BUDAYA KONSERVASI SEBAGAI PENUNJANG ILMU#2

 Pengertian budaya menurut koentjaraningrat yang berpendapat budaya, yaitu keseluruhan sistem gagasan tindakan dari hasil karya manusia dengan cara belajar. Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu Buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia.

Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat, karena segala sesuatu yang ada dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiiki oleh masyarakat itu sendiri. Kebudayan sebagai sesuatu yang turun-temurun, dari satu generasi kegenerasi selanjutnya, dengan demkian jika kita mengaplikasikan budaya dengan baik di saat ini maka saat yang akan datang kebudayaan itu akan terlaksana lebih baik.

Berhubungan dengan konservasi budaya yaitu kebudayaan yang dilakukan secara terus-menerus untuk dapat melestarikan lingkungan dengan tetap memperhatikan manfaat yang diperoleh dari lingkungan.unsur-unsur pokok kebudayaaan ada empat, yaitu :

  1. Sistem norma yang memungkinkan kerja sama antara para anggota masyarakat untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya
  2. Organisasi ekonomi
  3. Alat-alat dan lembaga atau petugas-petugas untuk pendidikan (keluarga adalah lembaga pendidikan utama)
  4. Organisasi kekuatan (politik)

Budaya konservasi sebagai penunjang ilmu bisa dilakukan dengan cara mempelajari kebudayaan konservasi secara mendalam yang mengarah pada ilmu pengetahuan supaya bisa memahami secara detail tentang konservasi.

Budaya konservasi yang dapat digunakan sebagai penunjang ilmu dilakukan dengan cara :

  1. Berperilaku jujur saat ulangan
  2. Tidak mencontek saat ulangan
  3. Melakukan kegiatan yang ada dikampus dengan sepenuh hati dan semangat supaya memahaminya

Wujud dari kebudayaan dibedakan menjadi 3 bagian, yaitu : gagasan, aktifitas dan artefak

  1. Gagasan

Berhubungan dengan kebudayaan sebagai penunjang ilmu yaitu menyampaikan gagasan baru tentang ilmu pengetahuan dan nyatakan gagasan baru tersebut dalam bentuk tulisan jangan hanya di hati dan fikiran saja supaya ada hak atas gagasan yang ditulis tadi

  1. Aktifitas

Aktifitas yang mencerminkan dalam budaya konservasi yaitu sebagai tindakan berpola dari manusia kepada mayarakat. Aktfitas yang dilakukan bisa mendatangkan kebudayaan yang bisa di bawa seumur hidup dan bisa di turunkan kegenerasi selanjutnya

  1. Artefak (karya)

Karya yang dibuat harus dapat emnumbuhkan nilai kebudayaan dan konservasi.

Berikut adalah budaya konservasi sebagai penunjang ilmu

Dengan budaya konservasi yang ada pada diri mita dan kalau bisa disebarkan kepada orang lain maka ilmu tadi dapat diterima oleh semua orang.

#niapurwati

FILSAFAT ILMU

1.Pengertian Filsafat

Plato ( 428 -348 SM ) : Filsafat tidak lain dari pengetahuan tentang segala yang ada.
Aristoteles ( (384 – 322 SM) : Bahwa kewajiban filsafat adalah menyelidiki sebab dan asas segala benda. Dengan demikian filsafat bersifat ilmu umum sekali. Tugas penyelidikan tentang sebab telah dibagi sekarang oleh filsafat dengan ilmu.
Cicero ( (106 – 43 SM ) : filsafat adalah sebagai “ibu dari semua seni “( the mother of all the arts“ ia juga mendefinisikan filsafat sebagai ars vitae (seni kehidupan )
Johann Gotlich Fickte (1762-1814 ) : filsafat sebagai Wissenschaftslehre (ilmu dari ilmu-ilmu , yakni ilmu umum, yang jadi dasar segala ilmu. Ilmu membicarakan sesuatu bidang atau jenis kenyataan. Filsafat memperkatakan seluruh bidang dan seluruh jenis ilmu mencari kebenaran dari seluruh kenyataan.

Paul Nartorp (1854 – 1924 ) : filsafat sebagai Grunwissenschat (ilmu dasar hendak menentukan kesatuan pengetahuan manusia dengan menunjukan dasar akhir yang sama, yang memikul sekaliannya .

Imanuel Kant ( 1724 – 1804 ) : Filsafat adalah ilmu pengetahuan yange menjadi pokok dan pangkal dari segala pengetahuan yang didalamnya tercakup empat persoalan.

  1. Apakah yang dapat kita kerjakan ?(jawabannya metafisika )
  2. Apakah yang seharusnya kita kerjakan (jawabannya Etika )
  3. Sampai dimanakah harapan kita ?(jawabannya Agama )
  4. Apakah yang dinamakan manusia ? (jawabannya Antropologi )

Notonegoro : Filsafat menelaah hal-hal yang dijadikan objeknya dari sudut intinya yang mutlak, yang tetap tidak berubah , yang disebut hakekat.

Driyakarya : filsafat sebagai perenungan yang sedalam-dalamnya tentang sebab-sebabnya ada dan berbuat, perenungan tentang kenyataan yang sedalam-dalamnya sampai “mengapa yang penghabisan “.

Sidi Gazalba : Berfilsafat ialah mencari kebenaran dari kebenaran untuk kebenaran , tentang segala sesuatu yang di masalahkan, dengan berfikir radikal, sistematik dan universal.

  1. Pengertian Ilmu

Bila ada istilah yang mengatakan bahwa buku adalah jendela maka ilmu juga bisa diatikan sebagai penerang dunia. Karena ibarat hidup tanpa ilmu maka kita akan hidup dalam sebuah kegelapan yang tanpa  berujung. Oleh karena itu penting bagi kita untuk selalu mencari dan memperdalam ilmu supaya kita bisa mengikuti perkembangan jaman tanpa dihantui rasa ketakutan karena kedangkalan ilmu yang kita miliki.
Berikut ini adalah pengertian dan definisi ilmu menurut beberapa ahli:
# M. IZUDDIN TAUFIQ

Ilmu adalah penelusuran data atau informasi melalui pengamatan, pengkajian dan eksperimen, dengan tujuan menetapkan hakikat, landasan dasar ataupun asal usulnya
# THOMAS KUHN

Ilmu adalah himpunan aktivitas yang menghasilkan banyak penemuan, bail dalam bentuk penolakan maupun pengembangannya

# Dr. MAURICE BUCAILLE

Ilmu adalah kunci untuk mengungkapkan segala hal, baik dalam jangka waktu yang lama maupun sebentar.

# NS. ASMADI

Ilmu merupakan sekumpulan pengetahuan yang padat dan proses mengetahui melalui penyelidikan yang sistematis dan terkendali (metode ilmiah)

# POESPOPRODJO

Ilmu adalah proses perbaikan diri secara bersinambungan yang meliputi perkembangan teori dan uji empiris

# MINTO RAHAYU

Ilmu adalah pengetahuan yang telah disusun secara sistematis dan berlaku umum, sedangkan pengetahuan adalah pengalaman yang bersifat pribadi/kelompok dan belum disusun secara sistematis karena belum dicoba dan diuji

# POPPER

ilmu adalah tetap dalam keseluruhan dan hanya mungkin direorganisasi.

# DR. H. M. GADE

Ilmu adalah falsafah. yaitu hasil pemikiran tentang batas-batas kemungkinan pengetahuan manusia

# FRANCIS BACON

Ilmu adalah satu-satunya pengetahuan yang valid dan hanya fakta-fakta yang dapat menjadi objek pengetahuan

# CHARLES SINGER

Ilmu adalah suatu proses yang membuat pengetahuan (science is the process which makes knowledge)

  1. Pengertian Filsafat Ilmu Manurut Para Ahli
  2. Robert Ackermann

Filsafat ilmu dalam suatu segi adalah sebuah tinjauan kritis tentang pendapat-pendapat ilmiah dewasa ini dengan perbandingn terhadap pendapat-pendapat lampau yang telah dibuktikan atau dalam kerangka ukuran-ukuran yang dikembangkan dari pendapat-pendapat demikian itu, tetapi filsafat ilmu demikian bukan suatu cabang yang bebas dari praktek ilmiah senyatanya.

  1. Peter Caws

Filsafat ilmu merupakan suatu bagian filsafat yang mencoba berbuat bagi ilmu apa yang filsafat seumumnya melakukan pada seluruh pengalaman manusia.

  1. Lewis White Beck

Filsafat ilmu mempertanyakan dan menilai metode-metode pemikiran ilmiah serta mencoba menetapkan nilai dan pentingnya usaha ilmiah sebagai suatu keseluruhan.

  1. John Macmurray

Filsafat ilmu terutama bersangkutan dengan pemeriksaan kritis terhadap pandangan-pandangan umum, prasangka-prasangka alamiah yang terkandung dalam asumsi-asumsi ilmu atau yang berasal dari keasyikan dengan ilmu.

  1. Stephen R.Toulmin

Filsafat ilmu partama-tama mencoba menjelaskan unsur-unsur yang terlibat dalam proses penyelidikan ilmiah prosedur-prosedur pengamatan, pola-pola perbincangan, metode-metode penggantian dan perhitungan, praanggapan-praanggaan metafisis, dan selanjutnya menilai landasan-landasan bagi kesalahannya dari sudut-sudut tinjauan logika formal, metodologis praktis, dan metafisika.

  1. TUJUAN FILSAFAT ILMU

Filsafat ilmu sebagai suatu cabang khusus filsafat yang membicarakan tentang sejarah perkembangan ilmu. Metode-metode ilmiah, sikap etis yang harus dikembangkan oleh para ilmuan secara umum memiliki tujuan-tujuan sebagai berikut :

¤     Filsafat ilmu sebagai sarana pengujian penalaran ilmiah,

¤     Filsafat ilmu merupakan usaha merefleksi, penguji mengkritik asumsi dan metode keilmuan. Sikap yang dip[erlukan disini yakni menerapkan metode sesuai dengan struktur ilmu pengetahuan karena metode merupakan sarana berfikir bukan merupakan pengikat ilmu pengetahuan.

¤     Filsafat ilmu memberikan pendasaran logis terhadap metode keilmuan secara logis atau rasional. Pengembangan metode dapat dipertanggungjawabkan agar dapat dipahami dan dipergunakan secara umum, falidnya suatu metode ditentukan dengan dierimanay suatu metode tersebut secara umum.

 

  1. IMPLIKASI MEMPELAJARI FILSAFAT ILMU 

Filsafat ilmu diperlukan pengetahaun dasar yang memadai tentang ilmu, baik ilmu alam maupun ilmu sosial supaya para ilmuan dapat memiliki landasan berpijak yang kuat. Ilmu alam secara garis besar mesti dikuasai dengan deikian pula halnya dengan ilmu sosial. Sehingga antara ilmu yang satu dengan yang lain saling menyapa, bahkan menciptakan suatu harmoni yang dapat memecahkan persoalan-persoalan kemanusiaan. Kesadaran seorang ilmuan tidak semata berfikir pada bidangnya saja, tanpa mengaitkan dengan kenyataan diluar dirinya ini, akan terlihat seperti menara gading, setiap aktifitas keilmuannya tidak terlepas dari konteks kehidupan sosial kemasyarakatan.

 

OBJEK MATERIAL DAN FORMAL FILSAFAT ILMU

Objek material yang terkandung dalam filsafat ilmu diantaranya adalah ilmu pengetahuan, yakni suatu pengetahuan yang disusun secara sistematis dengan metode ilmiah tertentu, sehingga dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya baik secara ilmiah ataupun secara umum.

Secara umum manusia terlibat dengan pengetahuan, secara normal dengan perangkat inderanya, akan tetapi seseorang dikatakan sebagai ilmuan apabila terlibat dalam aktivitas ilmiah secara konsisten serta merujuk kepada prasyarat-prasyarat yang seharusnya dipenuhi seorang ilmuan yakni :

  1.  Prosedur Ilmiah
  2.  Metode Ilmiah
  3.  Adanya gelar berdasarkan pendidikan yang telah ditempuh
  4. Kejujuran ilmiah, yakni suatu kemauan, keterlibatan dalam rangka meningkatkan profesionalitas keilmuannya.

Adapun objek formal filsafat ilmu adalah ilmu pengetahuan, adanya permasalahan-permasalahan yang mendasar pada ilmu pengetahuan yang berdasarkan pada :

  1. Ontologis “ Apa hakikat ilmu itu sesungguhnya ?”
  2. Epistimologi “Bagaimana cara mempeoleh kebenaran ilmiah ?”
  3. Aksiologis “Apa fungsi ilmu pengetahuan bagi manusia ?”

Sedang menurut pengetian dari tiga dari objek formal filsafat ilmu diatas

sebagai berikut :

  1. Ontologis adalah bersifat objektif pada suatu pengembangan ilmu dimana objek pengen\mbangan bersifat realitas.
  2. Epistimologi adalah pengembangan ilmu artinya titik tolak penelaahan ilmu pengetahuan didasarkan atas cara dan prosedur dalam memperoleh kebenaran, dalam hal ini yang dimaksud adalah metode ilmiah. Adapun metode ilmiah secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi dua, yakni siklus empiric untuk ilmu-ilmu kealaman dan metode liener untuk ilmu-ilmu sosial – humaniora.

Yang dimaksud dengan siklus empiric meliputi :

  1. Observasi
  2. Penerapan metode induksi
  3. Melakukan proses preruntasi (proses percobaan)
  4. Verifikasi, suatu pengajuan ulang terhadap hipoteis yang diajukan sehingga menghasilkan suatu teori.

Yang dimaksud dengan metode liener meliputi :

  1. Persepsi, suatu daya indrawi didalam menghadapi realitas
  2. Kemudian disusun suatu pengertian atau konsepsi.
  3. Kemudian dilakukan suatu prediksi atau perkiraan, ramalan tentang kemungkinan yang terjadi dimasa depan.
  4. Aksiologis merupakan sikap etis yang harus dikembangkan oleh seorang ilmuan, terutama dalam kaitannya dengan nilai-nilai yang diyakini dengan kebenaran yang ideology, kepercayaan senantiasa dikaitkan dengan ilmu yng sedang bekerja.

#niapurwati

DAFTAR PUSTAKA

https://afud1428.wordpress.com/2011/02/18/artikel-filsafat-ilmu/

https://zona-prasko.blogspot.com/2011/08/pengertian-tujuan-dan-objek-filsafat.html

https://inspirasinofi.blogspot.co.id/

Arsitektur Hijau dan Transportasi Internal

Arsitektur Hijau (Green architecture) dapat diartikan ”sebuah konsep arsitektur yang berusaha meminimalkan pengaruh buruk terhadap lingkungan alam maupun manusia dan menghasilkan tempat hidup yang lebih baik dan lebih sehat, yang dilakukan dengan cara memanfaatkan sumber energi dan sumber daya alam secara efisien dan optimal”. Konsep arsitektur hijau lebih bertanggung jawab terhadap lingkungan, memiliki tingkat keselarasan yang tinggi antara strukturnya dengan lingkungan, dan penggunaan sistem utilitas yang sangat baik. Arsitektur hijau dipercaya sebagai desain yang baik dan bertanggung jawab, dan diharapkan digunakan di masa kini dan masa yang akan datang.

Universitas Negeri Semarang (Unnes) sebagai universitas konservasi memiliki komitmen untuk menjadi contoh pengembangan kampus ramah lingkungan,terutama pada gedung-gedung perkuliahan dan perkantoran sebagai manifestasi fisik pencitraan kampus hijau.

Demikian juga dengan transportasi internal, mereduksi pergerakan kendaraan mesin berbahan bakar fosil di kawasan kampus adalah salah satu upaya dalam implementasi kebijakan transportasi internal. Segenap civitas academica didorong untuk berjalan kaki dalam pergerakan internal kampus guna menumbuhkan budaya sehat dan humanis. Potensi kawasan yang baik dan terintegrasi menjadi salah satu syarat untuk menunjang pergerakan dengan berjalan kaki yang aman dan nyaman. Beberapa sarana prasarana pejalan kaki yang telah ada perlu diperbaiki dan dikembangkan guna meningkatkan kinerja layanan bagi kenyamanan pejalan kaki. Maka dari itu, perlu dilaksanakan kegiatan survey pengembangan pedestrian kampus yang layak dan terintegrasi. Dengan kegiatan ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi perancangan pedestrian kampus yang layak dan terintegrasi sebagai daya dukung kinerja transportasi internal Kampus Unnes.

#niapurwati

https://konservasi.unnes.ac.id/?page_id=11

Konservasi Hutan Mangrove

Berdasarkan data tahun 1999, luas hutan mangrove di Indonesia diperkirakan mencapai 8,60 juta hektar dan 5,30 juta hektar di antaranya dalam kondisi rusak (Direktorat Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial 2001). Kerusakan tersebut disebabkan oleh konversi mangrove yang sangat intensif pada tahun 1990-an menjadi pertambakan terutama di Jawa, Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi dalam rangka memacu ekspor komoditas perikanan. Hal tersebut dapat dilihat dari perkembangan luas tambak di Indonesia dari sekitar 225.000 ha pada tahun 1984 (Direktorat Jenderal Perikanan 1985) menjadi 325.000 ha pada akhir Pelita IV (Cholik dan Poernomo 1986). Selanjutnya untuk menunjang keberhasilan “Protekan 2003”, pengembangan budi daya tambak hingga tahun 2002/ 2003 ditargetkan mencapai 212.600 ha untuk program intensifikasi tambak dan 122.800 ha untuk program ekstensifikasi tambak, dengan target perolehan devisa US$ 6.778 juta (Nurdjana 1999). Berdasarkan data Direktorat Jenderal Perikanan, pada tahun 1999 luas hutan mangrove yang telah dikonversi menjadi pertambakan mencapai 840.000 ha (Inoue et al. 1999) sehingga hutan mangrove banyak yang mengalami kerusakan (Gunarto dan Hanafi 2000). Hilangnya mangrove dari ekosistem perairan pantai telah menyebabkan keseimbangan ekologi lingkungan pantai terganggu. Melimpahnya bahan organik yang berasal dari sisa pakan pada usaha budi daya udang intensif di lingkungan perairan pantai juga menyebabkan bakteri oportunistik patogen berubah menjadi betul-betul patogen seperti bakteri Vibrio harveyi. Selain itu, serangan white spot baculo virus (WSBV) juga meningkat dan telah menyebabkan kematian udang windu yang dibudidayakan di tambak (Ahmad dan Mangampa 2000). Inoue et al. (1999) melaporkan bahwa pada tahun 1990, sekitar 15.000 ha tambak udang mengalami gagal panen akibat serangan virus. Serangan virus ini semakin meluas hingga tahun 2000 dan menyebabkan banyak tambak udang gagal panen. Akibatnya produksi udang hasil budi daya terus menurun hingga tahun 2001, yaitu dari 180.000 metrik ton pada tahun 1995 menjadi 80.000 metrik ton pada tahun 2001 (Sugama 2002). Dampak lainnya adalah menurunnya keanekaragaman hayati organisme akuatik (Soeriaatmadja 1997). Sontirat (1989) melaporkan bahwa di kanal Klong Wan, Thailand, sebelum terjadi kerusakan mangrove terdapat 4 genus kepiting yaitu Uca sp., Sesarma sp., Metapograpsus sp., dan Scylla serrata serta 72 spesies ikan yang termasuk dalam 6 ordo yaitu Clupeiformes, Cypriniformes, Belonoformes, Mugiliformes, Perciformes, dan Tetrodontiformes. Setelah mangrove hilang, ukuran ikan menjadi lebih kecil dan spesiesnya tinggal 34 spesies yang masuk dalam 5 ordo yaitu Clupeiformes, Cypriniformes, Beloniformes, Mugiliformes, dan Perciformes. Kondisi demikian pada akhirnya dapat menyebabkan produksi perikanan pantai menurun (Boyd 1999). Dalam era perdagangan bebas, persaingan akan semakin ketat terutama mengenai mutu produk. Selain itu, isu pelestarian sumber daya alam termasuk perikanan dan isu internasional lainnya juga menjadi penentu dalam dunia perdagangan bebas. Di bidang kehutanan dan perikanan juga telah didengungkan ecolabelling yang berkaitan dengan usaha pengelolaan sumber daya alam secara terkendali dan berkesinambungan. Pencegahan eksploitasi alam yang berlebihan tanpa memperhitungkan batas toleransinya perlu dicegah, misalnya penangkapan udang ataupun ikan dengan menggunakan pukat harimau yang dapat menangkap semua jenis dan ukuran ikan. Sebagai contoh, di perairan Pulau Podang-Podang, Kepulauan Spermonde, Sulawesi Selatan, jumlah ikan kerapu yang dapat ditangkap semakin berkurang akibat banyaknya pukat harimau yang beroperasi (Mansyur, komunikasi pribadi). Contoh lainnya adalah produksi udang dari budi daya tambak hasil konversi hutan bakau yang tidak terkendali. Hal semacam itu akan dijadikan alasan negaranegara maju untuk menolak produk suatu negara masuk ke pasaran dunia, dengan alasan tidak menerapkan eco-labelling ataupun eco-friendly dalam sistem produksinya. Untuk mengantisipasi hal-hal tersebut serta untuk memulihkan kondisi perairan pantai yang telah rusak dan menciptakan ekosistem pantai yang layak untuk kehidupan ikan, maka perbaikan perairan pantai yang telah rusak mutlak dilakukan dengan melestarikan mangrove. Kegiatan ini dapatdilakukan oleh kelompok-kelompok masyarakat pantai sehingga akan tercipta community-based management, atau masyarakat sebagai komponen utama penggerak pelestarian mangrove (Bengen 2000). Kegiatan masyarakat pantai Desa Tongke-Tongke Kabupaten Sinjai, Sulawesi Selatan, dalam merehabilitasi kawasan pantai dengan penghutanan kembali mangrove merupakan salah satu contoh yang diharapkan dapat dipraktekkan di daerah lainnya. Tulisan ini membahas fungsi mangrove dan berbagai jenis ikan, udang, kepiting, serta makrobentos yang hidup sekitar perairan mangrove.

FUNGSI MANGROVE

Mangrove biasanya berada di daerah muara sungai atau estuarin sehingga merupakan daerah tujuan akhir dari partikel-partikel organik ataupun endapan lumpur yang terbawa dari daerah hulu akibat adanya erosi. Dengan demikian, daerah mangrove merupakan daerah yang subur, baik daratannya maupun perairannya, karena selalu terjadi transportasi nutrien akibat adanya pasang surut. Mangrove mempunyai berbagai fungsi. Fungsi fisiknya yaitu untuk menjaga kondisi pantai agar tetap stabil, melindungi tebing pantai dan tebing sungai, mencegah terjadinya abrasi dan intrusi air laut, serta sebagai perangkap zat pencemar. Fungsi biologis mangrove adalah sebagai habitat benih ikan, udang, dan kepiting untuk hidup dan mencari makan, sebagai sumber keanekaragaman biota akuatik dan nonakuatik seperti burung, ular, kera, kelelawar, dan tanaman anggrek, serta sumber plasma nutfah. Fungsi ekonomis mangrove yaitu sebagai sumber bahan bakar (kayu, arang), bahan bangunan (balok, papan), serta bahan tekstil, makanan, dan obat-obatan. Mangrove mengangkut nutrien dan detritus ke perairan pantai sehingga produksi primer perairan di sekitar mangrove cukup tinggi dan penting bagi kesuburan perairan. Dedaunan, ranting, bunga, dan buah dari tanaman mangrove yang mati dimanfaatkan oleh makrofauna, misalnya kepiting sesarmid, kemudian didekomposisi oleh berbagai jenis mikroba yang melekat di dasar mangrove dan secara bersama-sama membentuk rantai makanan. Detritus selanjutnya dimanfaatkan oleh hewan akuatik yang mempunyai tingkatan lebih tinggi seperti bivalvia, gastropoda, berbagai jenis juvenil ikan dan udang, serta kepiting. Karena keberadaan mangrove sangat penting maka pemanfaatan mangrove untuk budidaya perikanan harus rasional. Ahmad dan Mangampa (2000) menyarankan hanya 20% saja dari lahan mangrove yang dikonversi menjadi pertambakan.

 

UPAYA PELESTARIAN MANGROVE

Tanaman mangrove mempunyai fungsi yang sangat penting secara ekologi dan ekonomi, baik untuk masyarakat lokal, regional, nasional maupun global. Dengan demikian, keberadaan sumber daya mangrove perlu diatur dan ditata pemanfaatannya secara bertanggung jawab sehingga kelestariannya dapat dipertahankan. Inoue et al. (1999) melaporkan bahwa di Indonesia terdapat sekitar 75 spesies vegetasi mangrove yang tersebar di 27 propinsi. Selanjutnya Suryati et al. (2001) melaporkan, beberapa vegetasi mangrove seperti Osbornia octodonta, Exoecaria agalocha, Acanthus ilicifolius, Avicennia alba, Euphatorium inulifolium, Carbera manghas, dan Soneratia caseolaris mengandung zat bioaktif yang dapat dijadikan bahan untuk penanggulangan penyakit bakteri pada budi daya udang windu. Daerah pantai termasuk mangrove mendapat tekanan yang tinggi akibat perkembangan infrastuktur, pemukiman, pertanian, perikanan, dan industri, karena 60% dari penduduk Indonesia bermukim di daerah pantai. Diperkirakan sekitar 200.000 ha mangrove di Indonesia mengalami kerusakan setiap tahun (Inoue et al. 1999). Melihat fungsi mangrove yang sangat strategis dan semakin meluasnya kerusakan yang terjadi, maka upaya pelestarian mangrove harus segera dilakukan dengan berbagai cara. Dalam budi daya udang, misalnya, harus diterapkan teknik budi daya yang ramah mangrove, artinya dalam satu hamparan tambak harus ada hamparan mangrove yang berfungsi sebagai biofilter dan tandon air sebelum air masuk ke petakan tambak. Upaya penghutanan kembali tepi perairan pantai dan sungai dengan tanaman mangrove perlu dilakukan dengan melibatkan partisipasi masyarakat, seperti yang dilakukan oleh masyarakat Tongke-Tongke, Sulawesi Selatan. Mangrove juga dapat dikembangkan sebagai daerah wisata seperti yang telah dilakukan di Cilacap (Jawa Tengah), Sukamandi dan Cikiong, (Jawa Barat). Untuk meningkatkan produktivitas mangrove tanpa merusak keberadaannya dapat dikembangkan budi daya sistem silvo-fishery misalnya untuk pematangan atau penggemukan kepiting bakau, pentokolan benur windu, pendederan nener bandeng, dan pembesaran nila merah. Di perairan sungai di kawasan mangrove dapat dijadikan lahan budidaya ikan dengan sistem karamba apung terutama untuk ikan kakap, kerapu lumpur, nila merah, dan bandeng.

STRATEGI KONSERVASI

Sumberdaya alam yang merupakan perwujudan dari keserasian ekosistem dan keserasian unsur-unsur pembentuknya perlu dijaga dan dilestarikan sebagai upaya menjamin keseimbangan dalam rangka pembangunan manusia seutuhnya yang sejahtera secara berkesinambungan. Kebijaksaan ini dituangkan dalam strategi konservasi, yaitu :

  1. Perlindungan terhadap sistem penyangga kehidupan, dengan menjamin terpeliharanya proses ekologi bagi kelangsungan hidup biota dan ekosistemnya;
  2. Pengawetan keanekaragaman sumberdaya plasma nutfah, yaitu menjamin terpeliharanya sumber genetik dan ekosistemnya bagi kepentingan umat manusia;
  3. Pelestarian pemanfaatan jenis dan ekosistemnya, yaitu dengan mengatur dan mengendalikan cara-cara pemanfaatannya, sehingga mencapai manfaat yang optimal dan berkesimnambungan. Adapun beberapa tujuan dari   konservasi mangrove adalah :
  4. Melestarikan contoh-contoh perwakilan habitat dengan tipe-tipe ekosistemnya.
  5. Melindungi jenis-jenis biota (dengan habitatnya) yang terancam punah.
  6. Mengelola daerah yang penting bagi pembiakan jenis-jenis biota yang bernilai ekonomi.
  7. Memanfaatkan daerah tersebut untuk usaha rekreasi, pariwisata, pendidikan dan penelitian.
  8. Sebagai tempat untuk melakukan pelatihan di bidang pengelolaa sumberdaya alam.
  9. Sebagai tempat pembanding bagi kegiatan monitoring tentang akibat manusia terhadap lingkungannya.

Menurut Waryono (1973) bahwa ekosistem mangrove di Indonesia berdasarkan status peruntukannya dapat dikelompokkan menjadi: (a) kawasan konservasi dengan peruntukan sebagai cagar alam, (b) kawasan konservasi dengan peruntukan sebagai suaka margasatwa, (c) kawasan konservasi perlindungan alam, (d) kawasan konservasi jalur hijau penyangga, (e) kawasan hutan produksi mangrove, dan (f) kawasan ekosistem wisata mangrove. Ekosistem mangrove sebagai cagar alam dan suaka margasatwa berfungsi terutama sebagai pelindung dan pelestari keanekaragaman hayati. Kriteria kawasan cagar alam adalah kawasan yang ditunjuk mempunyai keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa serta tipe ekosistemnya, mewakili formasi biota tertentu dan/atau unit penyusunnya mempunyai kondisi alam, baik biota maupun fisiknya yang masih asli dan tidak atau belum diganggu oleh manusia, mempunyai luas dan bentuk tertentu agar menunjang pengelolaan yang efektif dengan daerah penyangga yang cukup luas, dan/atau mempunyai ciri khas dan dapat merupakan satu-satunya contoh di suatu daerah serta keberadaannya memerlukan konservasi. Kawasan suaka margasatwa adalah kawasan yang ditunjuk merupakan tempat hidup dan perkembangbiakan dari satu jenis satwa yang perlu dilakukan upaya konservasinya, memiliki keanekaragaman satwa yang tinggi, merupakan tempat dan kehidupan bagi jenis satwa migran tertentu, dan/atau mempunyai luas yang cukup sebagai habitat jenis satwa yang bersangkutan. Ekosistem perlindungan alam, berfungsi terutama sebagai pelindung hidrologi dan pelindung pantai serta habitat biota pantai. Jalur hijau ekosistem mangrove adalah ekosistem mangrove yang ditetapkan sebagai jalur hijau di daerah pantai dan di tepi sungai, dengan lebar tertentu yang diukur dari garis pantai dan tepi sungai, yang berfungsi mempertahankan tanah pantai dan kelangsungan biotanya. Oleh karena itu jalur hijau ekosistem mangrove dapat berfungsi sebagai ekosistem lindung dan atau ekosistem suaka alam.

Sumber:

Waryono, Tarsoen. Keanekaragaman Hayati dan Konservasi Ekosistem Mangrove. [Kumpulan Makalah]. Fakultas Matematika dan  Ilmu     Pengetahuan Alam. Universitas Indonesia.

Gunarto. Konservasi Mangrove Sebagai Pendukung Sumber Hayati Perikanan Pantai. [Jurnal]. Riset Perikanan Budidaya Air Payau.

#niapurwati

www.thc.or.id/konservasi-hutan-mangrove/

PENGAMALAN SIKAP MAHASISWA DALAM MEWUJUDKAN NILAI KARAKTER KONSERVASI#1

Pengertian dan definisi konservasi menurut para ahli dapat dikemukakan bahwa konservasi adalah upaya untuk menjaga lingkungan dan keseimbangan ekosistem.

Istilah konservasi atau conservation dapat diartikan sebagi suatu usaha pengelolaan yang dilakukan oleh manusia dalam memanfaatkan sumber daya alam sehingga dapat menghasilkan keuntungan sebesar-besarnya secara berkelanjutan untuk generasi manusia saat ini, serta tetap memelihara potensinya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dan aspirasi-aspirasi generasi yang akan datang. Konservasi dalam pengertian sekarang sering diterjemahkan sebagai the wise use of nature resource (pemanfaatan sumber daya alam secara bijaksana).

Konservasi nilai melalui pendidikan konservasi dianggap sangat penting untuk ditanamkan kepada semua peserta didik, karena ditinjau dari konsep pendidikan suatu proses pembentukan watak dan kapasitas manusia, maka nilai-nilai moral pada diri seseorang akan terbentauk dan terintegrasi menjadi satu pedoman hidup. Nilai adalah sifat-sifat atau hal yang penting tau berguna bagi kemanusiaan. Nilai-nilai tersebut merpakan sesuatu ynag dapat menyempurnakan manusia sesuai dengan hakikatnya.

Karakter (menurut KBBI, 2011) didefinisikan sebagai tabia, sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan yang lain, dengan kata lain yaitu watak.

Masyarakat Indonesia kaya akan nilai nilai dalam masyarakat yang sudah diyakini kebenarannya dan diyakini menjadi dasar kehidupan. Ada 18 nilai karakter yang harus dimili oleh Warga Negara Indonesia, yaitu religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, dan tanggung jawab.

Dan sebagai mahasiswa diwajubkan dapat memiliki dan bisa mengamalkan 11 nilai karakter konservasi, yaitu religius, jujur, cerdas, adil, tanggung jawab, peduli, toleran, demokratis, cinta tanah air, tangguh, dan sopan.

Ada empat nilai utama dalam konservasi yang hendak ditanamkan pada para mahasiswa ; yaitu  jujur, cerdas, peduli, dan tangguh. Inilah nilai-nilai yang sangat indah. Ketika kejujuran, kecerdasan, kepedulian, dan tangguh terlaksana dalam kehidupan sehari-hari mahasiswa melalui relasi dengan alam semesta; maka akan terinternalisasikan nilai-nilai itu pada mereka sebagai sebuah moral knowing, moral feeling, dan moral action

Cara meningkatkan Pengamalan sikap mahasiswa dalam upaya mewujudkan nilai karakter konservasi yaitu dengan cara :

Pertama, perlu dilakukan upaya perubahan struktur kognisi terlebih dahulu agar para mahasiswa memahami akan arti pentingnya nilai-nilai konservasi. Dengan diketahuinya arti penting nilai-nilai konservasi oleh para mahasiswa, diharapkan akan tumbuh kesadaran dan kesiapan untuk menerima tata nilai tersebut menjadi miliknya sendiri (internalisasi nilai). Kesadaran dan internalisasi nilai yang berawal dari pemahaman akan tata nilai tersebut (struktur kognisi) akan memiliki kekuatan yang otentik, sebagai buah dari proses pembelajarannya (learned behavior).

Kedua upaya character building melalui perubahan struktur kognisi, tidak kalah pentingnya adalah melalui pendekatan intuisi. Pendekatan ini dilakukan dengan cara  membawa imajinasi dan suasana hati para mahasiswa pada heroisme tata nilai konservasi.

Ketiga pendekatan pembinaan nilai tersebut akan memiliki efektifitas tinggi ketika dilakukan secara simultan. Artinya pembinaan karakter (character building) dilakukan secara komprehensif, meliputi pengubahan struktur kognisi, sentuhan-sentuhan emosional, dan penciptaan lingkungan yang kondusif.

Contoh-contoh pengamalan sikap mahasiswa :

  1. Melaksanakan kewajiban solat 5 waktu dengan tepat waktu
  2. Menghargai perbedaan agama atau kepercayaan antar sesama umat manusia
  3. Berkata jujur sesuai dengan kenyataan
  4. Menepati janji yang telah dibuat
  5. Dapat berpikir kreatif dalam mengembangkan pemikiran yang baru
  6. Tidak deskriminatif terhadap orang lain
  7. Berperilaku sesuai harkat dan martabat
  8. Bekerja sesuai hak dan kewajibannya
  9. Mengakui kesalahan yang telah diperbuat
  10. Peka terhadap keslitan orang lain
  11. Mendahulukan kepentingan orang lain dari pada kepentingan individu
  12. Menggunakan hak pilih dalam pemilu
  13. Mengutamakan musyawarah untuk mufakat
  14. Mencintai produk dalam negeri
  15. Pantang menyerah dalam menghadapi kesulitan
  16. Berperilaku sesuai dengan nilai-nilai moral
  17. Rendah hati dalam pergaula antar sesama

 

Demikian adalah pengamalan sikap mahasiswa dalam mewujudkan nilai karakter konservasi dalam kehidupan sehari-hari dapat dilakukan dengan cara yang sederhana terlebih dahulu supaya nilai karakter konservasi dapat terwujud secara perlahan-lahan.

#niapurwati