Skip to content

Categories:

PERAN, FUNGSI DAN TUGAS TNI

PERAN

TNI berperan sebagai alat negara di bidang pertahanan yang dalam menjalankan tugasnya berdasarkan kebijakan dan keputusan politik negara.

FUNGSI

(1) TNI sebagai alat pertahanan negara, berfungsi sebagai;

  • penangkal terhadap setiap bentuk ancaman militer dan ancaman bersenjata dari luar dan dalam negeri terhadap kedaulatan, keutuhan wilayah, dan keselamatan bangsa;
  • penindak terhadap setiap bentuk ancaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a; dan
  • pemulih terhadap kondisi keamanan negara yang terganggu akibat kekacauan keamanan.

(2) Dalam melaksanakan fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), TNI merupakan komponen utama sistem pertahanan negara.

TUGAS

(1) Tugas pokok TNI adalah menegakkan kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara.

(2) Tugas pokok sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan:

a. operasi militer untuk perang;
b. operasi militer selain perang, yaitu untuk:

  1. Mengatasi gerakan separatis bersenjata;
  2. Mengatasi pemberontakan bersenjata;
  3. Mengatasi aksi terorisme;
  4. Mengamankan wilayah perbatasan;
  5. Mengamankan objek vital nasional yang bersifat strategis;
  6. Melaksanakan tugas perdamaian dunia sesuai dengan kebijakan politik luar negeri;
  7. Mengamankan Presiden dan Wakil Presiden beserta keluarganya;
  8. Memberdayakan wilayah pertahanan dan kekuatan pendukungnya secara dini sesuai dengan sistem pertahanan semesta;
  9. Membantu tugas pemerintahan di daerah;
  10. Membantu Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam rangka tugas keamanan dan ketertiban masyarakat yang diatur dalam undang-undang;
  11. Membantu mengamankan tamu negara setingkat kepala negara dan perwakilan pemerintah asing yang sedang berada di Indonesia;
  12. Membantu menanggulangi akibat bencana alam, pengungsian, dan pemberian bantuan kemanusiaan;
  13. Membantu pencarian dan pertolongan dalam kecelakaan (search and rescue); serta
  14. Membantu pemerintah dalam pengamanan pelayaran dan penerbangan terhadap pembajakan, perompakan dan penyelundupan.

(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan berdasarkan kebijakan dan keputusan politik negara.

 

sumber: https://tni.mil.id/pages-2-peran-fungsi-dan-tugas.html

Posted in Uncategorized.


PENTINGNYA AQIDAH DALAM KEHIDUPAN PRIBADI DAN MASYARAKAT

Ketahuilah wahai saudaraku sesungguhnya syari’ah islam itu terbagi dua bagian:

  1. I’tiqod yaitu perkara-perkara yang berkaitan erat dengan keyakinan, seperti meyakini ketuhanan Allah, wajibnya beribadah hanya kepada-Nya, meyakini rukun-rukun iman, dll. Keyakinan ini biasa dinamakan Aqidah. Hingga dapat disimpulkan, pengertian aqidah islamiyah adalah keimanan yang kokoh kepada Allah ta’ala, mencakup Rububiyah-Nya, Uluhiyah-Nya, asma dan difat-Nya, beriman kepada malaikat, kitab-kitab, para rosul, hari akhir, taqdir, dan semua perkara-perkara yang termasuk pokok agama, termasuk perkara ghoib. Menerima dan tunduk terhadap hukum Allah dan Rosul-Nya. Aqidah dinamakan pula Tauhid, lantaran pembahasan nyaberkisar seputar Rububiyah Allah, Uluhiyah-Nya, asma’ dan sifat-Nya. Bahkan Tauhid merupakan bahasan ilmu aqidah yang terpenting dan terpokok.
  2. Amalan yaitu perkara-perkara yang berhubungan dengan tata cara beramal, seperti sholat, zakat, puasa, serta hukum-hukum amalan lainnya. Seperti ini dinamakan furu’ (cabang), karena tidak diterima (suatu) amalan kecuali dengan benarnya aqidah. Oleh karenanya, aqidah yang benar merupakan asas tegaknya agama dan sahnya suatu amalan hamba. Allah ta’ala berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ (102)

“ hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepadaNya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama islam. (Al Imron: 102)

وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ وَيُقِيمُوا الصَّلَاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ وَذَلِكَ دِينُ الْقَيِّمَةِ (5)

“Padahal mereka tidak diperintah kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan keta’atan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus; dan supaya mereka mendirikan sholat dan menunaikan zakat, dan yang demikian itulah agama yang lurus. (Al Bayyinah: 5).

إِنَّا أَنْزَلْنَا إِلَيْكَ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ فَاعْبُدِ اللَّهَ مُخْلِصًا لَهُ الدِّينَ (2) أَلَا لِلَّهِ الدِّينُ الْخَالِصُ….(3)

“sesungguhnya Kami menurunkan kepadamu Kitab (Al Qur’an) dengan membawa kebenaran. Maka sembahlah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya. Ingatlah, hanya kepunyaan Alloh-lah agama yang bersih (dari syirik). (Az Zumar: 2-3).

وَلَقَدْ أُوحِيَ إِلَيْكَ وَإِلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكَ لَئِنْ أَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ وَلَتَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ (65)

“dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) yang sebelummu:” jika kamu mempersekutukan (Allah), niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi.” (Az Zhumar: 65).

Beberapa ayat yang mulia diatas menunjukan bahwa aqidah atau tauhid merupakan hal yang sangat vital dalam kehidupan, sebab merupakan mizan (timbangan/tolok ukur, red) diterima atau ditolaknya suatu amal. Amalan akan diterima oleh Allah jika dibangun diatas keimanan, murninya keta’atan kepada Allah dan bersih dari kesyirikan.
Hal ini diperjelas lagi dalam ayat lainnya;

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ (56)

“dan tidaklah aku menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka hanya beribadah keapadaKu.(Adz Dzariyat: 56).

وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولًا أَنِ اُعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ….. (36)

“dan sesungguhnya Kami telah mengutus pada setiap umat seorang rosul (untuk menyerukan): Sembahlah Allah (saja) dan jauhilah thaghut.” (Q.S An Nahl:36)

لَقَدْ أَرْسَلْنَا نُوحًا إِلَى قَوْمِهِ فَقَالَ يَا قَوْمِ اعْبُدُوا اللَّهَ مَا لَكُمْ مِنْ إِلَهٍ غَيْرُهُ إِنِّي أَخَافُ عَلَيْكُمْ عَذَابَ يَوْمٍ عَظِيمٍ (59)

“Sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya lalu ia berkata: ”wahai kaumku sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada ilah bagimu selain-Nya.” Sesunguhnya (kalau kamu tidak menyembah Allah), aku takut kamu akan ditimpa adzab hari yang besar (kiamat).” (Q.S Al A’rof: 59).

وَإِلَى عَادٍ أَخَاهُمْ هُودًا قَالَ يَا قَوْمِ اعْبُدُوا اللَّهَ مَا لَكُمْ مِنْ إِلَهٍ غَيْرُهُ أَفَلَا تَتَّقُونَ (65)

“Dan (kami telah mengutus) kepada kaum ‘Aad saudara mereka, Hud. Ia berkata: “Wahai kaumku sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada tuhanbagimu selaiNya.” Maka mengapa kaum tidak bertakwa kepadaNya. (Q.S Al A’rof: 65).

وَإِلَى مَدْيَنَ أَخَاهُمْ شُعَيْبًا قَالَ يَا قَوْمِ اعْبُدُوا اللَّهَ مَا لَكُمْ مِنْ إِلَهٍ غَيْرُهُ قَدْ جَاءَتْكُمْ بَيِّنَةٌ مِنْ رَبِّكُمْ فَأَوْفُوا الْكَيْلَ……..(85)

“dan kami telah mengutus kepada kaum ‘Tsamud saudara mereka, Sholeh. Ia berkata: “Wahai kaumku sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada tuhan bagimu selaiNya.” Sesungguhnya telah datang kepadamu bukti yang nyata dari Tuhanmu. (Q.S Al A’rof: 85).

Demikianlah ayat demi ayat bahkan mayoritas surat dalam Al Qur’an memprioritaskan pembahasan pentingnya aqidah tauhid dan bahaya syirik bagi pribadi dan masyarakat. Sebagaimana dikatakan oleh Imam Ibnul Qoyim (lihat Fathul Majid hal.23). Juga menjelaskan bahwa syirik adalah faktor utama penyebab kebinasaan hamba, di dunia maupun di akhirat. Lantaran pentingnya perkara aqidah ini , maka semua Rosul memulai dakwahnya dengan tauhid, Allah ta’ala berfirman:

وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ مِنْ رَسُولٍ إِلَّا نُوحِي إِلَيْهِ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنَا فَاعْبُدُونِ (25)

Dan Kami tidak mengutus seorang rosulpun sebelum kamu , melainkan Kami wahyukan kepadanya: “bahwasanya tidak ada tuhan (yang haq di sembah) melainkan Aku, maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku”. (Q.S Al-Anbiya’: 25).

Lihatlah Rosulullah صلى الله عليه وسلم, beliau tinggal di makkah selama tiga belas tahun mengajak kaumnya agar mentauhidkan Allah semata. Dan Allah memerintah agar menyatakan kepada umatnya bahwa beliau hanya berdo’akepada Robbnya semata dan tidak menyekutukanNya, sebagaimana firmanNya:

قُلْ إِنَّمَا أَدْعُو رَبِّي وَلَا أُشْرِكُ بِهِ أَحَدًا (20)

Katakanlah (wahai Nabi Allah): sesungguhnya aku hanya berdo’a kepada Robku dan aku tidak mempersekutukan sesuatupun denganNya”. (Q.S Al Jin: 20)

Lihatlah pula, sebagaimana Rosululloh صلى الله عليه وسلم mendidik sepupunya, Abdulloh bin Abbas رضي الله عنهمَا tatkala masih bocah

إذا سألت فسأل الله، وإذا استعنت فاستعن بالله.حديث صحيح رواه الترمذي

“Apabila kamu meminta, maka mintalah kepada Allah, dan bila kamu meminta pertolongan, maka mintalah pertolongan kepada Allah. (Hadits Hasan shohih, Riwayat At Tirmidzi).

Semestinya dakwah tauhid merupakan prioritas utama, sebelum merambah syari’at yang lain.Maka tatkala Rosululloh صلى الله عليه وسلم mengirim Muadz bin Jabal رضي الله عنه ke Yaman beliau berpesan kepadanya:

فَلْيَكًُنْ أَوَّلُ مَا تَدْعُوْهُمْ إِلَيْهِ شَهَادَةَ أَنْ لاَ اِلَهَ إِلاَّ الله

Maka hendaknya; perkara yang pertama kali kau serukan kepada mereka adalah syahadat Lailaha illalloh (tidak ada sesembahan yang benar kecuali Allah), dan dalam riwayat lain: Maka hendaknya perkara yang pertama kali kau serukan kepada mereka adalah; agar mereka mengesakan Allah (Riwayat Bukhori dan Muslim).

Syaikhul islam Ibnu Taimiyah berkata dalam “Istiqomah” 1/466): “dosa-dosa ini (zina, menengak miras) tetapi dibarengi dengan tauhid yang benar, itu lebih baik dibanding dengan tauhid rusak walau tidak dibarengi dengan dosa-dosa tadi.”

Orang-orang kafir Quraisy pernah menawarkan kepada Rosululloh صلى الله عليه وسلم jabatan Raja, harta, wnaita, dengan syarat bersedia meninggalkan dakwah tauhid dan tidak mencela berhala mereka. Apa jawaban beliau. صلى الله عليه وسلم? Menolak semua tawaran tadi, bahkan justru terus melanjutkan dakwahnya, dengan sabar memikul berbagai rintangan dan gangguan. Hingga datanglah pertolongan Alloh سبحانه وتعالى, berupa kemenangan dakwah tauhid ini. Makkah ditaklukan, berhala-berhala dihancurkan, seraya membaca ayat:

وَقُلْ جَاءَ الْحَقُّ وَزَهَقَ الْبَاطِلُ إِنَّ الْبَاطِلَ كَانَ زَهُوقًا (81)

Dan katakanlah: “yang benar telah datang dan yang batil telah lenyap”. Sesungguhnya yang batil itu adalah sesuatu yang pasti lenyap. (Q.S Al Isro’: 81).

Dari uraian diatas , kiranya jelas bagi kita semua bahwa tauhid adalah kewajiban asasi bagi setiap muslim. Dia memulai kehidupannya dengan tauhid dan meningalkannya harus dengan tauhid. Tugas hidupnya adalah merealisasikan, menegakkan dan menda’kwahkan tauhid, karena tauhid-lah pangkal kesuksesan hidup dan dapat menyatukan dan menghimpun kaum mukminin dalam wadah persaudaraan hakiki. Kita memohon kepada Alloh ta’ala agar menjadikan kalimat tauhid kata akhir yang kita ucapkan didunia yang fana ini. (Abu Abdillah)

Posted in Uncategorized.


Pendidikan anak dimulai dari rumah

Islam agama yang sempurna, sangat memperhatikan pertumbuhan generasi. Untuk itu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memerintahkan kita agar memilih istri shalihah, penuh kasih sayang dan banyak keturunannya. Dari istri yang shalihah ini, diharapkan terlahir anak-anak yang shalih dan kokoh dalam beragama. Sehingga Islam menjadi kuat, dan orang-orang yang membenci Islam menjadi gentar. Demikianlah, ibu memiliki peranan yang dominan dalam membangun pondasi dan mencetak generasi, karena dialah yang mendidik anak-anak dalam ketaatan dan ketakwaan kepada Allah ‘Azza wa Jalla.

Perhatian lainnya yang Islam tunjukkan terkait dengan pendidikan anak yaitu Rasulullah menganjurkan agar orang tua memberi nama yang baik terhadap anak-anaknya. Suatu nama akan turut memberi pengaruh terhadap anak. Sehingga banyak riwayat yang menjelaskan Rasulullah merubah beberapa nama yang tidak sesuai dengan Islam.

Kedatangan Islam dalam mendidik ini, juga bisa dikaji dari sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, ketika anak menginjak usia tujuh tahun, hendaklah kedua orang tua mengajarkan dan memerintahkan anak-anaknya untuk melakukan shalat. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مُرُوا أَوْلاَدَكُمْ بِالصَّلاَةِ وَهُمْ أَبْنَاءُ سَبْعِ سِنِيْنَ، وَاضْرِبُوْهُمْ عَلَيْهَا وَهُمْ أَبْنَاءُ عَشْرٍ، وَفَرِّقُوْا بَيْنَهُمْ فِي الْمَضَاجِعِ

“Perintahkanlah anak-anak kalian untuk mengerjakan shalat ketika mereka berusia tujuh tahun, dan pukullah mereka bila pada usia sepuluh tahun tidak mengerjakan shalat, serta pisahkanlah mereka di tempat tidurnya.” (HR. Ahmad dan Abu Dawud)

Perintah mengerjakan shalat berarti juga mencakup hal-hal yang berkaitan dengan shalat. Misalnya, tata cara shalat, tata cara wudhu, dan hukum shalat berjamaah di masjid bagi anak laki-laki, hasilnya pun anak-anak akan mengenal dan dekat dengan sesama kaum muslimin.

Adapun pukulan pada anak, Islam memperbolehkan para orang tua untuk memukul jika anaknya enggan melaksanakan shalat. Tetapi yang harus diperhatikan, pukulan tersebut adalah pukulan dalam batasan-batasan mendidik, bukan pukulan yang membahayakan lagi emosinal, bukan juga pukulan permainan sehingga tidak menimbulkan efek jera pada anak.

Namun kita lihat pada masa ini, pukulan sebagai salah satu metode mendidik, banyak ditinggalkan orang tua. Dalih yang disampaikan, karena rasa sayang kepada anak. Padahal rasa sayang yang sebenernya adalah diwujudkan dengan pendidikan. Dan salah satu metode pendidikan adalah dengan memukul sesuai dengan kadar dan ketentuannya saat anak melakukan pelanggaran syariat yang layak diberi hukuman dengan pukulan.

Rasulullah juga memerintah para orang tua supaya memisahkan tempat tidur anak-anak yang telah memasuki usia sepuluh tahun. Maksud pemisahan ini, menjaga norma-norma hubungan antara saudara laki-laki dan perempuan karena dalam hal tertentu ada kebiasaan-kebiasaan alamiah dan tingkah laku perempuan yang dia enggan apabila dilihat oleh laki-laki, demikian juga sebaliknya.

Oleh karena itu, dalam Islam, orang tua bertanggung jawab terhadap anak-anak mereka saat mereka tidur, apalagi saat mereka terjaga, mereka keluar rumah, bergaul dengan lingkungannya. Orang tua harus memperhatikan anaknya, menjauhkannya dari pergaulan buruk dan tidak benar. Pendidikan tidak hanya terjadi pada saat mereka berada di rumah, namun juga ada perhatian lainnya yang bisa diberikan orang tua tatkala anak-anaknya berada di luar rumah. Hendaknya orang tua mengetahui kemana dan dengan siapa anak-anaknya bergaul. Orang tua adalah pemimpin dan akan diminta pertanggungjawaban atas kepemimpinannya.

كُلُّكُمْ رَاعٍ، وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ

“Setiap kalian adalah orang yang memiliki tanggung jawab. Setiap kalian akan dimintai pertanggung-jawabannya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Ma’asyiral muslimin, jamaah shalat Jumat rahimakumullah

Kebaikan anak menjadi penyebab kebaikan khususnya bagi orang tua dan keluarganya, dan secara umum untuk kaum muslimin. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berabda,

إِذَا مَاتَ إِبْنُ آدَمَ إِنْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلاَثٍ: صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ, أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِه, أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُوْ لَهُ

“Apabila manusia meninggal dunia, terputuslah segala amalannya, kecuali dari tiga perkara; shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat atau anak shaleh yang mendo’akannya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Oleh karena itu, keberhasilan pendidikan seorang anak dengan kebaikan dan ketaatannya, memiliki manfaat dan pengaruh yang besar bagi para orang tua, baik ketika masih hidup maupun sudah meninggal dunia. Ketika orang tua masih hidup, sang anak akan menjadi hiburan, kebahagiaan dan penyejuk hati. Dan ketika orang tua sudah meninggal dunia, maka anak-anak yang shalih senantiasa akan mendoakan, beristighfar dan bershadaqah untuk orang tua mereka.

Sebaliknya, betapa malang orang tua yang anaknya tidak shalih dan durhaka. Anak yang durhaka tidak bisa memberi manfaat kepada orang tuanya, baik ketika masih hidup maupun saat sudah meninggal. Orang tua tidak akan bisa memetik buahnya, kecuali hanya kerugian dan keburukan. Keadaan seperti ini bisa terjadi jika para orang tua yang tidak memperhatikan pendidikan anak-anaknya.

Salah satu contoh dalam pendidikan yang benar, yaitu hendaklah para orang tua bersikap adil terhadap semua anak-anaknya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengingatkan kita,

فَاتَّقُوْا اللهَ وَاعْدِلُوْا بَيْنَ أَوْلَادِكُمْ

“Maka bertakwalah kalian semua kepada Allah dan berbuat adillah kepada anak-anak kalian.” (HR. Bukhari)

Pernah terjadi, ketika salah seorang sahabat memberi kepada sebagian anak-anaknya, kemudian ia menghadap kepada Rasulullah supaya beliau shallallahu ‘alaihi wa sallambersedia menjadi saksi. Maka beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya, “Apakah semua anakmu engkau beri seperti itu?”

Dia menjawab, “Tidak.” Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Carilah saksi selain diriku, karena aku tidak mau menjadi saksi dalam keburukan. Bukankah engkau hagiakan, apabila memberikan sesuatu yang sama?”

Dia menjawab, “Iya.” Lalu beliau menanggapi, “Jika demikian, lakukanlah!”

Kaum muslimin yang berbahagia

Anehnya, ada sebagian orang tua manakala dinasehati tentang pendidikan anak, justru mereka malah menyanggah. Orang tua ini mengatakan, bahwa kebaikan adalah di tangan Allah, atau hidayah terletak di tangan Allah. Memang benar hidayah berada di tangan Allah, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,

إِنَّكَ لَا تَهْدِي مَنْ أَحْبَبْتَ وَلَٰكِنَّ اللَّهَ يَهْدِي مَنْ يَشَاءُ ۚ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ

“Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya, dan Allah lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk.” (QS. Al-Qashash: 56)

Namun yang perlu diperhatikan, faktor yang menjadi penyebab adanya kebaikan dan hidayah, ialah karena peran orang tua. Apabila para orang tua telah berperan secara maksimal dan telah menunaikan kewajiban dalam mendidik, maka hidayah berada di tangan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sedangkan jika orang tua lalai dan mengabaikan tarbiyah, maka Allah Subhanahu wa Ta’ala akan memberikan balasan dengan kedurhakaan dan keburukan kepada anak. Ingatlah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:

كُلُّ مَوْلُوْدٍ يُوْلَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ، فَأَبَوَاهُ يَهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ

“Setiap bayi dilahirkan dalam keadaan fitrah (suci), lalu kedua orang tuanya menjadikannya sebagai seorang Yahudi, Nasrani atau Majusi.” (Muttafaqun ‘alaihi).

Di sinilah kita harus memahami secara benar, betapa besar peranan orang tua terhadap anak. Orang tua memiliki tanggung jawab membentuk keimanan dan karakter anak. Dari orang tua itulah akan terwujud kepribadian seorang anak.

 

Sumber: https://khotbahjumat.com/pendidikan-anak-dimulai-dari-rumah/

Posted in Uncategorized.


SELAMAT DATANG!

terima kasih telah mengunjungi laman blog saya. maaf jika ada kesalahan dalam penulisan karena saya masih dalam proses belajar.

Posted in Uncategorized.




Skip to toolbar