Oleh Mursari Pratiwi
Cinta merupakan sebuah perasaan yang diberikan oleh Tuhan pada sepasang manusia untuk saling mencintai, saling memiliki, saling memenuhi, dan saling mengerti. Begitulah mungkin definisi cinta. Namun, bagaimana cara kita menyatakan cinta kita jika pasangan kita berada di jarak yang jauh dari kita? Ya, ini adalah tentang kisah yang tidak biasa. Sebuah kisah yang mungkin hanya menjadi dongeng bagi mereka yang tidak mempercayainya.
LDR (Long Distance Relationship) adalah ketika kita dan pasangan kita sedang menjalani hubungan namun terpisah oleh jauhnya jarak dan perbedaan waktu. Mungkin kisah LDR sedang menjadi tranding topic bagi kalangan remaja yang menuju dewasa. Ini disebabkan karena pasangan-pasangan yang sudah mulai menjalin hubungan sejak usia sekolah, terkadang harus terpisah ketika mulai menginjak kuliah ataupun bekerja. Mereka kemudian tinggal di daerah yang berbeda. Bagi sebagian orang, mungkin jarak dan waktu tak akan berarti sebab dengan mudah mereka dapat meluangkan waktu kepada orang-orang yang mereka sayang. Namun, bagi sebagian orang yang lain jarak dan waktu adalah dua hal yang membuat mereka semakin merana. Jarak membuat mereka saling kehilangan tatap. Ada beragam kisah LDR. Ada yang bertemu sebulan sekali, ada yang bertemu enam bulan sekali, bahkan ada yang saling bertemu setahun sekali atau lebih.
Lalu bagaimanakah kisah-kisah LDR akan berakhir?
Pertanyaan semacam itu tidak hanya muncul dari penonton kisah LDR, tetapi juga timbul dari pelaku kisah LDR itu sendiri. Jarak dan waktu yang memisahkan konon katanya dapat menghadirkan rasa rindu yang menggebu. Memang hal tersebut benar adanya. Betapa tidak, sudah lama tak jumpa pastilah ada rasa rindu di dada. Jarak dan waktu itulah yang terkadang bisa membuat hubungan semakin erat. Mereka akan lebih menghargai kebersamaan. Mereka akan menanti waktu untuk saling berjumpa dan menapakkan kaki bersama di tempat yang sama. Sungguh indah jika mereka saling berusaha untuk tetap bersama. Namun tidak menutup kemungkinan bahwa jarak dan waktu semakin membuat keduanya jauh. Kesibukan pula menjadi pemicu utama. Ketika pasangan lain saling bertukar cerita tentang hal-hal yang dilakukan, pasangan LDR terkadang tidak ada waktu untuk sekadar menanyakan kabar. Berbagai macam kalimat saling menjauhkan tak jarang terucap, “Maaf sayang, aku sedang bekerja. Aku tidak bisa membalas pesanmu”, “Maaf, aku sedang belajar. Telfon aku lagi setelah aku selesai”. Pada akhirnya keraguan bisa saja muncul. Tidak ada waktu untuk becanda, tidak ada waktu untuk saling berkeluh kesah. Meraka tidak bisa menikmati waktu luang bersama. Faktanya, seseorang hidup di dunia nyata bukan dunia maya. Jika seseorang menjalani hubungan LDR, artinya mereka hanya berjumpa lewat dunia maya.
Pada dasarnya, LDR hanya tentang menanamkan kepercayaan pada pasangan masing-masing karena tidak setiap hari bisa berjumpa. Mereka tidak saling tahu tentang yang mereka lakukan, tentang yang mereka temui. Curiga mungkin sudah menjadi hal yang wajar. Jarak dan waktu berhasil menciptakan prasangka, curiga, dan kerinduan. Di sinilah muncul pertanyaan. Berakhir manis atau miris? Sebenarnya, hanya pelaku dari kisah-kisah LDR sendiri yang bisa menjawab. Mereka hanya perlu berpikir untuk bertahan atau meninggalkan, untuk menjadikan kisah LDR sebagai kisah yang manis atau miris. Jika masing-masing pihak memberikan sugesti untuk saling percaya, maka manislah hubungan tersebut. Sebaliknya, jika masing-masing atau salah satu pihak saja sudah pesimis dengan hubungan LDR, maka miris sudah akhirnya.
Kemudian apa yang kita lakukan jika kita adalah salah seorang yang sedang menjalin kisah LDR?
Meskipun tidak setiap hari kita bertemu dengan pasangan kita, cobalah untuk selalu percaya. Sebagai manusia, wajar jika kita membutuhkan manusia lain sebagai tempat berkeluh kesah selain orang tua. Mungkin kita hanya bisa menebak-nebak, kapan kita bisa saling bersandar kembali, bercerita tentang masa depan dan imipian kita. Mungkin kita bersedih tidak bisa menceritakan perasaan kita kepada pasangan setiap saat. Namun, alangkah baiknya apabila kita tetap menjaga kepercayaan pasangan masing-masing. Ingatlah bahwa kewajiban yang membuat kita bisa terpisah. Maka dari itu, menyibukkan diri dengan kewajiban kita mungkin akan menghilangkan segala prasangka yang tidak baik pada pasangan masing-masing. Jangan sering mengeluh karena jarang berjumpa. Jadikanlah rindu sebagai penyemangat, maka kita akan menjaga rindu itu dan mengantarkannya kepada pemiliknya. Simpan saja rindu itu dan teruslah kita menyibukkan diri dengan hal-hal yang positif sembari menunggu rindu itu akan terobati. Percayalah, sejauh apapun jarak dan waktu memisahkan, akan selalu ada saat-saat untu berucap, “Kamu sedang tidak sibuk, kan? Berarti ini jadwalmu menelfonku”, “Ahh.. aku sangat merindukanmu”. Bukan hanya berucap, kepercayaan akan membawa dua insan akan saling berjumpa kembali untuk memandang langit yang sama di tempat yang sama.
Sekeras apapun usaha kita melelehkan rindu, tak ada yang bisa mengalahkan indahnya pertemuan.. Saat yang paling ditunggu dua pihak yang saling rindu. Saat yang paling ditunggu dua pihak yang lama tak jumpa. Biarpun jarak merenggut tatap, akan ada saatnya kita untuk bersama. Memberikan waktu kepada orang-orang tersayang. Biarkan menjadi hadiah terbaik. Karena saat kita memberikan waktu kita kepada orang tersayang, kita telah memberikan bagian dari hidup kita yang tak akan pernah kembali. Semoga jarak dan waktu tiada berarti, semoga saling menyimpan dalam hati, semoga saling menyapa dalam mimpi, dan semoga saling menyebut nama dalam doa.