APA SALAHKU?

Di sebuah rumah yang sangat sederhana, hiduplah sebuah keluarga kecil tanpa sesosok kepala keluarga. Di rumah tersebut hanya dihuni oleh seorang ibu dan seorang anak perempuannya.

Pada saat sore hari ketika Rita sedang menonton televisi, tiba-tiba ibunya datang.

Ibu         : ”Nak, tolong besok bersihkan kamar tamu ya!!!”

Rita        : ”Memangnya siapa yang akan ke sini, Bu?”

Ibu         : ”Itu lho, si Ida mau tinggal di sini sementara. Ayahnya akan bekerja ke luar kota untuk beberapa waktu mendatang.”

Rita        : ”Apa?? Mengapa harus di sini, Bu??”

Ibu         : ”Ya tidak apa-apa. Kitakan cuma berdua di rumah.”

Rita        :”Hmmmm… Iya deh.”

Sementara mereka asyik mengobrol, tiba-tiba Ida datang.

Ida         : ”Assalamualaikum.”

Ibu         : ”Waalaikumsalam. Eh.. Ida. Katanya mau ke sini besok??”

Ida         : ”Iya, Tante. Bapak berangkatnya nanti malam. Jadi, saya disuruh ke sini sekarang.”

Ibu         : ”Ooo… begitu. Ya sudah masuk dulu!!! Ritaa…. tolong ambilkan minum untuk kak Ida.”

Rita        : “Mengapa tidak mengambil sendiri saja. Itu minuman di belakang banyak.”

Ibu         : ”Eh.. sama kakaknya tidak boleh berbicara seperti itu.”

Rita        : ”Hmmmm.. Ya ya ya ya.”

Sementara Rita mengambilkan minum untuk Ida, ibunya mengajak Ida berbincang-bincang. Mereka terlihat sangat akrab seperti ibu dan anak kandungnya. Tiba-tiba, Rita datang membwa minuman segar.

Rita        : ”Ini Bu minum untuk Ida.”

Ida         : ”Terima kasih ya, Rit.”

Rita        : ”Hmm… Ya. Bu besuk aku diajak jalan-jalan sama Vio dan Arum. Boleh kan, Bu??”

Ibu         : ”Boleh. Tapi ajak Ida sekalian ya!!”

Rita        : ”Haaaa…. Tidak ah, Bu. Dia kan baru saja sampai. Memangnya tidak capek.”

Ida         : ”Iya, Tante. Aku di rumah saja bantuin Tante.”

Rita        :(Bagus deh kalau begitu. Jadinya kan aku tidak repot lagi bantu ibu di rumah.)

Waktupun terus berjalan dan haripun berganti. Saat di sekolah, Rita bertemu dengan Vio dan Arum. Kemudian ia menceritakan apa yang terjadi kemarin sore di rumahnya.

Rita        : ”Eh kalian berdua tau gak?”

Arum      : ”Ya nggak lah. Kan kamu belum cerita, mana ku tahu?”

Vio          : ”Iya Rit. Kamu tu gimana sih?”

Rita        : ”Iya ya santai dong. Tau nggak sih, saudaraku dari Surabaya ke sini dan dia bakal tinggal disini.”

Arum      : ”Enak dong naik kereta malam, jug gi jag gi jug gituuu.”

Rita, Vio  : ”Aruuuuuummmm…”

Arum      : ”Kenapa dengan saya?”

Vio          : ”Dasar lemot! Ya enak dong. Kan ada temennya di rumah kan jadi rame.”

Rita        : ”Enak?? Apanya yang enak?”

Arum      : ”Bakpao Megajaya paling enak.”

Vio          : ”Udah sana-sana Rum. Mending kamu pergi aja!!”

Arum      : ”Yaa maaf dong, kan aku cuma bercanda. Eh Rit terusin dong ceritanya.”

Rita        : ”Coba deh kalian bayangin!! Kan kita besok mau jalan-jalan, Ibu nyuruh aku buat ngajak dia.”

Arum      : ”Ya gakpapa dong, kan biar tambah seru.”

Vio          : ”Kamu tu gimana sih Rum, kan dia belum tau daerah sini. Entar kalau dia mencar terus ngilang gimana?”

Rita        : ”Bener tuh kata Vio.”

Arum      : ”Ya udah deh aku nurut sama kalian aja.”

Sesampainya Rita di rumah, ia melihat Ida dan Ibunya semakin akrab.

Ibu         : ”Eh Rita.. sudah pulang, Nak?”

Rita        : ”Saking asyiknya ngobrol sama Ida, Ibu sampai lupa jam pulang sekolahku.”

Ibu         : ”Ibu tidak lupa, Nak.”

Ida         : ”Oh iya Rit, kamu kan pulang sekolah… aku buatin es ya?”

Rita        : ”Gak usah. Aku nggak haus.”

Siang harinya Arum, Vio, dan Rita pergi jalan-jalan ke sungai.

Arum      : ”Buruan dong jalannya!!”

Vio          : ”Memangnya mau ngapain sih? Nikmatin dong udaranya seger kayak gini kok.”

Arum      : ”Yaaa aku kan pengen cepet-cepet sampai, biar nanti dapet ikannya banyak.”

Vio          : ”Dasar anak aneh! Kan beli di pasar banyak, gak usah repot-repot nyari di sungai.”

Arum      : ”Kan di pasar harus bayar, kalau di sungai kan gratis.”

Vio          : ”Eh Rum liat, kenapa sih Rita daritadi diem terus.”

Arum      : ”Gak tau tuh, mungkin dia mikir hutang.”

Vio          : ”Hush.. kamu tu kalau ngomong asal aja.”

Arum      : ”Emm.. gimana kalau kita kagetin aja?”

Vio          : ”Okee.. satuu.. dua… tiga… waaaaaaaaaaaaa.!”

Rita        : ”Aaaaa.. kalian tu kenapa sih?”

Arum      : ”Habisnya kamu dari tadi diem aja sih… kan kita takut kalau kamu kesambet.”

Vio          : ”Emangnya kamu mikir apa sih? Besok kan gak ada tugas atau pun ulangan.”’

Rita        : ”Nanti aja aku ceritainnya waktu di sungai.”

Mereka bertiga pun berjalan menuju sungai tanpa berbicara sepatah kata pun. Ketika sampai di sungai, mereka bertiga langsung bermain air.

Arum      : ”Viooo lihat nihh.. ikannya banyak banget.”

Vio          : ”Ya udah kenapa gak taruh aja di plastik, entar pulang langsung dibakar.”

Arum      : ”Eh, Rit, katanya tadi kamu mau cerita?”

Vio          : ”Iya nih, aku udah penasaran tahu.”

Rita        : ”Aku lagi males aja di rumah.”

Arum      : ”Emangnya kenapa? Di rumahmu nggak ada makanan ya?”

Rita        :”Rummmmmmmmmmmmmmmmmmm,nggak lucu tahuuuuuuuuu!”

Arum      : ”Yaudah buruan dong ceritanya.”

Rita        : ”Ya di rumahku kan ada si Ida, jadi ya aku males aja . Habisnya dia kalo ada ibuku dia selalu caper. Ibuku juga udah nggak terlalu perhatian lagi sama aku.”

Vio          : ”Oooo, gitu to ceritanya. Terus kamu mau ngapain dia biar dia kapok dan nggak akan caper lagi sama Ibumu?”

Rita        : ”Aku juga nggak tau mau gimana. Kamu ada ide gak vi?”

Vio          :”Emmmmm,gimana ya aku juga nggak tau.”

Rita        :” Jangan bilang kalau aku suruh tanya sama Arum.”

Vio          : ”Ya nggak lah aku juga tau kalau Arum itu orangnya agak lemot.”

Rita        :”Gimana kalau aku ajak Ida ke sungai terus ntar aku ceburin aja dia di sungai? Menurutmu gimana?”

Vio          :”ya idemu bagus juga, tapi ntar kalau Ibumu tau bagaimana ?”

Rita        :”udahlah masalah itu gampang. Eh liat tuh si Arum senang banget kayaknya.”

Vio          :”Ya maklumlah kan dirumahnya nggak ada air,hahahahahah.”

 

Rita , Arum dan Vio pun kemudian bermain-main disungai. Hingga waktu menunjukan pukul 4 sore hari.

***

 

Setelah mereka pulang sekolah Rita pun mengajak Ida pergi ke sungai. Sedangkan Vio dan Arum sudah menunggu sejak beberapa menit yang lalu.

Rita   :”Da main yuk ke sungai. Cuacanya lagi mendukung nih..”

Ida    :” Tidak ah… aku mau di rumah saja bantu tante.”

Rita   :”Mau bantuin apalagi kan udah selesai semuanya.”

Ida    :”oh iya..yaudah deh ayooo. Eh kok tumben kamu mau ngajak aku ?”

Rita   :”jadi kamu mau apa nggak ? jangan ngulur-ngulur waktu deh.”

Ida    :”iya iyayaaaaa.”

Mereka berdua pun kemudian berjalan menuju sungai, setelah mereka sampai disana Vio dan Arum sudah menunggu.

Arum  :”kok lama banget sih ? habis ngapain aja kalian ?”

Ida    :”maaf kak,saya yang membuat lama.”

Arum  :”iyadeh.”

Sementara Arum dan Ida sedang menikmati suasana disekitar sungai, Rita dan Vio sedang berbicara tentang rencananya yang akan mencelakai Ida .

Vio     :”apa kamu udah yakin Rit sama rencana ini ?”

Rita   :”yaudahlah, kalau belum yakin kenapa aku ngajak Ida kesini ?”

Tiba-tiba Arum mendatangi Rita dan Vio untuk minta ijin pulang,karena ia akan mengambil kantong plastik untuk tempat ikan . Tetapi sesampainya ia dirumah Rita justru ia menyampaikan tentang rencana jahat Rita .

Ibu    :”kenapa kamu pulang duluan ? terus yang lain dimana ?”

Arum  :”emm saya mau ambil kantong plastik yang tertinggal di ruang tamu tante . oh iya tan kemarin saya tidak sengaja mendengarkan percakapan Vio dan Rita, bahwa mereka akan mencelakai Ida di sungai .”

Ibu    :” ah kamu tu ada-ada saja. Tidak mungkin Rita melakukan hal senekat itu.”

Arum  :”baiklah kalau Tante tidak percaya ayo ikut saya sekarang sebelum semuanya terlambat.”

 

Sesampainya mereka disungai Vio dan Rita sudah bersiap-siap untuk menceburkan Ida ke sungai , tiba tiba saja Ibu Rita teriak .

Ibu    :”Ritaaaaaaaaaaaaaaa, apa yang kamu lakukan nak ?”

Rita   :”emmmmm emmmm kok ibu ada disini ?”

Ibu    :”ibu sudah tau semua rencanamu nak.”

Rita   :”biarkan bu biarkan aku melakukan semua ini.”

Ibu    .”memang apa salah Ida kepadamu ?”

Rita   :”ya aku gak rela aja kalau ibu lebih perhatian kepada Ida. Secaralah bu aku ini anak kandung ibu, kenapa ibu lebih perhatian kepada Ida.”

Ibu    :”ibu memperlakukan kalian berdua sudah seperti anak ibu sendiri,tolong nak tolong lepaskan Ida. Dia tidak bersalah .”

OLEH : PUTWI ARUMSARI, DKK

TIPS MERAWAT BATERAI HP

  1. tidak mengecas saat HP dalam keadaan hidup
  2. karena bosan menunggu, jangan sampai meninggalkan HP begitu saja
  3. tidak membiarkan HP mengisi lebih lama dari waktu normal / overcharge
  4. tidak mengecas dalam mobil (karena voltasi arus listrik pada mobil tidak stabil. Ini juga bisa merusak baterai HP kita jika kita lakukan secara berkala
  5. segeralah isi ulang jangan sampai HP kita benar-benar mati baru di charge (karena ini bahaya, soalnya bisa membuat kehilangan daya 100% yang membuat kesulitan pada saat pengisian ulang
  6. jangan sering telepon saat berada dalam mobil(karena saat HP berusaha mencari sinyal BTS(base transceiver station) terdekat dan akan menyerap energin yang ada pada HP)
  7. lepaskan HP sari sarung HP dan aksesori yang ada. (karena akan menimbulkan panas yang dapat memperpendek usia HP)
  8. bersihkan konektor HP dan pin emas menggunakan tissue atau cotton bud)
  9. jangan sering menggunakan aplikasi tambahan seperti Bluetooth, MP3, GPRS, internet, radio, game, dll
  10. hindari cabut-pasang saat mengecharge (karena HP hanya memiliki sekitar 2000 kali peluang setiap mengecharge)
  11. terkadang atur brightness dan contrast pada level paling rendah, tidak selalu pada level normal
  12. usahakan memiliki baterai cadangan (digunakan saat drop saja)
  13. hindarkan HP dari basah, lembab, sinar matahari langsung, panas yang menyengat, dan air
  14. Jangan meletakkan HP dekat barang-barang elektronik lain (karena dapat membuat kerusakan akibat dari medan gelombang elektromagnetik yang tinggi pada keduanya)
  15. usahakan mengecharge secara penuh, jangan setengah-setengah
  16. Hindari benturan – benturan seperti jatuh,
  17. gunakan maksimal 1 jam

OLEH : PUTWI ARUMSARI

 

PIKULAN TERBERATKU

Hatiku remuk…..

Ketika orang yang ku cinta memarahiku

Aku tak kuat menahan rasa sakit amat dalam

Sedalam samudera Pasifik yang mengitari benua

Tapi…..

Itu semua pertanda ia sayang padaku

Agar aku menjadi lebih dewasa

Mengerti akan arti kemarahannya

Tanpa marahmu…..

Ku tak akan lebih baik

Allah kan selalu sayang kepadamu

Hingga suatu saat

Jiika engkau marah

Allahpun ikut marah

Kotoran di tubuhku

Seakan terus bertambah

Hingga ku tak kuat lagi memikulnya

Ibu…..

Engkaulah segalanya bagiku

OLEH : PUTWI ARUMSARI

BERAWAL DARI KEMANDIRIAN

            Rumahnya bak istana kepresidenan. Megah, mewah, mencakar langit, dan luas bagai lapangan GBK. Fandy Aditya Yunialdo nama lengkapnya, seorang anak pengusaha kaya raya ingin merasakan hidup mandiri. Ikut merasakan pahitnya kehidupan. Biasa hidup dengan kebutuhan yang selalu terpenuhi. Kini ia hidup di kos dekat pinggiran kali. Ibu dari anak yang ganteng dan smart ini tak rela akan kepergiannya.

            “Fan, jangan tinggalin mama. Mama nggak bisa hidup tanpamu.” (menangis merengek-rengek layaknya balita yang minta sesuatu tidak dituruti).

            “Ma, aku perlu hidup mandiri.” (bantahnya keras).

            “Okelah kalau itu memang kemauan kerasmu.” (tak bisa berkutik lagi).

            Mentari belum membuka matanya. Tapi, Fandy yang berumur 22 tahun telah bergulat mencari sekeping rupiah. Tak seorangpun tahu akan perjuangan akan menjadi mandiri. Ia rela berubah menjadi seorang pedagang sayur keliling. Tiap pagi harus membeli tumpukan sayur di pasar yang kumuh, pengap, dan bau busuk yang menusuk hidung.

            “Bu, beli kangkung, sawi, bayam, buncis, terung, kacang panjang,…….. (belum selesai bicara).

            “Pasti penjual sayur keliling baru ya…???” (tanya penjual penuh keyakinan).

            “Kok tahu, Bu???” (dahinya mengkerut, bingung).

            “Ya taulah. Pertama… belanjamu banyak. Kedua… karena di sini biasanya para penjual sayur keliling membeli sayuran. Ketiga… kalau sudah langganan pasti ngomongnya tidak nyebutin satu per satu, tapi seperti biasa ya, Bu!! Terus yang terakhir… wajah adik ini asing seperti belum pernah liat.”

            “Oh… begitu ya… Saya memang penjual sayur keliling baru di sini. Saya datang dari kampung.” (ucapnya meyakinkan penjual).

            Jelas saja Fandy berkata dari kampung. Kebohongannya dalam menyebutkan status kekayaannya, membuat Fandy tidak dibeda-bedakan dalam hal apapun. Mentang-mentang orang kaya, dirinya tidak mau dibedakan. Fandy menganggap semua orang itu sama di hadapan Allah.

“Sayur…sayur…sayur…” (teriakan Fandy agar sayurannya laris).

            “Bang, bang, bang beli…” (teriak salah seorang yang keluar dari perumahan mewah).

(menengok ke belakang dan memutar arah menghampiri pembeli).

            Dari arah timur dan barat terdengar suara orang berlarian mendekati Fandy. Fandy yang sedang melayani pembeli, tiba-tiba merasa gelisah sekaligus takut.

“Itu kenapa ya???”

            “Biasa… kalau ada penjual sayur ganteng seperti abang ini pasti begini deh jadinya.”

            “Ahh… Ibu bisa saja.” (senyum tersipu malu).

            Ternyata benar. Para pembantu perumahan berlarian keluar membeli sayuran yang dijajakan Fandy. Baru sehari menjadi penjual sayur, barang dagangannya habis terjual secepat ini. Rasa penat yang ia rasakan, Fandy limpahkan untuk tidur siang. Suara adzan dzuhur telah berkumandang. Namun Fandy yang kebetulan kuliahnya libur semesteran, hatinya tak tergugah sedetikpun untuk ibadah.

            Inilah kekurangan yang dimiliki Fandy. Dari sekian banyak kelebihan yang dimilikinya, hanya satu kekurangannya yakni tidak tahu soal agama. Padahal, orang tuanya sedikit tahu menenai agama. Namun, Fandy tidak pernah dibimbing secara tegas mengenai masalah agama.

            Seperti biasa, tepat pukul 04.00 Fandy membeli sayuran di pasar. Kini, dia tahu apa yang harus dikatakan kepada Ibu Fatimah, penjual sayur yang menyekak perkataannya kemarin.

(sambil tersenyum). “Seperti biasa ya, Bu!!”

            “Haha… ini adik penjual sayur keliling yang baru itu kan???”

            “Iya, Bu.” (keduanya tertawa, mengingat kejadian kemarin).

            Kembali lagi dia menjajakan sayurannya mengelilingi perumahan mewah. Hanya dalam waktu 3 jam, sayurannya habis terjual. Selain ganteng, faktor yang membuat dagangannya cepat laris terjual adalah sayuran yang dia jual bermacam-macam dan selalu segar tiap harinya. Berbeda dari tukang sayur yang lain. Terkadang, sayuran yang sudah layu kembali dijual keesokan harinya. Ini menyebabkan dagangannya tak selaris seperti dagangannya Fandy.

            Satu bulan telah ia lalui dengan senang hati, tanpa mengeluh. Tidak seperti biasa, Ibu Fatimah tak terlihat di pasar, yang terlihat hanyalah seorang gadis manis dua tahun lebih muda darinya. Dia bingung siapa gadis itu.

“Karyawan baru ya, Neng???” (tanya penasaran).

            “Bukan. Saya anaknya Bu Fatimah.”

            “Ohh… Memang Bu Fatimah ke mana?” (tanyanya penasaran).

            “Ibu sedang dirawat di rumah sakit .” (menundukkan kepala dan sedih).

            “Kalau boleh tahu sakit apa ya?”

            “Demam berdarah.”

(mengalihkan pembicaraan). “Beli sayuran yang itu!” (sambil menunjuk).

            “Yaaa…”

            Usai berjualan, Fandy menjenguk Ibu Fatimah yang sudah ia anggap seperti orang tuanya sendiri. Di rumaah sakit dia bertemu lagi dengan anaknya. Nama lengkapnya Siti Aisyah. Siti adalah nama panggilannya. Adzan dzuhur telah terdengar Siti mengajak Fandy untuk menunaikan shalat.

            “Maaf, saya tidak shalat.”

            “Kenapa?” (mengerutkan dahi).

            “Saya tidak pernah shalat. Jadinya nggak tahu gimana bacaannya.” (jawabnya malu).

            “Astaghfirullah hal’adzim. Padahal kan shalat itu wajib bagi kaum muslim. Ya sudah mari ikut saya ke masjid nanti adik saya akan ajarkan kamu!!”

            Sampai di masjid, Fandy mengambil air wudhu dan mengikuti setiap gerakan dari adik laki-laki Siti itu.

            Selesai shalat, ia merasakan rasa kenyamanan yang amat luar biasa. Dari rasa nyaman itulah dia ingin lebih mendalami tentang ibadah dalam Islam.

            “Siti, kamu mau mengajarkanku untuk mendalami ibadah Islam nggak?”

            “Dengan senang hati aku mau mengajarkan.”

            Setiap pulang berjualan, Fandy dibimbing oleh Siti bagaimana tata cara shalat, wudhu, puasa, dan ibadah sunnah lain. Seiring berjalannya waktu, tumbuh rasa cinta di hati Fandy. Namun, ketika Fandy ingin mengungkapkan rasa cintanya, dia ragu akan masalah ibadahnya yang sama sekali belum sebanding dengan Siti. Tapi, ia yakin akan perkataan Siti bahwa semua masalah pasti ada jalannya. Allah tidak akan memberi cobaan atau tantangan bagi umatnya melebihi batas kemampuannya.

            Tepat pada malam Minggu, setelah ia dibimbing Siti, Fandy mengajaknya untuk pergi keluar sebentar. Di situlah waktu Fandy menyatakan cintanya.

            “Aku ingin ngomong sesuatu boleh nggak???” (senyum mempesona).

            “Ngomong aja, masa ngomong nggak boleh.” (dengan nada jutek).

            (dengan nada gugup). “Kamu mau nggak jadi calon istriku.”

            “Ehmmmm…. gimana ya…. aku bingung.” (nada bercanda).

            “Kamu nggak mau karena aku tukang sayur ya?” (wajah yang meyakinkan bahwa ia tukang sayur).

            “Enggak.”

            “Terus apa? Karena ibadahku yang masih kacau ya?”

            “Enggak juga.”

            “Terus karena apa dong.” (mimik serius, sekaligus takut ditolak).

            “Emang aku udah jawab nggak mau ya…??”

            “Belum.”

            “La kamu kenapa dari tadi ngomel terus seakan aku menolak kamu?”

            “Terus jawabannya mau apa nggak.”

            “Bismillahirrahmanirrahim. Aku mau menjadi calon istrimu.” (senyum-senyum malu).

            “Alhamdulillah Ya Allah Kau mendengar doaku.”

            (mau memeluk Siti tapi……).

            “Eitttssss… belum muhrim.”

            “Oh iya aku lupa. Sory soalnya reflek sihh..”

            Saat itu juga ia menceritakan siapa dia sebenarnya. Setelah mendengar, dia kaget bahkan menagis karena kagum akan kerelaannya menjadi seorang tukang sayur demi hidup mandiri.

            Keesokan harinya, Fandy bilang kepada orang tua Siti bahwa ia akan mempersunting Siti, anaknya. Fandy juga bilang kepada orang tuanya bahwa Siti adalah calon istrinya.

            Kedua orang tua setuju akan rencana pernikahan Fandy Aditya Yunialdo dan Siti Aisyah. Akhirnya setelah kedua orang tua saling berbicara, satu bulan selanjutnya mereka menikah dan hidup bahagia.

 

HAPPY ENDING

^-^

OLEH : PUTWI ARUMSARI

KEINDAHAN SALAT MALAM

Ketika suatu malam

Hati dan pikiran bak tsunami

Porak-poranda tak karuan

Saat itulah ku berpikir

Betapa gundah dan gelisahnya hatiku

Jauh dari-Nya

Lupa dengan-Nya

Tak menghiraukan-Nya

Sungguh…..

Hati sakit kurasakan

Sekarang aku tersadar

Dekat dengan-Nya

Jauh lebih sempurna rasa ini

Entah pahit

Entah asin

Entah asam

Semua akan terlewati

Bagai mata berkedip

Salat malam menaklukkan

Segala cobaan dan rintangan

OLEH : PUTWI ARUMSARI