Sindikat “Saya kirimin pulsa” muncul lagi

Posted by: Regina Putri Septianingrum in Uncategorized No Comments »

Semarang, Senin (23/11/2015) – hati-hati bagi kalian para mahasiswa yang belajar berwirausaha dengan berjualan pulsa. Berita ini datang dari narasumbernya sendiri (Regina Putri Septianingrum). Jum’at 20 November 2015, saya mendapat sms  dari sindikat penipuan (untuk lebih gampangnya sebut saja dia P, kepanjangan dari Penipu) yang mengaku sebagai teman dari teman sekelas saya (sebut saja teman saya X), dia meminta pulsa dengan jumlah yang cukup besar dan dia bilang bahwa uangnya akan dititipkan pada teman sekelas saya itu. Saya pun langsung mengirim sms untuk konfirmasi pada teman saya apakah dia punya teman yang bernama P itu, dan ternyata “ya”. Teman sekelas saya itu memang mempunyai teman yang bernama P. Setelah menerima konfirmasi dari teman saya, saya pun mengirim pulsa pada si P itu (sebenarnya saya ragu dan merasa aneh karena dia minta pulsa dengan nominal yang cukup tinggi padahal saya belum kenal dia tapi saya juga tidak mau berburuk sangka pada orang lain, entah kena setan baik apa aku saat itu :3 ). Setelah saya mengirim  pulsa pada P, dan setelah itu pun saldo pulsa saya limit. P tersebut kembali sms saya untuk bertanya apakah ada teman saya yang jual pulsa lagi dengan dalih teman-temannya P banyak banget yang mau beli pulsa. Dari sms itu saya makin curiga, saya langsung sms X untuk konfirmasi apakah benar teman-temannya si P banyak yang mau beli pulsa? Dari nominal yang diminta dan gelagat sms itu aku sebenarnya sadar kalau aku sudah tertipu. Namun apadaya, nasi sudah menjadi bubur.. Aku hanya tak ingin ada korban-korban lain selain aku. Mahasiswa disini hanya mencari tambahan uang saku untuk sedikit meringkankan beban orang tua mereka masing-masing, sungguh niatan yang baik dan harus dibarengi dengan kewaspadaan yang baik pula.

Berikut sms dari si SindikatSaya Kirimin Pulsa” kepada saya, siapa tau bisa menjadi referensi agar tak ada yang terjebak di lubang yang sama 😉

 #waspada modus awal

#waspada tahap dua

 

 

 

 

#lalu

20151123_213555

#6

Tulisan ini dibuat untuk mengikuti Bidikmisi Blog Award di Universitas Negeri Semarang. Tulisan adalah karya saya sendiri dan bukan jiplakan.

Masa Transisi (Siswa-Mahasiswa)

Posted by: Regina Putri Septianingrum in Uncategorized No Comments »

Mahasiswa barukah anda? Jika ya, sudahkah benar-benar mengerti makna mahasiswa itu? Jika ya, sudahkah benar-benar menjadi mahasiswa sesuai makna itu?

Mahasiswa adalah seseorang yang menuntut ilmu di perguruan tinggi. dan dalam ari yang lebih luas, mahasiswa adalah agen perubahan atau agent of change yang mengemban tanggung jawab besar untuk memperjuangkan kepentingan bangsanya. Banyak tipe mahasiswa tergantung dari pilihan mahasiswa itu sendiri. Ada yang hanya menyandang gelar mahasiswa secara administratif saja, ada juga yang tengah berusaha berkontribusi untuk rakyat. Sekarang, bagaimana dengan mahasiswa baru yang masih dalam masa transisi? Banyak dijumpai mahasiswa yang hanya berangkat, absensi, duduk, dan pulang. Bahkan ada yang hanya datang, makan, foto-foto lalu tidur. Entah apa yang mereka dapatkan dengan membuang-buang uang orang tua mereka untuk membayar kuliah. Apa jadinya nasib bangsa jika pemudanya tak pernah serius dengan tujuan hidup mereka? Tujuan hidup sendiri saja belum jelas, apalagi diberi tugas mewujudkan tujuan hidup bangsa..

Sebenarnya banyak cara untuk mengubah ataupun mengarahkan para mahasiswa baru ini ke arah yang lebih terang. Bisa dengan cara pendekatan atau persuasi ataupun cara lainnya. Mahasiswa baru belum begitu terdoktrin di fikirannya tentang apa tugas mereka sebenarnya. Mereka masih butuh bimbingan yang bisa menyadarkan sisi tidur mereka saat ini.

#5

Tulisan ini dibuat untuk mengikuti Bidikmisi Blog Award di Universitas Negeri Semarang. Tulisan adalah karya saya sendiri dan bukan jiplakan.

“Seni dan Zaman”

Posted by: Regina Putri Septianingrum in Uncategorized No Comments »

Jenang gulo,
kowe ojo lali marang aku iki (yo kangmas/cah ayu)
Nalikane nandang susah sopo sing ngancani,
Dhek semono aku tetep tresno lan tetep setyo (yo kangmas/cah ayu)
Dereng nate gawe gelo lan gawe kuciwo
Ning saiki bareng mukti kowe kok njur malah lali marang  aku
Sithik-sithik mesti nesu terus ngajak padu
Jo ngono… yo jo ngono…
Opo kowe pancen ra kelingan jamane dek biyen (yo kangmas/cah ayu)
Kowe janji bungah susah padha dilakoni

Tahukah kalian lagu diatas?

Jenang gulo adalah judul lagu campursari karya Ki Joko Petruk. Lagu berbahasa Jawa bernada syahdu tersebut sepertinya sudah mulai pudar nih apalagi bagi kalangan remaja. kenapa? padahal lagu-lagu daerah tersebut juga tidak kalah indahnya dengan lagu mancanegara, bukan?

Semakin Tenggelamnya Bahasa Daerah

Seseorang yang suka bernyanyi lagu daerah (misal lagu yang menggunakan bahasa Jawa) terkadang di tertawakan kawannya, seorang guru yang mengajarkan lagu daerah pada siswanya sedangkan bidang mengajarnya bukan dalam seni daerah dicap sebagai guru seni daerah yang belum kesampaian. Masih banyak lagi pandangan-pandangan melenceng ataupun fenomena-fenomena yang notabennya membuat orang menjadi enggan dengan “bahasa daerah”.

Di kota besar penggunaan bahasa daerah sudah jarang digunakan karena masyarakatnya terkadang berasal dari daerah-daerah yang berbeda (adanya urbanisasi) sehingga seringkali masyarakat menggunakan bahasa pemersatu yaitu Bahasa Indonesia. Sayangnya, fenomena saat ini memeperlihatkan bahwa masyarakat bukan menggunakan Bahasa Indonesia yang baik dan benar, justru masyarakat lebih condong kepada “bahasa gaul”. Dan orang yang menggunakan bahasa yang sering dicampur dengan bahasa asing itu di cap lebih mempunyai bobot, dan terkesan keren.

Berdasarkan fenomena-fenomena di atas tentunya posisi bahasa daerah menjadi lebih kritis lagi. Padahal bahasa daerah yang berbeda-beda di Indonesia ini melambangkan keberagaman budaya dan ke-bhinekatunggalikaan bangsa Indonesia sendiri. Jika para pemuda Indonesia tidak mau melestarikan budaya ataupun bahasa aslinya sendiri, maka mau dibawa kemana ciri khas bangsa Indonesia ini? Apakah akan diberikan pada negara lain? Tentu tidak, bukan? Oleh karena itu, seharusnya kita banggakan budaya, bahasa, lagu-lagu, dan masih banyak lagi ciri khas positif yang bangsa kita miliki yang mungkin kita tak akui atau bahkan kita tak menyadarinya.

#4

Tulisan ini dibuat untuk mengikuti Bidikmisi Blog Award di Universitas Negeri Semarang. Tulisan adalah karya saya sendiri dan bukan jiplakan.

“Output” dan “Kejujuran”

Posted by: Regina Putri Septianingrum in Uncategorized No Comments »
menyontek seakan di legalkan

menyontek seakan di legalkan

Menyontek yang berasal dari kata contek adalah salah satu perbuatan yang menjiplak karya orang lain yang seolah-olah diakui sebagai karyanya sendiri. Ini termasuk dalam tindakan berbohong, mencuri, korupsi, dan merusak diri sendiri. perbuatan ini jelas tidak baik, namun anehnya sekarang ini banyak lembaga-lembaga pendidikan yang seakan melegalkan istilah “menyontek” hanya untuk nilai (Output) atau bahkan nama baik untuk lembaga tersebut.

Pernah terjadi murid malah diajari oleh gurunya untuk bertanya pada temannya (yang di anggap lebih cerdas) untuk memberikan jawaban saat ujian. Dalam kasus tersebut, sudah tentu hasil yang diperoleh murid tersebut tidak akurat. Itu akan berdampak panjang dan merugikan baik bagi si penyontek tersebut ataupun orang lain. Misal dari hasil yang tidak akurat tersebut digunakan untuk mendaftar perguruan tinggi lewat jalur SNMPTN lalu lolos, berarti ada kemungkinan orang yang melaksanakan ujian dengan jujur namun hasilnya dibawah anak yang melakukan tindakan menyontek itu malah gagal masuk perguruan tinggi lewat jalur SNMPTN. Sedangkan untuk si pelaku menyontek untuk ke depannya ia akan terbiasa dengan tindakan curang itu dan ketika terjun di dunia yang dia harus mengutamakan kemampuan dan kejujurannya, apa jadinya?

Lalu apakah yang bisa kita lakukan untuk mengatasi kecurangan yang sudah mendoktrin tersebut?

Rubahlah mindset kita, jangan biarkan kecurangan menjadi sebuah kebiasaan. Buat bangsa kita dikenal karena kemampuannya bukan sebuah nilai palsu yang nantinya tak berguna.

#3

Tulisan ini dibuat untuk mengikuti Bidikmisi Blog Award di Universitas Negeri Semarang. Tulisan adalah karya saya sendiri dan bukan jiplakan.

R.Fgina_0490

Kantin kejujuran adalah sebutan untuk sebuah tempat atau kantin dimana biasanya orang-orang atau penjual menaruh barang dagangannya (umumnya makanan) yang diletakan begitu saja tanpa ditunggui. Barang-barang yang dijual di kantin kejujuran biasanya ditempeli label harga agar pembeli mengetahui harga jual barang-barang tersebut.

Di Universitas Negeri Semarang (UNNES) juga terdapat kantin kejujuran yang penjualnya adalah mahasiswa UNNES sendiri. Memang sederhana, para mahasiswa umumnya meletakan makanan dan minuman yang mereka jual dalam sebuah kardus atau box lalu diletakan di etalase yang telah disediakan atau di pinggir tangga atau tempat lainnya yang sering dilalui orang.

Kantin kejujuran yang ada di fakultas-fakultas UNNEES selain menjadi sarana penambah penghasilan bagi mahasiswa yang menjajakan dagangannya disitu, juga secara tidak langsung dapat menjadi sarana pembentuk sifat jujur yang termasuk dalam sifat konservasi. Dengan adanya kantin kejujuran tersebut, pembeli (khususnya mahasiswa UNNES) diajarkan untuk mengembangkan sifat jujur atas kesadarannya sendiri.

“Kantin kejujuran? Maksudnya etalase di depan c3 itu? Ya menurut saya itu bagus kok, saya jadi engga usah repot-repot bawa kotak donat saya ke kelas atau kemana saya pergi. Tinggal taruh aja di situ, nanti sepulang saya kuliah saya ambil. Dan cara menjual kaya gitu juga selain praktis bagi penjual (saya) juga memang melatih kesadaran sama kejujuran mahasiswa, mereka beli ya sudah seharusnya mereka bayar, ada atau engga ada penjualnya”, ujar seorang mahasiswa yang juga menitipkan dagangannya (berupa donat di dekat tangga gedung Fakultas Ilmu Sosial).

#2

Tulisan ini dibuat untuk mengikuti Bidikmisi Blog Award di Universitas Negeri Semarang. Tulisan adalah karya saya sendiri dan bukan jiplakan.

Sudahkah menjadi Universitas Konservasi?

Posted by: Regina Putri Septianingrum in Uncategorized 1 Comment »
sampah di gazebo kampus konservasi

sampah di gazebo kampus konservasi

Konservasi berasal dari kata con yang berarti together atau bersama dan servare yang berarti to keep atau to save atau memelihara. Konservasi dapat didefinisikan sebagai usaha bersama dalam pemeliharaan, perlindungan, pengawetan dan pemanfaatan secara lestari.

Sehubungan dengan masalah lingkungan yang terjadi saat ini, istilah konservasi sangat penting didoktrinasi dalam masyarakat agar terciptanya lingkungan yang berwawasan masa kini dan masa mendatang.

Pendidikan konservasi adalah salah satu sarana dalam upaya pengenalan dan penanaman nilai-nilai konservasi dalam masyarakat. Pendidikan konservasi merupakan sebuah proses pembelajaran untuk membentuk perilaku masyarakat (pelajar dan mahasiswa), pengetahuan, keterampilan, dan kesadaran akan pentingnya pelestarian lingkungan yang berwawasan masa kini dan masa datang.

Universitas konservasi adalah salah satu media untuk menerapkan pendidikan konservasi. Universitas yang disebut-sebut sebagai universitas konservasi sudah seharusnya menerapkan nilai-nilai konservasi kepada seluruh warga di universitasnya tanpa terkecuali. Diharapkan universitas konservasi dapat mencetka orang-orang yang barpendidikan yang berjiwa konservasi, mempunyai kepedulian tinggi, dan mempunyai kesadaran akan kelestarian lingkungan.

Sekarang pertanyaaanya, “sudahkah universitas konservasi benar-benar menghasilkan orang yang berkarakter konservasi?”

Dalam kenyataanya masih banyak ditemui orang yang berasal dari universitas konservasi bahkan saat berada dalam universitas tersebut pun kurang mengindahkan nilai-nilai konservasi. Contoh kecilnya saja orang-orang tersebut masih membuang sampah sembarangan. Tong sampah sudah tersedia begitu banyak, namun masih ditemukan juga sampah-sampah yang diselipkan di tempat-tempat yang tidak seharusnya untuk sampah, seperti kursi, meja, pot tanaman, dan lain sebagainya. Selain itu, kecurangan-kecurangan dalam berbagai bidang pun masih banyak ditemukan, misalnya kantin kejujuran yang mengalami kerugian karena hasil penjualannya seringkali kurang, ataupun ulangan-ulangan materi akademik yang masih didapati oknum-oknum yang mencontek. Apakah itu semua adalah hasil dari pendidikan konservasi yang mati-matian diterapkan di universitas? Atau wujud dari proses belajar yang masih harus dimaklumi?

Beberapa hari yang lalu saya dan teman saya sempat merekam seorang petugas kebersihan yang memungut sampah di tempat yang banyak dilalui orang pada sebuah kampus konservasi. Sampah yang begitu jelas di depan mata, jelas dilewati ketika orang-orang masuk ke tempat tersebut (karena sampah berada di depan pintu masuk) hanya dilewati begitu saja oleh orang-orang yang melaluinya tanpa ada kesadaran untuk memungut dan membuang sampah tersebut ke tempatnya. Sampai akhirnya petugas kebersihan tersebut memungutnya, itupun entah karena memang beliau semata-mata menjalankan kewajiban akan pekerjaannya sebagai petugas kebersihan atau memang beliau murni mempunyai kesadaran akan lingkungan. Lalu dimanakah warga kampus konservasi (selain petugas kebersihan) saat itu?

 #1

Tulisan ini dibuat untuk mengikuti Bidikmisi Blog Award di Universitas Negeri Semarang. Tulisan adalah karya saya sendiri dan bukan jiplakan.


Skip to toolbar