Berbicara mengenai konservasi tentu sudah tidak asing ditelinga kita terutama di Universitas Negeri Semarang. Universitas Negeri Semarang baru-baru mendidikasikan sebagai Kampus Konservasi yang memiliki tujuh pilar yaitu keanekaragaman hayati,arsitektur hijau,sistem transportasi internal,pengelolaan limbah,kebijakan nirkertas,energi bersih, konservasi, etika, seni, dan budaya , kaderisasi konservasi. Pada Tahun 2015 ini Mata Kuliah mengenai Konservasi dicanangkan pada mahasiswa Semester 1.
Pasti dibenak kalian konservasi identik dengan lingkungan seperti dilarang menebang hutan secara illegal , dilarang membuang sampah sembarangan , cinta lingkungan dll, semua itu ternyata sebagian kecil dari ruang lingkup konservasi. Konservasi tidak hanya mengenai lingkungan semata tetapi terdapat konservasi budaya dan konservasi mental dan kali ini saya akan membahas mengenai konservasi mental. Apa itu konservasi mental? memang itu pertanyaan yang sangat jarang ditanyakan oleh siapapun , tetapi tanpa kita sadari konservasi mental itu sangat penting bagi semua khalayak khususnya bagi pelajar.
Menurut saya konservasi mental merupakan tata pola pikir dalam menghadapi tantangan kedepan. Konservasi mental ini bisa dikaitkan pula dengan revolusi mental. Di kalangan masyarakat terutama pelajar yang belum merubah mental mereka untuk bisa menghadapi tantangan kedepan. Banyak pelajar yang saya temui yang hanya menuntut ilmu setinggi-tingginya tetapi setelah mereka diterjunkan ke lapangan mereka tidak bisa mengimplementasikan ilmu nya dan banyak juga pelajar yang sudah lulus mereka tidak memiliki pekerjaan karena lapangan pekerjaan yang disediakan Pemerintah sangat sedikit, sebenarnya itu semua bukan sepenuhnya kesalahan dari Pemerintah tetapi kita takut bersaing.
Berdasarkan dari berita yang saya baca bahwa Bulan Desember 2015 akan ada atmosfer ekonomi baru khususnya kawasan Asean yaitu adanya MEA (Masyarakat Ekonomi Asean) dimana perdagangan bebas keluar masuk di kawasan Asean dan Negara Indonesia pun ikut juga dalam MEA tersebut. Disini lah masyarakat seluruh Asean harus memiliki kemampuan dan mampu bersaing secara total karena apabila tidak bisa bersaing pasti dampak yang paling terkena adalah negara tersebut. Bagaimana dengan masyarakat Indonesia? Siap kah masyarakat Indonesia menghadapi MEA ? Siap tidak siap masyarakat Indonesia harus menghadapi MEA. Untuk itu masyarakat khususnya para generasi muda mulai dari sekarang harus bisa mengubah mental dengan siap bersaing , berinovasi , mengubah pola pikir dari kesulitan menjadi tantangan.
Tulisan ini dibuat untuk mengikuti Bidikmisi Blog Award di Universitas Negeri Semarang. Tulisan adalah karya saya sendiri dan bukan jiplakan.