Not/nada mengandung dua unsur pokok :
1) Pitch, tinggi-rendahnya sebuah nada
2) Durasi, berapa lama not itu berbunyi
Secara fisikawi bunyi/suara adalah suatu materi fisik inderawi yang timbul akibat adanya sesuatu yang bergetar, jadi bunyi adalah getaran. Banyaknya jumlah getaran berpengaruh langsung terhadap pitch (tinggi rendahnya sebuah bunyi). Not/Nada musikal, sebagaimana halnya getaran, diukur berdasarkan frekuensi, dengan Hertz sebagai satuannya.
Referensi penalaan nada (tuning) yang paling umum berdasarkan konvensi universal adalah A = 440 Hz.
Ketukan, Nilai Not, Tempo dan Birama
Masing-masing istilah tersebut sangat berbeda pengertian, tetapi sangat berkaitan erat satu sama lain atau kadangkala terlepas satu sama lain (ambigu).
Lama waktu berbunyinya sebuah nada/not diukur dengan ketukan (selayaknya harokat pada cara mengaji).
Durasi bunyi atau panjang-pendeknya sebuah not (dalam dunia musik) tidak diukur berdasarkan ukuran waktu (dengan satuan milisekon/detik dsb). Disebut ketukan, mungkin karena identik dengan bunyi ‘tuk’.
1 buah ketukan adalah 1 buah gerakan utuh dan konstan, yang terdiri dari dua unsur utama yakni gerakan down dan up, gerakan bolak-balik/pulang pergi secara lengkap/berpasangan. Durasi tersebut diukur dengan satuan ketukan yang bersifat relatif, sesuai dengan tempo. Jadi intinya 1 ketuk adalah ‘gerakan up dan down’, terlepas dari seberapa cepat atau lambat gerakan-gerakan tersebut.
Kalau up dan down adalah 1 ketuk, maka ‘down saja’ atau ‘up saja’ berarti bernilai setengah ketuk, begitulah seterusnya pecahan nilai not secara bilangan genap (1, 1/2, 1/4, 1/8, 1/16, 1/32, 1/64 dst). Ketukan bisa dipecah dengan sistem pecahan genap dan ganjil.
Sistem puzzle
Nilai pecahan ini selanjutnya disebut dengan ‘Nilai Not’.
Maka nilai not sangat berhubungan erat dengan durasi/lama waktu berbunyinya not itu sendiri.
Dngan demikian, Nilai not (dengan berbagai pecahannya) tentu berhubungan dengan ‘jumlah/banyaknya not’ yang dibunyikan
dalam 1 buah ketukan. Sekali lagi, selain pemecahan dengan sistem pecahan genap (binary, tetranary),
ada juga sistem pemecahan ganjil (trinary dsb).
Kalau ibarat uang, sistem pecahannya bisa diibaratkan seperti Rp.50.000 bisa dipecah menjadi 5 buah 10.000-an, atau 10 buah 5.000-an, atau 100 buah 500-an, dsb dst. Besarnya pecahan berakibat pada jumlah keping/lembar uang.
Atau bisa juga dipecah dengan sistem pecahan ganjil, dengan dasar 10.000 : 3 = 3333,33 misalnya, akan tetapi logika matematis musik tidak sedetil dan serumit ini.
Karena berpatokan pada ‘jumlah/banyak/pecahan’-nya, maka ‘pecahan ketukan kecil’ akan bergerak cepat meski pada ‘tempo lambat’. Sekali lagi Ini karena persoalan ‘pecahan nilai/jumlah not’, seperti halnya 100 keping logam 500-an pasti akan menjejali kantong celana meski nilai nominal keseluruhannya secara total hanya Rp. 10.000.
Jadi, dalam tempo yang ‘ter’-lambat sekalipun kita seakan-akan tetap bisa bermain cepat, tentu dengan menggunakan pecahan not yang kecil-kecil.
Begitu pula sebaliknya, dalam tempo yang paling cepatpun kita masih bisa membunyikan not secara santai/lambat, yakni dengan memainkan not yang berdurasi panjang alias not pecahan besar.
Maka, bukan persoalan tempo, akan tetapi persoalan pecahan nilai not-nya.
Tempo (motion) adalah cepat atau lambatnya sebuah gerakan musikal, dengan 1 ketuk sebagai acuan dasar/satuan-nya.
Birama adalah sistem ketuk secara periodik dan berulang-ulang (trek/lap) , juga dengan 1 ketuk sebagai acuan dasarnya, dan sangat berhubungan dengan tempo.
Birama ibarat sebuah kamar/ruangan, yang akan dipasangi lantai keramik. Luas ruangan bersifat tetap, sementara ubin keramik yang bisa kita pakai sangat relatif (ukuran, bentuk dan jenisnya), keramik (pecahan not) tetap harus selalu mengacu pada luas ruangan tersebut (birama).
Sederhananya, ibarat roda dan handle/pedal gas pada kendaaran, maka ‘nilai ketuk sebuah not’ adalah ‘seberapa banyak/sering sang roda berputar’, sementara ‘tempo/speed’ adalah seberapa besar/kecil tarikan/pijakan gas’. Dan birama adalah lajur/jalur/trek-nya. Sementara ritme sederhananya adalah style/corak dari irama (pola, aksentuasi, bentuk dan pakem) semisal ritme rock, latin, blues (shuffle), swing, dangdut, zapin dsb. Dan biasanya ritmeidentik dengan jenis/genre musik tertentu.
Akan tetapi, putaran ban pun (pecahan not) bisa saja banyak (dan roda berputar dengan cepat), meski pedal gas hanya diinjak sedikit dan kendaraan berjalan dengan lambat.
Inilah misterius dan uniknya MUSIK, kerap sukar untuk dibaratkan, kadang sukar sekali untuk ditalar akal dan didefinisikan logika secara tepat dan benar.Karena musik berkenaan dengan feeling dan insting/inderawi, itulah mengapa sangatlah sulit untuk menjelaskan ‘RASA’.
[https://yoga4rifwijaya.blogspot.co.id]