Teknologi Pengurai Air Tenaga Surya

Peneliti Universitas Rics mendemontrasikan cara baru yang efisien untuk menangkap energi dari sinar matahari dan mengubahnya menjadi energi yang terbarukan dengan cara membelah molekul air. Credit: I. Thomann/Rice University

Peneliti Universitas Rice mendemontrasikan cara baru yang efisien untuk menangkap energi dari sinar matahari dan mengubahnya menjadi energi yang terbarukan dengan cara membelah molekul air.
Credit: I. Thomann/Rice University

Peneliti Universitas Rice mendemontrasikan cara baru yang efisien untuk menangkap energi dari sinar matahari dan mengubahnya menjadi energi yang terbarukan dengan cara membelah molekul air.

Teknologi ini, seperti bagaimana yang dijelaskan secara online pada Jurnal American Chemical Society Nano Letters, berdasarkan pada konfigurasi nanopartikel emas teraktivasi yang “memanen” sinar matahari dan mnyalurkan energinya pada elektron tereksitasi tinggi, yang biasanya parapeneliti sebut sebagai “hot electron”.

“Hot elektron mempunyai potensi untuk mengendalikan reaksi kimia yang sangat berguna, tapi umurnya sangatlah pendek, dan banyak orang yang kesusahan untuk mempertahankan energi dari hot electron ini,” ungkap ketua peneliti Isabell Thoann, asisten perofesor dari teknik elektronika dan komputer serta kimia dan materaal sains dan nanoengineering di Universitas Rice.” Sebagai contoh, kebanyakan dari hilangnya energi pada photovoltaic panel surya terbaik saat ini adalah hasil dari hot elktron yang mendingin dalam sepertrilyun detik dan melepas energinya dalam bentuk panas.”

Menangkap elektron berenergi tinggi ini sebelum mendingin dapat memberikan peningkatan secara signifikan pada penyedia energi surya dalam hal efisiensi pengubahan dari sinar matahasri menuju energi listrik dan mengurangi biaya dari pembangkit listrik tenaga surya.

Dalam penelitian nanopartikel teraktivasi cahaya oleh Thomann dan timnya di Laboratory fo Nanophotonics (LANP) Universitas Rice, cahaya ditangkap dan diubah menjadi plasmons, gelombang dari elektron yang mengalir seperti cairan sepanjang permukaan nanopartikel logam. Plasmons merupakan keadaan energi tinggi yang berumur pendek, tapi peneliti dari Universitas Rice dan tempat lain menemukan cara untuk menangkap energi plasmmonik dan diubah menjadi cahayaatau panas. Nanopartikel plasmonik juga menawarkan salah satu cara paling menjanjukan untuk menjaga energi dari hot elektron, dan peneliti LANP telah membuat proses menuju hal terseubt dalam beberapa penelitin terbaru.

Thomann dan timnya, Hossein Robatjazi, Shah Mohammad Bahauddin dan Chloe Doiron, membuat sistem yang menggunakan energi dari hot elektron untuk mengurai molekul ir menjadi oksigen dan hidrogen. Hal ini penting karena oksigen dan nitrogen adalah hal bahan utama dari fuel cell, alat elektrokimia yang memperoduksi listrik secara bersih dan efisien.

Untuk menggunakan hot elektron, Tim Thomman mula-mula harus menemukan cara meisahkan hot elektron dari “lubang elektron” mereka, keadaan energi rendah dimana hot elektron didinginkan ketika mereka menerima energi plasmonik. Salah satu alasan hot elektron sangatlah berumur pendek adalah karena mereka memiliki kecenderungan yang kuat untuk melepas energi baru mereka dan kembali pada keadaan energi rendahnya. Satu-satunya cara untuk menghindari hal ini adalah dengan mengembangkan sistem dimana hotelektron dan lubang elektron dipisahkan satu sama lain dengan cepat. Untuk dapat melakukan ini adalah dengan cara membawa hot elektron pada perisai energi yang berlaku layaknya katup satu arah. Thomann mengatakan pendekatan ini mempunyai ketidak efisiensitas yang inheren,tapi ini menarik para ahli karena menggunakan teknologi yang banyak dikenal, Schottky barriers, komponen dari teknik kelistrikan yang banyak digunakan.

“karena ketidak efektifan yang inherenm kami ingin mencari pendekatan baru untuk menyelesaikan masalah ini,” kata Thomann. “Kami mengambil pendekatan non konvensional: daripada membawa hot elektron, kami mendesain sistem yang membawa lubang elektron. Akibatnya pengaturan kami berkerja seperti saringan atau membran. Lubang elektron dapat lewat, tapi hot elektron tidak, jadi mereka tetap berada pada permukaan nanopartikel plasmonik.”

Peralatan ini menggunakan tiga layer material. Layer paling bawah merupakan lembaran tipis aluminium. Layer ini dilapisi dengan nikel oksida yang transparan, dan diatasnya ditaburi dengan nanopartikel emas plasmonik — berbentuk kepingan denga diameter antara 10 -30 nanometer.

Ketika sinar matahari menyinari kepingan tersebut, baik secara langsung maupun melalui refleksi dari alumunium, kepingan ini mengubah energi menjadi hot elektron. Alumunium menarik lubang elektron dan nikel okside membiarkannya lewat dan juga bekerja sebagai penghalang bagi hot elektron yang bertahan pada emas. Dengan dengan meletakkan lembaran material ini secara tipis dan menutupinya dengan air, para peneliti bbisa menggunakan emas sebagai katalis untuk penguraian air. Dalam penelitian saat ini, para peneliti mengukur listrik yang dihasilkan untuk penguraian air, bukan langsung mengukur gas hidrogen dan oksigen yang dihasilkan oleh penguraian air, tapi Thoman mengatakan hasilnya dapat digunakan untuk penelitian selanjutnya.

“Menggunakan teknologi hot elektron penguraian air tenaga surya, kami mengukur efisiensi arus listrik yang dihasilkan setara dengan struktur yang lebih kompleks dan juga menggunakan komponen yang lebih mahal.” kata Thomann. “Kami yakin kami dapat mengoptimasi sistem kami untuk meningkatkan hasil secara signifikasn dari hasil yang sudah kami dapat. (scid)

Posted by Ahmad Aya Sanusi   @   6 September 2015

Related Posts

Like this post? Share it!

RSS Digg Twitter StumbleUpon Delicious Technorati

0 Comments

No comments yet. Be the first to leave a comment !
Leave a Comment

Name

Email

Website

Previous Post
«
Next Post
»