
Purnama senja yang kembali fatamorgana. Memancarkan siluetnya ke dada mawar. Hingga kelopaknya jatuh ke bumi. Meluruh menjelma darah hari. Biarlah ia terus menetes menggenangi hatimu yang kemarau.
Kau telah melukisi dadanya dengan darah kata, hingga kau tega mencabut durinya, dan menusukkanya kembali. Dalam gelas sunyi.
Mengenang waktu lampau yang madu sesampai mawar melukisi mimpinya di kanvas keabadian. Beribu puisipun menegak. Namun ketika kau hujamkan siluet runcing ke kelopaknya, hati bertabur kamboja. Impian mawar menjelma fantasia dalam kanvas senja yang duka.
Meski begitu, biarkan darah yang mengalir itu menjelma sungai mawar yang semerbak wanginya setia mengharumkan dadamu.
Leave a Reply