1. Konsep Terbentuknya Komunitas
Komunitas merupakan sekelompok orang yang hidup bersama biasanya pada lokasi yang sama dan memiliki kesamaan kepentingan dan tujuan. Jadi sebuah komunitas akan terbentuk ketika didalam masyarakat terdapat sekelompok atau lebih yang mereka memiliki kepentingan yang sama dan tujuan yang sama. Sehingga untuk mencapai tujuan tersebut mereka akan saling berintegrasi satu sama lain. Komunitas biasanya juga berada atau hidup dalam lokasi yang sama untuk memperkuat ikatan solidaritas mereka. Misalnya: komunitas Ikatan Mahasiswa Kudus Unnes (Imaku), Komunitas Pemuda Karang Tengah Wetan (Pekawe) dll. Anggota Imaku memiliki beberpa kesamaan, termasuk didalamnya kesamaan kepentingan. Mereka mebentuk sebutah komunitas berdasarkan asal daerahnya dimana mereka sebagai mahasiswa Unnes yang berasal dari Kudus ingin menimba Ilmu di Unnes, selain itu mereka juga bertempat tinggal dalam satu daerah yaitu di Unnes. Namun hal tersebut tidak menutu kemungkinan bahwa anggota komunitas hidup pada lokasi yang berbeda bahkan berjauahan. Misalnya Komunitas pecinta Sholawat Habib Syeh (Syeher Mania), pecinta kucing anggora dll. Syeher mania merupakan komunitas yang anggotanya tidak tingga daalam sato lokasi, anggota Syeher maia dapat bersal dari berbagai daerah seperti Pati, Kudus, demak, pekalongan, Solo dll. Namun mereka memilki satu kepentingan yang sama yaitu menikmati dan menyukai lantunan sholawatan dari Habib Syeh.
2. Dasar Pemberdayaan Komunitas
Menurut Robinson (1994) pemberdayaan merupakan suatu proses pribadi dan sosial; suatu pembebasan kemampuan pribadi, kompetensi, kreatifitas dan kebebasan bertindak. Secara konseptual pemberdayaan merupakan upaya peningkatkan kesejahteraan seseorang atau kelompok demi untuk meningkatkan harkat dan martabat kehidupannya. Pemberdayaan adalah upaya pendayaan atau pendayagunaan, dalam kaitannya dengan pemberdayaan komunitas dapat diartikan bahwa pemberdayaan ini berupaya untuk meningkatkat kesejahteraan dari sutu komunitas tertentu yang asalnya memiliki tingkat kesejahteraan yang lebih rendah menuju tingkat kesejahteraan yang lebih tinggi. contoh pemeberdayaan komunitas adalah: PNPM Mandiri, LSM, dan PLP-BK.
3. Strategi Pemberdayaan Komunitas
Perlu ditekankan bahwa pemeberdayaan dan eksploiasi itu berbeda dan bedanya sangat tipis sekali sehingga harus benar-benar diperhatikan agar pemberdayaan tidak berubah menjadi eksploitasi. Pada dasarnya pemberdayaan adalah upaya pendayaan masyarakat sehingga yang harus dilakuakn adalah metode Button Up bukan Top Down. Karena pendekatan Button Up lebih menfokuskan dan memperlakukan masyarakat sebagai subjek bukan objek. Masyarakat memiliki andil yang besar dalam upaya pemberdayaan tersebut, mereka yang menentukan dan menjalankan program yang diinginkan sesuai dengan kemampuan dalam dirinya. Hal ini tentu berbeda dengan metode Top Down yang melihat masyarakat sebagai objek yang tidak memiliki andil apapun dalam keputusan.
4. Manfaat Pemberdayaan Komunitas
Manfaat dari pemberdayaan komunitas adalah dapat mengembangkan potensi-potensi dalam setiap anggota komunitas, melalui potensi dan kemampuan tersbeut akan menunjang tingkatkan kejahteraan mereka. Dengan pemberdayaan ang tepat sasaran akan dapat meningkatkan kesejahteraan komunitas tersebut baik dalam kehidupan sosial, budaya, politik maupun ekonomi dan mampu menjadikan komunitas yang mandiri.
Strategi Pemberdayaan Komunitas Melalui Nilai-Nilai Kearifan Lokal
a. Pengertian Kearifan Lokal
Sebelum mengkaji bagaimana pemberdayaan komunitas dalam mengatasi masalah ketimpanagn akan dijelaskan terlebih dahulu mengenai kearifan lokal. Kearifan lokal merupakan suatu kekayaan budaya lokal yang mengandung kebijakan hidup; pandangan hidup (way of life) yang mengakomodasi kebijakan (wisdom) dan kearifan hidup. Secara terminologi, kearifan lokal (local wisdom) dapat dimaknai sebagai pandangan hidup dan pengetahuan lokal yang tercipta dari hasil adaptasi suatu komunitas yang berasal dari pengalaman hidup yang dikomunikasikan dari generasi ke generasi. Kearifan lokal itu tidak hanya berlaku secara lokal pada budaya atau etnik tertentu, tetapi dapat dikatakan bersifat lintas budaya atau lintas etnik sehingga membentuk nilai budaya yang bersifat nasional. Seperti gotong royong, toleransi, tolong menolong dll.
Kearifan lokal ini berisi nilai-nilai dan moral yang disosialisasikan dan di ajarkan secara turun-temurun dari generasi-kegenerasi secara lisan. Nilai-nilai tersebut akan tertanam dengan kuat dan hiyati jika ditanamkan sejak dini. Nilai-nilai yang telah menyatu dengan masyarakat akan menjadi identitas masyarakt tersebut, sehingga kearifan lokal suatu masyarakat akan dapat dilihat dari nilai-nilai budaya yang masih terlihat dalam masyarakat tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Nilai-nilai budaya yang merupakan kearifan lokal juga menjadi identitas suatu bangsa termasuk juga komunitas.
Walaupun kearifan lokal adalah warisan leluhur bukan berarti kearifan lokal bersifat status, namun kearifan lokal ini dapat bersifat dimnis dengan menyesuaikan kemajuan jaman. Kearifan lokal ini dapat menyesuaikan dengan perkembangan jaman pada saat ini dan yang akan datang, namun esensinya nilai dari kearifan lokal tetap terjaga.
b. Pemberdayaan Komunitas Berbasis Nilai-Nilai Kearifan Lokal
Model pemberdayaan masyarakat berbasis kearifan lokal mengandung arti peletakan nilai-nilai setempat (lokal) sebagai input penanggulangan masalah sosial seperti kemiskinan. Nilai-nilai setempat (lokal) tersebut merupakan nilai-nilai sosial yang menjadi cerminan dari masyarakat yang bersangkutan. Nilai-nilai tersebut meliputi kegotongroyongan, kekerabatan, musyawarah untuk mufakat, dan toleransi (tepa selira). Pemberdayaan komunitas berbasis nilai-nilai kearifan lokal akan menciptakan masyarakat yang berdaya, ciri-ciri masyarakat yang berdaya antara lain:
1. Mampu memahami diri dan potensinya dan mampu merencanakan (mengantisipasi kondisi perubahan ke depan)
2. Mampu mengarahkan dirinya sendiri
3. Memiliki kekuatan untuk berunding
4. Memiliki bargaining power yang memadai dalam melakukan kerjasama yang saling menguntungkan
5. Bertanggung jawab atas tindakannya
Kajian pustaka:
Mulyadi, Yad dkk. 2014. Sosiologi SMA Kelas XII. Yudhistira. Jakarta
Sosiologi untuk SMA XII, Lia Candra Rufikasari, Mediatama