Pandangan Masyarakat Petani di Undaan terhadap Sang Dewi Sri

PENDAHULUAN

  1. Latar Belakang

Undaan merupakan salah satu kecamatan di kebupaten Kudus, kecamatan Undaan dijadikan sebagai lumbung padinya daerah Kudus kerena lahan pertaniannya yang luas, sehingga dapat dikatakan bahwa mayoritas masyarakat Undaan adalah petani padi. Sebagai petani padi masyarakat selalu bergelut dengan lahan, sawah, padi dan berbagai hal yang berkaitan dengannya. Hubungan petani dengan lahan dan tanaman bukan ahnaya sekedar hubungan antara penanam dengan tanaman yang biasa, namun disini petani memeiliki hubungan spiritual yang sangat kuat. Bagi masyarakat petani di Undaan tanaman padi memiliki kekuatan magis dan spiritua, sehinnga tanaman padi harus dihargai dan dihormati oleh masyarakat tidak boleh diperlakukan sembarangan. Tidak hanya berhenti pada tanaman padi saja, bahkan ketika sudah berubah menjadi gabah, beras, nasi, sampai nasi aking, tanaman ini masih memiliki nilai yang tinggi dalam masyarakat undaan dan tetap dihargai oleh masyarakat. masyarakat percaya jika padi tersebut tidak diperlakukan dengan baik maka akan mendatangkan musibah dan sebaliknya jika padi diperlaukan dengan baik maka akan mendatangkan keberkahan.

Hubungan antara petani dan tanaman padi ini juga telah masuk dalam jiwa petani seperti halnya hubungan orangtua dan anak. Masyarakat percaya bahwa apa yang terjadi pada padi itu tergantung pada petani yang menanamnya. Hasil yang diperoleh merupakan hasil perbuatan dari petani itu sendiri baik yang berhubungan dengan padi itu sendiri maupun dengan keluarga dan masyarakat secara sosial. Ketika masyarakat menanam padi mereka harus menjaga sikap dan perilakunya baik terhadap padi itu sendiri maupun dalam kehidupan sosial agar tanaman padi dapat tumbuh dengan baik sehingga hasil panennya bagus dan melimpah. Hubungan antara petani dan tanaman padi ini telah mengikat kuat dalam jiwa petani sehingga selain mempengaruhi hubungan petani dan padi juga akan memepengaruhi kehidupan sosial masyarakat petani itu sendiri. Dimana tanaman padi yang dipercaya masyarakat dibawa oleh dewi sri ini mengajarkan untuk hidup harmonis dengan alam dan dengan sesama manusia.

  1. Rumusan Masalah
    • Bagaimana pandangan masyarakat petani terhadap tanaman padi?
    • Bagaimana hubungan masyarakat petani dengan tanaman padi dalam kehidupan sosialnya?

  1. Tujuan
    • menjelaskan tentang pandangan masyarakat petani terhadap tanaman padi
    • menjelaskan hubungan masyarakat petani dengan tanaman padi yang dapat mempengaruhi kehidupan sosialnya

PEMBAHASAN

  1. Pandangan Masyarakat terhadap Tanaman Padi

Sesungguhnya petani padi memiliki banyak sekali pengetahuan tentang tanaman padi dan sawahnya. Pengetahuan tersebut diperolehnya dari berbagai sumber. Ada yang dari penyuluh, orang tua atau kerabat, baik secara turun temurun ataupun secara in situ di tempat dia bertanam. Menurut Suriasumantri (1999) dan Bakhtiar (2011) sumber pengetahuan dapat berasal dari rasio, pengalaman, intuisi, dan wahyu. Sebagian pengetahuan yang mereka miliki adalah benar dan berguna bagi pertumbuhan dan produksi pertanamannya, namun sering juga tidak rasional. Masyarakat petani Undaan banyak memperoleh pengetahuan penanaman dan perawatan padi dari leluhur berdasarkan pengalamannya.namun dengan perlembangan zaman masyarakat petani telah mendapat pengetahuan dari penyuluhan-penyuluhan yang dilakukan oleh pemerirntah guna meningkatkan pertanian di Indonesia. Walaupun banyak perubahan dalam teknik pertanian yang dilakukan, hal itu tidak merubah pandangan masyarakat mengenai kesakralan dari tanaman padi itu sendiri. Masyarakat masih memiliki kepercayaan bahwa padi adalah tumbuhan yang sakral sebagai sumber kehidupan yang dibawa oleh Dewi Sri.

Jika para ilmuan mengatakan bahwa padi memiliki makna folosofi sebagai seorang yang berilmu, seornag yang ilmunya banyak atau semakin pintar maka akan semakin rendah hati seperti halnya padi yang semakin berisi akan semakin merunduk. Namun berbeda dengan masyarakat oetani di Undaan yang memaknai tanaman padi. Masyarakat petani khususnya di Undaan percaya bahwa padi adalah tanaman yang memiliki kekuatan magis yang mampu mempengaruhi kehidupan manusia karena padi adalah tanaman yang dibawa oleh Dewi Sri. Dalam masyarakat petani jawa terdapat unen-unen “pari iku malati, jur kudu ngati-ngati amaerga dewi sri anduweni pari”. Para petani percaya bahwa Dewi sri adalah dewi kesejahteraan, jadi tanaman yang dibawa oleh dewi tersebut adalah tanaman yang akan membawa kesejahteraan bagi masyarakat. sehingga tanaman ini harus diperlakukan dengan baik agar mendapat kesejahteraan tersebut. Walaupun padi telah berubah bentuk dan sifatnya, tetap saja harus dihormati dengan memperlakukannya dengan baik. Dalam masyarakat undaan selalu diajarkan untuk menghormati padi salah satunya adalah tidak membiarkan padi tersebut terbuang sia-sia, kerana dengan membuang padi tersebut walaupun dalam jumlah yang sedikit menandakan bahwa ia tidak mensyukuri nikmat dari Tuhan, bahkan ia telah menghina dewi sri yang memberi pedi tersebut. Masyarakat percaya bahwa padi yang bercecer dibawah dan dibuang akan menangis dan merintih kepada dewi sri, ketika hal ini terjadi dewi sri akan marah dan memberikan hukuman kepada orang yang telah mencecerkan padi tersebut.

Dalam sebuah cerita masyarakat undaan terdapat seorang yang membuang nasi sepiring dengan sengaja karena marah dengan orangtuanya. Ibunya pun menangis melihat nasi yang dibuang tersebut karena ia tahu bahwa dewi sri akan marah pada anaknya. Ibu tersbeut mencoba mengumpulkan nasi yang di buang dan memberikan pada ayam. Selang beberapa waktu si anak yang membuang nasi hidupnya sangat kesusahan dan terlunta-lunta. Ia tidak dapat menanam padi bahkan ia tidak lagi memiliki sawah untuk menanam padi, ia bekerja sebagai buruh bangunan di luar negeri. Bahkan ia sangat jarang pulang dan berkumpul bersama anak dan istrinya karena harus mencari nafkah untuk keluarganya. Ia bersusah payah dalam mencari sesuap nasi untuk dapat bertahan hidup. Menurut masyarakat ia telah mendapat hukuman dari dewi sri yang sering dikatakan “kualat”, seorang bekerja hanya untuk mencari makan yaitu nasi. Sedangkan orang tersebut bersusah payah dalam mencari nasi sampai harus merantau keluar negeri dan penghasilan yang diperoleh yang terlihat besar terasa kurang dan habis tidak bermanfaat. Orang tersebut telah kualat dengan dewi sri karena telah membuang nasi dan dalam kehidupannya ia terlunta-lunta dalam mencari sesuap nasi tersebut.

Dalam cerita yang lain terdapat sebuah kejadian yang dianggap sebagai kemarahan dewi sri sang dewi padi. Pada tahun 2010 terjadi kekeringan yang hebat sehingga mengakibatkan gagal panen. Padahal dalam waktu tersebut padi sudah hampir panen hanya menunggu hitungan hari. Sebagian masyarakat tetap memanen padi tersebut karena itu adalah rejeki yang harus diterima walaupun kecil bahkan dikatakan masyarakat tidak sebanding dengan tenaga yang dikeluarkan. Namun terdapat salah seorang petani yang hanya memanen sebagian badi yang dianggap lebih bagus dan membiarkan yang sebagian tertinggal di sawah. Sebagain padi yang dipanen dibawa pulang dan disimpan, sedangkan yang masih disawah sengaja dibakar karena dirasa tidak berisi (gabuk) kalaupun berisi hanya sedikit kalu diambil hanya menghabiskan tenaga dan biaya. Setelah padi yang di swah tersebut di bakar, si petani pulang pulang dan melihat bahwa padi yang dirumah yang telah disimpan juga menjadi gabuk tidak berisi. Kemuadian petani ini melakukan selamtan dan memberikan sesaji agar dewi sri tidak marah dan memaafkan perbuatannya.

Dari cerita tersebut masyarakat meliaht bahwa tanaman padi ini memang sangat sakral dan dilindungi oleh dewi sri, sehingga harus diperlakukan dengan baik. Padi bagi petani dingagp sebagai sumber kehidupan yang membawa kesejahteraan, sehingga tidk boleh diperlakukan sembarangan. Padi memiliki ibu yang melindunginya yaitu dewi sri, masyarakat akan merasa aman dan tenang ketika dirumah atau dilumbungnya terdapat banyak padi atau beras walaupun tidak memiliki uang. Mereka menganggap bisa tetap hidup dengan hanya memiliki padi karena padi adalah makanan pokok bagi mereka. Berbeda ketika masyarakat memiliki uang yang banyak namun tidak ada padi, uang tersebut tidak akan berguna ketika tidak ada padi yang dapat dibeli, sehingga kehidupan mereka akan terhenti.

  1. Hubungan Petani, Padi, dan Kehidupan Sosial

Padi bagi masyarakat undaan dianggap sakral sehingga masyarakat sangat menghormati padi. Selain itu padi juga memiliki hubungan dengan petani dalam kehidupan sosial masyarakat. Dalam buku berjudul Omah, Membaca Makna Rumah Jawa (Santosa, 2000 : 228) dijelaskan bahwa Sri sebagai sang dewi pelindung padi, adalah juga pelindung kesejahteraan rumah tangga sehingga pemaknaan tentang budidaya padi dan budaya berumah tangga sangat erat. Lelaki menangani tanah dan air, dan mengorganisasikan pembagian air dengan pemilik sawah lainnya, sementara perempuan menangani benih dan bulir-bulir panenannya dengan mengorganisasikan para pekerja perempuan. Sesudah panen, perempuan membawa padi ke rumah, guna disimpan di bagian yang paling dalam, di dekat tempat untuk melestarikan daur hidup dengan melakukan hubungan seksual. Beberapa tangkai padi yang diikat (disebut manten atau sepasang mempelai) dan diletakkan di senthong membuat padi menjadi bagian dari potensi dalam yang keramat sebagai anugerah dari Sri, atau bahkan diidentifikasikan dengan Sri sendiri yang telah rela mengorbankan dirinya guna menumbuhkan padi. Hal ini menunjukkan bahwa dalam menanam padi juga harus terdapat keharmonisan dalam rumah tangga agar tanaman padi dapat tumbuh subur dan menghasilkan panen yang baik dan melimpah. Jika dalam hubungan rumah tangga tersebut kurang harmonis maka akan menggnggu pertumbuhan dari padi itu sendir, masyarakat percaya bahawa padi yang ditanam akan menyesuaikan dengan keadaan hati si petani tersebut. Misalnya jika dalam sebuah keluarga petani terjadi pertengkaran, atau kurang harmonis maka tanaman padi yang ditanam akan sulit tumbuh kerana terserang penyakit atau hama.

Contoh yang berkaitan dengan keberhasilan menanam dan memanen padi adalah upacara bersih desa. Kegiatan tersebut dilakukan untuk menghormati Dewi Sri yang dilakukan setiap setahun sekali yaitu pada bulan apit tahun jawa. Pada uapacara ini biasanya diawali dengan kirab keliling dengan membawa gunung-gunungan hasil bumi kemudian pada malam harinya diadakan pertunjukan wayang atau ketoprak. Dari kegiatan bersih desa ini diharapkan masyarakat mampu menjalin hubungan baik antar warga agar kehidupan sosialnya dapat berjalan dengan baik dan harmonis. Hal ini juga kan berkaitan dengan masa penanaman padi yang tidak akan menimbulkan persselisisan anatar petani.

Selain itu masyarakat juga percaya bahwa apa yang dilakukan selama masa tanam akan mempengaruhi tanaman padi itu sendiri. Begitu pula sebaliknya setiap tahapan dalam pertumbuhan padi juga akan mempengruhi perilaku dari petani. Misalnya dalam masa berbunga, pada masa berbunga padi menunjukkan akan berbuah dan keluarga petani akan memiliki keterikatan yang kuat dengan tanaman padi tersebut. Pada masa ini keluarga petani akan mengkonsumsi padi lebih banyak, porsi makannya akan lebih banyak dan lebih sering makan. Hal ini diartikan oleh masyarakat kalau padi yang ditanam akan menghasilkan buah yang banyak sesuai dengan yang dikonsumsi keluarga petani tersebut. Namun ketika pola konsumsi keluarga petani pada masa ini tidak berubah atau cenderung berkurang maka buah yang akan dihasilkan padi yang ditanam juga akan sedikit.

.

PENUTUP

Simpulan

Padi adalah tanaman yang yang skaral keran dibawa oleh dewi sri dewi kesejahteraan. Sehingga padi harus diperlakukan dnegan baik agar mendapat keberkahan, sebaliknya jika padi diperlakukan dnegan buruk maka dewi sri akan murka dan mendatangkan musibah atau dalam unen-unen jawa “pari iku malati jur kudu ngati-ngati amerga dewi sri anduweni pari”. Selain itu padi juga memiliki hubungan batin yang kuat dengan petani dimana padi yang ditanam akan mencerminkan sikap dan perilaku dari petani itu sendiri dan begitu seblikanya.

DAFTAR PUSTAKA

Rahmanu Widayat. 2004. Krobongan Ruang Sakral Rumah Tradisi Jawa. UNS jurnal: solo

https://emhatta.wordpress.com/2013/04/22/filsafat-padi/

Tulisan ini dipublikasikan di antropologi. Tandai permalink.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

* Kode Akses Komentar:

* Tuliskan kode akses komentar diatas: