Calendar

November 2024
M T W T F S S
 123
45678910
11121314151617
18192021222324
252627282930  

MATERI ANTROPOLOGI KELAS XI Bab 1 : KETERKAITAN ANTARA KEBERAGAMAN BUDAYA, BAHASA DIALEK, TRADISI DENGAN KEHIDUPAN MASYARAKAT DALAM SUATU DAERAH

pembentukan-kelompok-sosial

  1. Ragam Bahasa dalam Masyarakat

Di dalam masyarakat terdapat berbagai macam ragam bahasa yang digunakan oleh berbagai kelompok masyarakat dan suku bangsa. Menurut Harimurti Kridalaksana, munculnya berbagai ragam bahasa atau dialek tersebut disebabkan karena adanya faktor perbedaan waktu, tempat, sosial, budaya, situasi, serta sarana pengungkapan.

pETA kONSEP

Adapun berbagai macam ragam bahasa atau dialek yang berkembang di masyarakat tersebut dapat dikelompokkan ke dalam empat jenis, antara lain sebagai berikut :

  1. Ragam bahasa yang digunakan oleh seseorang yang berbeda ragam bahasanya dengan orang lain yang disebut idiolek. Bahasa, dialek, dan idiolek akan menerangkan perbedaan dan persamaan antara istilah-istilah itu. Ketiga-tiganya adalah bahasa, jika yang dibicarakan adalah bahasa seseorang, maka disebut idiolek. Adanya istilah ini ingin ditonjolkan bahwa sistem bahasa (idiolek) tiap-tiap orang menunjukkan perbedaan, walaupun idiolekidiolek dapat digolongkan satu bahasa.Misalnya, ragam bahasa yang digunakan oleh orang dari suku Sunda akan berbeda dengan bahasa serta dialek yang digunakan seseorang dari suku Ambon.
  2. Ragam bahasa yang digunakan oleh sekelompok anggota masyarakat di suatu wilayah tertentu yang membedakannya dari bahasa yang dipakai oleh sekelompok anggota masyarakat di wilayah lainnya yang disebut dialek. Idiolek-idiolek yang menunjukkan lebih banyak persamaan dengan idiolek-idiolek lain dapat digolongkan dalam satu kumpulan kategori yang disebut dialek. Biasanya persamaan ini disebabkan oleh letak geografi yang berdekatan, yang memungkinkan terjadinya komunikasi yang sering antara penutur-penutur idiolek itu. Jika seringnya komunikasi disebabkan oleh kedekatan sosial, yaitu penutur-penutur idiolek itu termasuk dalam satu golongan masyarakat yang sama, maka kategori bahasa mereka itu disebut sosiolek. Misalnya, bahasa Indonesia dialek Minang yang diucapkan oleh orang di daerah Padang akan berbeda dengan bahasa Indonesia dialek Jawa yang diucapkan oleh orang di daerah Solo.
  3. Ragam bahasa yang digunakan oleh sekelompok masyarakat di suatu lingkungan
    tertentu yang berbeda dari suatu bahasa atau dialek yang digunakan oleh sekelompok masyarakat di suatu lingkungan sosial lainnya. Misalnya, ragam bahasa atau dialek yang digunakan oleh orang-orang di lingkungan pasar akan berbeda dengan ragam bahasa atau dialek yang digunakan oleh orang-orang di kantor atau sekolah.
  4. Ragam bahasa yang dipergunakan oleh sekelompok masyarakat di suatu lingkungan kelas sosial tertentu akan berbeda dengan ragam bahasa atau dialek yang digunakan oleh sekelompok masyarakat di lingkungan kelas sosial lainnya. Misalnya, bahasa atau dialek yang dipergunakan oleh orang-orang dari lingkungan kelas sosial yang tinggi akan berbeda dari bahasa atau dialek yang digunakan oleh orang-orang dari kelompok kelas sosial menengah atau kelas sosial rendah.

Istilah bahasa dalam kerangka ini termasuk dalam kategori kebahasaan yang terdiri atas dialek-dialek yang masing-masing penuntunnya saling mengerti (mutual intellingibility) dan dianggap oleh penutur-penuturnya sebagai suatu kelompok kebahasaan yang sama. Jika bahasa ini sudah pesat perkembangannya, biasanya terdapat suatu dialek dari bahasa itu yang diterima oleh semua penutur bahasa itu sebagai dialek baku (standar). Hal itu yang dimaksud dengan bahasa. Itulah bahasa (sebenarnya dialek) yang dipergunakan dalam keadaan dan komunikasi resmi.

Bahasa mempunyai dua aspek mendasar, yaitu bentuk (baik bunyi, tulisan, maupun strukturnya), dan makna (baik leksikal maupun fungsional, dan struktural). Jika kita mengamati bahasa dengan terperinci dan teliti, kita akan melihat perbedaan bentuk dan makna dari sebuah bahasa. Besar kecilnya pengungkapan antara pengungkapan yang satu dengan pengungkapan yang lain akan terdengar perbedaan-perbedaannya, umpamanya antarsatuan bunyi /a/ yang diucapkan seseorang dari waktu yang satu ke waktu yang lain. Perbedaan-perbedaan bentuk bahasa seperti itu disebut variasi.

Jika kita bandingkan lafal bunyi /a/ dalam percakapan dua orang yang berlainan, kita akan lebih jelas melihat perbedaanperbedaannya. Apalagi kalau kedua orang yang lafal atau bahasanya yang kita bandingkan itu datang atau berasal dari daerah yang berlainan, kelompok atau keadaan sosial yang berbeda, situasi berbahasa dari tingkat formalitas yang berlainan, ataupun tahun atau zaman yang berlainan. Umpamanya: tahun 1945 dan tahun 1980, maka akan lebih terang dan nyata perbedaannya. Contoh lain: yang disebut “kates” di suatu daerah dinamakan “pepaya”, di daerah lain, dalam suatu keadaan sosial dikatakan “aku” dan dalam keadaan sosial lain lebih sesuai dipakai “saya”.

Perbedaan-perbedaan bahasa yang kita sebut di atas menghasilkan ragam-ragam bahasa yang disebut dengan istilah-istilah yang berlainan. Ragam bahasa yang sehubungan dengan daerah atau lokasi geografis disebut dialek. Ragam bahasa yang sehubungan dengan kelompok sosial disebut sosiolek. Ragam bahasa yang sehubungan dengan situasi berbahasa dan atau tingkat formalitas disebut fungsiolek. Ragam bahasa yang dihasilkan oleh perubahan bahasa sehubungan dengan perkembangan waktu disebut bahasa yang lain-lain atau kalau perbedaan itu masih dapat dianggap perbedaan ragam dalam satu bahasa, kita dapat menyebut ragam itu secara analok kronolok.

Selain klasifikasi ragam bahasa tersebut, terdapat beberapa penggolongan ragam bahasa atau dialek yang dikemukakan oleh beberapa ahli linguistik. Menurut Pateda terdapat beberapa jenis ragam bahasa berdasarkan tempat, waktu, pemakai, pemakaian, situasi, dan statusnya. Menurut Sadtono terdapat tiga faktor utama yang memengaruhi pembentukan variasi bahasa, yaitu faktor geografi, faktor sosial, dan faktor register yang menggambarkan ragam bahasa yang berbeda-beda sesuai dengan tingkat keformalan suatu situasi, profesi, dan sarana bahasa.

2. Pengaruh antara Bahasa dan Dialek dalam Masyarakat

Sampai saat ini para ahli bahasa belum memperoleh rumusan yang jelas serta tegas mengenai batas-batas yang dapat membedakan antara bahasa dan dialek yang berkembang dalam masyarakat. Menurut Panitia Atlas Bahasa-Bahasa Eropa dialek adalah sistem kebahasaan yang dipergunakan oleh suatu masyarakat untuk membedakannya dari masyarakat lain yang mempergunakan sistem bahasa yang berlainan, meskipun erat hubungannya. Di dalam analisis ilmu bahasa, dialek bersinonim dengan istilah logat, yakni cara berbicara yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok penutur bahasa yang membedakannya dari cara berbicara atau berkomunikasi yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang pemakai bahasa lainnya.

Menurut Meillet ciri utama sebuah dialek adalah perbedaan dalam kesatuan serta kesatuan dalam perbedaan. Selain itu, terdapat dua ciri lain yang melekat pada dialek, antara lain :

  1. Dialek ialah seperangkat bentuk ujaran setempat yang berbeda-beda yang memiliki ciri-ciri umum dan masing-masing lebih mirip dibandingkan dengan bentuk ujaran lain dari bahasa yang sama;
  2. Dialek tidak harus mengambil semua bentuk ujaran dari sebuah bahasa.

Menurut Claude Fauchet, dialek pada mulanya ialah mots de leur terroir (kata-kata di atas tanahnya) yang di dalam perkembangannya menunjuk kepada suatu bahasa daerah yang layak dipergunakan di dalam karya-karya sastra dan bahasa daerah.

Di dalam perkembangannya, salah satu dialek bahasa daerah tersebut mulai diterima sebagai bahasa baku oleh berbagai daerah pemakai dialek-dialek karena adanya unsur subjektif maupun objektif. Beberapa faktor yang menentukan diterimanya suatu dialek bahasa daerah menjadi bahasa baku atau negara adalah faktor politik, kebudayaan, ekonomi, dan ilmiah.

Selain itu, munculnya bahasa baku tersebut didorong oleh adanya kebutuhan dari beberapa kelompok masyarakat yang saling terpisah untuk bisa saling berkomunikasi. Dengan demikian, bahasa baku adalah satu bahasa atau dialek yang dipilih oleh berbagai kelompok masyarakat untuk Pada masa penjajahan, ragam bahasa baru juga dapat dihasilkan dari aktivitas perkebunan saling berkomunikasi. Dipilihnya suatu dialek menjadi bahasa baku disebabkan karena bahasa atau dialek tersebut dianggap lengkap kosa katanya oleh masyarakat pemakainya. Bentuk dan pemakaian bahasa baku ini akan menjadi model percontohan bagi seluruh rakyat. Di dalam praktiknya, seseorang yang akan berbahasa akan menyesuaikan diri dengan orang yang akan diajak bicara. Selain itu, seseorang penutur bahasa tersebut biasanya akan mencoba untuk menyesuaikan diri dengan bentuk serta pemakaian bahasa yang telah dipakai secara luas di dalam masyarakat. Dengan demikian, di dalam penggunaan bahasa, terjadi proses tarikmenarik antara pemakaian bahasa standar dengan bahasa lokal.

Karena di antara bahasa daerah atau dialek-dialek lokal tersebut terdapat salah satu bahasa daerah yang dibakukan atau diangkat menjadi bahasa nasional maka dalam kaitannya dengan perkembangan bahasa nasional, bahasa daerah atau dialek-dialek lokal tersebut akan mewarnai atau memengaruhi pertumbuhan bahasa nasional tersebut. Selain memiliki beragam bahasa daerah yang merupakan bahasa ibu suatu suku bangsa, bangsa Indonesia juga memiliki bahasa nasional, yakni bahasa Indonesia yang merupakan bahasa persatuan yang diangkat dari bahasa Melayu. Di dalam penggunaan bahasa Indonesia, setiap ragam bahasa daerah memengaruhi pemakaian bahasa Indonesia sehingga terjadi inferensi dari bahasa daerah ke dalam bahasa Indonesia karena setiap suku memiliki ciri khas di dalam penggunaan bahasa Indonesianya yang disebut ciri-ciri etnik bahasa Indonesia.

Karena adanya ciri-ciri etnik di dalam penggunaan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional maka di berbagai daerah di Indonesia dikenal adanya bahasa Indonesia berdialek bahasa daerah. Misalnya, bahasa Indonesia dialek Aceh, bahasa Indonesia dialek Minangkabau, bahasa Indonesia dialek 170 Khazanah Antropologi SMA 1 dan Jawa pada masa penjajahan. Lahirnya bahasa pijin (pidgin) diakibatkan oleh adanya pertemuan sebagian penduduk dengan penduduk bangsa lain di tempat yang terpisah dari pusat pemukiman karena adanya aktivitas perdagangan, perusahaan perkebunan, dan penjajahan yang menghasilkan ragam bahasa campuran antara bahasa dua bangsa yang berbeda. Variasi bunyi dan aturan tata bahasa campuran tersebut merupakan campuran bunyi dua bahasa yang berbeda. Sunda, bahasa Indonesia dialek Jawa, bahasa Indonesia dialek Madura, bahasa Indonesia dialek Bali, bahasa Indonesia dialek Banjar, bahasa Indonesia dialek Bugis, bahasa Indonesia dialek Manado, atau bahasa Indonesia dialek Ambon.

Selain adanya variasi bahasa dan dialek-dialek dalam bahasa Indonesia yang dipengaruhi oleh dialek-dialek lokal, di Indonesia terdapat variasi bahasa lain yang hampir sama cirinya dengan dialek etnik yang disebut variasi bahasa pijin. Bahasa pijin adalah ragam bahasa campuran antara dua bangsa yang berbeda. Misalnya, campuran bahasa Belanda dan Jawa pada masa penjajahan. Lahirnya bahasa pijin (pidgin) diakibatkan oleh adanya pertemuan sebagian penduduk dengan penduduk bangsa lain di tempat yang terpisah dari pusat pemukiman karena adanya aktivitas perdagangan, perusahaan perkebunan, dan penjajahan yang menghasilkan ragam bahasa campuran antara bahasa dua bangsa yang berbeda. Variasi bunyi dan aturan tata bahasa campuran tersebut merupakan campuran bunyi dua bahasa yang berbeda.

Sumber :

Catur, Atiek. 2009. Khazanah Antropologi 1 : untuk kelas XI SMA dan MA. Jakarta : Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional.

Indriyawati, Emmy. 2009. Antropologi 1 : Untuk Kelas XI SMA dan MA. Jakarta : Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional.

blog.unnes.ac.id/adeputriroyani/2015/12/06/materi-ajar-antropologi-kelas-xi-2

Leave a Reply

You can use these HTML tags

<a href="" title=""> <abbr title=""> <acronym title=""> <b> <blockquote cite=""> <cite> <code> <del datetime=""> <em> <i> <q cite=""> <s> <strike> <strong>

  

  

  

* Kode Akses Komentar:

* Tuliskan kode akses komentar diatas: