dilakukan oleh institusi agama, tetangga, organisasi rekreasional, masyarakat, dan lingkungan pekerjaan. Semuanya membantu seseorang membentuk pandangannya sendiri tentang dunianya dan membuat presepsi mengenai tindakan-tindakan yang pantas dan tidak pantas dilakukan. Dalam beberapa kasus, pengaruh-pengaruh agen-agen ini sangat besar

TUJUAN DASAR SOSIALISASI
1. Memberikan dasar atau fondasi kepada individu bagi terciptanya partisipasi yang efektif dalam masyarakat
2. Memungkinkan lestarinya suatu masyarakat – karena tanpa sosialisasi akan hanya ada satu generasi saja sehingga kelestarian masyarakat akan sangat terganggu. Contohnya, masyarakat Sunda, Jawa, Batak, dsb. akan lenyap manakala satu generasi tertentu tidak mensosialisasikan nilai-nilai kesundaan, kejawaan, kebatakan kepada generasi berikutnya.
SYARAT SOSIALISASI
Agar dua hal di atas dapat berlangsung maka ada beberapa kondisi yang harus ada agar proses sosialisasi terjadi. Pertama adanya warisan biologikal, dan kedua adalah adanya warisan sosial.
WARISAN KEMATANGAN BIOLOGIS
Warisan biologis yang merupakan kekuatan manusia, memungkinkan dia melakukan adaptasi pada berbagai macam bentuk lingkungan. Hal inilah yang menyebabkan manusia bisa memahami masyarakat yang senantiasa berubah, sehingga lalu dia mampu berfungsi di dalamnya, menilainya, serta memodifikasikannya.
WARISAN SOSIAL LINGKUNGAN YANG MENUNJANG
Sosialisasi juga menuntut adanya lingkungan yang baik yang menunjang proses tersebut, di mana termasuk di dalamnya interaksi sosial. Kasus di bawah ini dapat dijadikan satu contoh tentang pentingnya lingkungan dalam proses sosialisasi. Susan Curtiss (1977) menaruh minat pada kasus anak yang diisolasikan dari lingkungan sosialnya. Pada tahun 1970 di California ada seorang anak berusia tigabelas tahun bernama Ginie yang diisolasikan dalam sebuah kamar kecil oleh orang tuanya. Dia jarang sekali diberi kesempatan berinteraksi dengan orang lain. Kejadian ini diketahui oleh pekerja sosial dan kemudian Ginie dipindahkan ke rumah sakit, sedangkan orang tuanya ditangkap dengan tuduhan melakukan penganiayaan dengan sengaja. Pada saat akan diadili ternyata ayahnya bunuh diri. Ketika awal berada di rumah sakit, kondisi Ginie sangat buruk. Dia kekurangan gizi, dan tidak mampu bersosialisasi. Setelah dilakukan pengujian atas kematangan mentalnya ternyata mencapai skor seperti kematangan mental anak-anak berusia satu tahun. Para psikolog, akhli bahasa, akhli syaraf di UCLA (Universitas California) merancang satu program rehabilitasi mental Ginie. Empat tahun program tersebut berjalan ternyata kemajuan mental Ginie kurang memuaskan. Para akhli  tersebut heran mengapa Ginie mengalami kesukaran dalam memahami prinsip tata bahasa, padahal secara genetis tidak dijumpai cacat pada otaknya. Sejak dimasukan ke rumah sakit sampai dengan usia dua puluh tahun, Ginie dilibatkan dalam lingkungan yang sehat, yang menunjang proses sosialisasi. Hasilnya, lambat laun Ginie mulai bisa berpartisipasi dengan lingkungan sekitarnya. Penelitian lain dilakukan oleh Rene Spitz (1945). Dia meneliti bayi-bayi yang ada di rumah yatim piatu yang memperoleh nutrisi dan perawatan medis yang baik namun kurang memperoleh perhatian personal. Ada enam perawat yang merawat empat puluh lima bayi berusia di bawah delapan belas bulan. Hampir sepanjang hari, para bayi tersebut berbaring di dalam kamar tidur tanpa ada “human-contact”. Dapat dikatakan, bayi-bayi tersebut jarang sekali menangis, tertawa, dan mencoba untuk bicara. Skor tes mental di tahun pertama sangat rendah, dan dua tahun kemudian penelitian lanjutan dilakukan dan ditemukan di atas sepertiga dari sembilan puluh satu anak-anak meninggal dunia. Dari
apa yang ditemukannya, Spitz menarik kesimpulan bahwa kondisi lingkungan fisik dan psikis seorang bayi pada tahun pertama sangat mempengaruhi pembentukan mentalnya. Bayi pada saat itu sangat memerlukan sentuhan-sentuhan yang memunculkan rasa aman – kehangatan, dan hubungan yang dekat dengan manusia dewasa – sehingga bayi dapat tumbuh secara normal  di usia-usia selanjutnya.
Untuk lebih jelas mengenai materi tersebut di atas silahkan membukaSosialisasi dan Pembentukan Kepribadian – prezi.com

Soal Pengayaan

  1. bagaimana peran dan pentingnya sosialisasi ?
  2. menurutmu sesuaikah proses sosialisasi menurut Herbert mead dengan kehidupan nyata masyarakat sekarang ?
  3. jelaskan perbedaan sosialisasi represif dan parsipatoris ? sertakan contohnya !
  4. bagaimana jika agen-agen social seperti keluarga, lingkungan sekolah khususnya sudah tidak bias memberikan fungsinya ? lalu tindakan apa yang harus segera di ambil untuk menangani permasalahan di atas ?
  5. sosialisasi di katakana sebagai aspek pelesatian kebudayaan ? bagaimana refleksi atas hal tersebut

Daftar Pustaka

Soerjono, Soekanto. 2007. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta. Raja Grafindo Persada

www.artikel.materi.sosiologi.com

 

Ditulis pada Sosiologi SMA | Tinggalkan komentar

Dinamika Kehidupan Sosial dan Budaya ( Bab IV ) materi kelas X

Dalam materi perubahan social budaya di bagi menjadi beberapa sub bab yaitu definisi, teori, factor penyebab, proses perubahan dan yang terakhir bentuk perubahan, lebih lengkapnya sebagai berikut

Definisi

Di sini di paparkan mengenai definisi perubahan social budaya menurut dua ahli yaitu W.Kornblum dalam bukunya, Sociology in Changing World  bahwa perubahan sosial budaya adalah perubahan suatu budaya dalam masyarakat secara bertahap dalam jangka waktu lama. Dan Max Weber dalam bukunya Sociological Writings bahwa perubahan sosial budaya adalah perubahan situasi dalam masyarakat sebagai akibat adanya ketidaksesuaian unsur-unsur.

faktanya perubahan social dan budaya merupakan sesuatu yang berbeda, namun memiliki keterkaitan. Suatu perubahan sosial pasti berpengaruh pada perubahan budaya, sementara budaya tidak mungkin lepas dari kehidupan sosial masyarakat. Karena itu sering disebut perubahan sosial budaya untuk mencakup kedua perubahan.

Mengenai persamaan Perubahan sosial dan budaya sendiri, yaitu sama-sama menyangkut perbaikan dan penerimaan cara-cara baru bagi masyarakat dalam memenuhi kebutuhannya. Perubahan sosial dan perubahan budaya meski memiliki keterkaitan yang erat, sementaraiperbedaannya yaitu Perubahan sosial merupakan perubahan dari segi struktur sosial dan hubungan sosial masyarakat, dan Perubahan budaya merupakan perubahan dalam segi budaya masyarakat.

Teori

Sebenarnya terdapat banyak teori sosiologi yang bisa di gunakan untuk mengkaji faktor perubahan social dan budaya, namun yang sangat sesuai dan umum sebagai berikut

Teori Evolus,Teori ini pada dasarnya berpijak pada perubahan yang memerlukan proses yang cukup panjang. Dalam proses tersebut, terdapat beberapa tahapan yang harus dilalui untuk mencapai perubahan yang diinginkan. Perubahan di anggap

Teori konflik

Teori ini menilai bahwa sesuatu yang konstan atau tetap adalah konflik sosial, bukan perubahan sosial. Karena perubahan hanyalah merupakan akibat dari adanya konflik tersebut. Karena konflik berlangsung terus-menerus, maka perubahan juga akan mengikutinya. Dua tokoh yang pemikirannya menjadi pedoman dalam Teori Konflik ini adalah Karl Marx dan Ralf Dahrendorf

Teori fungsionalis

Menurut teori ini, beberapa unsur kebudayaan bisa saja berubah dengan sangat cepat sementara unsur yang lainnya tidak dapat mengikuti kecepatan perubahan unsur tersebut. Maka, yang terjadi adalah ketertinggalan unsur yang berubah secara perlahan tersebut. Ketertinggalan ini menyebabkan kesenjangan sosial atau cultural lag .

Teori siklus

Menurut teori ini kebangkitan dan kemunduran suatu kebudayaan atau kehidupan sosial merupakan hal yang wajar dan tidak dapat dihindari. Teori ini  melihat bahwa suatu perubahan sosial itu tidak dapat dikendalikan sepenuhnya oleh siapapun dan oleh apapun. Karena dalam setiap masyarakat terdapat perputaran atau siklus yang harus diikutinya

 

Teori Linier (Teori Perkembangan)

Perubahan sosial budaya bersifat linier atau berkembang menuju titik tertentu, dapat direncanakan atau diarahkan

Teori evolusi

mengemukakan perkembangan masyarakat mengikuti perkembangan cara berfikir masyarakat tersebut yaitu tahap teologi (khayalan), tahap metafisis (abstraksi) dan tahap ilmiah (positif)

Sedangkan Lenski berpendapat bahwa masyarakat berubah dari pra industri, industri dan pasca industry. Perubahan sosial budaya dari masyarakat primitif, tardisional dan bersahaja menuju masyarakat modern yang kompleks dan maju secara bertahap

Teori revolusi

Karl Marx berpendapat bahwa masyarakat berkembang secara linier dan bersifat revolusioner, dari yang bercorak feodal lalu berubah revolusioner menjadi masyarakat kapitalis kemudian berubah menjadi masyarakat sosialis – komunis yang merupakan puncak perkembangan masyarakat

Suatu revolusi dapat berlangsung dengan didahului suatu pemberontakan. perubahan sosial budaya berlangsung secara drastic atau cepat yang mengarah pada sendi utama kehidupan masyarakat (termasuk kembaga kemasyarakatan).

 

Teori modernisasai

dengan menitikberatkan pandangannya pada kemajuan teknologi yang mendorong modernisasi dan industrialisasi dalam pembangunan ekonomi masyarakat. Hal ini mendorong terjadinya perubahan-perubahan yang besar dan nyata dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat termasuk perubahan dalam organisasi atau kelembagaan masyarakat

 

faktor-faktor penyebab terjadinya Perubahan social dan budaya

 

terdapat dua factor yang di jelaskan dalam materi factor perubahan yaitu factor dari dalam dan factor dari luar

factor intern

Bertambah atau berkurangnya penduduk.

Pertambahan penduduk yang terjadi sangat cepatmenyebabkan terjadinya perubahan dalam struktur masyarakat, terutama pada lembaga kemasyarakatnya. Misal, orang lantas mengenal hak milik individual atas tanah, sewa tanah, bagi hasil dan lain sebagainya yang sebelumnya belum dikenal.

Berkurangnya penduduk mungkin disebabkan karena perpindahan penduduk dari kota ke desa atau transmigrasi. Perpindahan penduduk mengakibatkan kekosongan, misalnya dalam bidang pembagian kerja yang mempengaruhi lembaga-lembaga kemasyarakatan. perpindahan penduduk telah berlangsung selama ratusan ribu lamanya didunia ini.

Penemuan-penemuan Baru.

Suatu proses sosial dan kebudayaan yang besar, tetapi terjadi dalam waktu yang tidak terlalu lama, adalah inovasi. Proses tersebut meliputi suat penemuan baru, jalannya unsur-unsur kebudayaan baru yang tersebar ke lain-lain bagian masyarakat, dan cara-cara unsur kebudayaan baru tadi diterima, dipelajari, dan akhirnya dipakai dalam masyarakat yang bersangkutan. Penenemuan baru sebagai akibat terjadinya perubahan-perubahan dapat dibedakan dalam pngertian dari discovery dan invention.

Discovery adalah penemuan unsur kebudayaan yang baru, baik berupa alasan atau gagasan yang diciptakan oleh seorang individu. Discovery baru berubah menjadi invention  kalau masyarakat sudah mengakui, menerima dan menerapkan penemuan baru itu.

Ekstern

Sebab-sebab yang berasal dari alam.

Terjadinya gempa bumi, banjir, tanah longsor dan lain-lain mungkin menyebabkan masyarakamasyarakat terpaksa harus meninggalkan tempat tinggalnya. Misal, pada waktu dulu masyarakat dulu berburu kini berpindah ke pertanian.

Sebab yang bersumber pada lingkungan alam, kadang-kadang disebabkan oleh tindakan manusia itu sendiri. Misalnya penggunaan tanah yang sembrono tanpa memperhitungkan kelestarian humus tanah, penebanagan hutan yang liar dapat menyebabkan banjir.

Peperangan.

Perang dengan negara lain dapat menimbulkan perubahan, karena negara yang menang akan memaksakan kebudayaannya kepada negara yang kalah.

Pengaruh Kebudayaan Masyarakat Lain.

Apabila sebab-sebab bersumber pada masyarakat lain, maka mungkin kebudayaan lain melancarkan pengaruhnya. Hubungan secara fisik antara dua masyarakat mempunyai kecerendungan untuk menimbulkan hubungan timbal-balik, artinya masing-masing masyarakat mempengaruhi masyarakat lainnya, tetapi juga menerima pengaruh dari masyarakat yang lain itu. Apabila salah satu kebudayaan yang bertemu mempunyai taraf teknologi yang lebih tinggi maka yang terjadi adalah proses imitasi yaitu peniruan terhadap budaya lain. Mula-mula unsur-unsur tersebut ditambahkan kebudaya asli namun lanbat laun kebudayaan asli diubah dengan kebudayaan asing tersebut

Proses terjadinya Perubahan social dan  budaya

Secara umum proses ini di bagi menjadi tiga bagian yaitu Akulturasi, Asimilasi dan Difusi dengan penjelasan sebagai berikut

Akulturasi

Akulturasi adalah proses bertemunya dua budaya atau lebih di mana unsur-unsur budaya lama atau asli masih terlihat dan tidak hilang. Misalnya, proses percampuran budaya Jawa dengan budaya Islam yang saling memengaruhi. Ada juga pendapat yang mengatakan bahwa akulturasi adalah proses masuknya pengaruh budaya asing ke dalam suatu masyarakat di mana sebagian masyarakat menyerap secara selektif dan sebagian lain berusaha menolaknya.

 

Asimilasi

Proses bertemunya dua budaya atau lebih yang bercampur menjadi satu dalam bentuk budaya baru, sementara budaya aslinya tidak tampak disebut asimilasi. Proses asimilasi berlangsung secara intensif dalam kurun waktu yang cukup lama, sehingga unsur-unsur dan wujud tiap budaya lebur menjadi unsur dan wujud budaya yang lebih dinamis. Asimilasi berbeda dengan akulturasi. Dalam akulturasi, setiap budaya masih memiliki identitas konkret, sedangkan dalam asimilasi, identitas budaya dari setiap budaya asli yang mengalami kontak budaya lebur menjadi unsur dan wujud budaya baru yang jauh berbeda dengan budaya aslinya.

Difusi

Difusi adalah proses penyebaran atau perembesan suatu unsur budaya dari seseorang kepada orang lain, atau dari suatu kelompok masyarakat ke kelompok masyarakat lainnya. Prinsip yang pertama dari difusi adalah unsur-unsur kebudayaan itu pertama-tama akan diambil alih masyarakat yang paling dekat hubungannya atau letaknya paling dekat dari sumbernya. Baru kemudian, kebudayaan baru tersebut diambil oleh masyarakat yang jauh hubungan atau letaknya jauh dari sumber unsur budaya baru.

 

Bentuk-bentuk Perubahan social daan budaya

Perubahan Lambat dan Perubahan Cepat

Perubahan lambat disebut juga evolusi. Perubahan tersebut terjadi karena usaha-usaha masyarakat dalam menyesuaikan diri dengan keadaan lingkungan dan kondisi-kondisi baru yang timbul sejalan dengan pertumbuhan masyarakat. Contoh perubahan evolusi adalah perubahan pada struktur masyarakat. Suatu masyarakat pada masa tertentu bentuknya sangat sederhana, namun karena masyarakat mengalami perkembangan, maka bentuk yang sederhana tersebut akan berubah menjadi kompleks.

Perubahan cepat disebut juga dengan revolusi, yaitu perubahan sosial mengenai unsur-unsur kehidupan atau lembaga-lembaga kemasyarakatan yang berlangsung relatif cepat. Seringkali perubahan revolusi diawali oleh munculnya konflik atau ketegangan dalam masyarakat, ketegangan-ketegangan tersebut sulit dihindari bahkan semakin berkembang dan tidak dapat dikendalikan. Terjadinya proses revolusi memerlukan persyaratan tertentu.

Contoh perubahan secara revolusi adalah gerakan Revolusi Islam Iran pada tahun 1978-1979 yang berhasil menjatuhkan pemerintahan Syah Mohammad Reza Pahlevi yang otoriter dan mengubah sistem pemerintahan monarki menjadi sistem Republik Islam dengan Ayatullah Khomeini sebagai pemimpinnya

 

 Perubahan Kecil dan Perubahan Besar

Perubahan kecil adalah perubahan yang terjadi pada unsur-unsur struktur sosial yang tidak membawa pengaruh langsung atau pengaruh yang berarti bagi masyarakat. Contoh perubahan kecil adalah perubahan mode rambut atau perubahan mode pakaian.

Sebaliknya, perubahan besar adalah perubahan yang terjadi pada unsur-unsur struktur sosial yang membawa pengaruh langsung atau pengaruh berarti bagi masyarakat. Contoh perubahan besar adalah dampak ledakan penduduk dan dampak industrialisasi bagi pola kehidupan masyarakat.

 

Perubahan yang Dikehendaki atau Direncanakan dan Perubahan yang Tidak Dikehendaki atau Tidak Direncanakan

 

Perubahan yang dikehendaki atau yang direncanakan merupakan perubahan yang telah diperkirakan atau direncanakan terlebih dahulu oleh pihak-pihak yang hendak melakukan perubahan di masyarakat. Pihak-pihak tersebut dinamakan agent of change, yaitu seseorang atau sekelompok orang yang mendapat kepercayaan masyarakat untuk memimpin satu atau lebih lembaga-lembaga kemasyarakatan yang bertujuan untuk mengubah suatu sistem sosial. Contoh perubahan yang dikehendaki adalah pelaksanaan pembangunan atau perubahan tatanan pemerintahan, misalnya perubahan tata pemerintahan Orde Baru menjadi tata pemerintahan Orde Reformasi. Perubahan yang tidak dikehendaki atau yang tidak direncanakan merupakan perubahan yang terjadi di luar jangkauan pengawasan masyarakat dan dapat menyebabkan timbulnya akibat-akibat sosial yang tidak diharapkan

Contoh perubahan yang tidak dikehendaki atau tidak direncanakan adalah munculnya berbagai peristiwa kerusuhan menjelang masa peralihan tatanan Orde Lama ke Orde Baru dan peralihan tatanan Orde Baru ke Orde Reformasi.

 

Untuk lebih lengkapnya mengenai materi di atas silahkan membuka www.linkguru.net/file/jurnalperubahansosialdanbudaya

Soal Pengayaan

  1. Bagaimana teori evolusi memandang perubahan di zaman yang semodern ini ?
  2. Apakah perbedaan Discovery dan Ivention? Berikan Contohnya
  3. jelaskan secara mendalam dan merinci proses terjadinya perubahan sosia dan budaya !
  4. Apakah perubahan yang di rencanakan selalu berujung pada hal yang postifi ? karena faktanya kebutuhan masyarakat saat ini lebih kompleks di bandingkan dengan planning yang telah di ajukan
  5. apakah perubahan social dan budaya selalu menimbulkan konflik ? bagaimana pendapatmu

 

Daftar Pustaka

Soerjono, Soekanto. 2007. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta. Raja Grafindo Persada

https :// www.eduspensa.id

Ditulis pada Sosiologi SMA | Tinggalkan komentar

Sosiologi Dalam Kehidupan ( Bab I ) materi kelas X

Dalam materi ini di paparkan mengenai Pengertian sosiologi, hakikat sosiologi, objek kajian sosiologi ,sosiologi sebagai ilmu, sejarah perkembangan sosiologi, metode-metode dalam sosiologi, cabang-cabang sosiologi dan manfaat sosiologi

Pengertiaan sosiologi

 

Pengertian sosiologi menurut para ahli

 

Paritim Sorokin

Sosiologi suatu ilmu yang mempelajari tentang hubungan dan pengaruh timbal balik antara aneka macam gejala social misalnya gejala ekonomi dengan agama.

Selanjutnya mempeajari hubungan dan pengaruh timbal balik antara gejala-gejala social dengan gejala nonsosial misalnya gegrafis, biologis, dan mempelajari ciri-ciri umum semua gejala gejala social

Roucek dan Warren

Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan manusia dalam kelompok-kelompok

William F. Ogburn dan Meyer F. Nimkoff

 sosiologi adalah penelitian secara ilmiah terhadap interaksi social dan hasilnya yaitu organisasi

J.A.A Van Dorn dan C.J Lamers

ilmu pengetahuan tentang struktur-struktur dan proses kemasyarakatan yang bersifat stabil

 

Hakikat sosiologi

Sosiologi merupakn ilmu social dan bukan merupakan ilmu pengetahuan alam ataupun pengetahuan kerohanian,sosiologi bukan merupakan disiplin yang normative tetapi merupakan suatu disiplin yang kategoris artinya sosiologi membatasi diri pada apa yang terjadi dewasa ini dan bukan mengenai apa yang terjadi dan seharusnya terjadi. Sosiologi merupakan suatu pengetahuan murni, dan bukan merupkan ilmu pengetahuan terapan. Sosiologi merupakan ilmu pengetahuan yang abstrak dan bukan merupakan ilmu pengetahuan yang konkret. Sosiologi bertujuan menghasilkan pengertian-pengertian dan pola-pola umum. Sosiologi merupakan ilmu pengetahuan yang empiris dan rasional. Sosiologi merupakan ilmu pengetahuan yang umum, bukan khusus.

 

Objek Kajian Sosiologi

Objek sosiologi adalah masyarakat yang di lihat dari sudut hubungan antarmanusia dan proses yang timbul dari hubungan manusia di dalam masyarakat. Yaitu dengan menyoroti hubungan antarmanusia dan proses sebab akibat yang timbul dari hubungan antar manusia tersebut. Masyarakat sebagai objek studi sosiologi merupakan istilah tersendiri dan mempunyai definisis yang khusus. Istilah masyarakat menunjuk pada manusia yang sekian lama hidup bersama dan mereka menciptakan berbagai peraturan pergaulan hidup. Terbentuknya system pergaulan di batasi dengan aturan yang telah di sepakati bersama. Maka akhirnya masyarakat memiliki kebudayaan yang merujuk pada kehidupan bersama manusia.

Pandangan mengenai objek studi sosiologi para ahli memusatkan perhatiannya pada lika liku pergaulan hidup dan resiko sosialnya. Masyarakat mengandung konformitas dan mempunyai kecenderungan yang sama. Namun menurut pandangan modern justru semakin terkikis lantaran semakin populernya kritik-kritik sosilogi yang memandang konformitas itu lemah.

Pandangan popular tentang masyarakat di fokuskan pada kenyataan social yang di lihat sebagai kekuatan inpersonal yang semakin mampu mempengaruhi , mengekang bahkan menguasai tingkah laku orang di sekitarnya. Untuk memahami manusia dlam kehidupan masyarakat maka ahli sosiologi harus memasukkan u sur kekuasaan di dalamnya. Langkah awal yang di perhitungkan adalah mengkaji masyarakat  dengan memandanag hakikat hubungan manusia dalam kehidupan bermasyarakat.

Sosiologi sebagai ilmu

Sosiologi sebagai ilmu khususnya ilmu pengetahuan karena di  uktikan dapat memenihui syaratnya sebagai berikut menurut Harry M Johnson dalam ( Soerjono Soekanto, 1982)

Sosiologi bersifat empiris, ilmu pengetahuan di dasarkan pada observasi terhadap kenyataan dan akal sehat serta hasilnya tidak bersifat spekulatif. Bersifat teoretis yaitu selalu berusaha menyusun abstraksi dan hasil-hasil observasi. Merupakan kerangka dari pada unsur-unsur yang tersusun secara logis bertujuan menjelaskan hubungan sebab akibat sehingga menjai teori. Sosiologi bersifat kumulatif bahwa teori di bentuk atas teori yang sudah ada dalam arti memperbaiki dan emperluas teori lama. Bersifat non etis bahwa yang di persoalkan bukan baik buruknya fakta tertentu tetapi tujuannya adalah menjelaskan fakta secara analitis. Sosiologi merupakan ilmu pengetahuan yang berdiri sendiri dan mepunyai objek studi tersendiri pula seperti yang sudah di jelaskan sebelumnya, tersebut juga melandasi adanya totalitas sosiologi sebagai ilmu pengetahuan secara ilmiah.

Perkembangan sosiologi

Perkembangan sosiologi di sini adalah perkembngan sosiologi di Indonesia yang mengacu pada perkembangan sosiologi di dunia yang patinya tetap brkaitan dengan sejarah sosiologi, sebelum PD 2 ki hajar dewantara dengan konsep kepemimpinan dan kekeluargaan di Indonesia yang nyata di praktekkan dalam organisasi pendidikan taman siswa, selanjtnya karya sarjana Belanda Snouck Hurgronye, Van Vollen Hoven, Ter Haar yang mengambil masyarakat Indonesia sebagai objek perhatian, pada tulisan tersebut Nampak adanya unsur soiologis yang di kupas secara ilmiah. Selain itu adanya Periode sekolah tinggi di Jakarta yang memberikan kuliah sosiologi hanya sebagai orientasi pengajaran yang bersifat social dan teoretis, namun pada tahun 1934 kuliah sosiologi di tiadakan karena di anggap tidak di perlukan dalam hubungannya dengan pelajaran hokum. Kemudian perkembangan sosiogi setelah PD II adalah adanya kemerdekaan pada akademik ilmu politik yogjakarta atau UGM di berikan mata kuliah sosiologi, pada tahub 1950 di buka kesempatan bagi mahasiswa dan sarjana untuk belajar ke luarnegeri memperdalam pengetahuannya tentang sosiologi. Selain itu adanya buku karangan Djody Gondokusuma sociology Indonesia dan Hassan Shadilly Sosiologi untuk masyarakat Indonesia, desertasi Social Changes in Yogjakarta selo soemardjan pada cornel university.

 

 

 

Metode-metode dalam sosiologi

Pada dasarnya terdapat dua jenis cara krja atau metode, yaitu metode kualitatif dan metode kuantitatif. Metode kualitatif mengutamakan bahan yang sukar dapat di ukur dengan angka-angka, atau dengan ukuran lain yang bersifat eksak. Walaupun bahan-bahan tersebut terdapat dengan nyata di dalam masyarakat, dalam metode ini terdaoat metode historis komparatif, dan studi kasus. Sementara metode kauntitatif mengutamakan bahan-bahan keterangan dengan angka-angka, sehingga gejala-gejala yang di teliti dapat di ukur menggunakan skala-skala, indeks, table dan formula-formula yang emuanya menggunakan ilmu pasti atau matematika.

 

Cabang-cabang sosiologi

Sosiologi yang berkembang dalam masyarakat memiliki beberapa cabang yang di sesuaikan dengan bidang ilmunya, yang secara khusus pastinya masih dalam ranah ilmu-ilmu social sebagai berikut:

Sosiologi pendidikan sosiologi agama, sosiologi hokum, sosiologi, sosiologi keluarga, sosiologi industry, sosiologi pembangunan, sosiologi politik, sosiologi pedesaan, sosiologi perkotaan, sosiologi kesehatan. Dan masih banyak lainnya, namun yang tersebut dua tas merupakan hal yang umum dan pokok dalam pembagian Ilmu sosiologi di dasarkan pada cabang ilmunya

Manfaat sosiologi

Dengan  sosiologi membantu kita dalam mengkaji tempat kita dalam masyarakat serta budaya dan dunia luar yang belum kita ketahui sebelumnya, mmbantu mendapatkan pengetahuan tentang berbagai bentuk interaksi social yang terjadi dalam masyarakat baik antar individu, kelompok, sosiologi membantu mengontrol dan mengendalikan tindakan dan perilaku social setiap anggota masyarakat serta memahami nilai, norma, tradisi, keyakinan, dan erbedaan yang umumnya menjadi sebab timbulnya konflik. Selain itu juga membuat individu lebih tanggap, kritis dan rasional mrnghadapi gejala-gejala social dalam masyarakat yanag semakin hari semakin kompleks dan kemudian mampu mengambil sikap dan tindakan yang tepat an akurat terhadap situasi social yang di hadapi sehari-hari dengan meperhatikan aspek sosiologis

 

Untuk lebih  jelasnya mengenai materi di atas dapat membuka Sosiologi & Ilmu Pengetahuan – Repository UNIKOM

Sebagai salah satu referensi bacaan

 

Soal Pengayaan

1. Jelaskan definisi sosiologi menurut pemahaman anda dengan mengacu pada definisi sosiologi menurut para ahli !

2. Magaimana maksud sosiologi sebagai ilmu murni, bukan ilmu terapan ? sertakan contohnya !

3. Masyarakat mengandung konformitas dan mempunyai kecenderungan yang sama, namun seiring berjalannya waktu justru semakin terkikis lantaran semakin populernya kritik-kritik sosilogi yang memandang konformitas itu lemah, bagaimana untuk menanggapi hal tersebut ? sertakan argumen yang logis

4. Ceritakan perkembangan sosiologi di Indonesia dan kaitannya di Dunia dengan bahasamu sendiri !

5. Bagaimana implikasi soiologi Politik dalam mengkaji permasalahan politik yang ada di Indonesia ? khususnya korupsi !

 

Daftar Pustaka

 

 Hassan, Shadilly.. 1993. Sosiologi Untuk Masyarakat Indonesia. Jakarta.

 Rineka cipta.

 Abdul, Syani. 2002.Sosiologi Skematika, Teori dan Terapan. Jakarta. Bumi Aksara

Sunarto, Kasamto, Midas. 2006.  Pegantar Sosiologi Sebuah Bunga Rampai. Jarkarta. Surya Grafindo.

Soerjono, Soekanto. 2007. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta. Raja Grafindo Persada

Purwanto.  2007. Sosiologi Untuk Pemula. Yogjakarta. Media Wacana..

Ditulis pada Sosiologi SMA | Tinggalkan komentar

Acuan Dasar Pembelajaran Antropologi kelas XII SMA

Pada Acuan Dasar Pembelajaran Sosiologi kelas XII kpmpetensi dasar di kembagkan menjadi tiga bagian sebagai berikut :

Kompetensi dasar (1)

Pada kompetensi dasar pertama, yang mana didalamnya terdapat materi pembelajaran dan kegiatan pembelajaran yang menjadi acuan bagi peserta didik peserta didik yaitu Memahami dampak positif dan negatif dari perubahan sosial, pembangunan nasional, globalisasi, dan modernisasi terhadap kehidupan sosialkultural masyarakat Indonesia, dan slanjutnya Melakukan pengamatan lapangan, membaca berbagai literatur/media masa, dan berdiskusi untuk memahami perubahan sosial, pembangunan nasional, globalisasi, dan modernisasi terhadap kehidupan sosialkultural masyarakat Indonesia.

Materi pembelajaran

-Konsep-Konsep tentang Perubahan Sosial, Pembangunan Nasional, Globalisasi, dan Modernisasi

-Dampak Perubahan Sosial, Pembangunan Nasional, Globalisasi, dan Modernisasi terhadap kehidupan sosialkultural masyarakat Indonesia.

Kegiatan pembelajaran

-Membaca berbagai literatur/media masa, dan berdiskusi untuk memahami konsep-konsep perubahan sosial, pembangunan nasional, globalisasi, dan modernisasi.

-Melakukan pengamatan (observasi), mencari dan menemukan gejala-gejala beserta contoh-contoh tentang perubahan sosial, pembangunan nasional, globalisasi, dan modernisasi.

-Mengidentifikasi dampak positif maupun dampak negatif dari perubahan sosial, pembangunan nasional, globalisasi, dan modernisasi terhadap kehidupan sosialkultural masyarakat Indonesia.

Kompetensi dasar (2)

pada kompetensi dasar bagian kedua ya didalamnya terdapat materi pembelajaran dan kegiatan pembelajaran yang menjadi acuan bagi peserta didik yaitu Mengidentifikasi, menganalisis dan menilai dampak negatif perubahan sosial, pembangunan nasional, globalisasi, dan modernisasi terhadap kehidupan sosialkultural masyarakat Indonesia (misalnya: perilaku koruptif,  diskriminatif, pelanggaran HAM, kekerasan dalam rumah tangga, penyalahgunaan narkoba, dan hedonisme), dan selanjutnya Menggunakan  pendekatan Antropologi dalam mengidentifikasi, menganalisis, dan menilai dampak negatif perubahan sosial, pembangunan nasional, globalisasi, dan modernisasi terhadap kehidupan sosialkultural masyarakat Indonesia (misalnya: perilaku koruptif,  diskriminatif, pelanggaran HAM, kekerasan dalam rumah tangga, dan hedonisme).

Materi pembelajaran

Dampak negatif perubahan sosial, pembangunan nasional, globalisasi, dan modernisasi terhadap kehidupan sosialkultural masyarakat Indonesia (misalnya: perilaku koruptif,  diskriminatif, pelanggaran HAM, kekerasan dalam rumah tangga, penyalahgunaan narkoba, dan hedonisme) sebagai dampak perubahan sosial, pembangunan nasional, globalisasi, dan modernisasi.

Kegiatan pembelajaran:

-Melakukan pengamatan dan/atau diskusi, serta  identifikasi tentang dampak negatif perubahan sosial, pembangunan nasional, globalisasi, dan modernisasi terhadap kehidupan sosialkultural masyarakat Indonesia (misalnya: perilaku koruptif,  diskriminatif, pelanggaran HAM, kekerasan dalam rumah tangga, penyalahgunaan narkoba, dan hedonisme) di lingkungan sekitar.

-Melakukan penelitian terhadap dampak negatif perubahan sosial, pembangunan nasional, globalisasi, dan modernisasi terhadap kehidupan sosialkultural masyarakat Indonesia (misalnya: perilaku koruptif,  diskriminatif, pelanggaran HAM, kekerasan dalam rumah tangga, penyalahgunaan narkoba, dan hedonisme).

-Membangun sikap dengan menjadikan nilai-nilai kultural yang positif dalam menghadapi berbagai persoalan yang muncul sebagai dampak negatif perubahan sosial, pembangunan nasional, globalisasi, dan modernisasi terhadap kehidupan sosialkultural masyarakat Indonesia.

Kompetensi dasar (3)

pada kompetensi dasar ini, didalamnya terdapat materi pembelajaran dan kegiatan pembelajaran yang menjadi acuan bagi  peserta didik yaitu Merancang strategi kultural berdasarkan sumber-sumber  kearifan lokal dan tradisi lisan untuk mengatasi berbagai dampak negatif dari perubahan sosial, pembangunan nasional, globalisasi, dan modernisasi bagi pembangunan  karakter bangsa (nation and character building), dan selanjutnya Membaca literatur, melakukan pengamatan (observasi), dan wawancara (interview) untuk merancang strategi kultural berdasarkan kearifan lokal dan tradisi lisan untuk mengatasi berbagai dampak negatif perubahan sosial, pembangunan nasional, globalisasi, dan modernisasi dalam rangka pembangunan  karakter bangsa (nation and character building).

Materi pembelajaran:

-Sumber-sumber Kearifan Lokal (local wisdom) dan Tradisi Lisan

-Strategi Kultural mengatasi perilaku negatif.

-Pembangunan Karakter Bangsa (nation and culture building)

Kegiatan pembelajaran:

-Membaca literatur, melakukan pengamatan (observasi), dan wawancara (interview) untuk memahami sumber-sumber kearifan lokal, strategi kultural, dan tradisi lisan bagi pembangunan karakter bangsa.

-Melakukan penelitian dan diskusi tentang sumber-sumber kearifan lokal yang dapat mencegah terjadinya perilaku yang bertentangan dengan nilai kultural masyarakat setempat seperti:  sikap hidup hemat, kerja keras, menghargai sesama, demokrasi, gotong royong,  menerima apa yang terjadi dan lain-lain.

-Merancang strategi kultural berdasarkan kearifan lokal untuk mengatasi berbagai dampak negatif perubahan sosial, pembangunan nasional, globalisasi, dan modernisasi dalam rangka pembangunan  karakter bangsa (nation and character building).

untuk lebih jelas dan lengkapnya dapat di lihat

 Silabus Antropologi SMA Kurikulum 2013  

juga sebagai referensi tulisaan di atas

Ditulis pada Antropologi SMA | Tinggalkan komentar

Acuan Dasar Pembelajaran Antropologi Kelas XI SMA

 

Pada acuan pembelajaran Antropologi kelas XI  kompetensi dasar di kembangkan menjadi empat bagian yaitu :

kompetensi dasar (1)

       kompetensi dasar bagian pertama didalamnya terdapat materi pembelajaran dan kegiatan pembelajaran yang menjadi acuan bagi peserta didik yaitu Menggunakan pengetahuan dasar metode etnografi dalam mendeskripsikan  institusi-institusi sosial  (antara lain: sistem kekerabatan, sistem religi, sistem politik, sistem mata pencaharian hidup, bahasa, kesenian) dalam suatu kelompok etnik tertentu di Indonesia, selnjutnya Melakukan penelitian etnografi/membaca dengan kritis laporan-laporan penelitian etnografi  dalam rangka mendeskripsikan institusi-institusi sosial  (antara lain: sistem kekerabatan, sistem religi, sistem politik, sistem mata pencaharian hidup, bahasa, kesenian) dalam suatu  kelompok etnik tertentu di Indonesia

Materi pembelajaran

-Pengertian tentang Metode Etnografi

-Teknik Penelitian Etnografi

-Deskripsi  institusi-institusi sosial  (antara lain: sistem kekerabatan, sistem religi, sistem politik, sistem mata pencaharian hidup, bahasa, kesenian) dalam suatu kelompok etnik tertentu di Indonesia.

Kegiatan pembelajaran

-Melakukan penelitian etnografi di lingkungan setempat tentang institusi sosial  (antara lain: sistem kekerabatan, sistem religi, sistem politik, sistem mata pencaharian hidup, bahasa, kesenian).

-Membaca literatur tentang institusi sosial  (antara lain: sistem kekerabatan, sistem religi, sistem politik, sistem mata pencaharian hidup, bahasa, kesenian) dalam masyarakat tertentu.

-Mendiskusikan dan mendiskripsikan institusi-institusi sosial  (antara lain: sistem kekerabatan, sistem religi, sistem politik, sistem mata pencaharian hidup, bahasa, kesenian) dalam suatu kelompok etnik tertentu di Indonesia.

Kompetensi dasar (2)

        kompetensi dasar pada bagian ini didalamnya terdapat materi pembelajaran dan kegiatan pembelajaran yang sebaiknya dilalui oleh peserta didik yaitu Menemukan dan menunjukkan persamaan dan perbedaan institusi-institusi sosial  dalam berbagai kelompok etnik di Indonesia, agar tercapai pemahaman tentang keanekaragaman dan kesamaan budaya, sehingga terbentuk sikap toleransi, saling menghargai, dan empati dalam rangka membangun masyarakat multietnik Indonesia yang rukun, aman, dan damai, selanjutnya Melakukan pengamatan (observasi), wawancara (interview), membaca literatur yang relevan, dan berdiskusi untuk menemukan persamaan serta perbedaan institusi-institusi sosial dalam  berbagai kelompok etnik di Indonesia, agar terbentuk sikap toleransi, saling menghargai, dan empati untuk membangun masyarakat multietnik Indonesia yang yang rukun, aman, dan damai.

Materi pembelajaran

-Persamaan dan perbedaan institusi-institusi sosial  dalam berbagai kelompok etnik di Indonesia.

-Kesadaran tentang kondisi masyarakat Indonesia yang Multietnik.

Kegiatan pembelajaran

-Membaca dan mendiskusikan berbagai laporan etnografi untuk menemukan persamaan serta perbedaan institusi-institusi sosial dalam  berbagai kelompok etnik di Indonesia.

-Melakukan kajian komparatif untuk menemukan dan menarik kesimpulan tentang persamaan dan perbedaan institusi-institusi sosial  dalam berbagai kelompok etnik di Indonesia.

-Membangun sikap toleran, empati, dan saling menghargai sehingga tercipta masyarakat Multietnik Indonesia yang rukun, aman, dan damai.

Kompetensi dasar (3)

       kompetensi dasar pada bagian ini  terdapat materi pembelajaran dan kegiatan pembelajaran yang menjadi avuan bagi peserta didik yaitu Menemukan nilai-nilai kultural yang disepakati bersama oleh masyarakat Indonesia (misalnya: gotong royong, tolong menolong, kekeluargaan, kemanusiaan, tenggang rasa)  dalam rangka membangun sikap toleran, empati, dan saling menghargai sehingga tercipta masyarakat multi etnik Indonesia yang rukun, aman, dan damai, dan selanjutnya Melakukan refleksi/diskusi untuk menarik kesimpulan tentang nilai-nilai kultural nasional Indonesia (misalnya: gotong royong, tolong menolong, kekeluargaan, kemanusiaan, tenggang rasa)  dalam rangka membangun sikap toleran, empati, dan saling menghargai sehingga tercipta masyarakat multi etnik Indonesia yang rukun, aman, dan damai.

Materi pembelajaran

-Konsep tentang Nilai-Nilai Kultural (cultural values)

-Pewarisan nilai-nilai kultural atau proses sosialisasi dan enkulturasi.

Kegiatan pembelajaran

-Mendiskusikan dan mendeskripikan nilai-nilai kultural bangsa Indonesia (misalnya: gotong royong, tolong menolong, kekeluargaan, kemanusiaan, tenggang rasa)

-Mendiskusikan cara-cara pewarisan nilai-nilai kultural kepada generasi penerus dengan contoh-contoh konkrit dalam bentuk perilaku.

-Membangun sikap dengan menjadikan nilai-nilai kultural Indonesia sebagai pedoman perilaku.

Kompetensi dasar (4)

        kompetensi dasar pada bagian ini didalamnya terdapat materi pembelajaran dan kegiatan pembelajaran yang menjadi acuan bagi peserta didik yaitu Mempromosikan nilai-nilai kultural yang disepakati bersama oleh masyarakat Indonesia (misalnya: gotong royong, tolong menolong, kekeluargaan, kemanusiaan, tenggang rasa) sebagai budaya nasional (national culture), dan selanjutnya Membuat program dan berbagai model untuk memprmosikan nilai-nilai kultural yang disepakati bersama oleh masyarakat Indonesia (misalnya: gotong royong, tolong menolong, kekeluargaan, kemanusiaan, tenggang rasa) sebagai budaya nasional (national culture).

Materi pembelajaran

Nilai-nilai kultural positif yang dapat dipromosikan sebagai bagian dari budaya nasional (national culture).

Kegiatan pembelajaran

-Mengidentifikati (memilih)  nilai-nilai kultural yang positif untuk dipromosikan sebagai bagian dari kebudayaan nasional berdasarkan  hasil kajian perbandingan terhadap berbagai institusi-institusi sosial dalam berbagai kelompok etnik di Indonesia

-Menyusun menyusun strategi untuk mempromosikan nilai-nilai kultural yang positif  tersebut dalam rangka pembangunan budaya nasional (national culture).

untuk lebih lengkap dan jelasnya mengenai acuan dasar pemeblajaran Antropologi kelas XI dapat di lihat

Silabus Antropologi SMA Kurikulum 2013 

merupakan referensi dari tulisan di atas

Ditulis pada Antropologi SMA | Tinggalkan komentar

Acuan Dasar Pembelajaran Antropologi kelas X SMA

Kompetensi Dasar Pada kelas 10 di kembangkan menjadi tiga bagian yaitu sebagai berikut :

 Kompetensi Dasar 1

Pada kompetensi dasar ini meliputi materi pembelajaran dan kegiatan pembelajaran yang bisa di gunanakan sebagai acuan peserta didik yaitu sebagai berikut :

 Memahami Antropologi sebagai ilmu yang mempelajari keanekaragaman dan kesamaan manusia Indonesia dan cara hidupnya secara holistik dalam rangka membangun sikap toleran, empati, dan saling menghargai sehingga tercipta kerukunan nasional, selanjutnya adalah Membaca berbagai  literatur dan mendiskusikan hasil bacaan tentang ilmu Antropologi sebagai ilmu yang mempelajari keanekaragaman dan kesamaan manusia Indonesia dan cara hidupnya secara holistik dalam rangka membangun sikap toleran, empati, dan saling menghargai sehingga tercipta kerukunan nasional.

Lebih lengkapnya mengenai pemaparan materi dan kegiatan pembelajaran :

Materi pembelajaran

– Pengertian tentang Ilmu Antropologi

-Konsep-konsep dasar Ilmu Antrpologi: Budaya (culture); Adat; Kelompok Etnik; Etnosentrisma, Relativisme Kebudayaan (cultural relativism), Emik; Etik; Holistik, Struktur Sosial; Bhinneka Tunggal Ika; Kerukunan nasional; Sikap Mental; Revolusi Mental.

-Sub-disiplin Ilmu Antropologi

-Tujuan, dan manfaat ilmu Antropologi.

Kegiatan pembelajaran

-Interaksi antara siswa dengan siswa, siswa dengan guru, siswa-guru-lingkungan; membaca berbagai literatur tentang pengertian,  konsep-konsep dasar, sub-disiplin, tujuan, dan manfaat ilmu Antropologi.

-Mendiskusikan dan mendeskripsikan dalam bentuk lisan, tulisan, dan poster tentang pengertian,  konsep-konsep dasar, sub-disiplin, tujuan, dan manfaat ilmu Antropologi.

-Menarik kesimpulan tentang manfaat ilmu Antropologi untuk membangun sikap toleran, empati, dan saling menghargai sehingga tercipta kerukunan nasional.

Kompetensi dasar (2)

 pada kompetensi dasar ini, didalamnya terdapat materi pembelajaran dan kegiatan pembelajaran yang bisa di gunakan acuan yaitu Mendeskripsikan  penggolongan sosial dalam masyarakat Indonesia berdasarkan kriteria tertentu (misalnya: agama, etnik, gender, pekerjaan, desa-kota) dalam rangka menyadari bahwa masyarakat Indonesia beraneka ragam. Selanjutnya Melakukan kajian lapangan, kajian literatur, dan berdiskusi untuk mendeskripsikan penggolongan sosial dalam masyarakat Indonesia berdasarkan kriteria tertentu (misalnya: agama, etnik, gender, pekerjaan, desa-kota) dalam rangka menyadari bahwa masyarakat Indonesia beraneka ragam.

Materinya Pembelajaran

-Konsep Differensiasi Sosial, yaitu penggolongan masyarakat berdasarkan kriteria: agama, etnik, gender, pekerjaan, desa-kota (disesuaikan dengan ciri khas masing-masing daerah).

Kegiatan pembelajaran

-Membangun sikap bijak, kekeluargaan, dan kemanusiaan.

-Membaca dan mengobservasi masyarakat etnik sendiri dan/atau komunitas setempat.

-Mengidentifikasi kelompok-kelompok dalam masyarakat yang berbeda berdasarkan kriteria agama, etnik, gender, pekerjaan, desa-kota (disesuaikan dengan ciri khas masing-masing daerah).

-Mendiskusikan, menganalisis dan menarik kesimpulan tentang persamaan dan perbedaan antar berbagai kelompok.

-Melakukan refleksi untuk menyadari tentang keanekaragaman masyarakat Indonesia sehingga terbentuk sikap bijak, kekeluargaan, dan kemanusiaan.

Kompetensi dasar (3)

  Dalam kompetensi dasar ini, didalamnya terdapat materi pembelajaran dan kegiatan pembelajaran yang di gunakan sebagai acuan peserta didik yaitu Mendeskripsikan strata sosial dalam masyarakat Indonesia berdasarkan kriteria tertentu (misalnya: penghasilan,  pendidikan, pangkat) dalam rangka menyadari tentang adanya pelapisan sosial dalam masyarakat Indonesia, selanjutnya Melakukan kajian lapangan, kajian literatur, dan berdiskusi untuk mendeskripsikan strata sosial dalam masyarakat Indonesia berdasarkan kriteria tertentu (misalnya: penghasilan,  pendidikan, pangkat) dalam rangka menyadari tentang adanya pelapisan sosial dalam masyarakat Indonesia.

Materi pembelajaran

-Konsep Stratifikasi Sosial, yaitu pelapisan sosial dalam masyarakat berdasarkan kriteria: penghasilan,  pendidikan, pangkat, dan lain-lain (disesuaikan dengan ciri khas masing-masing daerah).

-Membangun sikap bijak, kekeluargaan, dan kemanusiaan.

Kegiatan Pembelajaran

-Membaca dan mengobservasi masyarakat etnik sendiri dan/atau komunitas setempat.

-Mendiskusikan strata sosial dalam masyarakat Indonesia berdasarkan kriteria tertentu (misalnya: penghasilan,  pendidikan, pangkat) dalam rangka menyadari tentang adanya pelapisan sosial dalam masyarakat Indonesia.

-Mendiskusikan, menganalisis dan menarik kesimpulan tentang pelapisan sosial.

-Melakukan refleksi untuk menyadari tentang adanya pelapisan sosial sebagai sebuah kondisi yang perlu disikapi dengan bijak, kekeluargaan, dan kemanusiaan.

untuk lebih lengkap dan jelasnya mengenai acuan pembelajaran kelas 10 dapat di lihat

 Silabus Antropologi SMA Kurikulum 2013  

merupakan referensi dari tulisan di atas

Ditulis pada Antropologi SMA | Tinggalkan komentar

Budaya Kekerasan Terhadap Pemain Ke-12 Sepak Bola ( SUPPORTER) Dalam Perspektif Sosiologi Politik

artikel terdiri dari tiga bagian, yaitu awalan, pertengahan dan akhiran ( pendahuluan, pembahasan, simpulan )

 

 Awalan

Kekerasan di dalam dunia supporter sepakbola  sudah menjadi sesuatu hal yang tidak tabu, bahkan bisa di bilang sesuatu hal yang sudah menjadi kebiasaan dan budaya, bahwa kekerasan merupakan bagian dari kehidupan supporter, melihat dari masa dahulu kala sampai sekarang konflik-konflik antar supporter selalu terjadi bahkan selalu berujung pada kematian.

Sepak bola merupakan salah satu cabang olahraga yang bergengsi di Indonesia, dari kaum tua, muda bahkan anak-anak sudah menggemarinya, dalam dunia sepakbola tidak lepas dari adanya pendukung atau supporter yang sekarang ini faktanya bukan hanya ajang untuk mendukung kebanggaan namun sebagian dari life style. Ini merupakan bahasan penting khususnya dalam ranah sosiologi, karena di dalamnya terdapat berbagai masalah yang kompleks, khsususnya kekerasan yang ada dan kaitannya dengan kekuasaan maupun .. yang akan di kaji dalam ranah sosiologi politik

 Kekerasan merupakan perbuatan seseorang atau kelompok yang menyebabkan cedera atau matinya orang lain, atau menyebabkan kerusakan fisik atau barang orang lain ( KBBI), penggunaan kekuatan fisik secara paksa terhadap orang atau benda, itu menurut ahli Sosiologi Soerjono Soekanto. Budaya kekerasan adalah sistem gagasan yang mendasari perilaku masyarakat yang kemudian menjadi pedoman masyarakat dalam dalam melakukan tindak kekerasan (dalam Nugroho Trisnu Brata, Budaya kekerasan dalam Perspektif nilai nilai dan etika masyarakat Jawa )

Dalam pembahasan akan di paparkan mengenai kasus kekerasan supporter sepak bola yang terjadi di Indonesia, kemudian di kaji dalam bahasan Sosiologi Politik tentang kekuasaan, kekerasan dan budaya.

Pertengahahan

Konflik antar supporter sepak bola sudah menjadi kebiasaan bahkan menjadi legitimasi tentang organisasi yang kuat dan sebagai ajang pertunjukkan system kekuasaan pada organisasi supporter, seperti contoh kasus-kasus kekerasan yang berujung pada kematian sebagai berikut

Yang baru-baru ini terjadi adalah bentrok antar supporter PSMS (Medan) dan Persita ( Tangerang ) di Stadion Mini Cibinong, Bogor pada Rabu, 11 Oktober 2017, yang mengakibatkan tewasnya Banu Rusman, anggota Laskar Banteng Viola Tangerang . Di kabarkan korban meninggal karena mengalami pendarahan di otak akibat pukulan balok. Awal mula kejadian ini Bentrokan antarsuporter yang terjadi di akhir pertandingan tak bisa dihindarkan dalam laga Persita Tangerang vs PSMS Medan di kompetisi Liga 2 2017. Laga tersebut dimenangkan PSMS 1-0. Situasi makin memanas ketika ada lemparan batu dari arah bangku penonton. Tak terima, suporter PSMS yang didominasi anggota TNI melakukan serangan balik ke suporter Persita.
Kedua kubu suporter saling serang setelah wasit meniup pluit panjang. Kericuhan bermula ketika suporter Persita masuk ke area lapangan hijau lantaran protes kepada manajemen

Soal kabar tentang oknum anggota TNI yang terlibat dalam bentrokan antarsuporter, Manajer Liga Baru (LIB) menyebut pihaknya harus berhati-hati supaya tidak terjadi ketersinggungan antarpihak. Selain PSSI, ia juga memastikan bakal berkoordiasi dengan banyak pihak termasuk aparat keamanan.“Kami harus mencermati ini secara seksama. Ada [informasi] keterlibatan pihak di luar sepak bola, yaitu [oknum] aparat negara. Tapi jangan sampai ada ketersinggungan, jangan permasalahannya jadi melebar. Kita harus tahu di mana mendudukkan posisi dan masalah ini” . kasus tersebut di anggap sesuatu yang serius, bukan hal remeh lagi melihat kondisi sepak bola dewasa ini harusnya taat pada aturan dan sportif bukan sebaliknya.

Yang seperti tersebut di atas adalah kekerasan yang terjadi antar supporter yang letak geografisnya terhitung jauh, bahkan sebelumnya  juga pernah terjadi kekerasan supporter local daerah..

Peristiwa bermula ketika babak pertama Persib Bandung melawan Persija Jakarta usai. Ketika itu Riko ( korban ) hendak membeli makan, karena merasa gerah ia membuka baju Viking ( atribut supporter Bandung ) karena merasa gerah, saat sedang makan ada keributan yaitu supporter The Jack ( jakarta ) di pukuli oknum supporter Bandung, karena sudh lama di ketahui kedua organisasi supporter tersebut tidak baik atau sedang berkonflik. Ketika korban menghampiri sumber keributan ia justru ikut di anggap sebagai anggota The Jack dan menjadi korban emosi oknum yang tidak bertanggung jawab, sebeum di pukuli korban sempat menunjukkan KTP domisili Bandung kepada massa, namun pembelaan ternyata sia-sia saking banyaknya massa yang emosi. Korban di pukuli dan menjadi bulan-bulanan hingga akhirnya babak bekur dan tak sadarkan diri. Korban mengehembuskan nafas terakhir usai menjalani perawatan intensif selama lima hari di salah satu rumah sakit yang berada di Bandung. Hal seperti di atas merupakan korban salah sasaran.

Dari kedua kasus di atas dapat di pahami mengenai kekerasan, kebudayaan, yang erat kaitannya dengan kekuasaan. Bahwa di sana kekuasaan memberi kesempatan dan ruang gerak yang luas bagi sejumlah orang maupun massa untuk melaksanakan kemauannya sendiri. Khususnya yang berhubungan dengan harga diri maupun legitimasi bahwa organisasi supporter mereka yang paling kuat. Terlebih kekuasaan mereka yang yang mempunyai kekuatan yang di anggap lebih seperti kekerasan yang di lakukan oleh supporter medan yang dominan saat itu adalah aparat Negara  dan supporter Bobotoh ( Tuan Rumah ) , posisi yang di dapatkan mereka saat itu hampir sama sebagai pemegang kekuasaan. Khususnya orang Medan yang di kenal keras dan memang sudah mempunyai legitimasi seperti tersebut yang menambahi kekuatan kekuasaan mreka sebagai aparat Negara.

Politik sering kali dihubungkan dengan usaha mendapatkan maupun mempertahankan kekuasaan seperti yang telah di bahas di atas. Padahal hakikatnya Politik adaah bersih, namun seringkali menjadi kotor karena sifat negative manusia yang egois dan serakah, sama halnya dengan budaya kekerasan antar supporter tersebut yang terus tumbuh karena menganut nilai-nilai massa dahulu dan bahkan sudah mendarah daging bahwa kekerasan adalah satu cara yang di gunakan untuk menumbangkan dan memperebutkan kekuasaan yang akhirnya nilai tersebut di anut hingga saat ini oleh para supporter. Walaupun mereka harus berhubungan dengan polisi namun tetap saja mereka tidak takut dan bahkn mundur, karena musuh mereka bukanlah polisi atau keamanan lainnya, melainkan organisasi supporter di luar mereka. Padahal sebenarnya musuh mereka bukanlah sesama supporter namun klub yang menjadi musush dari kesebelasan yang mereka dukung. Karena faktanya sesama supporter adalah saling mendukung bukan saling bermusuhan yang di harapkan dalam sepakbola dewasa ini. Namun bagaimana bisa dan bagaimana sulitnya mengubah budaya kekerasan yang terbalut dalam kekuasaan yang mereka miliki.

Sejalan dengan acuan “ budaya kekerasan dalam perspektif nilai-nilai jawa dan etika masyarakat Jawa” bahwa masyarakat Jawa yang di kenal dengan kebudayaan yang adiluhung, halus, klasik, hierarkis dan aritrokratis ( Nugroho Trisnu Brata, 2000 : 63) merupakan konsepsi abstrak yang hanya di cita-citakan yang ternyata bebeda dengan realitas masyarakat , kondisi tersebut menurut Geertz di sebut sebagai model for reality. Bahwa di ketahui pada dasarnya masyarakat Jawa bukanlah masyarakat yang homogeny seperti yang di cita-citakan di atas, di sana juga terdapat acuan yang melandasi terbentuknya budaya kekerasan pada saat ini oleh masyarakat Jawa seiring berjalannya waktu atau massa bahwa melihat nilai dan etika terdahulu masyarakat Jawa adalah etnis yang keras dan Penakluk, pun bahwa penguasa ( pemilik kekuasaan ) adalah sosok yang keras dan berhubungan dengan kekerasan.

Hal tersebut sama halnya dengan budaya kekerasan oleh supporter di atas karena nilai yang sudah berkembang dan di anut oleh segenap masyarakat supporter. Kekerasan di gunakan untuk memberdayakan mereka yang lemah, sebagai bukti organisasi mereka yang paling kuat, dengan kekuasaan yang mereka miliki.

Akhiran

 Realita kekerasan dalam kekuasan saat ini merupakan implikasi dari massa ke massa, sebagai akibat dari nilai dan budaya yang di ambil dari massa dahulu kala, yang di gunakan sebagai alat berjuang maupun mempertahankan legitimasi jika di lihat dari segi politis. Faktanya pun kekerasan bukan di anggap sebagai hal yang baru dan hal yang tabu saat ini walaupun di lakukan oleh seseorang maupun massa yang mempunyai dan khususnya yang tidak mempunyai hak secara legal dalam kekuasaan. Yang pasti kekerasan tumbuh karena adanya proses perkembangan masyarakat yang mengacu pada kultur atau budaya yang kemudian menjadi nilai praktis oleh masyarakat yang mengangutnya.

Kemudian di sini sistem politik atau hukum tidak bisa lagi menggunakan cara-cara kuno seperti penangkapan, pemberian hukuman dan pemberrantasan pada kekerasan yang di lakukan,tidak akan memberikan efek jera. Namun harusnya lebih kepada pencegahan bagaimana di zaman yang sedewasa ini informasi mengenai kesadaran, etika, dan pengetahuan masyarakat harus lebih di gembleng untuk mewujudkan kekuasaan yang tidak berakhir pada kekerasan yang illegal dan kematian sesorang dalam memperkuat maupun meraih posisi maupun jabatan.

Artikel ini di tulis guna memenuhi tugas pegganti UTS Sosiologi Politik Pada mata kuliah semester 5

DAFTAR PUSTAKA

Nugroho Trisnu Brata, Budaya Kekerasan dalamPerspktif  Nilai-Nilai dan Etika Jawa, 2008, https :// scholar.google.co.id

Regionl.kompas.com | Jumat, 28 Juli 2017 07 : 53 WIB

 

Titi Fajriyah , CNN Indonesia | Kamis, 12/10/2017 18:23 WIB

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Ditulis pada Artikel Kuliah Sosant | Tinggalkan komentar

Hutan Hujan Tropis Suaka Chicho Mendez

selain review film” The Burning Season” juga di sertakan analisis berdasarkan Antropologi Pembangunan, Pun artikel ini di tulis guna memenuhi tugas harian mata kuliah Antropologi Pembangunan Pada semester 4

Cerita dari film ini adalah di Negara Brazil lebih tepatnya di Cachoeira, salah satu Negara berkembang pada masa akhir 1990an. Hutan Amazon di jadikan sumber pencaharian masyarakat, sehingga sebagian besar dari mereka bekerja sebagai penyadap karet. Yang menjadi cikal bakal atau tokoh utama dari cerita film ini adalah Chicho Mendez, seorang anak dari penyadap karet di sana. Ia hidup dan di besarkan dengan melihat suasana atau massa yang begitu kacau, di mana terjadi pembodohan oleh para kaum pemilik modal, kaum kapitalis atau semacam tengkulak. Ia melihat sendiri bagaimana proses jual beli yang mendapati kecurangan oleh para tengkulak, di mana timbangan di kurangi dan di beri harga yang sangat kecil, Chicho menganggap ini bisnis yang sangat buruk sekali, namun ayahnya hanya mengiyakan saja seperti budak yang sangat patuh pada keadaan. Salah satu yang mendoiminasi hal tersebut adalah karena siapapun yang berani menentang ataupun membuat serikat dagang penyadap karet akan di beri hukuman dengan di bakar hidup-hidup, Chicho juga telah menyaksikan sendiri hal itu dan tiada satu orang pun yang berani membela.

Setelah Chico bertumbuh besar dan dewasa yaitu pada tahun 1983, ada sesorang yang berani menentang dan berpikir realistis untuk menyelamatkan hutan Amazon sebagai hak masyarakat, yaitu Wilson Pinheiro, keudian ia bekerja sama dengan Chicho membentuk serikat dagang sindocato yang awalnya di sosialisasikan dalam forum gereja, Wilson mengatakan bahwa setiap orang berhak mendapatkan penghidupan yang layak khususnya hak mereka sendiri dengan tetap memperhatikan ekologi lingkungan, bukan hanya para saudagar saja atau peternak yang bias berkuasa, walaupun di bilang dengan tekhnologi yang sangat sederhana atau bahkan tanpa alat-alat perang seperti para saudagar kaya. Banyak masyarakta yang awalnya tidak setuju, namun tidak seditik dari mereka mau bergabung dalam sindikat pekerja Chicho.

Pada awal pemberontakan kepada kaum kapitalis, masih sangat sulit, belum pula berhasil sudah terjadi pembakaran dan pembunuhan. Ini bisa terjadi karena para kaum kapitalis membayar atau menyuap polisi untuk bekerja sama dan melakukan hal tersebut di atas dengan motif di anggap sebagai pelanggaran, apalah daya masyarakat yang tidak mempunyai atau melawan menggunakan senjata perang, karena di sini prinsip dari Welson dan Chicho adalah damai dengan tidak melakukan perlawanan atau pembalasan menggunakan kekerasan. Tidak putus asa mereka berdua kembali berbenah dan terus melakukan pemberontakan kembali untuk melindungi hutan dan hak mereka. Dari sini akhirnya para kapitalis atau peternak berjanji membebaskan tanah mereka sehingga perlawanan di hentikan.  Namun yang terjadi adalah mereka mengingkari dan terus melakukan pembakaran, dan pembunuhan seperti yang telah di jelaskan di atas, terjadi chaos yang sangat sengit dan pada saat ini juga menewaskan rekan chicho yaitu Welson.

Dari peristiwa chaos di atas tidak menyulutkan semangat para masyarakat yang tergabung dalam sindikat pekerja dengan di pimpin oleh Chicho selaku penerus perjuangan dari rekannya tersebut .setelah kematian Welson, Chico menikah dengan seorang gadis, merupakan putri dari salah satu masyarakat yang mendukung pergerakan Chicho. kemudian mereka melanjutkan pemberontakan  tidak menggunkan kekerasan namun dengan film documenter.karena saat itu ia mendapat tawaran untuk menjadi actor dalam film tersebut yang menggambarkan peristiwa kerusakan hutan di dalamnya. Namun keadaan menjadi buruk kembali dan terjadi terror di mana-mana, sehingga Chicho berinisiatif mencalonkan diri menjadi gubernur untuk menyelamatkan hutan Amazon walaupun tidak mendapat restu dari istrinya karena takut akan memiliki nasib yang sama dengan Welson. Namun ketika itu ia hanya mendapatkan sedikit suara, karena lawan yang di dukung oleh para peternak.

Kelanjutan dari film documenter Chicho adalah ia di undang untuk menerima penghargaan dari PBB terkait usahanya menyelamatkan hutan, awalnya Chicho tidak setuju dan merasa kecewa karena tujuan ia dan film documenter adalah tidak sama, yang di harapkan Chicho adalah perubahan bukan kemajuan. Kemudian setelah mealui beberapa perundingan akhirnya Chicho mau dan berpidato serta mencari media yang dapat menampung tuntutanannya untuk menghentikan penebangan hutan yang di gunakan akses jalan para peternak dan memberikan pekerjaan bagi masyarakat di daerahnya. Kemudian Chicho mendapatkan perhatian dunia, walaupun begitu setelahnya tetap tidak ada perubahan hingga ia mempunyai inisiatif dan menyiarkan mealui media bahwa telah terjadi pembantaian di daerahnya hingga mendapatkan perhatian dunia kembali, dari sini para kapitalis yang memiliki kuasa resmi  sangat bingung hingga terjadi perundingan antara mereka dan chicho bahwa negara akan melindungi hak mereka akan hutan dan adanya jaminan hokum serta kaum peternak melepaskan semua yang pernah di rampas kepada masyarakat. Namun lagi-lagi mereka tetap ingin menguasai hutan tersebut dan merasa malu atas apa yang telah di lakukan chicho sehingga membalas dendam dengan menembak Chicho. Walaupun sudah mengetahui hal tersebut Chicho tetap bertahan di sana dan tidak melarikan diri. Setlah penembakannya duka terjadi di Chachoiera. Dari hal tersebut akhirnya dunia dan pemerintah brazil sendiri khususnya benar-benar menghentikan penebangan maupun pembakaran hutan, kemudian hutan hujan tropis itu di namai dengan nama Chicho sebagai salah satu jasa yang telah di berikannya terhadap hutan amazon.

Analisis berdasarkan sudut Antropologi Pembangunan.

Seperti yang sudah di jelaskan di atas kaitannya dengan Negara berkembang, di buktikan di sana yang di bahas adalah sector perhutanan atau kebun yang masih sejalur dengan agraris, namun sedikit telah di dominasi oleh model industry peternakan oleh kaum kapitalis. Menurut saya mengenai pembangunan yang ada di sana dalam lingkup besar adalah meliputi pembangunan dalam bidang environtment atau ekologi dan pembangunan dalam hal social yang di dalamnya juga terdapat unsur politik. Karena politik juga merupakan salah satu aspek penting suatu Negara berkembang, apalagi prospek untuk menjadi Negara maju yang di dalamnyapun terdapat kelompok yang saling berkonflik. Environtmen juga masih termasuk dalam kajian antropologi, tergantung ranah yang akan di ambil sudut pandang atau di jelaskan, ekologi bukan melulu di pandang sebagai ranah ilmu geogragphy.

Yang menarik dari film di atas pun termasuk di mana masyarakat secara kolektif atau kelompok yang mau bergabung ke dalam serikat pekerjaan walaupun di sana masih sederhana dan tidak mempunyai alat senjata untuk melawan para kapitalis bukan menjadi budak dari kaum tersebut, inti terjadi karena hasrat dan iming-iming agar mendapatkan hak atas apa yang seharusnya menjadi milik mereka. Selain itu di sana juga bagaimana pintarnya sugesti yang di gunakan Chico dan Welson yang sepenuh hati. Namun secara tidak langsung serikat  yang tidak mengedepankan kekerasan ini juga salah satu bentuk agar pemerintah dapat peka terhadap keadaan saat itu. Selain itu juga mitos akan adanya mahluk curupira yang akan menelan kita jika mengekploitasi hutan. Hal ini juga merupakan salah satu sugesti untuk tidak melakukan kejahatan sehingga menumbuhkan rasa untuk membangun suatu kedaan lebih baik atau mempertahankannya untuk kelagsungan hidup anak cucu agar tidak kekurangan SDA di sampung SDM yang tinggi di masa yang akan datang.

Kembali lagi pada aspek environtmen yang telah di jelaskan faktanya tidak sejalan dengan arus logika pembangunan jika berbicara pada ranah globalisasi, di mana masyarakat mati-matian membela hutan agar tetap lestari dan tidak boleh di jadikan akses atau jalan, padahal jalan atau akses juga hal penting untuk melakukan suatu pembangunan khususnya ranah ekonomi. Namun sisi positif yang ada adalah masyarakat tidak kehilangan mata pencaharian sebagai peyadap karet.

Selanjutnya adalah berbicara aspek social, bahwa di sini juga di paparkan pembangunan bukan sesuatu yang ingin memajukan seluruh aspek, namun juga adalah bagaimana cara berubah atau sekedar mempertahankan, sesui dengan bahasan di atas mengenai politik, di sini juga di bahas bahwa politik bukan sesuatu yang harus berbau dengan kekerasan, di buktikan dengan sikap masyarakat yang tidak mau membalas dendam dan menggunakan seenjata untuk melawan para kapitalis, cukup dengan kehalusan atau perundingan, diskusi dan semacamnya. Walaupun di sana telah terjadi chaos, pembunuhan dan pembakaran. Ini juga menjadi salah satu model pemimpin yang harus bias menguasai hati rakyatnya.

Jadi yang dapat di simpulkan dari film ini dan kaitannya dengan Antropologi Pembangunan adalah pembangunan khususnya yang melibatkan kekolektifan masyarakat tidak melulu pada sesuatu yang besar dan wah, namun di sini perubahan atau pembangunan adalah mengacu pada hak dan kebutuhan  masyarakat yang ada dan mengacu pada pantas tidaknya akan suatu hal, seperti yang telah di kisahkan bahwa masyrarakat hanya perlu hutan Amazon agar tetap rindang karena di jadikan sebagai salah satu ladang pencaharian, bahkan tempat tinggal mereka. Mereka tidak perlu akan akses jalan ataupun lainnya sesuai dengan keinginan para kaum kapitalis agar proses bisnis maupun peternakannya bias lancar, pun hal tersebut sebenarnya juga bias di perlukan masyarakat local, namun kembali lagi di sini yang di butuhkan dalam pembangunan mereka adalah ladang pencaharian. Selain itu yang tergambar dari film di atas bahwa pembangunan juga harus tetap memperhatikan aspek-aspek kelingkungan, aspek kenyamanan atau hokum yang di percaya di dalam masyarakat tersebut. Bukan pada aspek-aspek yang berbau kapitalisme, karena perlu di tegaskan lagi pembangunan adalah mengacu pada kebutuhan masyarakat, bukan pada kebutuhan lembaga yang bersangkutan atau lainnya.

 

 

 

 

Ditulis pada Artikel Kuliah Sosant | Tinggalkan komentar

“Kajian Agama (Religi) menurut teori Evolusi, Difusi, Fungsionalis, dan Fungsionalisme Struktural serta Aplikasi teori terhadap Fenomena Agama”

untuk lebih jelasnya pemaparan sebagai berikut

  1. Kajian agama menurut teori Evolusi

Di antara para ahli dan cendekiawan menulis berbagai karangan yang menjelaskan mengenai jalannya proses evolusi social yang kemudian menjadi cikal bakal atau di pergunakan dalam mengkaji sesuatu yang berhubungan dengan evolusi, di antaranya mengenai evolusi tentang agama ada beberapa ahli yaitu Edward B. Tylor, J.G. Frazer dengan penjelasan teori sebagai berikut :

Edward B Tylor ( 1832-1917)

Merupakan tokoh dari inggris penganut paham evolusionisme, ia melakukan suatu penelitian sendiri mengambil unsur-unsur  kebudayaan seperti sistem religi, kepercayaan, kesusasteraan, adat-istiadat dan kesenian hingga menghasilkan karyanya yang terpenting di budang religi yaitu dua jilid primitive culture : Research into the development of mytplpgy, philosophy, religion, language, art and custom pada tahun 1874. Dalam karyanya tersebut Edward mengemukakan bahwa asal mula religi adalah kesadaran manusia akan adanya jiwa, kesadaran akan faham jiwa itu di sebabkan karena dua hal yaitu:

  1. Perbedaan yang tampak pada manusia antara hal-hal yang hidup dan hal-hal yang mati. Satu organisme pada satu saat bergerak, yaitu hidup tetapi tidak lama kemudian orgasme itu tidak bergerak lagi, yakni manusia mulai sadar akan suatu kekuatan yang menyebabkan gerak itu yaitu nyawa.
  2. Peristiwa mimpi. Dalam mimpinya manusia melihat dirinya di tempat-tempat lain, maka manusia mulai membedakan antara jasmaninya yang ada di tempat tidur, dan suatu bagian darinya yang pergi ke tempat-tempat lain yang bagian tersebut di sebut jiwa.

Selanjutnya pada tingkat ahkir evolusi religi menurutnya setelah manusia mengenai kematian dan jasmani dan jiwa, Edward menganggap manusia percaya bahwa mhaluk-mahluk halus yang menempati alam sekeliling tempt tinggalnya yang kasat mata sehingga menjadi objek penyembahan dan penghormatan di sertai dengan upacara berupa do’a dan sajen atau korban yang di sebut edwar sebagai animism. Jadi konsep evolusi edwar adalah mulai dari hal sadar manusia terhadap jiwa hingga kepercayaan terhadap hal-hal yang mendampingi jiwa tersebut.

Selanjutnya adalah teori religi menurut J.G. Frazeer (1854-1941)

Merupakan ahli foklor yang sama-sama dari inggris seperti Edward, karyanya yang berhubungan dengan religi dan hal ghaib adalah Totemism and Exogamy (1910) uga mengkaji mengei asal mula dari rigid an mahluk ghaib bahwa menurutnya manusia memecahkan soal-soal hidpnya dengan akal dan sistem pengetahuan yang tidak ada batasnya. Makin keterbelakang kebudayaan manusi, makin sempit lingkaran batas akalnya.  Bahwa hidup manusia tidak dapat di pecahkan dengan akal, namun dengan magic dengan konsep pada waktu iu belum ada religi dalam kebudayaan manusia, lambat laun terbukti bahwa dari tindakan magic yodak ada hasilnya maka ia mulai yakin bahwa alam di diami oleh mahluk halus yang lebih berkuasa, sehingga dari kepercayaan tersebut timbullah religi jadi perbedaan dengan teori Edward adalah cara dalam menentukan objek tersebut.

Dari situlah kemuian muncul pemikiran dan teori mengenai religi dan agama di antaranya teori tentang kekuatan luar biasa, konsep tentang animism dan spiritisme, teori yang berorientasi kepada sikap manusia terhadap hal ghaib, dari situlah di simpulkan lima komponen religi yaitu (1) emosi kagamaan (2) sistem keyakinan (3) sistem ritus dan upacara (4) peralatan ritus dan upacara (5) umat agama. Yang intinya membahas interaksi manusia dengan mahluk lain yang di anggap sebagai kekuatan lain yang memperkuat atau menjaga dirinya.

  1. Kajian Religi menurut teori Difusi

Mengenai kajian religi pada teori difusi lebih kental pada ahli teori difusi yaitu Whilhelm Schmidt ( 1868-1954) merupakan guru besar  perguuan tinggi di Austria di mana di didik calon-calon pendeta penyiar agama Katolik, yang juga di ajarkan mengenai ilmu antropologi. Schmid terkenal dengan ilmu antrolopologi dari penelitian-penelitiannya mengenai bentuk religi yang tertua. Ia sebenarnya menlanjutkan uraian religi dari tokoh evolusi Andrew Lang. dalam dasar dan filsafatnya ia yakin bahwa agama berasal dari Titah Tuhan yang di turunkan kepada mahluk manusia itu mula-mula muncul di muka bui. Oleh karena itu adanya tanda-tanda dari suatu keyakinan kepada dewa pencipta, justru pada bangsa-bangsa yang paling rendah tingkat kebudayaannya adalah yang paling tua. Degan demikian keyakinan yang asli dan bersih kepada tuhan ada pada bangsa yang tua, pada masa kebudayaan manusia paling rendah atau belum berkembang, sebab dalam zaman kemudian waktu kebudayaan manusia bertambah maju keyakinan asli terhadap Tuhan menjadi kabur dan terdesak oleh pemujaan-pemujaan kepada mahluk halus, ruh-ruh, dewa dan sebagainya.

Sisa-sisa kepercayaan terhadap Titah Tuhan ayang merupakan kepercayaan kepada Dewa tertingg dapat di temukan dalam religi uku-suku bangsa di dunia yang di anggap sebagai sisa manusia dahulu seperti kelompk negroid kecil yang hodup di daerah perairan sungai Kongo Afrika Tengah.

  1. Kajian Agama menurut teori Fungsionalisme

Ahli teori fungsionalisme yaitu Robert K. Marton mempunyai dua  asumsi dari adanya struktur kepercayaan dari fungsi yaitu postulat keutuhan masyarakat bahwa sesuatu berhubungan fungsional dengan sesuatu yang lain dan postulat fungsionalisme universal bahwa segala unsur budaya melaksanakan suatu fungsi dan tidak ada satupun unsur lain yang mampu melaksanakan fungsi yang sama itu. Jadi menurut marton semua asumsi postulat di atas harus di tolak atas dasat empiric. Dari situ marton menjelaskan konsep “fungsi” yaitu fungsi manifest dan fungsi laten atau fungsi tampak dan fungsi terselubung, dari fungsi laten atau fungsi terselubung tersebut timbul konsep religi lewat tarian hujan hopi bahwa suku hopi terus melakukan tarian hujan tidak hanya keliru mempercayai bahwa ritual tersebut menghasilkan hujan namun menggalakkan fungsi solidaritas masyarakat, jadi menurut marton bahwa fungsi dari kegiatan ritual akan menjadi sebab adanya solidaritas masyarakat, jadi konsep religi yang tersirat dari  fungsional bahwa masyarakat akan percaya atau yakin terhadap sesuatu hal gaib atas sugesti yang tinggi dari akibat suatu kegiatan yang menimbulkan fungsi tersebut.

  1. Kajian Religi menurut Teori Struktural Fungsionalisme

Teori structural-fungsionalis merupakan penggabungan dari dua pendekatan, yaitu pendekatan fungsional Durkheim dan pendekatan Struktural Radcliffe Brown. Namun mengenai kajian agama atau religi terdapat pada konsep teori Malinowski yang tidak  jauh dari konsep R.B. Menurut Malinowski Budaya pada tingkat pertama merupakan alat atau instrument, Malinowski mengacukan konsep Budaya terhadap mikrokosmos masyarakat terrible atau masyarakat sederhana, masyarakat primitive dan sebagainya. Bahwa keseluruhan unsur-unsur sebagai kesatuan yang terintegrasi, selanjutnya dalam keleruhuna intergasi tersebut di kaji fungsi atau guna dari keseluruhan unsur tersebut. Di sinilah konsep kepercayaan atau religi dapat di kaji atau di lihat menurut teori structural fungsionalis di mana pertama Malinowski mengaku terhadap makroksmos di mana religi tumbuh dari adanya mahluk halus atau mahluk tak kasat mata yang kemudian di percaya dan di hormati, dan dari kepercayaan tersebut di gali berbagai unsur-unsur yang ada seperti alat, sikap dan hubungan dalam kepercayaan tersebut. Ketiga Malinowski juga mengemukakan persoalan perbedaan warisan sosiologis dan biologis, bahwa kebudayaan merupakan warisan sosiologis, seperti kepercayaan merupakaan peninggalan pada masyarakat primitive dan oleh sistem serta tingkah laku manusia mulai di ubah sesuai perkembangan zaman dan kebutuhan seperti yang telah di jelaskan pada konsep difusi;

  1. Studi Kasus

Fenomena agama yang di angkat adalah kasus Penistaan Agama oleh Mantan Gubernur Jakarta yaitu Ahok. Ahok di tuduh menistakan agama Islam karena menyinggung surat Al Maidah ayat 51 saat saat pidato di hadapan wrga Pulau Pramuka, Keulauan Seribu dan pada saat berlainan juga menuturkan meminta lawan politiknya untuk tidak pakai Al Maidah 51.

Jelas hal di atas memicu persoalan di antara berbagai masyarakat di Indonesia khususnya adalah masyarakat Islam, mengingat Ahok adalah sorang non muslim yang menjadi pemimpin di kota Jakarta. Fenomena atau kejadian ini berlangsung pada masa pencalonan kembali Ahok menjadi gubernur Jakarta. Tidak dapat di pungkiri fenomena semacam itu yang hakikatnya adalah persoalan agama atau kepercayaan di campuri oleh urusan social politik. Banyak tokoh agama maupun tokoh politik yang secara langsung maupun tidak langsung dan secara murni maupun tidak banyak yang mengecam dan melaporkan Ahok sebagai kasus penistaan Agama dan segera di Proses di Ranah hukum, kasus religi ini juga di jadikan sebagai alat provokasi dalam masa pencalonan Ahok sebagai Gubernur Jakarta

Teori yang Aplikatif untuk studi agama di atas adalah Teori Fungsionalisme marton di mana kasus penistaan agama oleh Ahok menjadikan banyak orang mengecam dan melaporkan pidato Ahok yang mengemukakan untuk tidak percaya terhadap surat Al maidah Ayat 51. Menurut pakar sosiologi tindakan ahok tersebut sebenarnya bukan atas dasar ketidaksengajaan, karena di sana Ahok mempunyai penasehat serta hal tersebut yang di kemukakan oleh Ahok tidak semata sekali saja. Itu merupakan cara yang di gunakan Ahok untuk menarik respond dari masyarakat berbagai kalangan untuk bersuara atau berkomentar. Jelas kasus seperti di atas akan menimbulkan akibat atau menjadi sebab dari pelaporan dan pengecaman Ahok oleh masyarakat Muslim dan di jadikan sebagai alat provokasi dalam dunia politik. Kemudian banyak masyarakat yang kemudian terperdaya atas sugesti kalangan atas untuk tidak memilih Ahok karena menistakan agama, tidak bisa menjaga attitude serta yang paling menonjol untuk agama islam adalah memilih pemimpin muslim, hal tersebut merupakan fungsi Laten dari fenomena di atas. Di mana bukan hanya respon pengecaman Ahok namun di balik itu terdapat tingkah laku manusia yang turrut serta menjadikan fenomena religi di atas sebagai hal provokasi yang memang secara alami akan tetap ada dan tidak di sadari oleh kalangan biasa. Seperti contoh fungsionalis Marton bahwa di balik upacara hujan Hopi menimbulkan esensi kekompakan atau solidaritas di antara masyarakat Hopi itu sendiri

Artikel ini di buat untuk memenuhi tugas pengganti UTS teori budaya Pada semester 4, referensi dari buku Teri budaya karya Kaplan dan Manner

Ditulis pada Artikel Kuliah Sosant | Tinggalkan komentar

Video Pembelajaran Sosiologi SMA

Berikut ini adalah salah satu contoh pembelajaran sosiologi yang di kemas dalam video, materi yang di sampaikan adalah KONFLIK, khususnya materi sosiologi untuk kelas XI SMA. kelebihan dari video ini adalah materi di sampaikan secara lengkap, di sisipkan gambar, dan suara yang jelas, sebagai berikut :

Ditulis pada Sosiologi SMA | Tinggalkan komentar