Universitas Negeri Semarang atau Unnes merupakan salah satu dari 10 perguruan tinggi terhijau di Indonesia yaitu dengan menduduki peringkat ke-3. Tentu penghargaan ini diterima oleh Unnes dengan berbagai macam proses yang tidak mudah. Dengan penghargaan tersebut, menjadikan Unnes menjadi universitas yang berwawasan konservasi. Unnes memiliki 7 pilar konservasi yang terdiri dari:

  1. Konservasi keanekaragaman hayati.
  2. Arsitektur hijau dan sistem transportasi internal.
  3. Pengelolaan limbah.
  4. Kebijakan nirkertas.
  5. Energi bersih.
  6. Konservasi, etika, seni, dan budaya.
  7. Kaderisasi konservasi.

Pilar tersebut, merupakan pedoman bagi seluruh sivitas akademika di Universitas Negeri Semarang untuk menjalankan kegiatan sehari – harinya.

Dengan istilah universitas yang berwawasan konservasi, maka hal ini menyatakan bahwa Unnes adalah sebuah rumah atau wadah bagi para mahasiswa yang dapat mengembangkan pemikirannya, tidak hanya asal mengembangkan saja melainkan dapat dikembangkan dengan berwawasan konservasi. Artinya, para mahasiswa yang menuntut ilmu di Universitas Negeri Semarang tidak hanya mendapatkan ilmu tentang kejuruannya melainkan para mahasiswa juga mendapatkan ilmu dengan manfaat yang tidak kalah baiknya dengan ilmu yang kita pelajari sesuai dengan kejuruan kita. Ilmu tersebut adalah ilmu mengenai konservasi. Sehingga nantinya, lulusan Unnes akan mendapatkan nilai plus saat mereka telah bekerja, dengan kebiasaannya yaitu menjaga dan melestarikan lingkungannya. Universitas Negeri Semarang memiliki beberapa prinsip, diantaranya:

  1. perlindungan
  2. Pengawetan
  3. Pelestarian
  4. Pemanfaatan sesuai kebutuhan

Prinsip – prinsip di atas adalah tugas yang perlu kita terapkan bagi para mahasiswa, dosen, dan pegawai lainnya yang berada di Universitas Negeri Semarang. Sehingga, untuk mewujudkan universitas konservasi, kuncinya adalah seluruh sivitas akademika dapat memanfaatkan dengan sebaik baiknya rumah ilmu  tersebut. Jangan pernah menyia-nyiakan penghargaan yang telah didapatkannya.

“Tulisan ini dibuat untuk mengikuti Bidikmisi Blog Award di Universitas Negeri Semarang. Tulisan adalah karya saya sendiri dan bukan jiplakan.”

Indonesia merupakan Negara kepulauan yang memiliki 13.487 pulau yang menyebar dari Sabang sampai Merauke. Sebagian besar wilayah Indonesia merupakan wilayah lautan yang memiliki luas 3.257.483 km2 dan wilayah daratan yang luasnya 1.922.570 km2. Walaupun wilayah lautan lebih luas, tidak semua penduduk Indonesia bermata pencaharian sebagai nelayan. Penduduk yang bertempat tinggal di wilayah pedesaan sebagian besar memiliki pencaharian sebagai petani. Oleh karena itu Indonesia juga terkenal sebagai Negara Agraris, yaitu Negara yang sebagian besar penduduknya mempunyai pencaharian sebagai petani. Pertanian di Indonesia telah menghasilkan berbagai macam tumbuh – tumbuhan seperti padi, jagung, ubi, singkong, kedelai, cabai, dan masih banyak lagi yang tersebar di seluruh Indonesia. Indonesia juga memiliki lahan perkebunan yang cukup luas  yaitu perkebunan karet, kelapa sawit, tembakau, kapas, kopi dan tebu.

Dilihat dari hasil pertanian dan perkebunan yang sudah disebutkan di atas, namun sejauh ini masih banyak berbagai masalah pertanian di Indonesia yang membuat sektor pertanian tersebut belum berkembang seperti halnya pertanian di negara – negara lain. Hal tersebut dikarenakan para petani di Indonesia masih memiliki kelemahan – kelemahan. Kelemahan yang paling mendasar diantaranya adalah modal yang terbatas, perlatan yang masih sederhana, dan dipengauruhi oleh musim. Oleh sebab itu masih banyak petani di Indonesia yang penghasilannya belum mencukupi untuk kehidupan sehari – harinya.

Dalam agama Islam kita diajarkan bahwa untuk membantu saudara – saudara kita yang belum bisa mencukupi kebutuhan sehari – harinya maka kita dapat memberikan zakat bagi orang – orang yang memiliki jumlah harta tertentu. Zakat adalah ukuran harta yang dikeluarkan oleh umat muslim di mana umat muslim tersebut sebagai pemilik hartanya untuk diberikan kepada golongan yang berhak menerimanya dengan syarat – syarat tertentu dan dengan tujuan untuk menyucikan hartanya. Zakat merupakan salah satu rukun islam yang ketiga. Sebagai umat muslim yang memiliki harta dengan jumlah tertentu maka hukumnya wajib (Fardhu Ain) untuk membayar zakat.  Zakat juga merupakan sebuah kegiatan sosial kemasyarakatan dan kemanusiaan yang dapat berkembang sesuai dengan perkembangan umat manusia dimana pun. Dasar hukum zakat tercantum dalam Q.S At – Taubah ayat 60 :

إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِي الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ وَفِي سَبِيلِ اللهِ وَابْنِ السَّبِيلِ فَرِيضَةً مِنَ اللهِ وَاللهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ

“ Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu’allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.

Perlu diingat bahwa zakat itu mempunyai dua fungsi. Pertama adalah untuk membersihkan harta benda dan jiwa manusia supaya senantiasa dalam keadaan fitrah. Kedua, zakat itu juga berfungsi sebagai dana masyarakat yang dimanfaatkan untuk kepentingan sosial guna mengurangi kemiskinan.

Pada umumnya zakat yang ditunaikan bersifat konsumtif yaitu untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, menutupi kebutuhan makanan dan sandang. Namun jika dipikir lebih panjang hal ini kurang membantu untuk jangka panjang. Karena zakat yang diberikan itu akan dimanfaatkan untuk kebutuhan sehari-hari yang akan segera habis, dan kemudian si penerima akan kembali hidup dalam keadaan fakir dan miskin. Oleh karena itu, maka mucul istilah zakat produktif.

Zakat Produktif merupakan zakat yang diberikan kepada fakir miskin yang digunakan untuk modal usaha agar dapat mengubah kehidupannya dengan usaha yang akan dijalankannnya tersebut. Dengan diberikannya zakat produktif tersebut harapannya dapat mengubah seorang mustahiq menjadi seorang muzakki. Para mustahiq didorong untuk menggunakan dana zakat selain untuk memenuhi kebutuhan hidupnya juga berorientasi produktif, dengan mengembangkan potensi usaha yang dimilikinya agar terus berkembang.

Zakat produktif ini seharusnya dapat disalurkan kepada para petani Indonesia melalui Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) yang bekerja sama dengan Kementrian Pertanian. Dengan demikian, dapat diketahui para petani yang memerlukan bantuan dapat dibina serta diberi penyuluhan untuk mengembangkan usahanya, selain itu dapat diberikan penyuluhan untuk menjauhi hal – hal yang dianggap dapat mengganggu kesejahteraan mereka. Penyuluhan tersebut dapat dilakukan secara langsung dengan cara terjun ke lapangan dan meminta agar para insinyur pertanian memberikan bimbingan kepada para petani.  Dalam hal ini diperlukan pengawasan untuk memastikan perputaran zakat yang dikembangkan menjadi zakat produktif. Nantinya zakat produktif yang disalurkan kepada para petani Indonesia dapat berupa peralatan maupun perlengkapan dalam bidang pertanian seperti traktor, pupuk dan benih. Tidak hanya itu saja, zakat produktif yang disalurkan kepada petani juga bisa berupa pembiayaan.

Masih banyak petani – petani di Indonesia yang menggarap sawahnya dengan menggunakan      alat sederhana seperti membajak sawah dengan menggunakan hewan ternak yaitu kerbau. Kegiatan tersebut masih sering kita jumpai di Indonesia. Sebenarnya membajak sawah dengan kerbau juga menghasilkan hasil yang baik juga namun perbedaannya terletak pada kecepatannya. Jika petani menggunakan traktor maka akan lebih praktis dan hasilnya cepat selesai. Di Negara – Negara lain sebagian besar petaninya sudah menggarap sawahnya menggunakan alat – alat modern yaitu traktor bahkan di Negara lain terdapat mesin penanam padi otomatis (rice transplanter) yang sudah digunakan di Negara Jepang, Cina, dan Taiwan. Walaupun nantinya zakat produktif yang diberikan kepada petani berupa traktor yang kecanggihannya belum secanggih di Negara lain namun diharapkan traktor tersebut dapat memberikan modal untuk kemajuan dalam bidang pertanian.

Hal yang mendasar dalam pertanian juga tidak luput dari perlengkapan yang satu ini, perlengkapan tersebut adalah pupuk. Hasil pertanian tidak akan memuaskan apabila para petani tidak memberikan pupuk yang sesuai pada tanamannya tersebut. Oleh sebab itu Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) dapat menyalurkan zakat produktif kepada para petani berupa pupuk – pupuk dengan mutu yang baik. Pupuk yang disalurkan dapat berupa pupuk organik dan anorganik. Bahkan Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) yang bekerjasama dengan Kementrian Pertanian dapat memberikan ilmu baru kepada para petani yaitu memberikan pengetahuan tentang cara membuat pupuk organik. Dengan demikian para petani bisa menghemat biaya.

Zakat produktif selanjutnya yang dapat disalurkan kepada para petani yaitu berupa benih tanaman. Benih merupakan faktor sukses dalam bertani. Bagi para petani yang memiliki biaya yang minim untuk membeli benih tanaman maka Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) dapat menyalurkan zakat produktif berupa benih tanaman yang memiliki kualitas yang baik. Tidak hanya sekedar diberikan saja benih tersebut, alangkah baiknya jika para petani diberikan penyuluhan terlebih dahulu cara merawat benih dengan baik dan benar agar hasilnya nanti sesuai dengan harapannya. Dengan demikian, para petani mendapatkan ilmu baru tentang perawatan benih dengan baik dan benar dan dapat dijadikan modal dasar untuk keberhasilan dalam hasil panennya nanti.

Zakat produktif memang benar – benar membantu para petani untuk memajukan pertaniannya. Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) juga menyalurkan pembiayaan kepada mereka berupa modal usaha. Sebagian besar petani apabila telah memanen hasilnya maka hasil panennya akan langsung dijual kepada para produsen untuk diolah menjadi sesuatu yang akan dijual kepada para konsumennya untuk mendapatkan keuntungan yang maksimal. Sebenarnya para petani yang telah memanen hasil tanamannya dapat melakukan kegiatan “pelaju” (petik, olah, jual). Maksudnya adalah para petani yang telah memanen hasil tanamannya dapat mengolah hasilnya tersebut berupa sesuatu hal yang dapat mendapatkan untung yang maksimal, seperti yang dilakukan para produsen. Misalnya petani singkong, apabila waktu panen telah tiba  seharusnya tidak semua singkong yang telah dipanen dijual kepada para produsen melainkan mengolah sebagian singkongnya untuk diolah menjadi makanan ringan yang tidak begitu sulit untuk diproduksi yaitu keripik singkong. Dengan demikian mereka memiliki hasil tambahan. Namun untuk melakukan kegiatan tersebut tentunya butuh biaya tambahan, oleh sebab itu para petani dapat memperoleh biaya tambahan tersebut melalui zakat produkti yang diperoleh dari Badan Amil Zakat Nasional (Baznas)   berupa pembiayaan yang dijadikan modal usaha untuk para petani.

Dari berbagai jenis zakat produktif yang telah disebutkan di atas mulai dari peralatan pertanian, perlengkapan pertanian, dan pembiayaan maka para petani diharapkan dapat memanfaatkan zakat produktif tersebut dengan sebaik – baiknya. Karena zakat produktif tersebut merupakan modal untuk meningkatkan taraf hidup para petani yang sebelumnya banyak petani yang masih menjadi seorang mustahiq, dengan adanya zakat produktif ini bisa berubah menjadi seorang muzzaki.

“Tulisan ini dibuat untuk mengikuti Bidikmisi Blog Award di Universitas Negeri Semarang. Tulisan adalah karya saya sendiri dan bukan jiplakan.”

Kenyamanan dan ketenangan merupakan hal yang penting dalam proses perkuliahan di perguruan tinggi. Apabila pada saat perkuliahan suasana yang kita rasakan tidak mendukung, maka proses perkuliahnnya akan terganggu. Tentu masalah tersebut berkaitan dengan keadaan lingkungan kampusnya yang harus dibenahi lebih lanjut. Hal inilah yang menjadi “PR” untuk perguruan tinggi nantinya agar dapat menciptakan suasana yang hijau pada kampusnya. Namun, “PR” tersebut akan terselesaikan apabila sebuah perguruan tinggi mampu menciptakan lingkungan kampus yang asri, dengan melestarikan lingkungan. Tidak hanya lingkungan saja yang diperhatikan, namun budaya dan moral juga ikut diperhartikan.

Di Indonesia, istilah perguruan tinggi yang mampu dalam perawatan lingkungan, baik sumber daya alam, sumber daya manusia, maupun budaya dinamakan dengan Universitas Konservasi. Salah satu universitas konservasi di Indonesia yaitu Universitas Negeri Semarang. Menurut Peraturan Rektor Universitas Negeri Semarang No. 27 Tahun 2012, pengertian Universitas konservasi merupakan universitas yang dalam pelaksanaan pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat memiliki konsep yang mengacu pada prinsip-prinsip konservasi (perlindungan, pengawetan, dan pemanfaatan secara lestari) baik konservasi terhadap sumber daya alam, lingkungan, seni dan budaya.

Pada tanggal 12 Maret 2010 Unnes dideklarasikan sebagai universitas konservasi. Namun pada tahun 2015, diganti menjadi Universitas yang berwawasan konservasi. Hal ini bukan berarti Unnes gagal menjadi universitas konservasi melainkan berkaitan dengan tanggung jawab yang cukup besar apabila dinamakan dengan universitas konservasi. Oleh karena itu, agar terwujudnya Unnes menjadi universitas konservasi, maka perlu dibangun suatu wadah untuk mewujudkan hal tersebut yaitu rumah ilmu. Rumah ilmu ini akan menjadikan tempat untuk menampung berbagai macam ide dari para mahasiswa yang akan mewujudkan menjadi universitas konservasi. Rumah ilmu tersebut, dapat berupa berbagai macam bentuk, diantaranya adalah forum diskusi antara mahasiswa dan pimpinan yang akan saling mengutarakan pemikirannya tentang pelestarian lingkungan, sumber daya alam, dan budayanya, sehingga akan mewujudkan tujuannya untuk menjadi universitas konservasi. Rumah ilmu tersebut juga tidak berupa forum saja, melainkan di luar kegiatan sivitas akademika dapat bergaya hidup bersih dan cinta lingkungan dengan cara saling mengingatkan satu sama lain bahwa alam ini harus kita jaga dengan baik.

Selain itu, rumah ilmu lainnya berupa mata kuliah pendidikan konservasi. Dengan adanya mata kuliah tersebut, para mahasiswa akan mendapat pengetahuan lebih banyak lagi mengenai pelestarian alam dan budaya, sehingga untuk dapat mewujudkan universitas konservasi, maka akan segera kita capai.

“Tulisan ini dibuat untuk mengikuti Bidikmisi Blog Award di Universitas Negeri Semarang. Tulisan adalah karya saya sendiri dan bukan jiplakan.”

Mengenal Profesi Appraisal dan MAPPI

Posted by: Ratri Sulistiyani in Uncategorized 1 Comment »

Appraisal, pernahkah Anda mendengar kata tersebut? Mungkin ada yang sudah pernah dengar atau baru pernah mengetahuinya. Begitu juga dengan saya, saya mengetahui profesi Appraisal ketika saya mengikuti Seminar Akuntansi yang membahas tentang profesi auditor dan appraisal, karena profesi yang umumnya diketahui oleh mahasiswa jurusan Akuntansi adalah sebagai akuntan dan auditor. Oleh karena itu, pada kesempatan kali ini saya akan memberikan sedikit pengetahuan mengenai profesi appraisal tersebut.

Profesi Appraisal atau profesi Penilai Publik adalah suatu profesi yang kegiatannya menilai aset dan bisnis yang lebih tepatnya melakukan perhitungan yang tepat terhadap nilai aset dan bisnis sesuai dengan harga pasarnya. Dalam peraturan Menteri Keuangan (PMK) RI No. 101/PMK.01/2014, pengertian Penilai Publik adalah penilai yang memperoleh ijin dari Menteri untuk memberikan jasa sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan ini.

Pada peraturan Menteri Keuangan (PMK) RI No. 101/PMK.01/2014, bidang jasa penilaian meliputi:

  1. Penilaian Properti Sederhana
  2. Penilaian Properti
  3. Penilaian Bisnis

Profesi satu ini sebenarnya bukan hal baru. Awal kemunculannya adalah sekitar tahun 1932, pada saat itu dibentuk The American Institute of Real Estate Appraisars (AIREA) yang beranggotakan 120 orang para penilai properti pada zamannnya. Keberadaan AIREA dilanjutkan dengan mulai menerbitkan jurnal-jurnal mengenai penilaian aset pada Oktober 1932 yang disebut The Journal of Appraisal Institute. Penilaian pun terus berkembang hingga menilai bisnis, agunan bank, dan objek pajak. Sementara di Indonesia sendiri, penilai publik baru dikenal pada 1980. Bermula dari pendirian Masyarakat Profesi Penilai Indonesia (MAPPI) yang mewadahi penilai publik profesional di Indonesia.

Berdirinya MAPPI dilandasi oleh keinginan untuk untuk ikut berpartisipasi mengisi pembangunan nasional umumnya dan pembangunan ekonomi khususnya guna menuju masyarakat adil dan makmur berdasarkan pancasila dan UUD 1945. Dimana pengabdian profesi penilai dalam pembangunan nasional yang pada hakekatnya adalah pembangunan manusia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya akan meningkat dengan adanya pembinaan dan pengembangan profesi tersebut.

Dalam rangka pembinaan dan pengembangan dimaksud perlu adanya wadah yang mewakili profesi Penilai Indonesia secara keseluruhan dalam kedudukan masing-masing sebagai perorangan. Menyadari hal tersebut diatas, maka dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa pada hari Selasa tanggal 20 Oktober 1981, bertempat di Gedung Bursa Efek Jakarta, Jalan Merdeka Selatan No. 41, Jakarta Pusat, dibentuklah Masyarakat Profesi Penilai Indonesia disingkat MAPPI yang merupakan Asosiasi Profesi di Indonesia yang khususnya mewadahi Profesional yang berkecimpung dalam Profesi Penilai dengan jumlah anggota saat ini kurang lebih 3500 orang tersebar di seluruh Indonesia.

Di dunia internasional MAPPI dikenal dengan nama Indonesian Society of Appraisers disingkat ISA. Pengurus Pusat MAPPI berkedudukan di Ibukota Negara Republik Indonesia, dengan kantor sekretariat di Jalan Kalibata Raya No.11-12E, Jakarta Selatan.

Keberadaan MAPPI yang sudah menginjak 34 tahun pun masih belum menarik banyak minat akademisi memilih karir di bidang penilai publik. Berdasarkan data yang dihimpun oleh Pusat Pembinaan Akuntan dan Jasa Penilai (PPAJP) per Juni 2012, penilai publik berjumlah 329 orang dengan rincian 280 laki-laki dan 49 perempuan dengan tingkat pertumbuhan sebesar 4 persen sejak 2008. Dari total 329 penilai publik ini pun, 257 orang terpusat di DKI Jakarta. Pun hanya 111 penilai publik yang bernaung dalam Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP).

Dilihat dari regulasi yang ada, kesempatan kerja penilai publik sangat banyak baik untuk pemerintah maupun swasta. Untuk bayaran yang diterima pun sangat besar. Memang tak ada ketentuan upah minimum regional bagi seorang penilai publik, semua bergantung pada kesepakatan nilai kontrak dengan klien. Berdasarkan data PPAJP, rata-rata penghasilan KJPP per tahun mulai kurang dari Rp 1 miliar hingga lebih dari Rp15 miliar. Jumlah ini dibandingkan dengan penilai publik yang ada pada KJPP termasuk sangat besar sehingga bagi siapa saja yang ingin memilih profesi penilai publik, kesempatan karir sangat terbuka lebar.

Dari penjelasan di atas, tertarikkah Anda dengan profesi Appraisal? Semoga dengan artikel tersebut, Anda mendapatkan pengetahuan baru yang dapat Anda sebarkan ke orang – orang di sekitar Anda.

Ini adalah postingan pertama saya, yang sebagian diambil dari sumber www.mappi.or.id , tunggu postingan saya selanjutnya. Coming soon.

 

 

 

 

 


Skip to toolbar