Sudahkah menjadi Universitas Konservasi?

Posted by: Regina Putri Septianingrum in Uncategorized Add comments
sampah di gazebo kampus konservasi

sampah di gazebo kampus konservasi

Konservasi berasal dari kata con yang berarti together atau bersama dan servare yang berarti to keep atau to save atau memelihara. Konservasi dapat didefinisikan sebagai usaha bersama dalam pemeliharaan, perlindungan, pengawetan dan pemanfaatan secara lestari.

Sehubungan dengan masalah lingkungan yang terjadi saat ini, istilah konservasi sangat penting didoktrinasi dalam masyarakat agar terciptanya lingkungan yang berwawasan masa kini dan masa mendatang.

Pendidikan konservasi adalah salah satu sarana dalam upaya pengenalan dan penanaman nilai-nilai konservasi dalam masyarakat. Pendidikan konservasi merupakan sebuah proses pembelajaran untuk membentuk perilaku masyarakat (pelajar dan mahasiswa), pengetahuan, keterampilan, dan kesadaran akan pentingnya pelestarian lingkungan yang berwawasan masa kini dan masa datang.

Universitas konservasi adalah salah satu media untuk menerapkan pendidikan konservasi. Universitas yang disebut-sebut sebagai universitas konservasi sudah seharusnya menerapkan nilai-nilai konservasi kepada seluruh warga di universitasnya tanpa terkecuali. Diharapkan universitas konservasi dapat mencetka orang-orang yang barpendidikan yang berjiwa konservasi, mempunyai kepedulian tinggi, dan mempunyai kesadaran akan kelestarian lingkungan.

Sekarang pertanyaaanya, “sudahkah universitas konservasi benar-benar menghasilkan orang yang berkarakter konservasi?”

Dalam kenyataanya masih banyak ditemui orang yang berasal dari universitas konservasi bahkan saat berada dalam universitas tersebut pun kurang mengindahkan nilai-nilai konservasi. Contoh kecilnya saja orang-orang tersebut masih membuang sampah sembarangan. Tong sampah sudah tersedia begitu banyak, namun masih ditemukan juga sampah-sampah yang diselipkan di tempat-tempat yang tidak seharusnya untuk sampah, seperti kursi, meja, pot tanaman, dan lain sebagainya. Selain itu, kecurangan-kecurangan dalam berbagai bidang pun masih banyak ditemukan, misalnya kantin kejujuran yang mengalami kerugian karena hasil penjualannya seringkali kurang, ataupun ulangan-ulangan materi akademik yang masih didapati oknum-oknum yang mencontek. Apakah itu semua adalah hasil dari pendidikan konservasi yang mati-matian diterapkan di universitas? Atau wujud dari proses belajar yang masih harus dimaklumi?

Beberapa hari yang lalu saya dan teman saya sempat merekam seorang petugas kebersihan yang memungut sampah di tempat yang banyak dilalui orang pada sebuah kampus konservasi. Sampah yang begitu jelas di depan mata, jelas dilewati ketika orang-orang masuk ke tempat tersebut (karena sampah berada di depan pintu masuk) hanya dilewati begitu saja oleh orang-orang yang melaluinya tanpa ada kesadaran untuk memungut dan membuang sampah tersebut ke tempatnya. Sampai akhirnya petugas kebersihan tersebut memungutnya, itupun entah karena memang beliau semata-mata menjalankan kewajiban akan pekerjaannya sebagai petugas kebersihan atau memang beliau murni mempunyai kesadaran akan lingkungan. Lalu dimanakah warga kampus konservasi (selain petugas kebersihan) saat itu?

 #1

Tulisan ini dibuat untuk mengikuti Bidikmisi Blog Award di Universitas Negeri Semarang. Tulisan adalah karya saya sendiri dan bukan jiplakan.

One Response to “Sudahkah menjadi Universitas Konservasi?”

  1. Anonymous Says:

Leave a Reply


Skip to toolbar