KONSEP-KONSEP RELIGI (Cosmology, Cosmogoni, Theodicy, Birth, Death, Escatology)

PENDAHULUAN

  1. Latar Belakang

Agama merupakan hal yang sangat mendasar dalam kehidupan, dimana agama telah menjadi bagian dari kehidupan bagi seluruh umat manusia. Hampir seluruh umta manusia didunia memiliki agama baik agama lokal yang lebih bersifat kepercayaan atau menganut agama-agama besar di dunia.sebelum mengkaji jauh mengenai agama, akan lebih baik untuk mengatetahui pengertian agama. Agama merupakan sebuah keyakinan akan adanya hal-hal yang luar biasa diluar kemampuan dari manusia yang biasa disebut Tuhan. Menurut EB Tylor agama adalah “keyakinan spiritual makhluk. Durkheim juga menegaskan bahwa agama adalah” suatu kesatuan sistem kepercayaan dan praktek”, dimana keyakinan tersebut akan disertai dengan praktek-praktek agama sebagai implementasi/perwujudan dari keyakinan tersebut.

Berbicara tentang agama tidak akan lepas dari berbicara tentang hal gaib dimana hal gaib in memiliki kekuatan besar yang akan mempengaruhi kehidupan di dunia. Hal gaib ini digambarkan oleh manusia sebagai roh, dewa-dewa, atau Tuhan. Agama tidak hanya sekedar ide-ide tentang bukan manusia dan manusia super (roh gaib) di alam semesta, namun agama memiliki lebih dari sekedar “keyakinan” tentang supranatural; mereka juga memiliki uraian eksplisit dalam kehidupan mereka yang lebih spesifik berupan perilaku atau “moral” prinsip-prinsip atau kode yang menuntut orang mereka.

Sebagai sebuah pemikiran yang mempengaruhi kehidupan agama juga memberikan suatu konsep yang akan diyakini oleh manusia sebagai kebenaran. Disini akan lebih dikaji tentang konsep kosmologi, kosmogoni, adanya kekuatan jahat (theodicy), kelahiran, kematian, dan eskatologi. Konsep-konsep tersebut telah ada seiring dengan munculnya agama dan dipercayai oleh umatnya sebagai suatau kebenaran yang kesemuanya memeiliki hubungan satu sama lain yang saling mempengaruhi. Dari konsep-konsep tersebut akan diimplememntasikan dalam religi masyarakat Bukit yang memiliki tiga cerita suci (mite) yang diyakini kebenarannya. Tiga mite tersebut adalah tentang asal mula alam semesta; mite tentang mansia pertama dan keturunananya; dan mite tentang asal muasal padi. Hal tersebut sesuai dengan ke enam konsep religi diatas yang diimplementasikan dalam mite-mitenya. Selain itu orang bukit juga percaya akan adanya roh yang memiliki kekuatan luar biasa yang bisa disebut orang bukit Ilah. Ilah ini lah yang menjadi pusat religi orang bukit. Selain itu, jika dilihat dari mite-mite orang bukit ini menunjukkan adanya hubungan yang erat antara manusia dengan alam yang menyatu dalam kehidupan. Sehingga mite-mite tersebut dianggap sebagai suatu kerangka inti yang suci.

  1. Rumusan masalah

Dalam tulisan ini penulis hendak menjabarkan mengenai konsep-konsep religi yaitu kosmologi, kosmogoni, theodicy (konsep kejahatan), kelahiran, kematian, dan eskatologi. Selain itu juga akan dijelaskan bagaiamana jika konsep-konsep religi tersebut diimplementasikan dalam sistem relogi orang bukit.

  1. Manfaat

Diharankan dari tulisan ini baik penulis maupun pembaca dapat memahami bagaiamana konsep-konsep religi yaitu kosmologi, kosmogoni, theodicy (konsep kejahatan), kelahiran, kematian, dan eskatologi. Dari konsep-konsep religi tersebut akan diimplementasikan dalam sistem relogi orang bukit sehingga dapat mudah untuk dipahami

PEMBAHASAN

  1. Kosmologi

Kosmologi melihat alam semesta sebagai putaran atau melingkar, dengan wilayah masyarakat tertentu sebagai “pusat” dari dunia.. Teodisi Kristen merupakan solusi umum dari “dualisme” untuk masalah kejahatan, yaitu, bahwa ada dua kekuatan yang berbeda dan berlawanan atau makhluk, bentrokan antara yang menghasilkan terlihat jahat.

Keyakinan tentang makhluk dan kekuatan mendasari semua agama dan mungkin merupakan batuan dasar dan tengah keasyikan kebanyakan jika tidak semua tradisi, ada banyak hal lain yang tradisi mereka mengajarkan tentang. Kosmologi berkaitan dengan pesanan atau struktur realitas tertinggi, sedangkan penawaran kosmogoni dengan asal yang struktur atau perintah. Kedua kata berasal dari akar Yunani kosmos untuk “alam semesta” atau “order” (sebagai lawan “chaos”), dan mantan telah dijemput oleh ilmu pengetahuan untuk nama teori astronomi dan fisik tentang alam semesta, sedangkan yang kedua belum menemukan aplikasi ilmiah. Kosmologi dan kosmogoni dari agama yang berbeda bervariasi secara luas.

Mite penciptaan menggambarkan bahwa alam semesta ini pada masa awal-awal kejadiannya hanyalah berupa tanah sebesar kepalan tangan yang di dalamnya terdapat setetes air, sekeping langit dan seruas angina yang saling bergalau menjadi satu. Pada saat itu unsur-unsur alam semesta itu belum mempunyai nama masing-masing.

  1. Kosmogoni

Kosmogoni (Cosmogony) adalah salah satu teori tentang keberadaan atau asal usul alam semesta, atau bagaimana alam semesta tersebut terbentuk. Dalam konteks khusus ruang ilmu pengetahuan dan astronomi, istilah ini mengacu pada teori penciptaan (mempelajari berdasarkan) dari tata surya..Upaya untuk menciptakan sebuah kosmogoni naturalistik tunduk pada dua keterbatasan terpisah. Salah satunya didasarkan pada filsafat ilmu pengetahuan dan keterbatasan epistemologis (epistemological) ilmu pengetahuan itu sendiri, terutama terkait apakah penyelidikan ilmiah dapat mengajukan pertanyaan ‘mengapa’ alam semesta ada.

Kosmogoni orang bukit

Mite penciptaan menggambarkan bahwa alam semesta ini pada masa awal-awal kejadianya hanyalah tanah sebesar kepalan tangan yang didalamnya terdapat setetes air sekeping langit dan seruas angin yang saling bergalau menjadi satu pada saat itu unsur-unsur alam semesta itu belum mempunyai nama masing-masing. Begitu Jabaril sebagai suruhan Suwara memberikan nama (identitas) kepada masing-masing unsur-unsur tersebut maka seta merta keempat unsur itu bergerak kesegenap penjuru menjadi awal kejadian yang besar. Tanah segera mengubah dirinya menjadi bumi, langit menjadi matahari dan bintang-bintang. Air dan angin meluas menyusup dan mengelilingi semua bentukan baru itu. pada awal kejadian tersebut bumi dan langit masih belum tersebut pemisahan antar keduanya terjadi ketika Jabaril setelah diberi tahu oleh Suwara mengucapkan mantra “cerai bumi” . akibatnya bumi bergerak kebawah dan langit bergerak ke atas dengan angin dan air yang menyertainya.

Air dan angin dapat menyertai pergerakan langit dan bumi diyakii karena adanya aras yang menghubungkan langit dan bumi. Aras diyakini sebagai sebuah tiang yang mempunyai tujuh anak tangga dan delapan dengan tingkatan yang teratas. Ketika itu bumi merupakan sebuah tempat yang belum berpenghuni. Sehingga Jabaril dan Suwara saling bercakap cakap dan Suwara menyuruh Jabaril untuk membuat manusia dari tanah. Setelah itu Jabaril mengambil tanah dari empat penjuru bumi dan terbentuklah limbagan yaitu bakal manusia yang terbuat dari tanah. Limbagan tersebut dihidupkan kembali ke segenap penjuru bumi dan langit.

Setelah Jabaril gagal berkali kali dan Suwara membersini limbagan itu empat kali dan disimpai rotan kuning yang diambil dari berbagai penjuru bumi, akhirnya limbagan itu dapat bergerak, berjalan, duduk, berdiri dan berbicara. Limbagan yang dapat bergerak kemana mana itu oleh Jabaril dinamai Adam atau Datu Adam. Tetapi, walaupun di bumi sudah dihuni oleh Jabaril dan Adam, mereka masih merasa kesepian. Jabaril pun meinta kepada Suwara agar Datu Adam di ber kawan, kemudian dengan mengambil tilang iga dari Adam dan dimantrai, terciptalah seorang perempuan yang diberi nama Hawa adtau Datu Tihawa.

Datu adam kemudian ingin memperistri Datu Tihawa. Namun keingingannya untk berhubungan seks selalu tidak terlaksana karena Datu Tihawa selalu menghindar. Dengan keadaan semacam itu mereka saling mengejar dan menghindar, maka bumi pun semakin meluaspula. Kemana mereka berkejaran ke arah sanalah bumi menghampar dan bertambah lebar. Injakan injakan kaki Datu Adam menciptakan gunung gunung dan lembah lembah. Peluh yang membasahinya yang bercucuran jatuh ke bumi menjadikan sungai sungai dan danau danau serta lautan. Rambut dan bulu bulu tubuh yang tercabut dan jatuh kebumi tumbuh menjadi pepohonan yang tegak berdiri maupun yang merambat. Rambut Datu Tihawa yang terjatuh tumbuh menjadi rotan kuning. Panggilan atau teriakan salinh menyahut mereka menjadi guntur dan bahana di langit. Manakala Datu Tihawa berlari ke arah langit dan Datu Adam berlari mengejar ke arah yang sama, maka langitpun bertambah meluas pula. Lompatan lompatannya dan injakan injakannnya menjadi bulan dan bintang. Erahi yang terpancar keluar ketika mengejar Datu Tihawa yang jatuh dan dikandung bumi melahirkan binatang yang hidup di darat maupun yang hidup di dalam air, dan yang dikandung oleh langit melahiran aneka ragam buruh.

Dengan meyakini kreasi Datu Adam dan Datu Tihawa dalam proses penciptaan selanjutnya, karenanya Orang Bukit meyakini pula bahwa alam sekitar itu ada persamaannya di dalam pada tubuh manusia. Dikatakan bahwa tanah itu adalah daging. Batu batuan besar kecil itu adalah tulang belulang. Pepohonan besar kecil yang berdiri tegak maupun yang merambat adalah rambut atau bulu yang tumbuh dikepala atau dibagian lagi tubuh manusia. Gunung gemunung tinggi adalah kepala, tangan dan kaki. Dan gua gua yang ada di kaki kai gunung adalah mulut dan perut. Akar akaran adalah urat urat sedang akar tunggang adalah urat achilles. Sungai sungai dan pancur adalah nadi dan pembuluh darah lainnya. Lembah lembah itu adalah lekukan keriput pada tubuh. Angin yang bertiup sepoi sepoi adalah napas manusia yang gelisah. Hujan yang turun adalah peluh yang bercucuran, sedang kabut yang menyelimuti bumi adalah uap tubuh orang yang mandi atau kedinginan di pagi hari. petirdan guntur yang sambung menyambung adalah teriakan dan batuk Datu Adam dan Datu Tihawa, sedang bencana alam yang terjadi hasil pertengkaran keduanya yang ditiru oleh keturunannya.

Dengan keyakinan tersebut mereka merasam sama dengan alam dan berusaha hidup harmonis dengan alam tersebut.oleh aktivitas sehari hari seperti bercocok tanam alam sekitar mau tak mau akan dirusak. Namun rupanya masyarakat Bukit mengembangkan cara cara yang unik agar ekuilibrium antara manusia dengan alam sekitar tidak selamanya tegang dan terganggu keseimbangannya. Pandangan kosmis tersebut sebagaimana juga pandangan religius pada umumnya memberikan landasan kuat pada orang orang untuk percaya diri dalam hidup di masa kini, dimasa depan dan bahkan hidup baru sesudah mati (lihat Radcliffe-Brown, 1952:175). Berdasarkan keyakinan tersebut maka Orang Bukit beranggapan bahwa perlakuan terhadap alam sekitar adalah juga perlakuan terhadap diri sendiri.

Dari kosmogoni tercsebut dapat diambil kesimpulan sementara bahwa rupanya Orang Bukit menganggap sebstansi segala benda yang organis maupun yang non organis adalah tanah, air, langit dan angin-dalam hal ini adalah udara. Bila dalam mite tersebut langit dapat diartikan sebagai alam yang terang benderang, maka pengertian itu menunjuk kepada sesuatu yang bercahaya. Unsur atau benda bercahaya yang paling dekat dengan kehidupan sehari hari adalah api. Bila demikian halnya maka substansi segala sesuatu menurut Orang Bukit adalah tanah, air, api dan udara.

Orang Bukit beranggapan bahwa walaupun antara bumi dan langit itu ada jarak, namun keduanya dihubungkan oleh tiang aras. Aras diyakini sebagai tempat bertahta dan memerintahnya Tuhan semesta alam, maka konsep tersebut mempunyai implikasi tertentu terhadap sistem upacara.. ada sejumlah peralatan upacar yang diidentifikasikan sebagai tiang seperti tiang berbuah (tihang babuhang). Tiang kuasa (tihang kuasa), tiang bahatara (tihang pabahataraan) dan sebagainya.

Untuk dapat naik ke langit orang harus melalui tangga. Ada tujuh anak tangga yang harus dilalui,dan anak tangga yang kedelapan berada dilangit yang paling tinggi. Dari pengertian tangga ini muncul keharusan daalm upacara bahwa balian yang mengundang ilah ilah yang berada dilangit itu haruslah membuat tangga,disebut dengan balian yakni asap dupa yang dimantrai yang terimplikasi dengn jelas dalam upacara kematian. Tangga terbuat dari bambu kuning didiriikan diatas kuburan yang meninggal agar rohnya dengan mudah berjalan mendaki menuju kampung akhir nenek moyang dilangit.

Bila dikaji lebih cermat pandangan Orang Bukit tentang alam semesta dan manusia pertama agaknya dipengaruhi oleh pandangan agama islam. Nama nama Jabaril. Datu Adam dan Datu Tihawa adalah nama nama yang dilokalkan terhadap Jibril, Adam, dan Siti Hawa. Penambahan nama Datu hanya menunjukkan kehormatan kepada yang bersangkutan.

  1. Theodicy

Theodicy berasal dari bahasa Yunani yaitu theos (Allah/Tuhan) dan dike (keadilan, kebenaran, pembenaran). Theodicy adalah ilmu yang berupaya membenarkan cara-cara (jalan-jalan) Allah bagi manusia. Pengertian lainnya adalah usaha mempertahankan keyakinan bahwa dunia ini lah yang terbaik dari semua kemungkinan ataupun usaha mempertahankan kebaikan dan keadilan Allah pada manusia.

Dapat kita lihat dari hubungan antara penghuni bumi dan langit. Ada sejumlah manusia yang tinggal di bumi dan ada sejumlah manusia yang tinggal dilangit. Mereka yang tinggal dibumi semuanya perempuan kakak beradik delapan orang disebut Datu Bini Badangsanak Walu. Mereka yang tinggal dilangit semuanya laki-laki kakak beradik delapan orang disebut Datu Laki Badangsanak Walu. Yang paling bungsu penghuni bumi dinamakan Dara Kabungsuan, sedangkan paling muda yang tinggal di bumi dinamakan Dara Laki Kabungsuan. Yang terakhir dinamakan Taruna Kabungsuan / Ranggan. Kedua kelompok tersebut tidak pernah bertemu ataupun saling mengunjungi. Bahan makanan pokok bumi adalah umbi-umbian yang dapat diperoleh dan dipungut dari berbagai penjuru bumi, tetapi pada suatu ketika bahan makan tersebut menjadi semakin langka. Ketika persediaan habis, bergantian penghuni bumi pergi kelangit mancari bahan makanan, mereka menemukan penghuni langit menyantap makanan bukan dari umbi-umbian tetapi berasal dari suatu buah yang disebut padi, orang-oarang langit menyebutnya sebagai buah tahun.

Setiap delapan musim orang-oarang bumi bergantian pergi kelangit mancari dan meminta bahan makanan itu. Setiap ada yang datang tidak diberi buah padinya tetapi yang sudah berupa beras. Tidak satupun gabah yang boleh dibawa keluar dari langit. Hal tersebut membuat datu Bini Badangsanak Walu mencari akal untuk menghasilkan padi tersebut dan Dara Kabungsunan lah yang disuruh untuk mengusakan hal tersebut, tetap selalu gagal karena usahanya selalu dikettahui oleh Datu Laki Badangsanak Walu, maka Dara Kabungsunan menyimpannya didalam rahimnya dan tidak diketahui oleh Datu Laki Badangsanak Walu.

Tetapi betapapun padi yang ditanam di bumi, hasil panennya tidak dapat mencukupi untuk satu musim. Kemudian orang bumi bertanya kepada orang langit mengapa hasil panennya tidak sebanayk dilangit. Datu Laki Kabungsunan (Ranggan) menjelaskan bahwa orang bumi bercocok taman dan merawat padi tidak seperti orang langit, maka Rangga mengajarkan cara mananam padi, merawat, dan menyelamati padi. Mereka juga memperlihatkan berbagai peralatan untuk merawat dan menyelamati padi yakni berupa langgatan yang selalu tergantung dibentangan langit sepanjang musim, karena langgatan tersebut tidak mungkin digantung serupa dilangit makan peralatan tersebut ditancapkan. Peralatan yang ditancapkan tersebut disebut lalaya.

  1. Kematian

Secara etimologi death berasal dari kata deeth atau deth yang berarti keadaan mati atau kematian. Sedangkan secara defenitif, kematian adalah terhentinya fungsi jantung dan paru-paru secara menetap, atau terhentinya kerja otak secara permanen. Pandangan tentang kematian seiring waktu, pandangn masyarakat tentang kematian telah mengalami perubahan. Dahulu kematian cenderung dianggap sebagai hal yang menakutkan dan tabu. Kini,kematian telah dipandang sebagai hal yang wajar dan merupakan proses normal kehidupan. Kehilangan dan kematian adalah realitas yang sering terjadi dalam lingkungan asuhan keperawatan. Sebagian besar perawat berinteraksi dengan klien dan keluarga yang mengalami kehilangan dan duka cita.

Berduka (kematian) adalah suatu keadaan dimana seseorang atau keluarga mengalami respon manusiawi yang melibatakan reaksi psikososial dan fisiologis terhadap kehilangan yang nyata atau di rasakan (orang,benda,fungsi,ststus dan hubungan). (Diagnosa Keperawatan edisi 6, hal.428). Berduka (kematian) adalah Respons emosi yang diekspresikan terhadap kehilangan yang dimanifestasikan adanya perasaan sedih, gelisah, cemas, sesak nafas, susah tidur, dan lain-lain.

  1. Konsep Kematian
  2. Mati sebagai berhentinya darah mengalir

Konsep ini bertolak dari criteria mati berupa berhentinya jantung. Dalam PP No. 18 tahun 1981 dinyatakan bahwa mati adalah berhentinya fungsi jantung dan paru-paru. Namun criteria ini sudah ketinggalan zaman. Dalam pengalaman kedokteran, teknologi resusitasi telah memungkinkan jatung dan paru-paru yang semula terhenti dapat dipulihkan kembali.

  1. Mati sebagai saat terlepasnya nyawa dari tubuh

Konsep ini menimbulkan keraguan karena, misalnya, pada tindakan resusitasi yang berhasil, keadaan demikian menimbulkan kesan seakan-akan nyawa dapat ditarik kembali.

  1. Hilangnya kemampuan tubuh secara permanen

Konsep inipun dipertanyakan karena organ-organ berfungsi sendiri-sendiri tanpa terkendali karena otak telah mati. Untuk kepentingan transplantasi, konsep ini menguntungkan. Namun, secara moral tidak dapat diterima karena kenyataannya organ-organ masih berfungsi meskipun tidak terpadu lagi.

  1. Hilangnya manusia secara permanen untuk kembali sadar dan melakukan interaksi sosial

Bila dibandingkan dengan manusia sebagai makhluk social, yaitu individu yang mempunyai kepribadian, menyadari kehidupannya, kemampuan mengingat, mengambil keputusan, dan sebagainya, maka penggerak dari otak, baik secara fisik maupun sosial, makin banyak dipergunakan. Pusat pengendali ini terletak dalam batang otak. Olah karena itu, jika batang otak telah mati, dapat diyakini bahwa manusia itu secara fisik dan social telah mati. Dalam keadaan seperti ini, kalangan medis sering menempuh pilihan tidak meneruskan resusitasi, DNR (do not resuscitation).

  1. Kematian Dalam pandangan Hidup Orang Jawa

Kematian di dalam kebudayaan apa pun hampir selalu disikapi dengan ritualisasi. Entah apa pun wujud ritualisasi itu. Ada berbagai alasan mengapa kematian disikapi dengan ritualisasi. Dalam berbagai kebudayaan kematian juga dianggap bukan sebagai bentuk akhir atau titik lenyap dari kehidupan. Peristiwa kematian juga ditangkap dengan sudut pandang dan pengertian yang berbeda-beda oleh setiap orang. Baik dengan ketakutan, kecemasan, pasrah, atau keikhlasan.

Orang Jawa memandang kematian bukan sebagai peralihan status baru bagi orang yang mati. Mereka (orang yang mati) diangkat lebih tinggi dibandingkan dengan orang-orang yang masih hidup. Segala status yang disandang semasa hidup ditelanjangi digantikan dengan citra kehidupan luhur. Dalam hal ini makna kematian di kalangan orang Jawa mengacu pada pengertian kembali ke asal mula keberadaan (sangkan paraning dumadi). Dalam batu nisan selalu diterakan kata kyai dan nyai. Sebuah kata yang mengacu pada pengertian ‘lebih’ dari pada yang bukan kyai atau nyai. Sebutan ini dikenakan kepada semua yang telah mati tidak memandang usia si mati, juga tidak memandang kedudukan atau status sosial yang pernah disandang semasa si mati masih hidup di dunia.
Kematian dalam kebudayaan Jawa (juga dalam kebudayaan lain) hampir selalu disikapi bukan sesuatu yang selesai. Titik. Kematian selalu meninggalkan ritualisasi yang diselenggarakan oleh yang ditinggal mati. Setelah orang mati, maka ada penguburan yang disertai doa-doa, sesajian, selamatan, pembagian waris, pelunasan hutang, dan seterusnya. Oleh karena penyebab kematian, maka pengertian mati juga diberi istilah yang berbeda-beda. Ada mati wajar, mati sial, mati konyol, dan sebagainya. Masing-masing pengertian mati ini selalu berkaitan erat dengan konstruksi sosial dari masyarakat yang melingkupinya.

Dalam masyarakat Jawa kematian juga melahirkan apa yang disebut ziarah atau tilik kubur. Hal ini semakin menegaskan bahwa kematian bukanlah akhir dari segalanya. Ikatan antara si mati dan yang hidup dipertautkan kembali lewat aktivitas ziarah kubur. Tradisi ini secara tersirat juga menimbulkan sebuah pengharapan bagi yang masih hidup bahwa yang telah mati, yang telah berada di dunia sana dapat menyalurkan berkah dan pangestu kepada yang masih hidup. Hal ini dipandang dapat menjadi salah satu faktor keberhasilan bagi kehidupan orang yang telah ditinggalkan si mati. Baik keberhasilan material maupun spiritual. Kematian adalah sebuah misteri yang tidak dapat diungkapkan dan tidak terelakkan. Fenomena ini hanya bisa dibicarakan dalam skala iman atau kepercayaan. Masyarakat Jawa dalam pengertian ini dapat dilihat juga mempercayai adanya dunia lain sesudah mati.

  1. Kelahiran
  2. Konsep Kelahiran

Kelahiran manusia dan kematian biasanya dianggap sebagai spiritual atau agama fenomena, lindung nilai sekitar dengan keyakinan, ritual, dan nilai moral. Pandangan tentang kematian di beberapa agama adalah transisi dari biasa ke kondisi spiritual; lahir mungkin transisi seperti juga (terutama jika agama mensyaratkan bahwa manusia ada sebelumnya dalam beberapa cara supranatural). Di antara Azande, misalnya, konsepsi dipahami untuk mengikuti dari hubungan seksual, air mani atau nziro mengandung jiwa anak yang belum lahir. Di dalam rahim, pria dan wanita “jiwa-barang” dicampur, dan mana bagian orang tua yang mendominasi lebih kuat menentukan jenis kelamin anak. Janin dianggap sebagai “jiwa dengan tubuh yang belum berkembang, dan bahkan ketika anak lahir jiwa belum menjadi lengkap dan permanen melekat pada tempat tinggal ” sehingga rentan terhadap “terbang jauh” dan kematian (Evans-Pritchard 1962: 246). Janin diperkuat dan dibangun dari darah wanita dan inseminasi berulang pria, serta makanan ibu.

The Dinka mengatakan bahwa pria dan wanita melahirkan bersama-sama, dengan perantaraan ilahi untuk “menciptakan” anak dan bantuan nenek moyang ‘untuk melindunginya dari kekuatan jahat. Dengan kata lain, dua media yang supranatural (dewa dan leluhur roh) bertemu dengan manusia untuk membuat hidup dan menjaganya terhadap media supranatural ketiga (kekuatan jahat) (Deng 1972). Ainu menegaskan bahwa konsepsi dan kelahiran yang tidak disebabkan oleh seks sama sekali tapi oleh dewa Aynu Sikohte, karena manusia tidak memiliki kekuatan untuk membuat hidup. Demikian pula, Aborigin Australia tidak melihat hubungan antara seks dan anak- di banyak masyarakat mereka, bayi berasal dari roh-roh Bermimpi dan “semangat anak-anak” lahir dalam bentuk manusia. Roh-roh berdiam di lanskap dan memasuki rahim wanita saat ia duduk, berbaring, atau berkemah di tempat suci. Perempuan kadang-kadang dianggap pasif “host” dari roh-roh yang diinginkan untuk lahir, sedangkan laki-laki tidak memainkan bagian sama sekali kecuali mungkin untuk “membuka jalan.”
The Kaguru dari Afrika Timur (Beidelman 1971) memiliki salah satu yang paling menarik mengambil kelahiran manusia. Menurut agama mereka, ketika manusia mati, ia pergi ke tanah orang mati atau hantu. Namun, ketika seorang anak manusia lahir, orang yang lahir dari tanah hantu, sehingga kelahiran manusia adalah kematian hantu. Sama seperti hidup berkabung kehilangan salah satu dari mereka sendiri dari kematian, hantu meratapi hilangnya mereka sendiri dari “lahir.” Oleh karena itu, ada hubungan hidup dan kematian timbal balik antara hantu dan manusia di mana masing-masing lahir dari dan meninggal ke yang lain.

  1. Penerapan Konsep Kelahiran

Konsep kelahiran dalam antropologi agama ini dianut oleh orang-orang bukit. Mereka menganggap bahwa terdapat sangkut paut manusia dengan Suwara atau Ilah pemelihara. Suwara memberi perintah pada Jabarail untuk memberikan nama pada setetes air. Setetes air tersebut pada mulanya berada di alam barasagi atau alam sementara, yakni di langit dan di bumi, di Bapang dan di Indung. Setetes air tersebut diberi nama Putir atau sekarang disebut dengan mani. Putir tadi bergerak melompat ke kantong langit ( buah zakar ). Lalu bertapa selama tujuh hari dan membuka lawang patimah ( selaput dara ) dia memasuki balai ranjang wasi ( vagina ) dan terus memasuki balai kaca bagantung ( rahim ). Putir tadi ditemani oleh lima saudaranya bertapa selama sembilan bulan sembilan hari.

Setelah selesai masa bertapanya dia mulai mengikuti saudaranya yang tertua. Didahului dari tubaniah ( air ketuban ) keluarlah dari pertapaannya dan diikuti oleh saudara-saudara lain yaitu uriah ( tali pusat ), tubaniah ( air ketuban ), camariah (ari-ari), tumbuniah ( darah/tembuni plasenta) disebut Dangsanak Ampat ( saudara empat). Setelah saudara mepat tadi mengantar dan mengiringi kelahiran manusia kemudian mengikuti jejak saudara tertua yaitu Raja Umbayung dan akhirnya memnempati alamnya sendiri-sendiri. Alam bawah ditempati oleh tumbuniya, alam basah ditempati oleh tubaniah, alam kering oleh camariah, dan alam nyata oleh uriah.

Putir ini menjadi penyebab menjadi manusia. Di sendiri tidak berbentuk tetapi ada pada setiap diri manusia dan dalam “diri” saudara empat tadi. Setiap organ jasmaniah yang dapat bergerak ada Putrinya masing-masing yang memelihara. Putir ini bebas bergerak kemana-mana juga menjelajahi alam semesta dan tempat tinggalnya berakhir adalah diri jasmaniah manusia.

Dangsanak empat tadi bertugas memelihara, menemani, serta teman bermain limbangan/bayi tadi didalam rahim ibu sehingga tidak pernah kesepian. Diyakini pula bahwa perpisahan yang terlalu lama dengan dangsanak empat menyebabkan sesorang akan mengalami kekurangan dinamika dan gairah hidup.

Pandangan orang bukit menegaskan bahwa manusia di dunia ini bukankah persoalan pokok dan hasil hubungan perkawinan anatara seorang wanita dan laki-laki. Perkawinan hanyalah perantara munculnya kelahiran itu. Limbangan, dia adalah kreasi langit yang ditempatkan didalam sebuah rahim sorang wanita. Karena itu diri langit bersifat sakral. Diri langit adalah setetes air yang diberi nama yakni putir sedangkan diri bumi adalah jasmani manusia dalam wujudnya yang terlihat seperti sekarang ini. Dulu penciptaan bumi dan langit itu merupakan satu kesatuan, sehingga putir dan jisim manusia itu merupakan satu kesatuan pula. Orang bukit memahami hakikat manusia sebagai berikut ada diri kasar dan ada diri halus. Diri yang pertama terbatas ruang geraknya sedang diri yang kedua dapat pergi kemana-mana.

Raja umbayong sebagai saudara yang tertua yang tinggal di dasar tiang langit dipandang berperan mengarahkan kehidupan limbangan. Dia merupakan sumner teladan buruk dan baik, dengan kata lain sumber kelakuan moral dan etik. Dangsanak empat merupakan sumber aktivitas dan kasihs sayang. Raja umbayong dipandang sebagai sumber inspirasi dan dangsanak empat sebagai sumber aktivitas dan kreativitas dan keduanya disebut dangsanak lima.

Salah satu asal usul roh pelindung itu seperti selaput atau baju tembuni dan tali pusat. Dan air tuban, yakni air pelicin yang keluarnya si bayi dari rahim ibu, adalah saudara manusia yang menjadi pemelihara dan penolong yang bersangkutandisamping plasentanya. Diyakini bahwa bila keempat saudara manusia itu menjauhkan diri dari jasmani yang bresangkutan maka anak atau rang yang bersangkutan akan sakit dan ditimpa marabahaya.

  1. Eskatologi
  2. Konsep Eskatologi dalam Agama

Kata eskatologi berasal dari bahasa Yunani Eschata dan Logos. Eschata mempunyai arti hal-hal yang terlahir karena sesuatu yang terlahir pasti akan berakhir dan Logos yang berarti pembicaraan. Secara etimologi eskatologi adalah suatu ilmu yang membicarakan akhir kehidupan manusia seperti soal mati, neraka, surga, hari kiamat dan pengadilannya.

Konsep eskatologi dalam agama adalah suatu fenomena hidup sesudah mati (kehidupan alam ghaib) di pandang dari perspektif agama.

Agama-agama besar tidak luput membicarakan tentang kematian dan keadaan setelah mati. Baik agama yang berdasarkan wahyu maupun tidak berdasarkan wahyu, sama-sama memiliki perhatian besar terhadap kematian dan keadaan setelah mati.

  1. Konsep Eskatologi dalam Agama-Agama besar di Dunia
  2. Eskatologi dalam agama Budha dan Hindu
  3. Eskatologi dalam agama Budha

Dalam agama budha menekankan pada nirwana, yaitu keadaan yang  tidak ada. Jiwa manusia terpenjara dalam tubuh, untuk membebaskan manusia dari keterikatan yang demikian, dia harus menyucikan dirinya dari rayuan nafsu dunia agar dia dapat kembali ke alam spiritual yang tidak bertepi. Kalau tidak sanggup menyucikan dirinya selama hidup, manusia akan kembali ke alam materi, yaitu dengan jalan reinkarnasi.

  1. Eskatologi dalam agama Hindu

Dalam agama Hindu, kelahiran kembali (reinkarnasi) merupakan ajaran pokok karena kelahiran inilah yang menjadi ukuran bagi perbuatan seseorang di dunia. Jika semasa hidupnya tidak dapat melepaskan diri dari kehidupan duniawi, maka dia akan kembali dalam bentuk manusia atau dalam bentuk mahluk lain. Sebaliknya, jika mampu melepaskan ikatan-ikatan dunia, dia akan mengalami moksa, yaitu besatunya Roh dengan Sang Hyang Widhi. Moksa dalam agama hindu adalah jalan yang tertinggi dan merupakan tujuan hidup orang hindu. Ketika moksa, manusia tidak saja bersatu dengan Tuhan, tetapi juga mengalami kebahagiaan dan ketentraman batin.

  1. Eskatologi dalam Agama Yahudi, Kristen dan Islam

Agama yahudi, kristen, dan islam memandang bahwa kehidupan setelah mati adalah suatu keyakinan yang pokok setelah iman kepada Tuhan.

Dalam agama islam, kehidupan setelah mati adalah kehidupan yang hakiki karena kehidupan di akhirat lebih mulia daripada kehidupan di dunia, sebagaimana tercantum dalam

Dalam agama-agama besar, seperti yahudi, kristen dan islam, kehidupan sesudah mati merupakan doktrin setelah kepercayaan kepada Tuhan. Sebab, salah satu tujuan agama adalah mencari kerelaan Tuhan dan berusaha mendekatkan diri sedekat-dekatnya kepada-Nya. Tuhan maha suci, dan hanya dapat didekati dengan yang suci pula. Dengan demikian, manusia yang sucilah yang mampu mendekatkan diri pada Tuhan. Doktrin ini merupakan pandangan masa depan yang optimistik dan juga sekaligus memberikan dorongan bagi umat beragama agar selalu bertindak sesui dengan peraturan Tuhan.

Secara etimologi eskatologi adalah suatu ilmu yang membicarakan akhir kehidupan manusia seperti soal mati, neraka, surga, hari kiamat dan pengadilannya.

  1. Eskatologi dalam agama Budha menekankan pada nirwana, yaitu keadaan yang  tidak ada.
  2. Eskatologi dalam agama Hindu, kelahiran kembali (reinkarnasi) merupakan ajaran pokok karena kelahiran inilah yang menjadi ukuran bagi perbuatan seseorang di dunia.
  3. Eskatologi dalam Agama Yahudi, Kristen dan Islam memandang bahwa kehidupan setelah mati adalah suatu keyakinan yang pokok setelah iman kepada Tuhan.

PENUTUP

Kesimpulan

Religi sebagai hasil kebudayaan memberikan pengaruh besar terhadap kehidupan manusia. Dari religi tersebut memiliki konsep-konsep diantaranya kosmologi, kosmogoni, theodicy (konsep kejahatan), kelahiran, kematian, dan eksatogoni. Dari konsep-konsep tersebut dapat diaplikasikan dalam religi masyarakat bukit yang memiliki mite-mite yang suci.

DAFTAR PUSTAKA

https://ksupointer.com/

https://stevenwahid.blogspot.co.id/2010/05/kematian-dalam-pandangan-hidup-orang.html

https://keperawatanreligionnabilah.wordpress.com/materi-2/konsep-tentang-mati/

https://buymbuy.blogspot.co.id/2011/11/konsep-kematian.html

Tulisan ini dipublikasikan di antropologi. Tandai permalink.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

* Kode Akses Komentar:

* Tuliskan kode akses komentar diatas: