Tahun Ke-50 Pernikahan #25

Alkisah, pada suatu hari, diadakan sebuah pesta emas peringatan 50 tahun pernikahan sepasang Kakek-Nenek. Pesta ini pun dihadiri oleh keluarga besar Kakek dan Nenek tersebut beserta kerabat dekat dan kenalan.

Pasangan Kakek-Nenek ini dikenal sangat rukun, tidak pernah terdengar oleh siapapun bahkan pihak keluarga mengenai berita mereka perang mulut. Singkat kata, mereka telah mengarungi bahtera pernikahan yang cukup lama bagi kebanyakan orang. Mereka telah dikaruniai anak-anak yang sudah dewasa dan mandiri baik secara ekonomi maupun pribadi. Pasangan tersebut merupakan gambaran sebuah keluarga yang sangat ideal.

Di sela-sela acara makan malam yang telah tersedia, pasangan yang merayakan peringatan ulang tahun pernikahan mereka ini pun terlihat masih sangat romantis. Di meja makan, telah tersedia hidangan ikan yang sangat menggiurkan yang merupakan kegemaran pasangan tersebut.

Sang Kakek pun, pertama kali melayani sang Nenek dengan mengambil kepala ikan dan memberikannya kepada sang Nenek, kemudian mengambil sisa ikan tersebut untuknya sendiri.

Sang Nenek melihat hal ini, perasaannya terharu bercampur kecewa dan heran. Akhirnya sang Nenek berkata kepada sang Kakek, “Suamiku, kita telah melewati 50 tahun bahtera pernikahan kita. Ketika engkau memutuskan untuk melamarku, aku memutuskan untuk hidup bersamamu dan menerima dengan segala kekurangan yang ada untuk hidup sengsara denganmu walaupun aku tahu waktu itu kondisi keuangan engkau pas-pasan. Aku menerima hal tersebut karena aku sangat mencintaimu.

Sejak awal pernikahan kita, ketika kita mendapatkan keberuntungan untuk dapat menyantap hidangan ikan, engkau selalu hanya memberiku kepala ikan yang sebetulnya sangat tidak aku suka, namun aku tetap menerimanya dengan mengabaikan ketidaksukaanku tersebut karena aku ingin membahagiakanmu. Aku tidak pernah lagi menikmati daging ikan yang sangat aku suka selama masa pernikahan kita. Sekarang pun, setelah kita berkecukupan, engkau tetap memberiku hidangan kepala ikan ini. Aku sangat kecewa, suamiku. Aku tidak tahan lagi untuk mengungkapkan hal ini.”

Sang Kakek pun terkejut dan bersedihlah hatinya mendengarkan penuturan Sang Nenek. Akhirnya, sang Kakek pun menjawab, “Istriku, ketika engkau memutuskan untuk menikah denganku, aku sangat bahagia dan aku pun bertekad untuk selalu membahagiakanmu dengan memberikan yang terbaik untukmu. Sejujurnya, hidangan kepala ikan ini adalah hidangan yang sangat aku suka. Namun, aku selalu menyisihkan hidangan kepala ikan ini untukmu, karena aku ingin memberikan yang terbaik bagimu.

Semenjak menikah denganmu, tidak pernah lagi aku menikmati hidangan kepala ikan yang sangat aku suka itu. Aku hanya bisa menikmati daging ikan yang tidak aku suka karena banyak tulangnya itu. Aku minta maaf, istriku.”

Mendengar hal tersebut, sang Nenek pun menangis.

Merekapun akhirnya berpelukan. Percakapan pasangan ini didengar oleh sebagian undangan yang hadir sehingga akhirnya merekapun ikut terharu.

Refleksi Hikmah :

Kadang kala kita terkejut mendengar atau mengalami sendiri suatu hubungan yang sudah berjalan cukup lama dan tidak mengalami masalah yang berarti, kandas di tengah-tengah karena hal yang sepele.

Kualitas suatu hubungan tidak terletak pada lamanya hubungan tersebut, melainkan terletak sejauh mana kita mengenali pasangan kita masing-masing.

Seringlah berkomunikasi dan kenalilah pasangan anda masing – masing. Ciptakan suasana yang romantis dan harmonis bersama pasangan hidup anda.

Hadiah Terindah Hari Raya Putri#24

Menjelang hari raya, seorang Ayah membeli beberapa gulung kertas kado. Putrinya yang masih kecil, masih balita, meminta satu gulung.

“Untuk apa ?” tanya sang Ayah.

“Untuk kado, mau kasih hadiah” jawab si kecil.

“Jangan dibuang-buang ya” pesan si Ayah, sambil memberikan satu gulungan kecil.

Persis pada hari raya, pagi-pagi si kecil sudah bangun dan membangunkan Ayahnya, “Pa, Pa ada hadiah untuk Papa.”

Sang Ayah yang masih malas-malasan, dengan mata yang belum melek pun menjawab, “Sudahlah nanti saja.”

Tetapi si kecil pantang menyerah, “Pa, Pa, bangun Pa, sudah siang.”

“Ah, kamu gimana sih, pagi-pagi sudah bangunin Papa.”

Ia mengenali kertas kado yang pernah ia berikan kepada anaknya.

“Hadiah apa nih ?”, tanya sang Ayah.

“Hadiah hari raya untuk Papa. Buka dong Pa, buka sekarang”, jawab anaknya dengan penuh semangat.

Dan sang Ayah pun membuka bingkisan itu. Ternyata di dalamnya hanya sebuah kotak kosong. Tidak berisi apa pun juga.

“Ah, kamu bisa saja. Bingkisannya kok kosong. Buang-buang kertas kado apa. Kan mahal ?”

Si kecil menjawab, “Nggak Pa, nggak kosong. Tadi, Putri masukin begitu buaanyaak ciuman untuk Papa.”

Sang Ayah terharu, ia mengangkat anaknya. Dipeluknya, diciumnya.

“Putri, Papa belum pernah menerima hadiah seindah ini. Papa akan selalu menyimpan boks ini. Papa akan bawa ke kantor dan sekali-sekali kalau perlu ciuman Putri, Papa akan mengambil satu. Nanti kalau kosong diisi lagi ya !”

Refleksi Hikmah :

Kotak kosong yang sesaat sebelumnya dianggap tidak berisi, tidak memiliki nilai apa pun, tiba-tiba terisi, tiba-tiba memiliki nilai yang begitu tinggi. Apa yang terjadi ?

Lalu, kendati kotak itu memiliki nilai yang sangat tinggi di mata sang Ayah, di mata orang lain tetap juga tidak memiliki nilai apa pun. Orang lain akan tetap menganggapnya kotak kosong. Kosong bagi seseorang bisa dianggap penuh oleh orang lain. Sebaliknya, penuh bagi seseorang bisa dianggap kosong oleh orang lain.

Kosong dan penuh, dua-duanya merupakan produk dari “pikiran” anda sendiri. Sebagaimana anda memandangi hidup demikianlah kehidupan anda. Hidup menjadi berarti, bermakna, karena anda memberikan arti kepadanya, memberikan makna kepadanya. Bagi mereka yang tidak memberikan makna, tidak memberikan arti, hidup ini ibarat lembaran kertas yang kosong.

Berarti Gajiku Sebagai Khalifah Masih Terlalu Besa#23

Saat itu, Abu Bakar Ash Shidiq menjabat sebagai Khalifah. Waktu itu beliau sedang pergi ke pasar untuk berdagang, di tengah jalan Beliau bertemu dengan Umar Bin Khattab, Umar pun bertanya, “Wahai Abu Bakar, engkau sebagai Khalifah, tapi masih juga menyibukkan diri ke pasar untuk berdagang, apakah tidak mengganggu tugasmu sebagai Khalifah yang berkewajiban untuk melayani rakyat (umat) ?”

Abu Bakar kemudian menjawab, “Wahai Umar, aku berdagang ke pasar mencari nafkah untuk keluargaku.”

Lalu Umar mendatangi Abu ‘Ubaidah sebagai pemegang amanah baitul mal (Bendahara negara) untuk mengusulkan agar Abu Bakar di beri gaji yang diambil dari Kas Negara, agar tidak harus berdagang ke pasar yang bisa mengganggu tugas Abu Bakar sebagai Kepala Negara.

Di kemudian hari istri Abu Bakar berkata pada Beliau “Aku ingin membuat & makan manisan, Jika Engkau mengizinkan, maka aku akan menyisihkan uang belanja dari Engkau untuk keperluan itu.” Abu Bakarpun mengizinkan.

Setelah uang terkumpul maka Istri Abu Bakar berkata lagi, “Ini uang hasil aku menyisihkan sebagian uang belanja, Belikan aku keperluan untuk membuat manisan di Pasar.”

Jawab Abu Bakar pada istrinya “Kalau begitu berarti gajiku sebagai Khalifah terlalu besar, sehingga engkau masih bisa menyisihkan sebagian uang untuk keinginanmu ini.”

Abu Bakar akhirnya memohon agar gajinya sebagai khalifah dipotong sebesar uang yang telah bisa di sisihkan oleh istri Beliau.

Satu Gereja Masuk Islam Oleh Seorang Pemuda Muslim di Amerika #22

Sebuah kisah nyata yang terjadi di negeri Paman Sam. Patut kita ambil hikmahnya. Silahkan menyimak kisahnya. Semoga Allah mengijinkan kita menjadi Pemuda seperti yang terdapat dalam kisah ini, Amiiin…..

Ada seorang Pemuda Arab yang baru saja menyelesaikan bangku kuliahnya di Amerika. Pemuda ini adalah salah seorang yang diberi nikmat oleh Allah untuk mendalami Agama Islam dan mempelajarinya. Selain belajar, ia juga merupakan seorang Juru Dakwah Islam. Ketika berada di Amerika, ia pernah berkenalan dengan seseorang yang beragama Nasrani. Hubungan mereka sangat akrab, dengan harapan semoga Allah SWT memberinya hidayah untuk masuk Islam.

Pada suatu hari, mereka berdua berjalan – jalan di sebuah perkampungan yang ada di Amerika. Dan kebetulan pada saat itu, mereka melintas di dekat sebuah gereja yang terdapat di kampung tersebut. Temannya yang Nasrani itu meminta agar ia juga turut masuk ke dalam gereja tersebut. Semula ia sangat keberatan, namun karena temannya terus mendesak dan memintanya agar ikut memasuki gereja tersebut, akhirnya Pemuda Muslim itupun memenuhi permintaan temannya tersebut dan ikut masuk ke dalam gereja.

Pemuda tersebut duduk di salah satu bangku dengan hening. Sebagaimana kebiasaan mereka ketika Pendeta memasuki gereja adalah mereka serentak berdiri untuk memberikan hormat dan kemudian kembali duduk. Di saat itu si Pendeta agak terbelalak dan terkejut ketika melihat kepada para hadirin dan berkata, “Di tengah kita ada seorang muslim. Aku harap ia keluar dari sini.”
Pemuda Arab itu tidak bergeming dari tempatnya. Pendeta tersebut mengucapkan perkataan itu sekali lagi, “Di tengah kita ada seorang muslim. Aku harap ia keluar dari sini.”

Begitu seterusnya sampai berkali – kali, namun Pemuda tersebut tetap diam dan tidak bergeming dari tempatnya. Hingga akhirnya Pendeta itu berkata, “Aku minta ia keluar dari sini dan aku menjamin keselamatannya.”

Setelah sang Pendeta berbicara seperti itu, barulah Pemuda tersebut bangkit dari duduknya dan beranjak keluar. Di ambang pintu, Pemuda Muslim tersebut berbalik dan bertanya kepada sang Pendeta, “Bagaimana anda mengetahui bahwa saya adalah seorang muslim ?”

“Dari tanda yang terdapat di wajahmu.” Jawab sang Pendeta.

Kemudian sang Pemuda itupun berbalik menuju pintu keluar dan berjalan dengan tenang. Namun sang Pendeta melihat kesempatan itu. Ia ingin memanfaatkan keberadaan Pemuda Muslim di gerejanya ini untuk mengokohkan markasnya tersebut, yaitu dengan mengajaknya berdebat dan memojokkannya dengan beberapa pertanyaan yang menjebak.

Pemuda Muslim itupun terdiam dan berpikir sejenak sambil menimbang – nimbang tantangan yang diajukan oleh sang Pendeta. Setelah menimbang – nimbang, akhirnya ia pun menerima tantangan debat tersebut.

“Aku akan mengajukan kepada Anda 22 pertanyaan dan Anda harus menjawabnya dengan tepat.” kata sang Pendeta mendengar kesanggupan Pemuda tersebut.

“Silahkan !” jawab sang Pemuda sambil tersenyum.

Sang pendeta pun mulai bertanya, “Sebutkan ….

1. Satu yang tiada duanya,.
2. Dua yang tiada tiganya,.
3. Tiga yang tiada empatnya,.
4. Empat yang tiada limanya,.
5. Lima yang tiada enamnya,.
6. Enam yang tiada tujuhnya,.
7. Tujuh yang tiada delapannya,.
8. Delapan yang tiada sembilannya,.
9. Sembilan yang tiada sepuluhnya,.
10. Sesuatu yang tidak lebih dari sepuluh,.
11. Sebelas yang tiada dua belasnya,.
12. Dua belas yang tiada tiga belasnya,.
13. Tiga belas yang tiada empat belasnya,.
14. Sesuatu yang dapat bernafas namun tidak mempunyai ruh !
15. Apa yang dimaksud dengan kuburan berjalan membawa isinya ?
16. Siapakah yang berdusta namun masuk ke dalam surga ?
17. Sesuatu yang diciptakan Allah namun Dia tidak menyukainya ?
18. Sesuatu yang diciptakan Allah dengan tanpa ayah dan ibu !
19. Siapakah yang tercipta dari api, siapakah yang diadzab dengan api dan siapakah yang terpelihara dari api ?
20. Siapakah yang tercipta dari batu, siapakah yang diadzab dengan batu dan siapakah yang terpelihara dari batu ?
21. Sesuatu yang diciptakan Allah dan dianggap besar !
22. Pohon apakah yang mempunyai 12 ranting, setiap ranting mempunyai 30 daun, setiap daun mempunyai 5 buah, 3 di bawah naungan dan dua di bawah sinaran matahari ?”

Mendengar pertanyaan tersebut, Pemuda Muslim itu tersenyum dengan senyuman yang mengandung keyakinan kepada Allah. Setelah membaca basmalah ia menjawab, “

1. Satu yang tiada duanya adalah Allah SWT.
2. Dua yang tiada tiganya adalah malam dan siang. Allah SWT berfirman, “Dan Kami jadikan malam dan siang sebagai dua tanda (kebesaran kami).” (Al-Isra’ : 12).
3. Tiga yang tiada empatnya adalah kekhilafan yang dilakukan Nabi Musa ketika Khidir merusak kapal yang ditumpanginya, membunuh seorang anak kecil dan ketika menegakkan kembali dinding yang hampir roboh.
4. Empat yang tiada limanya adalah Kitab – Kitab yang diturunkan oleh Allah SWT, yaitu Taurat, Injil, Zabur dan Al-Qur’an.
5. Lima yang tiada enamnya adalah shalat lima waktu.
6. Enam yang tiada tujuhnya adalah jumlah hari ketika Allah SWT menciptakan makhluk.
7. Tujuh yang tiada delapannya adalah langit yang tujuh lapis. Allah SWT berfirman, “Yang telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis. Kamu sekali-kali tidak melihat pada ciptaan Rabb Yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang.” (Al-Mulk : 3).
8. Delapan yang tiada sembilannya ialah Malaikat pemikul ‘Arsy Ar Rahman. Allah SWT berfirman, “Dan malaikat-malaikat berada di penjuru-penjuru langit. Dan pada hari itu delapan orang malaikat menjunjung ‘Arsy Rabbmu di atas (kepala) mereka.” (Al-Haqqah : 17).
9. Sembilan yang tiada sepuluhnya adalah mu’jizat yang diberikan kepada Nabi Musa : tongkat, tangan yang bercahaya, angin topan, musim paceklik, katak, darah, kutu dan belalang.
10. Sesuatu yang tidak lebih dari sepuluh ialah kebaikan. Allah SWT berfirman, “Barangsiapa yang berbuat kebaikan maka untuknya sepuluh kali lipat.” (Al-An’am : 160).
11. Sebelas yang tiada dua belasnya ialah jumlah saudara-saudara Yusuf.
12. Dua belas yang tiada tiga belasnya ialah mu’jizat Nabi Musa yang terdapat dalam firman Allah, “Dan (ingatlah) ketika Musa memohon air untuk kaumnya, lalu Kami berfirman, ‘Pukullah batu itu dengan tongkatmu.’ Lalu memancarlah dari padanya dua belas mata air.” (Al-Baqarah : 60).
13. Tiga belas yang tiada empat belasnya ialah jumlah saudara Yusuf ditambah dengan ayah dan ibunya.
14. Adapun sesuatu yang bernafas namun tidak mempunyai ruh adalah waktu Shubuh. Allah SWT berfirman, “Dan waktu subuh apabila fajarnya mulai menyingsing.” (At-Takwir : 18).
15. Kuburan yang membawa isinya adalah ikan yang menelan Nabi Yunus.
16. Mereka yang berdusta namun masuk ke dalam surga adalah saudara-saudara Yusuf, yakni ketika mereka berkata kepada ayahnya, ”Wahai ayah kami, sesungguhnya kami pergi berlomba-lomba dan kami tinggalkan Yusuf di dekat barang-barang kami, lalu dia dimakan serigala.” Setelah kedustaan terungkap, Yusuf berkata kepada mereka, ”Tak ada cercaaan terhadap kalian.” Dan ayah mereka Ya’qub berkata, “Aku akan memohonkan ampun bagimu kepada Rabbku. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Surat Yusuf, Juz 13)
17. Sesuatu yang diciptakan Allah namun tidak Dia sukai adalah suara keledai. Allah SWT berfirman, “Sesungguhnya sejelek-jelek suara adalah suara keledai.” (Luqman: 19).
18. Makhluk yang diciptakan Allah tanpa bapak dan ibu adalah Nabi Adam, Malaikat, Unta Nabi Shalih dan Kambing Nabi Ibrahim.
19. Makhluk yang diciptakan dari api adalah Iblis, yang diadzab dengan api ialah Abu Jahal dan yang terpelihara dari api adalah Nabi Ibrahim. Allah SWT berfirman, “Wahai api dinginlah dan selamatkan Ibrahim.” (Al-Anbiya’ : 69).
20. Makhluk yang terbuat dari batu adalah unta Nabi Shalih, yang diadzab dengan batu adalah tentara bergajah Abrahah dan yang terpelihara dari batu adalah Ashhabul Kahfi (penghuni gua).
21. Sesuatu yang diciptakan oleh Allah dan dianggap perkara besar adalah tipu daya wanita, sebagaimana firman Allah SWT, “Sesungguhnya tipu daya kaum wanita itu sangatlah besar.” (Yusuf : 28).
22. Adapun pohon yang memiliki 12 ranting dan setiap ranting mempunyai 30 daun, kemudian setiap daun mempunyai 5 buah, 3 di bawah teduhan dan dua di bawah sinaran matahari maknanya : Pohon adalah tahun, ranting adalah bulan, daun adalah hari dan buahnya adalah shalat yang lima waktu, tiga dikerjakan di malam hari dan dua di siang hari.

Mendengar jawaban sang Pemuda tersebut, Pendeta dan para hadirin merasa takjub. Kemudian Pemuda tersebut meminta pamit dan beranjak hendak pergi. Namun setelah berjalan beberapa langkah, ia mengurungkan niatnya dan membalikkan badan menatap sang Pendeta.

“Bolehkah aku mengajukan satu pertanyaan kepadamu ?” tanya sang Pemuda Muslim.

“Silahkan,” jawab sang Pendeta menyetujui.

Sang Pemuda diam sejenak, kemudian berkata, “Apakah kunci Surga itu ?”

Mendengar pertanyaan itu, lidah sang Pendeta menjadi kelu, hatinya diselimuti keraguan dan rona wajahnya pun berubah. Ia berusaha menyembunyikan kekhawatirannya, namun hasilnya nihil. Orang-orang yang hadir di gereja itu terus bersorak-sorak mendesaknya agar ia menjawab pertanyaan tersebut, namun ia berusaha mengelak.

“Anda telah melontarkan 22 pertanyaan kepada Pemuda tersebut dan semuanya ia jawab dengan tepat. Sementara ia hanya memberimu satu pertanyaan, namun anda tidak mampu menjawabnya ??“ teriak salah seorang hadirin.

Pendeta tersebut berkata, “Sungguh, aku mengetahui dengan baik jawaban dari pertanyaan tersebut, namun aku takut kalian akan marah jika aku menjawabnya.“

“Kami menjamin keselamatan anda.” jawab mereka serentak.

Sang Pendeta mengambil nafas sejenak dan menghembuskannya kembali sambil berkata, “Jawabannya ialah : Asyhadu an laailaahaillallaah, wa asyhadu anna Muhammadar Rasulullah.”

Mendengar jawaban itu keluar dari mulut sang Pendeta, akhirnya para hadirin yang sedang hadir di gereja tersebut mengucapkan syahadat secara serentak dan akhirnya pun mereka masuk Agama Islam. Allahu Akbar !! Sungguh Allah telah menganugerahkan hidayah, kebaikan dan menunjuki mereka kepada Islam melalui tangan seorang Pemuda Muslim yang bertakwa. Subhanallah…!!

Tentu saja,, semua hal yang terjadi di atas adalah dengan ilmu. Bukan hanya sebuah karangan saja.

Sekarang pertanyaannya adalah, Kapankah peran kita akan dimulai..???

Bersiap Menghadapi Kehilangan#21

Alkisah, seorang lelaki keluar dari pekarangan rumahnya, berjalan tak tentu arah dengan rasa putus asa. Sudah cukup lama ia menganggur. Kondisi finansial keluarganya morat-marit. Sementara para tetangganya sibuk memenuhi rumah dengan barang-barang mewah, ia masih bergelut memikirkan cara memenuhi kebutuhan sandang dan pangan keluarganya. Anak-anaknya sudah lama tak dibelikan pakaian baru, istrinya sering marah-marah karena tak dapat membeli barang-barang rumah tangga yang layak. Laki-laki itu sudah tak tahan dengan kondisi ini, dan ia tidak yakin bahwa perjalanannya kali inipun akan membawa keberuntungan, yakni mendapatkan pekerjaan.

Ketika laki-laki itu tengah menyusuri jalanan sepi, tiba-tiba kakinya terantuk sesuatu. Karena merasa penasaran ia membungkuk dan mengambilnya. “Uh, hanya sebuah koin kuno yang sudah penyok-penyok,” gerutunya kecewa.

Meskipun begitu, ia membawa koin itu ke sebuah bank. “Sebaiknya koin ini Bapak bawa saja ke Kolektor uang kuno,” kata Sang Petugas Bank memberi saran.

Lelaki itupun mengikuti anjuran si Petugas Bank, dan membawa koinnya ke Kolektor. Beruntung sekali, ternyata si Kolektor menghargai koin itu senilai 30 dollar. “Wahh, betapa beruntungnya aku hari ini.”

Dengan begitu senangnya, lelaki tersebut mulai memikirkan apa yang akan dia lakukan dengan rejeki nomplok ini. Ketika melewati sebuah toko perkakas, dilihatnya beberapa lembar kayu sedang diobral. Dia bisa membuatkan beberapa rak untuk istrinya, karena istrinya pernah mengatakan bahwa mereka tak punya tempat lagi untuk menyimpan jambangan dan stoples.

Setelah membeli kayu seharga 30 dollar, dia pun memanggul kayu tersebut dan beranjak pulang. Di tengah perjalanan dia melewati sebuah bengkel milik seorang pembuat mebel. Tanpa sengaja mata pemilik bengkel yang sudah terlatih itu melihat kayu yang dipanggul lelaki itu. Kayunya indah, warnanya bagus, dan mutunya terkenal. Kebetulan pada waktu itu ada pesanan mebel. Dia menawarkan uang 100 dollar kepada lelaki itu. Terlihat ragu-ragu di mata laki-laki itu, namun pengrajin itu berusaha meyakinkannya dan menawarinya dengan mebel yang sudah jadi agar dipilih lelaki itu. Kebetulan di sana ada lemari yang pasti disukai istrinya. Sang laki-laki pun akhirnya menukar kayu tersebut dan meminjam sebuah gerobak untuk membawa lemari itu. Dia pun segera membawanya pulang.

Di tengah perjalanan menuju rumahnya dia melewati perumahan baru. Seorang wanita yang sedang mendekorasi rumah barunya melongok keluar jendela dan melihat lelaki itu mendorong gerobak berisi lemari yang indah. Si wanita terpikat dan menawar dengan harga 200 dollar. Ketika lelaki itu nampak ragu-ragu, si wanita menaikkan tawarannya menjadi 250 dollar. Lelaki itupun setuju. Kemudian mengembalikan gerobak ke pengrajin dan beranjak pulang.

Di pintu desa dia berhenti sejenak dan ingin memastikan uang yang ia terima. Ia merogoh sakunya dan menghitung lembaran bernilai 250 dollar tersebut. Pada saat itulah seorang perampok keluar dari semak-semak dan mengacungkan belati ke arah laki-laki tersebut. Ketika melihat sang laki-laki tadi terkejut dan ketakutan, akhirnya sang Perampok merampas uang itu, lalu kabur. Istri si lelaki yang kebetulan lewat, melihat dan berlari mendekati suaminya seraya berkata, “Apa yang terjadi ? Apakah engkau terluka ? Engkau baik-baik saja kan ? Apa yang diambil oleh perampok tadi ?” Cerocos sang istri dengan panik.

Lelaki itu mengangkat bahunya dan berkata, “Oh, bukan apa-apa. Hanya sebuah koin penyok yang kutemukan tadi pagi”.

Memang, ada beragam cara menyikapi kehilangan. Semoga kita termasuk orang yang bijak menghadapi kehilangan dan sadar bahwa sukses hanyalah TITIPAN Allah. Benar kata orang bijak, manusia tak memiliki apa-apa kecuali pengalaman hidup.

Bila Kita sadar kita tak pernah memiliki apapun, kenapa harus tenggelam dalam kepedihan yang berlebihan ??

U Are So Special Person#20

Suatu hari seorang Pembicara terkenal membuka seminarnya dengan cara yang unik. Sambil memegang uang pecahan Rp. 100.000,- ia bertanya kepada hadirin, “Siapa yang mau uang ini ?” Tampak banyak tangan diacungkan. Pertanda banyak peminat.

“Saya akan berikan ini kepada salah satu dari Anda sekalian, tapi sebelumnya perkenankanlah saya melakukan ini.”

Ia berdiri mendekati hadirin, uang itu diremas-remas dengan tangannya sampai berlipat-lipat.

lalu bertanya lagi, “Siapa yang masih mau uang ini ?”

Jumlah tangan yang teracung tak berkurang.

“Baiklah,” jawabnya, “Apa jadinya bila saya melakukan ini ?” ujarnya sambil menjatuhkan uang itu ke lantai dan menginjak-injaknya dengan sepatunya.

Meski masih utuh, kini uang itu jadi amat kotor dan tak mulus lagi.

“Nah, apakah sekarang masih ada yang berminat ?”

Tangan-tangan yang mengacung masih tetap banyak.

“Hadirin sekalian, Anda baru saja menghadapi sebuah pelajaran penting. Apapun yang terjadi dengan uang ini, anda masih berminat karena apa yang saya lakukan tidak akan mengurangi nilainya. Biarpun lecek dan kotor, uang itu tetap bernilai Seratus Ribu”

Dalam kehidupan ini kita pernah beberapa kali terjatuh, terkoyak, dan belepotan kotoran akibat keputusan yang kita buat dan situasi yang menerpa kita.

Dalam kondisi seperti itu, kita merasa tak berharga, tak berarti.

Padahal apapun yang telah dan akan terjadi, Anda tidak pernah akan kehilangan nilai di mata mereka yang mencintai Anda, terlebih di mata Allah.

Jangan pernah lupa – Anda SPESIAl…!!!

Pelita si Buta#19

Pada suatu malam, seorang buta berpamitan pulang dari rumah sahabatnya. Sang sahabat membekalinya dengan sebuah lentera pelita.

Melihat hal itu, orang buta tersebut terbahak dan berkata, “Buat apa saya bawa pelita ? Kan sama saja buat saya ! Saya bisa pulang kok.”

Dengan lembut sahabatnya menjawab, “Ini agar orang lain bisa melihat kamu, biar mereka tidak menabrakmu.” Akhirnya orang buta itu setuju untuk membawa pelita tersebut.

Tak berapa lama dalam perjalanan, seorang pejalan menabrak si buta. Dalam kagetnya, ia mengomel, “Hei, kamu kan punya mata ! Beri jalan buat orang buta dong !” Tanpa berbalas sapa, mereka pun saling berlalu.

—–***—–

Kemudian orang buta tersebut melanjutkan perjalanan. Tak berapa lama, seorang pejalan lainnya menabrak si buta. Kali ini si buta bertambah marah, “Apa kamu buta ? Tidak bisa lihat ya ? Aku bawa pelita ini supaya kamu bisa lihat !”

Pejalan itu menukas, “Kamu yang buta ! Apa kamu tidak lihat, pelitamu sudah padam !”

Si buta tertegun. Menyadari situasi itu, penabraknya meminta maaf, “Oh, maaf, sayalah yang ‘buta’, saya tidak melihat bahwa Anda adalah orang buta.”

Si buta tersipu menjawab, “Tidak apa-apa, maafkan saya juga atas kata-kata kasar saya.” Dengan tulus, si penabrak membantu menyalakan kembali pelita yang dibawa si buta. Mereka pun melanjutkan perjalanannya masing-masing.

—–***—–

Dalam perjalanan selanjutnya, ada lagi pejalan yang menabrak orang buta tersebut. Kali ini, si buta lebih berhati-hati, dia bertanya dengan santun, “Maaf, apakah pelita saya padam ?”

Penabraknya menjawab, “Lho, saya justru mau menanyakan hal yang sama.”

Senyap sejenak. Secara berbarengan mereka bertanya, “Apakah Anda orang buta ?”

Secara serempak pun mereka menjawab, “Iya.,” sembari meledak dalam tawa. Mereka pun berupaya saling membantu menemukan kembali pelita mereka yang berjatuhan sehabis bertabrakan.

—–***—–

Ketika mereka sedang mencari pelita mereka, lewatlah seseorang. Dalam keremangan malam, nyaris saja ia menubruk kedua orang yang sedang mencari-cari pelita tersebut. Ia pun berlalu, tanpa mengetahui bahwa mereka adalah orang buta. Timbul pikiran dalam benak orang ini, “Sepertinya saya perlu membawa pelita, jadi saya bisa melihat jalan dengan lebih baik, orang lain juga bisa ikut melihat jalan mereka.”

Refleksi Hikmah :

Pelita melambangkan terang kebijaksanaan. Membawa pelita berarti menjalankan kebijaksanaan dalam hidup. Pelita, sama halnya dengan kebijaksanaan, melindungi kita dan pihak lain dari berbagai aral rintangan (tabrakan !).

Si buta pertama, mewakili mereka yang terselubungi kegelapan batin, keangkuhan, kebebalan, ego, dan kemarahan. Selalu menunjuk ke arah orang lain, TIDAK SADAR bahwa LEBIH BANYAK JARINYA yang menunjuk ke arah dirinya sendiri. Dalam perjalanan “pulang”, ia belajar menjadi bijak melalui peristiwa demi peristiwa yang dialaminya. Ia menjadi lebih rendah hati karena menyadari kebutaannya dan dengan adanya belas kasih dari pihak lain. Ia juga belajar menjadi pemaaf.

Penabrak pertama, mewakili orang-orang pada umumnya, yang kurang kesadaran, yang kurang peduli. Kadang, mereka memilih untuk “membuta” walaupun sebenarnya mereka bisa melihat.

Penabrak kedua, mewakili mereka yang seolah bertentangan dengan kita, yang sebetulnya menunjukkan kekeliruan kita, sengaja atau tidak sengaja. Mereka bisa menjadi guru-guru terbaik kita. Tak seorang pun yang mau jadi buta, sudah selayaknya kita saling memaklumi dan saling membantu.

Orang buta kedua, mewakili mereka yang sama-sama gelap batin dengan kita. Betapa sulitnya menyalakan pelita kalau kita bahkan tidak bisa melihat pelitanya. Orang buta sulit menuntun orang buta lainnya. Itulah pentingnya untuk terus belajar agar kita menjadi makin melek, semakin bijaksana.

Orang terakhir yang lewat, mewakili mereka yang cukup sadar akan pentingnya memiliki pelita kebijaksanaan.

Sudahkah kita sulut pelita dalam diri kita masing-masing ? Jika sudah, apakah nyalanya masih terang, atau bahkan nyaris padam ? JADILAH PELITA, bagi diri kita sendiri dan sekitar kita.

Ya Allah, Betapa Bahagianya Calon Suamiku Itu#18

Pada zaman Rasulullah SAW hiduplah seorang pemuda bernama Zahid yang berumur 35 tahun namun belum juga menikah. Dia merupakan salah seorang Ahlus Suffah yang tinggal di Masjid Madinah. Ketika sedang memperkilat pedangnya, tiba-tiba Rasulullah SAW datang dan mengucapkan salam. Zahid kaget dan menjawabnya dengan agak gugup.

“Wahai saudaraku Zahid, selama ini engkau sendiri saja,” Rasulullah SAW menyapa.

“Allah bersamaku ya Rasulullah,” kata Zahid.

“Maksudku bukan itu. Kenapa selama ini engkau membujang saja ? Apakah engkau tidak ingin menikah ?” tanya Rasulullah SAW.

Zahid menjawab, “Ya Rasulullah, aku ini adalah seorang yang tidak mempunyai pekerjaan tetap dan wajahku jelek, siapa yang mau denganku ya Rasulullah ?”

“Asal engkau mau, itu urusan yang mudah !” kata Rasulullah SAW.

Kemudian Rasulullah SAW memerintahkan sekretarisnya untuk membuat surat yang isinya adalah melamar kepada seorang wanita yang bernama Zulfah binti Said, anak seorang bangsawan Madinah yang kaya raya dan terkenal sangat cantik jelita. Akhirnya, surat itu dibawa ke rumah Zahid dan oleh Zahid dibawa kerumah Said. Karena di rumah Said sedang ada tamu, maka Zahid setelah memberikan salam kemudian memberikan surat tersebut dan diterima di depan rumah Said.

“Wahai saudaraku Said, aku membawa surat dari Rasul yang mulia untuk diberikan lepadamu saudaraku.”

Said menjawab, “Adalah suatu kehormatan buatku.”

Lalu surat itu dibuka dan dibacanya. Ketika membaca surat tersebut, Said agak terperanjat karena tradisi perkawinan Arab yang selama ini biasanya seorang bangsawan harus kawin dengan keturunan bangsawan dan yang kaya harus kawin dengan orang kaya, itulah yang dinamakan SEKUFU.

Akhirnya Said bertanya kepada Zahid, “Wahai saudaraku, betulkah surat ini dari Rasulullah ?”

Zahid menjawab, “Apakah engkau pernah melihat aku berbohong ?”

Dalam suasana yang seperti itu Zulfah datang dan berkata, “Wahai Ayah, kenapa sedikit tegang dengan tamu ini ? Bukankah lebih baik disuruh masuk?”

“Wahai anakku, ini adalah seorang pemuda yang sedang melamar engkau supaya engkau menjadi istrinya,” kata ayahnya.

Disaat itulah Zulfah melihat Zahid sambil menangis sejadi-jadinya dan berkata, “Wahai Ayah, banyak pemuda yang tampan dan kaya raya. Mereka semuanya menginginkan aku, aku tak mau ayah !” kata Zulfah merasa dirinya terhina.

Maka Said berkata kepada Zahid, “Wahai saudaraku, bukan aku menghalanginya. Tetapi engkau tahu sendiri bahwa anakku tidak mau dan sampaikan kepada Rasulullah bahwa lamaranmu ditolak.”

Mendengar nama Rasul disebut ayahnya, Zulfah berhenti menangis dan bertanya kepada ayahnya, “Wahai ayah, mengapa membawa-bawa nama Rasul ?”

Akhirnya Said berkata, “Ini yang melamarmu adalah perintah Rasulullah.”

Maka Zulfah istighfar beberapa kali dan menyesal atas kelancangan perbuatannya itu dan berkata kepada ayahnya, “Wahai ayah, kenapa sejak tadi ayah tidak berkata bahwa yang melamar ini adalah Rasulullah, kalau begitu segera saja wahai Ayah, kawinkan aku dengan pemuda ini. Karena aku ingat firman Allah dalam Al-Qur’an, “Sesungguhnya jawaban orang-orang mukmin, bila mereka dipanggil kepada Allah dan Rasul-Nya agar Rasul memutuskan (perkara) diantara mereka ialah ucapan, ‘Kami mendengar, dan kami taat”. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung'”. (Qs. An Nur : 51)”

Pada hari itu Zahid merasa jiwanya melayang ke angkasa dan baru kali ini ia merasakan bahagia yang tiada tara. Segera setelah itu, Zahid pamit pulang. Sampai di masjid ia langsung bersujud syukur. Rasul yang mulia tersenyum melihat gerak-gerik Zahid yang berbeda dari biasanya.

“Bagaimana Zahid ?” tanya Rasulullah.

“Alhamdulillah diterima ya Rasul,” jawab Zahid.

“Sudah ada persiapan ?”

Zahid menundukkan kepala sambil berkata, “Ya Rasul, kami tidak memiliki apa-apa.”

Akhirnya Rasulullah menyuruhnya pergi ke Abu Bakar, ‘Ustman, dan ‘Abdurrahman bin ‘Auf. Setelah mendapatkan uang yang cukup banyak, Zahid pergi ke pasar untuk membeli persiapan perkawinan. Dalam kondisi itulah Rasulullah SAW menyerukan umat Islam untuk menghadapi kaum kafir yang akan menghancurkan Islam.

Ketika Zahid sampai di masjid, dia melihat kaum Muslimin sudah bersiap-siap dengan perlengkapan senjata, Zahid bertanya, “Ada apa ini ?”

Sahabat menjawab, “Wahai Zahid, hari ini orang kafir akan menghancurkan kita, apakah engkau tidak mengerti ?”.

Zahid istighfar beberapa kali sambil berkata, “Wahh,, kalau begitu perlengkapan kawin ini akan aku jual dan akan kubelikan kuda yang terbagus.”

Para sahabat menasehatinya, “Wahai Zahid, nanti malam kamu berbulan madu, tetapi engkau hendak berperang ?”

Zahid menjawab dengan tegas, “Itu tidak mungkin !”

Lalu Zahid menyitir sebuah ayat yang berbunyi, “Jika bapak-bapak, anak-anak, suadara-saudara, istri-istri kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih baik kamu cintai daripada Allah dan Rasul-Nya (dari) berjihad di jalan-Nya. Maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasik.” (Qs. At Taubah : 24).

Akhirnya Zahid (Aswad) maju ke medan pertempuran dan mati syahid di jalan Allah.

Rasulullah berkata, “Hari ini Zahid sedang berbulan madu dengan bidadari yang lebih cantik daripada Zulfah.”

Lalu Rasulullah membacakan Ayat, “Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur dijalan Allah itu mati, bahkan mereka itu hidup di sisi Tuhannya dengan mendapat rizki. Mereka dalam keadaan gembira disebabkan karunia Allah yang diberikan-Nya kepada mereka, dan mereka bergirang hati terhadap orang-orang yang masih tinggal dibelakang yang belum menyusul mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.”(Qs ‘Ali Imran : 169-170).

“Dan janganlah kamu mengatakan terhadap orang-orang yang gugur di jalan Allah, (bahwa mereka itu) mati, bahkan (sebenarnya) mereka itu hidup, tetapi kamu tidak menyadarinya.” (Qs. Al Baqarah : 154).

Pada saat itulah para sahabat meneteskan air mata dan Zulfah pun berkata, “Ya Allah, alangkah bahagianya calon suamiku itu, jika aku tidak bisa mendampinginya di dunia izinkanlah aku mendampinginya di akhirat.”

Refleksi Hikmah :

Mudah-mudahan bermanfaat dan bisa menjadi renungan buat kita bahwa, “Untuk Allah di atas segalanya” Be A Good Mosleem or Die As Suhada’.

Percaya, Diam, dan Lihatlah#17

Seorang anak kecil sedang bermain sendirian dengan mainannya. Ketika sedang asyik-asyiknya bermain, tiba-tiba mainannya itu rusak. Dia mencoba untuk membetulkannya sendiri, tapi rupanya usahanya itu dari tadi sia sia saja. Akhirnya dia pun menyerah, dan mendatangi ayahnya agar memperbaiki mainannya tersebut.

Sambil memperhatikan ayahnya memperbaiki mainannya, dia selalu saja memberikan komentar kepada ayahnya, “Ayah, coba lihat bagian sebelah kiri, mungkin di situ kerusakannya.” Ayahnya menurutinya, tapi ternyata belum betul juga mainannya.

Maka dia memberi komentar lagi, “Oh, bukan di situ yah, mungkin yang sebelah kanan, coba lihat lagi deh yah.” Kali ini ayahnya juga menurutinya, tapi lagi-lagi mainannya itu belum betul.

“Kalau begitu coba yang di bagian depan yah, kali aja masalahnya ada di situ.” Kali ini ayahnya marah, “Sudah, kalau kamu memang bisa, mengapa tidak kamu kerjakan sendiri saja ? Jangan ganggu Ayah lagi ! Ayah masih banyak kerjaan lain.” kata sang Ayah sambil berlalu pergi meninggalkan anaknya.

Tapi setelah dia mencoba beberapa saat untuk memperbaikinya lagi, ternyata dia masih belum juga berhasil. Akhirnya dia kembali lagi kepada ayahnya sambil merengek, “Tolonglah yah, aku suka sekali mainan ini, kalau rusak begini bagaimana ? Tolong Ayah betulkan supaya bisa jalan lagi ya ?”

Karena tidak tega mendengar rengekan anaknya, si ayah akhirnya menyerah, “Baiklah Nak. Ayah akan memperbaiki mainanmu, asal kamu berjanji tidak boleh memberitahu Ayah apa yang harus Ayah lakukan. Kamu duduk saja dan perhatikan Ayah bekerja. Tidak boleh berkomentar.”

Ketika ayahnya sedang memperbaiki mainannya, si anak mulai berkomentar lagi, “Jangan yang itu yah, kayaknya bagian lain yang rusak.”

Mendengar hal itu, kali ini ayahnya berkata, “Kalau kamu berkomentar lagi, mainan ini akan ayah lepaskan dan silahkan kamu berusaha sendiri.” Karena takut ayahnya akan benar-benar melakukan apa yang dikatakannya, anak itu pun diam dan duduk manis sambil melihat ayahnya memperbaiki mainannya sampai bisa berjalan lagi tanpa mengeluarkan komentar apa pun.

Seperti anak kecil itu, kita pun sering kali berserah kepada Allah SWT tapi masih ingin mengatur Allah SWT bagaimana sebaiknya jalan hidup kita.

Jika saja kita bisa sepenuhnya pasrah kepada kehendak Allah SWT, maka niscaya sungguh Allah SWT yang Maha Tahu dan sangat mencintai kita akan memberikan apa-apa yang terbaik, lebih dari apa yang kita pikirkan dan do’akan.

Percaya sepenuhnya tanpa ada keraguan dalam menyerahkan urusan kita kepada Allah SWT. Itulah kuncinya.

Anak Kecil dalam Kereta#16

Sering kali kita masalah hanya dari kacamata pribadi. Ada sebuah kisah,,

Suatu hari ada seorang Bapak Tua bersama dengan 4 orang anaknya yang masih kecil-kecil. Mereka naik kereta ekonomi dari Jatinegara menuju Semarang. Di dalam kereta, anak-anak itu sangat ribut sehingga banyak mengganggu penumpang yang lain. Berlarian kesana kemari, teriak-teriak tawa mewarnai keceriaan mereka. Penumpang yang lain banyak yang merasa terganggu dengan tawa anak-anak kecil itu. Dan Sang Bapak Tua itupun, sepertinya tidak mau tahu dengan anggapan dan pandangan para penumpang yang merasa terganggu oleh anak-anak kecilnya.

Seorang Ibu memberanikan diri untuk menegur Bapak Tua itu agar mau mendiamkan anak-anak kecil itu, “Pak, maaf Pak. Apakah anak itu anak-anak Bapak ?”

Tanpa menjawab, Bapak Tua itu pelan-pelan mengangkat kepala dan melihat ke arah Ibu yang menegurnya, “Ada apa Bu ?” tanya Bapak Tua.

“Itu Pak, Anak Bapak. Mereka berisik dan mengganggu penumpang yang lain, tolong disuruh diam Pak. Sebagai orang tua, harusnya Bapak bisa menjaga anak-anaknya dong. Kami merasa terganggu” jawab Ibu tersebut.

“Ooo, maaf bu saya tidak bisa” jawab Bapak Tua.

“Kenapa tidak bisa ? Kan itu anak Bapak” sahut sang Ibu.

“Saya tidak tega” jawab Bapak Tua itu lagi.

“Kenapa tidak tega ?”

“Tiga hari yang lalu, mereka baru saja kehilangan kedua orang tuanya akibat kecelakaan pesawat. Sejak kecelakaan itu, mereka tidak pernah berhenti menangis. Dan baru kali ini, saya melihat mereka bisa tertawa dengan bahagianya. Saya tidak tega memberhentikan tawa mereka. Jika Ibu tega, saya mempersilahkan Ibu untuk memberhentikan tawa mereka agar mereka tidak mengganggu para penumpang yang lain” jawab Bapak Tua itu mengakhiri percakapan.

Sang Ibu kemudian kembali ke tempat duduknya, dan tidak bisa berkata apa-apa lagi sambil meneteskan air matanya. Kini, marahnya telah berubah menjadi sayang. Bencinya beberapa waktu lalu berubah menjadi simpati. Ia sangat senang melihat anak yatim-piatu tersebut bisa tertawa lepas.

Refleksi Hikmah :

Yakinlah ! pada saat kita mau membuka mata hati dan pendengaran, pastilah hidup ini akan lebih mudah untuk dipahami.

Kebencian jadi Kasih sayang.
Dendam jadi Persahabatan.

Tidak ada yang salah dalam kehidupan ini. Yang salah adalah pada saat kita tidak berusaha mau mengerti tentang kehidupan. Sungguh ! Allah menginginkan bagimu bahagia kehidupan di dunia dan di akhirat. Karena Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.