Al-Kisah

Al-Kisah
Syeh Jangkung Landoh Kayen

Hai ahabat Insani ketemu lagi nich dengan Tim Redaksi Insani V ,,,,,,Semoga Karya-karya kami dapat selalu menginspirasi agar Sahabat senang mengebangkan kreatifitasnya dalam menulis ,,,,,Nah pada Edisi kali ini di Rubrik Al-Kisah, akan diangkat cerita tentang salah satu tokoh pejuang Islam yang ada di Kota Pati. Beliau adalah Mbah Saridin atau orang awam lebih mengenalnya dengan nama Syeh Jangkung Landoh Kayen, melalui wawancara dengan Juru Kunci Makam kami akan menceritakan kisah singkat perjalannan hidup beliau
Mbah Syeh Jangkung Landoh atau Mbah Saridin adalah seorang Wali Yallah yang ada di tanah Jawa khususnya di daerah Kota Pati. Beliau lahir di desa Keringan Tayu Pati, dari pasangan Loro Sujinah Ya Dewi samaran dan ayahannya Sayid Abdul Yazid Ki Ageng Keringan. Beliau hidup di Dukuh Landoh Desa Kayen Kecamatan Kayen Kabupaten Pati Jawa Tengah. Beliau merupakan Dariyah atau keturunan dari Rosulullah SAW yang ke 13 yaitu Syeh Sayid Abdul Yazid bin Abdul Syukur bin Sultan Cempol bin Maulan Sultan Mahtubi bin Zainal Ibrahim bin Maulana Ibrahim Sayid Sahal bin Maulana Khubro bin Zainal Kubro bin Zainal Arifin bin Husen Fatimatus bin Rosulullah SAW.
Ketika masa kecilnya beliau Tinggal di Desa Keringan Tayu dengan Bapak dan Ibu beliau, tetapi saat beliau masih kecil Bapak dan Ibu beliau wafat hingga akhirnya beiau di asuh oleh Raden Umar Said atau Sunan Muria. Semenjak beliau diasuh oleh Raden Umar Said beliau sudah biasa diajari tentang Ilmu Agama dan Ilmu Ketatanegaraan dan Mbah Saridin diangkat menjadi putra Sunan Muria. Setelah Mbah Saridin dewasa beliau ikut dengan Sunan kalijaga atau Raden Sahid dan memerintahkan Mbah Saridin untuk bertapa di laut dengan menggunakan dua biji kelapa selama 8 tahun atau orang Jawa biasa menyebutnya dengan Grumbang Dalem Laut Biji Kelapo Sekanthi (dua biji) 8 taun.
Setelah selesai melakukan pertapaan di tengah laut selama 8 tahun, Mbah Saridin kembali ke Kadilangun Demak untuk menemui Raden Sahid yang memerintahkan beliau untuk berjalan ke arah selatan jika ingin bertemu dengan ibunya. Kemudian berjalanlah beliau ke arah selatan dan sampailah beliau di suatu tempat di dekaat Parang Tritis disana beliau bertemu dengan sang Ibu sampai-sampai beliau menangis. Kemudian sang Ibu memerintahakan kepada beliau dan berkata berkata, “Klo kamu kepengin muliya hidupnya bergurulah di Padepokan Kudus atau Sunan Kudus”.
Akhirnya dengan penuh rasa horman pada sang Ibunda, Mbah Saridin sowan ke Padepokan Kudus, dan ketika sampai di sana Sunan Kudus memberitahu kepada Mbah Saridin “ Beliau boleh belajar dengan Sunan Kudus dan beliau boleh menghadap dengan Sunan Kudus, apabila beliau sudah mendapat panggilan dari Sunan Kudus untuk menghadap. Tetapi selama selama berada di Padepokan Kudus Mbah Saridin tidak pernah dipanggil ataupun menghadap Sunan Kudus.
Ketika para santri Kudus sedang sholat berjamaah Mbah Saridin malah sibuk bermain air comberan. Karena mengetahui hal tersebut Sunan Muria pun datang dan bertanya kepada beliau. “Kamu itu bagaimana saat para santri yang lain sedang melaksanakan sholat berjamaah kamu malah asyik bermain air comberan, memangnya da apa di situ?”. Lalu beliau menjawab “Di dalam air ini ada ikannya, dimana ada air di situ pasti ada ikannya”. Kemudian Sunan bertanya lagi kepada beliau “Klo begitu di dalam kendi itu ada ikanny”. Lalu beliau menjawab “iya”, dan kendi kemudian dipecah dan di dalamnya terdapat ikan. Kemudian Sunan Kudus bertanya lagi “Apakah di dalam buah kelapa itu ada ikannya?”. Beliau menjawab “Iya”, lagi lalu manjatlah Mbah Saridin untuk mengambil buah kelapa setelah itu buah kelpa tersebut dipecah dan isinya ada ikannya lagi.
Pada saat santri Kudus disuruh untuk mengisi kulah (bak air), beliau tida mendapatkan tempat air atau ember. Akhirnya beliau menggunakan keranjang yang terbuat dari bambu untuk mengsi bak air, meskipun hanya menggunakan keranjang tetapi sama-sama bisa memenuhi bak air. Karena beliau percaya sepenuhnya kepada kekuasan Allah dengan apa yang telah beliay terima.
Mendengar hal tersebut Sunan Kudus pun marah kepada Mbah Mbah Saridin dan Sunan Kudus berkata kepada beliau “ Kamu tidak boleh berdiam diri di bawah langit Kudus dan di atas bumi Kudus” padahal beliau masih keponakan Sunan Kudus karena Ibu beliau Loro Sujinah adalah kakak Sunan Kudus. Karena beliau sendiko dawuh dengan sang guru beliau masuk ke dalam WC, berarti beliau tidak berdiri di atas tanah Kudus dan berlindung di bawah langit Kudus. Karena ketahuan oleh Sunan Kudus akhirnya beliau diusir dan disuruh berjalan ke arah barat.
Waktu beliau berjalan diantara Kadilangun Demak dan Kudus, beliau bertemu dengan pedagang legen atau air dari buah kelapa yang bernama Mbah Royo Guno sedangkan Istrinya bernama mbah Bakirah. Lalu beliau ditawari oleh bakul legen tersebut “Apakah Raden mau minum legen?”. Karena ditawari beliau akhirnya meminum legen yang berada di dalam bumbung tersebut, minum sdari 1, 2, 3 bumbung sampai 10 bumbung. Kemudian setelah menghabiskan 10 bumbung legen beliau ditanya oleh Mbah Royo Guno, “den mana uangnya?”. Karena mersa tidak pernah merasa membeli beliau tidak punya uang tetapi beliau percaya makanya ada kata-kata hidup Mbah Mbah Saridin itu tiudak bisa lepas dari DUET. DUET berasal dari singatan yang artinya Doa Usaha Ikhtiar dan Tawakal, duit tersebut nantinya untuk membeli KURMA atau Syukur dan Terima.
Ketika pulang ke rumah Mbah Troyo Guno dimarahi oleh istinya Mbah Bakirah karena legennya habis tetapi tidak dapat uang. Lalu mbah Troyo Guno menjelaskan bahwa yang meminum legennya tadi bukan orang sembarangan. Katika bumbung legen tadi dicuci oleh mbah Bakirah di sungai bumbung tadi penuh dengan uang, mengetahui hal tersebut Mbah Bakirah da suaminya percaya bahwa yang meminum legennya tadi bukan orang sembarangan.
Karena memiliki anak prawan yang sedang sakit dan tidak sembuh-sembuh pedagang legen tadi meminta tolong kepada Mbah Mbah Saridin untuk menyembuhkan. Pedagang legen pun berkata bahwa barang siapa lelaki yang bisa menyembuhkan putrinya maka akan dijadikan suaminya. Ternyata Mbah Mbah Saridin bisa menyembuhkannya, setelah menikahi putri pedagang legen tadi beliau kemudian berpamitan untuk pergi ke Sumatra dengan melintasi laut. Kemudian oleh Mbah Troyo Guno beliau di beri 2 biji kelapa untuk menyebrang.
Hingga beliau wafat beliau senang dengan untuk mengembara mensyiarkan agama Allah. Makam Wali Yallah Mbah Saridin Syeh Jangkung Landoh, berada di Dukuh Landoh Desa kayen Kecamatan Kayen pati, yang berdiri sejak beliau meninggal pada tahun 1650 Masehi. Khoul beliau diperingati setiap tahun pada tanggal 15 Rajab, dengan juru kunci makam yang akan membantu kita saat berziarah yaitu bernama Raden Haryo Damhari Pranoto Jiwa dan pembatu atau juru kunci ke dua yaitu Bapak Darman.

Tempat pemkaman beliau atau orang biasa menyebutnya dengan Sarehan tidak pernah sepi dari peziarah. Pada setiap harinya penziarah yang datang kurang lebih sekitar 1000 orang, yang berasal dari berbagai daerah dari Pulau Jawa maupun dari Luar Pulau Jawa.Sedangkan hari yang pengunjungnya paling ramai adalah hari Kamis Legi Jum’at Pahing.
Yang paling berkesan disetiap perjalanan hidup beliau ketika melakukan pengembaraan adalah memberi nama tempat yang pernah beliau singgahi dengan menggunakan kata Landoh. Landoh bersal dari kata Lendah Andap Asor atau sopan santun.
Demikian Al-Kisah mengenai sejarah hidup salah satu Wali Yallah Mbah Saridin Syeh Jangkung Landoh Kayen Pati.

_R._T._J._

Published by

Raundoh Tul Jannah

A student on Java Language and Literature of Semarang State University Major

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

* Kode Akses Komentar:

* Tuliskan kode akses komentar diatas: